1 Korintus 14:27-28: Karunia Bahasa Roh dan Penafsirannya dalam Gereja

1 Korintus 14:27-28: Karunia Bahasa Roh dan Penafsirannya dalam Gereja

Pendahuluan:

1 Korintus 14:27-28 adalah bagian dari ajaran Paulus tentang penggunaan karunia rohani dalam ibadah jemaat. Dalam bagian ini, Paulus menegaskan bahwa karunia bahasa roh (glossolalia) harus digunakan dengan tertib dan hanya jika ada penafsiran. Tujuan utama dari aturan ini adalah agar ibadah gereja dilakukan dengan ketertiban dan membangun jemaat.

Dari perspektif teologi Reformed, bagian ini menegaskan beberapa prinsip utama:

  1. Ibadah harus dilakukan dengan tertib dan teratur
  2. Karunia bahasa roh harus digunakan sesuai dengan prinsip Alkitab dan bukan untuk kepentingan pribadi
  3. Penafsiran bahasa roh adalah syarat utama agar jemaat dapat dibangun

Artikel ini akan membahas 1 Korintus 14:27-28 berdasarkan pendapat para pakar teologi Reformed, menggali konteks historis, makna teologis, serta aplikasinya bagi gereja masa kini.

Berikut adalah teks 1 Korintus 14:27-28 dalam Alkitab Yang Terbuka (AYT):21 Korintus 14:7. "Jika ada yang berbicara dalam bahasa roh, harus dua atau paling banyak tiga orang, dan harus berbicara secara bergantian. Selain itu, harus ada seseorang yang menafsirkan."1 Korintus 14:28. "Namun, jika tidak ada penafsir, orang itu harus diam dalam jemaat dan berbicara kepada dirinya sendiri serta kepada Allah."

Konteks 1 Korintus 14:27-28

1. Jemaat Korintus dan Penyalahgunaan Karunia Rohani

Surat 1 Korintus ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, yang dikenal memiliki banyak masalah dalam praktik ibadah dan kehidupan gereja. Salah satu isu utama dalam pasal 14 adalah penyalahgunaan karunia bahasa roh, yang menyebabkan kekacauan dalam ibadah jemaat.

John Calvin mencatat bahwa orang-orang Korintus menggunakan bahasa roh secara sembarangan dan tanpa tujuan yang jelas, sehingga malah menimbulkan kebingungan di dalam gereja. Calvin menulis:

“Karunia bahasa roh diberikan untuk membangun jemaat, bukan untuk membingungkan atau memuaskan ego pribadi. Jika tidak digunakan dengan tertib, itu tidak ada gunanya.”

2. Konteks Pasal 14: Menekankan Ketertiban dalam Ibadah

Dalam 1 Korintus 14, Paulus memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan karunia rohani:

  • Nubuat lebih utama daripada bahasa roh (1 Korintus 14:1-5)
  • Bahasa roh tanpa penafsiran tidak berguna bagi jemaat (1 Korintus 14:6-19)
  • Karunia rohani harus digunakan dengan ketertiban (1 Korintus 14:26-40)

Leon Morris mencatat bahwa tujuan utama Paulus dalam pasal ini adalah memastikan bahwa ibadah gereja dilakukan dengan tertib dan membangun jemaat, bukan menjadi ajang pertunjukan pribadi.

Analisis 1 Korintus 14:27-28

1. “Jika Ada yang Berbicara dalam Bahasa Roh” (1 Korintus 14:27a)

Paulus tidak melarang penggunaan bahasa roh, tetapi memberikan aturan yang ketat untuk memastikan bahwa penggunaannya tidak menyebabkan kekacauan dalam ibadah.

  • Frasa “jika ada” menunjukkan bahwa berbicara dalam bahasa roh bukan keharusan dalam setiap ibadah, tetapi hanya boleh terjadi dalam kondisi tertentu.
  • Ini menegaskan bahwa bahasa roh bukanlah tanda utama kedewasaan rohani, seperti yang sering disalahpahami oleh jemaat Korintus.

John MacArthur menekankan bahwa bahasa roh bukan elemen utama dalam ibadah gereja, tetapi hanya salah satu karunia yang harus digunakan dengan bijaksana.

"Gereja tidak dibangun oleh bahasa roh yang tidak dipahami, tetapi oleh Firman yang dapat dipahami oleh semua orang."

2. “Harus Dua atau Paling Banyak Tiga Orang, dan Harus Berbicara Secara Bergantian” (1 Korintus 14: 27b)

Paulus memberikan batasan yang ketat:

  • Hanya dua atau tiga orang yang boleh berbicara dalam bahasa roh dalam satu ibadah.
  • Mereka harus berbicara secara bergantian, bukan secara serentak.

