Makna Teologis Gospel Reconciliation
Pendahuluan:
Rekonsiliasi Injil (Gospel Reconciliation) adalah salah satu tema sentral dalam Kekristenan, yang menunjukkan bagaimana manusia yang berdosa dapat diperdamaikan dengan Allah melalui karya Yesus Kristus. Dalam 2 Korintus 5:18-19, Rasul Paulus menulis:
"Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami."
Teologi Reformed sangat menekankan aspek rekonsiliasi ini dalam doktrin keselamatan (soteriology). Rekonsiliasi bukan hanya sekadar pemulihan hubungan yang retak, tetapi merupakan karya besar Allah dalam membawa manusia berdosa kembali kepada diri-Nya, sepenuhnya oleh anugerah-Nya. Dalam artikel ini, kita akan membahas makna teologis rekonsiliasi Injil berdasarkan pemikiran beberapa pakar teologi Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul.
1. Gospel Reconciliation: Rekonsiliasi dalam Alkitab
A. Masalah yang Mendasar: Dosa dan Pemisahan dari Allah
Alkitab mengajarkan bahwa sejak kejatuhan manusia dalam dosa (Kejadian 3), hubungan antara Allah dan manusia menjadi terputus. Roma 3:23 menyatakan bahwa semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Dosa membawa keterasingan, kehancuran, dan ketidakmungkinan bagi manusia untuk memperbaiki hubungan ini dengan usahanya sendiri.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menegaskan bahwa dosa bukan hanya tindakan moral yang salah, tetapi adalah kondisi pemberontakan total terhadap Allah yang menciptakan permusuhan antara manusia dan Allah. Oleh karena itu, hanya melalui tindakan Allah sendiri, yaitu melalui Kristus, rekonsiliasi dapat terjadi.
B. Kristus sebagai Sarana Rekonsiliasi
2 Korintus 5:19 menjelaskan bahwa rekonsiliasi terjadi "oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka."
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menjelaskan bahwa Allah, dalam kasih-Nya, memilih untuk mendamaikan manusia dengan diri-Nya melalui Kristus. Kematian Kristus di kayu salib bukan hanya sekadar contoh kasih atau pengorbanan moral, tetapi adalah tindakan substitusi yang nyata, di mana Kristus mengambil dosa umat pilihan-Nya dan memberikan kepada mereka kebenaran-Nya.
Ini sejalan dengan ajaran tentang penebusan substitusi (penal substitutionary atonement), yang merupakan inti dari teologi Reformed. Kristus tidak hanya membuka jalan rekonsiliasi, tetapi menjadi jalan itu sendiri (Yohanes 14:6).
2. Gospel Reconciliation dan Doktrin Anugerah
A. Rekonsiliasi sebagai Inisiatif Allah
Rekonsiliasi dalam Injil bukanlah hasil usaha manusia, melainkan tindakan anugerah Allah semata. Efesus 2:8-9 menegaskan bahwa keselamatan adalah pemberian Allah dan bukan hasil usaha manusia.
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menekankan bahwa manusia yang mati dalam dosa tidak mungkin mencari Allah dengan kekuatannya sendiri. Oleh karena itu, rekonsiliasi harus datang dari Allah yang secara aktif membawa umat-Nya kembali kepada diri-Nya. Inilah doktrin monergisme, di mana Allah sepenuhnya berinisiatif dalam keselamatan, berlawanan dengan gagasan synergisme yang mengandaikan keterlibatan manusia dalam menyempurnakan keselamatan.
B. Rekonsiliasi Melalui Karya Roh Kudus
Rekonsiliasi tidak hanya terjadi secara objektif di kayu salib, tetapi juga harus diterapkan secara subjektif dalam hati manusia. Roh Kudus adalah pribadi yang menerapkan karya Kristus kepada umat pilihan Allah.
Jonathan Edwards, seorang teolog Reformed besar, dalam Religious Affections menulis bahwa tanpa pekerjaan Roh Kudus, manusia tidak akan pernah berbalik kepada Allah. Roh Kudus yang menginsafkan manusia akan dosa, memampukan mereka untuk bertobat, dan membawa mereka dalam hubungan yang dipulihkan dengan Allah.
