Yohanes 9:13-17: Kesaksian Pria yang Disembuhkan

Yohanes 9:13-17: Perseteruan dengan Orang Farisi dan Kesaksian Pria yang Disembuhkan

Pendahuluan:
Injil Yohanes adalah kisah penuh tanda dan mukjizat yang mengungkapkan identitas Yesus sebagai Anak Allah. Salah satu mukjizat signifikan yang dicatat adalah penyembuhan seorang pria yang buta sejak lahir, yang memicu perdebatan teologis dengan orang Farisi. Dalam Yohanes 9:13-17, fokus beralih dari mukjizat itu sendiri kepada reaksi dan dialog antara pria yang disembuhkan dengan orang Farisi.

Ayat-ayat ini menunjukkan kontras yang tajam antara iman sederhana pria yang telah mengalami karya Yesus dengan kekerasan hati orang Farisi yang menolak untuk percaya. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna Yohanes 9:13-17 berdasarkan pandangan teologi Reformed dari tokoh seperti John Calvin, Herman Bavinck, dan R.C. Sproul.

Yohanes 9:13-17: Ayat dan Makna Dasarnya

Berikut adalah teks Yohanes 9:13-17:"Mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi. Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. Karena itu orang-orang Farisi pun bertanya kepadanya bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: 'Ia mengoleskan lumpur pada mataku, lalu aku membasuhnya, dan sekarang aku dapat melihat.' Maka kata sebagian orang Farisi itu: 'Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.' Tetapi yang lain berkata: 'Bagaimana orang yang berdosa dapat membuat mukjizat yang demikian?' Maka timbullah pertentangan di antara mereka. Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: 'Dan engkau, apa katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?' Jawabnya: 'Ia adalah seorang nabi.'"

1. Konteks Ayat Yohanes 9:13-17

Yohanes 9 mencatat mukjizat penyembuhan seorang pria yang buta sejak lahir, yang dilakukan oleh Yesus dengan cara unik: mengoleskan lumpur ke mata pria itu dan memintanya membasuhnya di kolam Siloam. Mukjizat ini terjadi pada hari Sabat, sehingga memicu kontroversi besar di antara orang Farisi.

Menurut R.C. Sproul, konteks ini memperlihatkan kontras antara terang Kristus yang menyembuhkan dan kegelapan hati manusia yang menolak kebenaran. Mukjizat Yesus tidak hanya menyembuhkan fisik pria itu, tetapi juga membuka mata rohani untuk mengenali siapa Yesus.

2. Analisis Yohanes 9:13-17 Berdasarkan Perspektif Reformed

1. Dibawa kepada Orang Farisi (Yohanes 9:13)

"Mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi."

Setelah disembuhkan, pria itu dibawa kepada orang Farisi oleh tetangganya. John Calvin menafsirkan bahwa tindakan ini mungkin dimotivasi oleh keingintahuan atau kecurigaan. Orang-orang ingin mendengar pendapat para pemimpin agama tentang mukjizat ini.

Namun, Calvin juga mencatat bahwa tindakan ini menunjukkan bagaimana tradisi agama sering kali digunakan untuk menyaring kebenaran. Orang Farisi mewakili sistem keagamaan yang lebih peduli pada aturan daripada kasih dan kebenaran Allah.

2. Hari Sabat dan Kontroversi (Yohanes 9:14-15)

"Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. Karena itu orang-orang Farisi pun bertanya kepadanya bagaimana matanya menjadi melek."

Yesus menyembuhkan pada hari Sabat, yang bagi orang Farisi dianggap sebagai pelanggaran hukum. R.C. Sproul menekankan bahwa ini bukan pelanggaran hukum Allah, tetapi hukum tradisional yang ditambahkan oleh orang Farisi.

Herman Bavinck melihat tindakan Yesus ini sebagai cara untuk menunjukkan otoritas-Nya atas Sabat. Sabat adalah hari untuk memperingati karya penciptaan dan pemeliharaan Allah, dan Yesus, sebagai Anak Allah, memiliki kuasa untuk menyatakan belas kasihan-Nya bahkan pada hari Sabat.

3. Kekerasan Hati Orang Farisi (Yohanes 9:16)

"Maka kata sebagian orang Farisi itu: 'Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.' Tetapi yang lain berkata: 'Bagaimana orang yang berdosa dapat membuat mukjizat yang demikian?' Maka timbullah pertentangan di antara mereka."

Ayat ini menggambarkan kekerasan hati sebagian orang Farisi yang menolak untuk mengakui karya Yesus sebagai tindakan Allah. Namun, ada perpecahan di antara mereka karena sebagian menyadari bahwa mukjizat ini tidak mungkin dilakukan oleh orang berdosa.

