5 Mitos tentang Kidung Agung

Pendahuluan
Kidung Agung (Song of Songs) adalah salah satu kitab yang paling unik dalam Alkitab. Berbeda dari kitab-kitab lainnya, Kidung Agung berbentuk puisi yang menggambarkan cinta, kerinduan, dan keintiman antara seorang pria dan seorang wanita. Namun, sepanjang sejarah gereja, kitab ini sering disalahpahami, baik oleh orang Kristen maupun para penafsir Alkitab.
Dalam tradisi Reformed, Kidung Agung dipahami tidak hanya sebagai gambaran tentang cinta manusia, tetapi juga sebagai simbol dari kasih antara Kristus dan gereja-Nya. Namun, banyak mitos yang berkembang seputar kitab ini yang bisa menghambat pemahaman yang benar tentang maknanya.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lima mitos umum tentang Kidung Agung serta bagaimana teologi Reformed memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan alkitabiah tentang kitab ini.
Mitos #1: Kidung Agung Hanya Berbicara tentang Cinta Romantis
Banyak orang percaya bahwa Kidung Agung hanya berisi puisi cinta antara Salomo dan seorang wanita, tanpa makna rohani yang lebih dalam. Beberapa bahkan menganggap kitab ini tidak relevan bagi kehidupan Kristen.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Meskipun Kidung Agung jelas menggambarkan cinta antara pria dan wanita, banyak teolog Reformed memahami kitab ini sebagai gambaran dari hubungan antara Kristus dan gereja-Nya.
Efesus 5:25-27 mengatakan:
"Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela."
Di sini, Rasul Paulus menjelaskan bahwa pernikahan manusia adalah bayangan dari hubungan Kristus dengan gereja. Dengan perspektif ini, Kidung Agung tidak hanya berbicara tentang cinta duniawi, tetapi juga tentang kasih yang lebih besar antara Allah dan umat-Nya.
John Owen, seorang teolog Puritan, melihat Kidung Agung sebagai gambaran dari kasih mesra yang Allah miliki bagi gereja-Nya. Kasih Kristus kepada umat-Nya adalah kasih yang setia, penuh pengorbanan, dan penuh keindahan—seperti yang digambarkan dalam Kidung Agung.
Kesimpulan
Kidung Agung bukan sekadar puisi cinta duniawi. Ini adalah gambaran tentang kasih Allah kepada umat-Nya, yang mencapai puncaknya dalam kasih Kristus kepada gereja.
Mitos #2: Kidung Agung Tidak Memiliki Nilai Teologis
Beberapa orang Kristen menganggap Kidung Agung sebagai kitab yang "kurang rohani" karena tidak berisi ajaran doktrinal atau hukum moral yang eksplisit.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Setiap bagian dari Kitab Suci diilhami oleh Allah dan berguna untuk pengajaran (2 Timotius 3:16). Kidung Agung bukan pengecualian. Kitab ini mengajarkan banyak kebenaran teologis, terutama tentang sifat kasih Allah dan hubungan perjanjian-Nya dengan umat-Nya.
Jonathan Edwards, seorang teolog Reformed terkenal, melihat dalam Kidung Agung gambaran dari "kecantikan Kristus" yang menarik umat-Nya kepada diri-Nya. Kasih dalam kitab ini adalah gambaran kasih ilahi yang memikat dan mengubah hati orang percaya.
Selain itu, Kidung Agung juga mengajarkan pentingnya kasih yang murni dan kudus, yang sejalan dengan ajaran moral Alkitab tentang pernikahan dan kesetiaan.
Kesimpulan
Kidung Agung kaya akan nilai teologis. Kitab ini mengajarkan tentang kasih Allah, hubungan perjanjian, dan keindahan kekudusan dalam pernikahan.
Mitos #3: Kidung Agung Hanya Berlaku untuk Pernikahan
Beberapa orang berpikir bahwa Kidung Agung hanya berlaku bagi mereka yang sudah menikah dan tidak relevan bagi orang Kristen yang masih lajang.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Meskipun Kidung Agung memang menggambarkan cinta dalam pernikahan, kitab ini memiliki makna yang lebih luas yang relevan bagi semua orang percaya.
-
Untuk yang belum menikah: Kidung Agung mengajarkan bahwa kasih sejati adalah kasih yang penuh kesabaran dan kekudusan. Ini adalah pengingat bagi mereka yang belum menikah untuk mencari hubungan yang didasarkan pada kasih yang sejati, bukan hawa nafsu duniawi.