R.C. Sproul mencatat bahwa aturan ini bertujuan untuk menghindari kekacauan dalam ibadah:

"Allah adalah Allah keteraturan, bukan kekacauan. Jika bahasa roh digunakan secara tidak teratur dan tanpa batas, itu bukan pekerjaan Roh Kudus, tetapi hanya ekspresi emosional manusia."

3. “Harus Ada Seseorang yang Menafsirkan” (1 Korintus 14:27c)

Paulus menegaskan bahwa bahasa roh hanya boleh digunakan dalam ibadah jika ada seseorang yang menafsirkannya.

  • Penafsiran diperlukan agar jemaat dapat memahami dan dibangun secara rohani.
  • Jika tidak ada penafsir, bahasa roh harus ditahan dan tidak diucapkan di depan umum.

John Calvin dengan tegas menekankan bahwa tanpa penafsiran, bahasa roh tidak ada gunanya bagi gereja:

"Ibadah bukanlah tempat untuk pertunjukan individu. Jika sesuatu tidak dapat dimengerti oleh jemaat, itu tidak boleh dilakukan di depan umum."

4. “Jika Tidak Ada Penafsir, Orang Itu Harus Diam” (1 Korintus 14:28a)

Paulus mengajarkan bahwa karunia bahasa roh harus dikendalikan oleh individu yang menerimanya.

  • Jika tidak ada penafsir, orang yang berbicara dalam bahasa roh harus diam dalam pertemuan jemaat.
  • Ini menunjukkan bahwa karunia bahasa roh bukanlah sesuatu yang tidak bisa dikendalikan, tetapi dapat ditahan sesuai dengan ketertiban gereja.

John MacArthur menyoroti bahwa banyak penyalahgunaan bahasa roh dalam gereja modern terjadi karena tidak memahami prinsip ini:

"Jika seseorang mengklaim berbicara dalam bahasa roh tetapi tidak bisa menahan dirinya di depan umum, itu bukan pekerjaan Roh Kudus, tetapi hanyalah dorongan emosional."

5. “Berbicara kepada Dirinya Sendiri dan kepada Allah” (1 Korintus 14:28b)

Jika seseorang memiliki bahasa roh tetapi tidak ada penafsir, Paulus mengatakan bahwa ia boleh berbicara kepada dirinya sendiri dan kepada Allah, tetapi tidak dengan suara keras di depan jemaat.

  • Ini menunjukkan bahwa bahasa roh bisa menjadi pengalaman pribadi antara seseorang dan Allah, tetapi bukan untuk dikomunikasikan di depan umum tanpa penafsiran.
  • Bahasa roh yang tidak dipahami oleh orang lain tidak memiliki manfaat bagi jemaat, tetapi hanya untuk orang yang mengalaminya sendiri.

Leon Morris mencatat bahwa ini menegaskan prinsip bahwa ibadah harus selalu memiliki unsur pengajaran dan pemahaman:

"Jika ibadah hanya menjadi ekspresi emosional tanpa pengertian, maka itu telah menyimpang dari tujuan Allah untuk membangun jemaat-Nya."

Makna Teologis 1 Korintus 14:27-28

1. Ibadah Harus Dilakukan dengan Tertib

Allah adalah Allah keteraturan, dan segala sesuatu dalam ibadah harus dilakukan dengan teratur dan sesuai dengan kehendak-Nya (1 Korintus 14:33).

John MacArthur menekankan bahwa ibadah bukan tentang pengalaman pribadi, tetapi tentang membangun tubuh Kristus.

2. Karunia Roh Harus Digunakan untuk Membangun Jemaat

Jika sesuatu tidak membangun jemaat, maka itu tidak boleh dilakukan dalam ibadah umum.

R.C. Sproul menekankan bahwa gereja harus menekankan pengajaran yang jelas daripada manifestasi karunia yang membingungkan.

3. Bahasa Roh Harus Disertai dengan Penafsiran

Tanpa penafsiran, bahasa roh tidak memiliki manfaat bagi gereja.

John Calvin menegaskan bahwa pengajaran yang jelas lebih penting daripada pengalaman pribadi yang tidak dapat dipahami oleh jemaat.

Kesimpulan

1 Korintus 14:27-28 menegaskan bahwa karunia bahasa roh harus digunakan dengan tertib, hanya jika ada penafsiran, dan tidak boleh menyebabkan kekacauan dalam ibadah.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk berfokus pada pengajaran Firman yang jelas, membangun jemaat, dan menjaga ketertiban dalam ibadah gereja.

Next Post Previous Post