Keilahian dan Kerendahan Hati Kristus: Filipi 2:6

Pendahuluan
Filipi 2:6 adalah salah satu ayat kunci dalam Perjanjian Baru yang menegaskan keilahian Yesus Kristus dan kerendahan hati-Nya dalam inkarnasi. Ayat ini menjadi dasar dari Kristologi, yaitu studi tentang pribadi dan karya Kristus.
Ayat ini berbunyi:
"yang walaupun memiliki rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dipertahankan." (Filipi 2:6, AYT)
Dalam artikel ini, kita akan membahas makna mendalam Filipi 2:6 dalam perspektif teologi Reformed, dengan mengacu pada pemikiran para pakar seperti John Calvin, John Owen, R.C. Sproul, dan Martyn Lloyd-Jones. Kita akan melihat bagaimana ayat ini menegaskan keilahian Yesus, inkarnasi-Nya, dan bagaimana kita dipanggil untuk meneladani kerendahan hati-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
1. Konteks Filipi 2:6 dalam Surat Filipi
Surat Filipi adalah surat yang ditulis oleh Rasul Paulus untuk mendorong jemaat agar hidup dalam kesatuan, kerendahan hati, dan kasih dalam Kristus.
Filipi 2:6 merupakan bagian dari hymne Kristologi (Filipi 2:6-11), yang menggambarkan kerendahan hati dan pengagungan Kristus.
Beberapa poin penting dalam konteks Filipi 2:6:
- Paulus mendorong jemaat untuk memiliki pikiran seperti Kristus (Filipi 2:5).
- Yesus, meskipun Allah, rela merendahkan diri-Nya untuk menjadi manusia (Filipi 2:6-7).
- Ia taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib (Filipi 2:8).
- Karena ketaatan-Nya, Allah meninggikan Dia di atas segala nama (Filipi 2:9-11).
Filipi 2:6 menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah, tetapi Ia rela melepaskan hak-Nya dan mengambil rupa manusia demi keselamatan umat manusia.
2. Eksposisi Filipi 2:6
a) "Yang walaupun memiliki rupa Allah..."
Frasa ini menegaskan bahwa Yesus memiliki rupa Allah (morphe Theou), yang berarti Ia adalah Allah dalam esensi dan natur-Nya.
Menurut John Calvin, frasa ini membuktikan bahwa Kristus bukan sekadar manusia biasa atau ciptaan Allah, tetapi Ia memiliki keberadaan yang kekal sebagai Allah yang sejati.
R.C. Sproul menegaskan bahwa Yesus tidak menjadi Allah pada satu titik tertentu dalam sejarah, tetapi Ia selalu ada sebagai Allah sejak kekekalan (Yohanes 1:1-3).
Menurut John Owen, istilah "rupa Allah" dalam konteks ini berarti keadaan Ilahi yang penuh kemuliaan, yang tidak dapat dimiliki oleh makhluk ciptaan mana pun.
b) "...Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dipertahankan."
Bagian ini menunjukkan bahwa Yesus tidak memegang erat hak-Nya sebagai Allah, tetapi rela melepaskan-Nya untuk datang ke dunia sebagai manusia.
Menurut John Calvin, ini tidak berarti bahwa Yesus kehilangan keilahian-Nya, tetapi Ia dengan sukarela tidak menggunakan hak-Nya sebagai Allah demi menjalankan rencana keselamatan Allah Bapa.
R.C. Sproul menekankan bahwa ini adalah pernyataan terbesar tentang kerendahan hati dalam sejarah, di mana Allah sendiri turun ke dunia untuk menyelamatkan umat-Nya.
Menurut Martyn Lloyd-Jones, ini menunjukkan bahwa sifat Allah yang sejati bukanlah kesombongan atau dominasi, tetapi kasih dan kerelaan untuk berkorban bagi orang lain.