3. Implikasi Rekonsiliasi Injil dalam Kehidupan Orang Percaya
A. Hidup dalam Damai dengan Allah
Rekonsiliasi bukan hanya status teologis tetapi juga pengalaman nyata dalam kehidupan orang percaya. Roma 5:1 berkata, "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus."
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan bahwa hidup dalam damai dengan Allah berarti bahwa hukuman atas dosa telah dibayar, dan tidak ada lagi penghakiman bagi mereka yang ada dalam Kristus Yesus (Roma 8:1).
B. Hidup dalam Kasih dan Pengampunan
Efesus 4:32 berkata, "Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu."
Karena orang percaya telah diperdamaikan dengan Allah, mereka juga dipanggil untuk hidup dalam rekonsiliasi dengan sesama. Herman Bavinck menekankan bahwa rekonsiliasi vertikal (dengan Allah) harus menghasilkan rekonsiliasi horizontal (dengan sesama). Jika seseorang mengaku telah menerima kasih Allah, maka kasih itu harus tercermin dalam cara mereka memperlakukan orang lain.
C. Misi Rekonsiliasi
Dalam 2 Korintus 5:18-19, Paulus mengatakan bahwa kita telah dipercayakan dengan "pelayanan pendamaian." Ini berarti bahwa setiap orang percaya memiliki tanggung jawab untuk memberitakan Injil rekonsiliasi kepada dunia.
John Piper dalam Let the Nations Be Glad! menegaskan bahwa misi penginjilan adalah perpanjangan dari karya rekonsiliasi Allah. Orang percaya dipanggil untuk menjadi duta Injil, mengajak orang lain untuk berdamai dengan Allah melalui Kristus.
4. Eskatologi Rekonsiliasi: Kepenuhan Rekonsiliasi di Akhir Zaman
A. Rekonsiliasi Seluruh Ciptaan
Rekonsiliasi Injil bukan hanya berlaku bagi manusia, tetapi juga bagi seluruh ciptaan. Kolose 1:20 menyatakan bahwa Kristus telah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya melalui darah salib-Nya.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa pada akhir zaman, seluruh ciptaan akan mengalami pemulihan total dalam Kristus. Ini berarti bahwa dunia yang jatuh dalam dosa akan diperbarui, dan rencana keselamatan Allah akan mencapai kepenuhannya dalam langit dan bumi yang baru (Wahyu 21:1-5).
B. Penggenapan Rekonsiliasi dalam Kemuliaan Kekal
Ketika Kristus datang kembali, rekonsiliasi yang telah dimulai dalam sejarah akan mencapai kepenuhannya. Orang percaya akan menikmati hubungan yang sempurna dengan Allah tanpa dosa atau pemisahan.
Louis Berkhof dalam The Second Coming of Christ menjelaskan bahwa eskatologi Kristen adalah pengharapan akan pemulihan total hubungan antara Allah dan manusia. Inilah tujuan akhir dari rekonsiliasi Injil—kehidupan kekal dalam hadirat Allah.
Kesimpulan
Gospel Reconciliation adalah inti dari pesan Injil. Manusia yang terpisah dari Allah karena dosa dapat diperdamaikan dengan-Nya melalui pengorbanan Kristus. Rekonsiliasi ini adalah karya anugerah Allah, diterapkan oleh Roh Kudus, dan membawa perubahan dalam kehidupan orang percaya.
Teologi Reformed menekankan bahwa rekonsiliasi ini bukan sekadar doktrin akademis, tetapi adalah realitas yang harus mempengaruhi setiap aspek kehidupan orang percaya—dari hubungan pribadi dengan Allah, kehidupan dalam kasih dengan sesama, hingga misi penginjilan ke seluruh dunia.
Pada akhirnya, rekonsiliasi ini akan mencapai kepenuhannya dalam kerajaan kekal Allah, di mana semua yang telah diperdamaikan dengan-Nya akan menikmati kemuliaan bersama-Nya selama-lamanya. Soli Deo Gloria!