-
Untuk semua orang percaya: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kidung Agung menggambarkan kasih antara Kristus dan gereja. Setiap orang percaya, baik yang menikah maupun lajang, dipanggil untuk mengalami dan menikmati kasih Kristus yang sempurna.
Charles Spurgeon dalam khotbah-khotbahnya sering menafsirkan Kidung Agung sebagai ekspresi kasih Kristus kepada gereja-Nya. Ia menekankan bahwa semua orang percaya harus merasakan keintiman rohani dengan Kristus, terlepas dari status pernikahan mereka.
Kesimpulan
Kidung Agung tidak hanya berlaku bagi yang sudah menikah. Kitab ini berbicara tentang kasih Allah yang relevan bagi semua orang percaya.
Mitos #4: Kidung Agung Hanya Bersifat Alegoris
Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa Kidung Agung tidak boleh dipahami secara harfiah, melainkan hanya sebagai alegori tentang hubungan Kristus dan gereja.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Pendekatan alegoris memang populer dalam sejarah gereja, terutama di antara para bapa gereja seperti Origen dan Bernard dari Clairvaux. Namun, teologi Reformed menekankan pentingnya memahami Kitab Suci dalam konteks aslinya.
Calvin menekankan bahwa Kitab Suci harus ditafsirkan sesuai dengan maksud aslinya. Dalam kasus Kidung Agung, ini berarti kita harus mengakui bahwa kitab ini memang berbicara tentang cinta pernikahan, tetapi juga mengandung makna rohani yang lebih dalam.
Seperti dalam Efesus 5, di mana Paulus berbicara tentang pernikahan tetapi juga menghubungkannya dengan hubungan Kristus dan gereja, demikian pula Kidung Agung harus dipahami dalam dua dimensi: sebagai gambaran cinta manusia yang kudus, tetapi juga sebagai bayangan dari kasih ilahi.
Kesimpulan
Kidung Agung harus dipahami baik secara harfiah maupun rohani. Ini adalah kitab yang berbicara tentang cinta pernikahan sekaligus menggambarkan kasih Kristus kepada gereja.
Mitos #5: Kidung Agung Tidak Relevan untuk Gereja Masa Kini
Banyak gereja modern jarang mengajarkan Kidung Agung, mungkin karena mereka merasa kitab ini sulit dimengerti atau kurang relevan dengan kehidupan Kristen saat ini.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Kidung Agung tetap relevan karena mengajarkan prinsip-prinsip penting tentang kasih, kesetiaan, dan hubungan antara Allah dan umat-Nya.
-
Mengajarkan tentang kasih dan pernikahan yang kudus
Dalam dunia yang semakin kehilangan pemahaman tentang pernikahan yang alkitabiah, Kidung Agung mengingatkan kita akan nilai kesetiaan, keintiman yang murni, dan keindahan kasih yang didasarkan pada perjanjian. -
Membantu orang percaya memahami kasih Kristus
Kidung Agung mengajak kita untuk menikmati kasih Allah dan hidup dalam hubungan yang erat dengan-Nya.
John Piper dalam bukunya Desiring God menekankan bahwa orang Kristen harus menikmati dan mengejar keindahan kasih Kristus, sebagaimana digambarkan dalam Kidung Agung.
Kesimpulan
Kidung Agung tetap relevan bagi gereja masa kini. Kitab ini mengajarkan tentang kasih yang sejati, baik dalam pernikahan maupun dalam hubungan kita dengan Kristus.
Kesimpulan Akhir
Banyak mitos tentang Kidung Agung yang dapat menghambat pemahaman kita tentang kitab ini. Namun, melalui lensa teologi Reformed, kita dapat melihat bahwa:
✅ Kidung Agung bukan hanya tentang cinta romantis, tetapi juga kasih Kristus kepada gereja
✅ Kitab ini memiliki nilai teologis yang mendalam
✅ Kidung Agung relevan bagi semua orang percaya, bukan hanya yang menikah
✅ Kitab ini harus dipahami dalam dua dimensi: harfiah dan rohani
✅ Kidung Agung tetap relevan untuk gereja masa kini
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memahami dan menikmati keindahan kasih Allah yang dinyatakan dalam Kidung Agung. Mari kita terus menggali dan merenungkan firman Tuhan dengan hati yang terbuka!