3. Teologi Reformed tentang Keilahian Kristus dan Inkarnasi
a) Yesus adalah Allah Sejati dan Manusia Sejati
Dalam teologi Reformed, Yesus memiliki dua natur—yaitu keilahian dan kemanusiaan yang sempurna (Konsili Khalsedon, 451 M).
Menurut John Calvin, Kristus tidak kehilangan keilahian-Nya saat menjadi manusia, tetapi Ia rela merendahkan diri-Nya tanpa melepaskan natur Ilahi-Nya.
John Owen menegaskan bahwa Yesus tetap memiliki semua atribut Allah, tetapi dalam inkarnasi-Nya, Ia mengosongkan diri dari kemuliaan-Nya untuk sementara waktu.
b) Inkarnasi: Yesus Mengambil Rupa Seorang Hamba
Inkarnasi Yesus adalah demonstrasi terbesar dari kasih Allah.
Menurut R.C. Sproul, inkarnasi bukan hanya tindakan belas kasihan, tetapi juga tindakan yang menunjukkan karakter sejati Allah. Allah bukan hanya Mahakuasa, tetapi juga penuh kasih dan rela berkorban bagi ciptaan-Nya.
Martyn Lloyd-Jones menegaskan bahwa Yesus memilih untuk lahir dalam keadaan yang paling rendah, bukan sebagai raja duniawi, tetapi sebagai bayi di palungan. Ini adalah teladan sejati dari kerendahan hati.
c) Kristus sebagai Adam Kedua
Dalam teologi Reformed, Yesus sering disebut sebagai Adam Kedua (Roma 5:12-21, 1 Korintus 15:45).
Menurut John Calvin, Adam pertama gagal dalam ketaatannya dan membawa dosa ke dalam dunia, tetapi Yesus, sebagai Adam Kedua, taat sepenuhnya kepada Allah dan membawa kehidupan bagi umat-Nya.
John Owen menegaskan bahwa ketidaktaatan Adam adalah kebanggaan, sedangkan ketaatan Kristus adalah kerendahan hati. Ini menunjukkan bahwa keselamatan hanya bisa datang melalui ketaatan Kristus yang sempurna.
4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen
a) Hidup dalam Kerendahan Hati seperti Kristus
Karena Yesus merendahkan diri-Nya, kita juga dipanggil untuk hidup dalam kerendahan hati dan tidak mementingkan diri sendiri.
Menurut John Calvin, kesombongan adalah dosa yang bertentangan dengan sifat Allah, dan sebagai pengikut Kristus, kita harus belajar untuk rendah hati dan tidak mencari kemuliaan bagi diri sendiri.
b) Mengutamakan Pelayanan dan Kasih kepada Sesama
Yesus datang untuk melayani, bukan untuk dilayani (Markus 10:45).
Menurut R.C. Sproul, pelayanan sejati lahir dari hati yang memiliki pikiran Kristus—yaitu hati yang penuh kasih, kerendahan hati, dan rela berkorban untuk orang lain.
c) Bersandar pada Anugerah Kristus dalam Keselamatan
Keselamatan kita bukan hasil usaha manusia, tetapi karena Yesus yang rela merendahkan diri dan mati bagi kita.
Menurut John Owen, keselamatan bukan tentang usaha kita untuk mencapai Allah, tetapi tentang Allah yang turun ke dunia untuk menyelamatkan kita.
Kesimpulan
Filipi 2:6 menegaskan bahwa Yesus adalah Allah yang sejati, tetapi Ia rela merendahkan diri-Nya untuk menyelamatkan manusia.
Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini mengajarkan bahwa:
- Yesus adalah Allah yang kekal, bukan ciptaan atau makhluk yang lebih rendah.
- Inkarnasi adalah tindakan kasih dan kerendahan hati Allah yang terbesar.
- Orang percaya dipanggil untuk meneladani Kristus dalam kerendahan hati dan kasih kepada sesama.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup seperti Kristus—mengutamakan orang lain, hidup dalam ketaatan kepada Allah, dan melayani dengan kasih yang tulus.