Kisah Para Rasul 7:60 – Pengampunan dan Keteguhan Iman
Pendahuluan:
Kisah Para Rasul 7:60 mencatat momen luar biasa dalam sejarah gereja mula-mula, yakni kematian Stefanus, martir pertama Kristen. Ayat ini berbunyi:“Kemudian, setelah berlutut, ia berseru dengan suara keras, ‘Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka!’ Dan, sesudah mengatakannya, ia pun mati.” (Kisah Para Rasul 7:60, AYT)
Ayat ini menyoroti dua aspek utama dari iman Kristen: pengampunan dan keteguhan iman hingga akhir hayat. Stefanus, dalam penderitaannya, meneladani Yesus dengan memohon agar para algojonya diampuni. Ini adalah puncak kesaksian seorang martir yang tidak hanya menyerahkan hidupnya bagi Injil, tetapi juga menampilkan kasih Kristus dalam tindakan terakhirnya.
Artikel ini akan menggali makna mendalam dari Kisah Para Rasul 7:60, mengaitkannya dengan teologi Reformed, dan menguraikan pandangan para pakar teologi seperti John Calvin, R.C. Sproul, dan John MacArthur mengenai ayat ini.
1. Konteks Kisah Para Rasul 7:60
a. Latar Belakang Kematian Stefanus
Stefanus adalah salah satu dari tujuh diaken pertama yang dipilih oleh jemaat (Kisah Para Rasul 6:5-6). Ia dikenal sebagai pria yang penuh iman dan Roh Kudus serta seorang pengkhotbah yang berani. Tuduhan terhadapnya adalah penghujatan terhadap Musa dan Allah karena ia mengajarkan bahwa Yesus akan menggantikan hukum Taurat dan Bait Suci (Kisah Para Rasul 6:13-14).
Di hadapan Mahkamah Agama, Stefanus menyampaikan pidato yang panjang (Kisah Para Rasul 7), yang menyingkap sejarah bangsa Israel dan bagaimana mereka berulang kali menolak utusan Allah. Akhirnya, ia menegaskan bahwa Yesus adalah Mesias yang mereka tolak, dan bahwa mereka adalah “orang-orang yang tegar tengkuk” (Kisah Para Rasul 7:51-53).
Reaksi orang-orang Yahudi sangat keras. Mereka menyeret Stefanus keluar kota dan melemparinya dengan batu hingga mati. Dalam momen terakhirnya, Stefanus berdoa seperti Yesus di kayu salib:"Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka!"
Doa ini menunjukkan kasih yang luar biasa, bahkan kepada mereka yang membunuhnya.
b. Paralel dengan Kematian Yesus
Doa Stefanus mengingatkan kita pada perkataan Yesus di kayu salib:"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34)
Stefanus bukan hanya meneladani Yesus dalam hidupnya, tetapi juga dalam kematiannya. John MacArthur mencatat bahwa tindakan Stefanus ini adalah bukti bahwa Roh Kudus bekerja dalam dirinya, menghasilkan kasih yang luar biasa bahkan terhadap musuhnya.
2. Tafsiran Teologis dalam Perspektif Reformed
Kisah Para Rasul 7:60 memiliki beberapa implikasi teologis yang sangat kuat dalam perspektif Reformed, terutama dalam hal doktrin kasih karunia, pemilihan Allah, dan panggilan untuk setia dalam penderitaan.
a. Pengampunan sebagai Manifestasi Kasih Karunia Allah
Teologi Reformed menekankan bahwa keselamatan adalah semata-mata karena kasih karunia Allah (sola gratia). Stefanus memahami bahwa hanya Allah yang dapat memberikan pengampunan sejati.
John Calvin dalam Commentary on Acts menulis bahwa doa Stefanus adalah bukti bahwa ia memahami karya penebusan Kristus dengan dalam. Ia tidak hanya memohon keselamatannya sendiri, tetapi juga meminta agar Allah tidak menghukum mereka yang membunuhnya. Ini adalah manifestasi kasih karunia yang luar biasa.