John Calvin mengamati bahwa kekerasan hati ini mencerminkan sifat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Bahkan ketika dihadapkan pada bukti yang jelas, manusia sering kali menolak kebenaran karena prasangka dan kebanggaan diri.

4. Kesaksian Pria yang Disembuhkan (Yohanes 9:17)

"Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: 'Dan engkau, apa katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?' Jawabnya: 'Ia adalah seorang nabi.'"

Ketika ditanya pendapatnya tentang Yesus, pria itu memberikan kesaksian sederhana tetapi penuh iman: "Ia adalah seorang nabi." Herman Bavinck mencatat bahwa pengakuan ini menunjukkan langkah awal dalam perjalanan imannya. Meskipun pria ini belum sepenuhnya mengenal Yesus sebagai Mesias, ia sudah mulai memahami bahwa Yesus adalah utusan Allah.

R.C. Sproul melihat kesaksian ini sebagai bukti bagaimana pengalaman langsung dengan Yesus dapat membuka mata rohani seseorang, bahkan ketika orang-orang di sekitarnya tetap keras hati.

3. Pelajaran Teologis dari Yohanes 9:13-17

1. Kristus Sebagai Terang Dunia
Mukjizat ini menegaskan klaim Yesus dalam Yohanes 9:5, "Aku adalah terang dunia." Penyembuhan pria yang buta secara fisik menjadi gambaran bagaimana Yesus membawa terang ke dalam kegelapan spiritual manusia.

John Calvin menekankan bahwa Yesus datang untuk mengungkapkan kebenaran Allah, tetapi banyak yang menolak terang itu karena cinta mereka pada kegelapan.

2. Kekerasan Hati Manusia
Herman Bavinck mencatat bahwa reaksi orang Farisi mencerminkan realitas dosa manusia. Kekerasan hati membuat mereka lebih peduli pada tradisi daripada pengenalan akan Allah.

Dalam pandangan Reformed, ini adalah pengingat bahwa manusia hanya dapat menerima kebenaran Allah melalui pekerjaan Roh Kudus yang membuka hati dan pikiran mereka.

3. Iman yang Bertumbuh
R.C. Sproul menyoroti bahwa pria yang disembuhkan menunjukkan pertumbuhan iman yang signifikan. Dari hanya mengenal Yesus sebagai "orang yang disebut Yesus" (Yohanes 9:11), ia kemudian mengakui Yesus sebagai nabi, dan akhirnya dalam ayat-ayat selanjutnya menyembah-Nya sebagai Tuhan (Yohanes 9:38).

4. Aplikasi Praktis untuk Kehidupan Kristen

1. Menanggapi Kebenaran dengan Hati yang Terbuka
Kisah ini mengingatkan kita untuk tidak memiliki hati yang keras seperti orang Farisi. Kita dipanggil untuk membuka hati terhadap kebenaran firman Allah, bahkan ketika itu menantang pemikiran atau tradisi kita.

2. Berani Bersaksi Tentang Kristus
Seperti pria yang disembuhkan, kita dipanggil untuk bersaksi tentang karya Kristus dalam hidup kita, meskipun mungkin menghadapi tekanan atau penolakan dari orang lain.

3. Fokus pada Inti Hukum Allah
Orang Farisi lebih peduli pada aturan Sabat daripada belas kasihan yang ditunjukkan Yesus. Kita diajak untuk memahami inti hukum Allah, yaitu kasih kepada Allah dan sesama.

4. Bertumbuh dalam Iman Melalui Pengalaman
Pria dalam Yohanes 9 menunjukkan bahwa iman adalah perjalanan. Kita mungkin tidak memahami sepenuhnya siapa Yesus pada awalnya, tetapi pengalaman dengan-Nya dapat membawa kita kepada pengenalan yang lebih dalam.

5. Relevansi Yohanes 9:13-17 dalam Gereja Masa Kini

Gereja masa kini dapat belajar dari pesan Yohanes 9:13-17 untuk:

  1. Mengutamakan pengenalan akan Kristus di atas tradisi.
  2. Menggunakan firman Allah sebagai dasar penilaian, bukan hanya opini manusia.
  3. Mendorong jemaat untuk bersaksi tentang karya Kristus dalam hidup mereka.

Kesimpulan

Yohanes 9:13-17 mengajarkan banyak pelajaran penting tentang iman, kekerasan hati, dan kuasa Kristus untuk membawa terang ke dalam kegelapan. Perspektif teologi Reformed menunjukkan bahwa mukjizat ini adalah bukti kasih Allah yang melampaui batas tradisi manusia, sekaligus mengingatkan kita akan kebutuhan akan pekerjaan Roh Kudus untuk membuka hati manusia kepada kebenaran.

Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk membuka hati terhadap terang Kristus, hidup dalam iman yang bertumbuh, dan menjadi saksi bagi dunia. Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post