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan bahwa pengampunan sejati hanya mungkin jika seseorang telah mengalami kasih karunia Allah. Stefanus, sebagai seorang yang penuh Roh Kudus, memahami realitas ini dan menerapkannya bahkan dalam penderitaan.
b. Pemilihan Allah dan Panggilan untuk Bertahan dalam Iman
Dalam pandangan Reformed, keselamatan tidak bergantung pada usaha manusia, tetapi berdasarkan pemilihan Allah. Stefanus adalah contoh seseorang yang dipilih Allah bukan hanya untuk diselamatkan, tetapi juga untuk bersaksi melalui penderitaan.
Dalam Yohanes 15:18-20, Yesus berkata:“Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku. Jika mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu.”
Stefanus mengalami penganiayaan karena imannya, tetapi ia bertahan sampai akhir. John Owen dalam The Mortification of Sin menulis bahwa orang percaya sejati tidak akan pernah mundur dari imannya, bahkan di tengah ancaman kematian. Ini adalah bukti dari pekerjaan Allah dalam dirinya.
3. Aplikasi Teologis bagi Orang Percaya
a. Belajar Mengampuni Seperti Kristus
Salah satu pelajaran terbesar dari Kisah Para Rasul 7:60 adalah pentingnya pengampunan. Dalam dunia yang penuh dengan kebencian, orang percaya dipanggil untuk mengampuni bahkan mereka yang menyakiti kita.
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." (Kolose 3:13)
John Piper dalam Desiring God menulis bahwa pengampunan bukanlah kelemahan, tetapi ekspresi kekuatan kasih karunia Allah dalam diri kita. Jika Stefanus dapat mengampuni algojonya, kita pun dapat belajar mengampuni mereka yang menyakiti kita.
b. Tetap Setia dalam Penderitaan
Teologi Reformed menekankan bahwa iman sejati akan bertahan hingga akhir. Kisah Stefanus mengajarkan kita bahwa penderitaan bukanlah tanda ditinggalkan Allah, tetapi justru bagian dari panggilan kita sebagai murid Kristus.
Dalam Roma 8:17, Paulus berkata:"Jika kita menderita bersama dengan Dia, kita juga akan dipermuliakan bersama dengan Dia."
Martin Lloyd-Jones dalam Studies in the Sermon on the Mount menyebutkan bahwa penderitaan karena Kristus adalah tanda bahwa kita benar-benar berada di jalan yang benar. Kita tidak boleh takut menghadapi penganiayaan, sebab kemuliaan Allah dinyatakan melalui penderitaan kita.
c. Kuasa Doa dalam Kesaksian Kristen
Stefanus tidak hanya mengampuni, tetapi ia juga berdoa untuk keselamatan orang-orang yang membunuhnya.
Kisah ini memiliki dampak besar dalam kehidupan Saulus (yang kelak menjadi Rasul Paulus). Ketika Stefanus dibunuh, Saulus ada di sana dan menyaksikannya (Kisah Para Rasul 8:1). Beberapa teolog Reformed percaya bahwa doa Stefanus mungkin menjadi bagian dari rencana Allah dalam pertobatan Paulus.
Arthur Pink dalam The Sovereignty of God menulis bahwa doa orang percaya sering kali menjadi alat yang Allah gunakan untuk menarik orang lain kepada-Nya. Kita tidak pernah tahu bagaimana Allah akan menggunakan doa-doa kita untuk menyentuh hati orang lain.
Kesimpulan
Kisah Para Rasul 7:60 adalah ayat yang penuh makna teologis dan spiritual. Melalui kisah Stefanus, kita belajar bahwa:
- Pengampunan adalah ekspresi tertinggi dari kasih karunia Allah.
- Penderitaan adalah bagian dari perjalanan iman Kristen.
- Kesetiaan dalam iman adalah bukti pekerjaan Allah dalam hidup seseorang.
- Doa memiliki kuasa untuk mengubah hati bahkan orang yang paling keras.
Dari perspektif teologi Reformed, Stefanus adalah bukti bahwa Allah berdaulat atas hidup dan kematian umat-Nya. Ia memanggil kita untuk mengampuni, bertahan dalam penderitaan, dan setia dalam doa.
Sebagai orang percaya, kita harus meneladani Stefanus dengan hidup dalam kasih karunia dan keberanian, siap menghadapi segala konsekuensi demi Injil Kristus.
“Berdoalah mohon Roh Kudus memberikan pengertian ketika kita melakukan studi Alkitab.