Mengapa Gereja Harus Berpikir Teologis Sebelum Melakukan Misi

Pendahuluan
Misi adalah panggilan utama gereja. Amanat Agung yang diberikan oleh Yesus dalam Matius 28:19-20 menginstruksikan kita untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa murid-Nya. Namun, dalam menjalankan misi, ada dua pendekatan yang sering digunakan oleh gereja: pendekatan teologis dan pendekatan pragmatis.
Pendekatan pragmatis cenderung berfokus pada strategi, metode, dan efektivitas dalam membawa orang kepada Kristus. Sementara itu, pendekatan teologis berfokus pada dasar alkitabiah dan doktrin yang membentuk pemahaman kita tentang misi.
Teologi Reformed menekankan bahwa sebelum kita memikirkan metode dan strategi misi, kita harus terlebih dahulu memahami dasar teologisnya. Tanpa pemahaman yang benar tentang siapa Allah, bagaimana keselamatan terjadi, dan apa tujuan misi, kita berisiko menjalankan misi dengan cara yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Artikel ini akan membahas:
- Dasar Teologis Misi dalam Teologi Reformed
- Bahaya Pendekatan Pragmatis Tanpa Dasar Teologis
- Bagaimana Misi yang Sehat Berakar pada Teologi yang Benar
1. Dasar Teologis Misi dalam Teologi Reformed
Misi bukanlah sekadar usaha manusia untuk menjangkau orang-orang yang belum percaya, tetapi merupakan bagian dari rencana kekal Allah untuk menyelamatkan umat-Nya dari setiap bangsa. Pemahaman ini harus menjadi dasar sebelum kita memikirkan strategi dan metode.
A. Misi Berasal dari Allah (Missio Dei)
Salah satu konsep utama dalam teologi Reformed adalah Missio Dei, yang berarti "Misi Allah". Ini berarti bahwa misi bukanlah inisiatif manusia, tetapi berasal dari Allah sendiri.
Mazmur 96:3 mengatakan:
"Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa."
Allah selalu memiliki tujuan untuk menyelamatkan umat dari setiap suku dan bahasa. Ini terlihat sejak Perjanjian Lama ketika Allah berjanji kepada Abraham bahwa melalui keturunannya, semua bangsa akan diberkati (Kejadian 12:3).
John Piper dalam bukunya Let the Nations Be Glad! menekankan bahwa tujuan utama misi bukan hanya membawa orang kepada keselamatan, tetapi membawa mereka kepada penyembahan kepada Allah. Misi bukanlah tujuan akhir—penyembahan adalah tujuan akhir, dan misi ada karena masih ada orang yang belum mengenal Allah yang sejati.
B. Allah Berdaulat dalam Keselamatan (Doktrin Predestinasi)
Teologi Reformed menegaskan bahwa keselamatan adalah karya Allah dari awal hingga akhir. Ini berarti bahwa misi bukanlah tentang "membujuk" orang untuk percaya, tetapi tentang menjadi alat yang Tuhan pakai untuk membawa orang-orang yang telah dipilih-Nya kepada keselamatan.
Efesus 1:4-5 berkata:
"Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya."
Charles Spurgeon pernah berkata:
"Jika Tuhan telah memilih mereka, maka kita tidak perlu takut untuk memberitakan Injil kepada mereka, karena pada waktunya mereka akan datang kepada Kristus."
Ini memberikan keyakinan bahwa keberhasilan misi tidak bergantung pada kemampuan manusia, tetapi pada rencana kekal Allah.
C. Amanat Agung adalah Perintah, Bukan Pilihan
Meskipun Allah berdaulat dalam keselamatan, ini tidak berarti bahwa gereja boleh pasif. Amanat Agung dalam Matius 28:19-20 adalah perintah bagi semua orang percaya untuk terlibat dalam misi.
John Calvin menekankan bahwa gereja adalah alat yang Allah pakai untuk menyebarkan Injil. Meskipun Allah bisa menyelamatkan orang tanpa kita, Dia memilih untuk memakai kita dalam rencana keselamatan-Nya.
Kesimpulan
Misi harus dimulai dari pemahaman bahwa Allah adalah sumbernya, keselamatan adalah karya-Nya, dan gereja dipanggil untuk menjadi alat dalam tangan-Nya.
2. Bahaya Pendekatan Pragmatis Tanpa Dasar Teologis
Ketika gereja lebih berfokus pada strategi daripada dasar teologis, ada beberapa risiko besar yang bisa muncul.
A. Misi yang Berorientasi pada Hasil, Bukan Kesetiaan
Pendekatan pragmatis sering kali mengukur keberhasilan misi berdasarkan jumlah orang yang bertobat atau bergabung dengan gereja. Namun, dalam Alkitab, keberhasilan dalam misi bukan diukur dari jumlah, tetapi dari kesetiaan dalam memberitakan Injil.
Yesaya 6:8-10 menunjukkan bagaimana Yesaya dipanggil untuk memberitakan firman Tuhan, meskipun ia diberitahu bahwa kebanyakan orang tidak akan mendengarkan.
William Carey, bapak misi modern, menghabiskan tujuh tahun di India sebelum melihat satu orang bertobat. Jika ia mengandalkan hasil instan, ia mungkin sudah menyerah sejak awal.
B. Mengorbankan Kebenaran Demi Penerimaan
Dalam keinginan untuk menjangkau lebih banyak orang, pendekatan pragmatis sering kali mengorbankan doktrin yang benar. Misalnya:
- Mengurangi pemberitaan tentang dosa dan penghakiman agar Injil lebih "diterima".
- Mengubah pesan Injil agar lebih sesuai dengan budaya modern.
- Mengandalkan hiburan atau manipulasi emosional untuk menarik orang.
John MacArthur dalam bukunya Ashamed of the Gospel memperingatkan bahwa gereja yang terlalu pragmatis bisa kehilangan otoritasnya karena lebih berfokus pada daya tarik manusia daripada kebenaran Alkitab.
C. Misi yang Tidak Memuliakan Allah
Jika misi lebih berfokus pada kesuksesan manusia dan strategi buatan manusia, maka pusatnya bukan lagi Allah, tetapi manusia. Roma 11:36 berkata:
"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!"
Jonathan Edwards menegaskan bahwa tujuan utama manusia adalah "memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya." Jika misi dijalankan tanpa tujuan utama ini, maka itu bukan lagi misi yang sejati.
Kesimpulan
Pendekatan pragmatis tanpa dasar teologis bisa mengarah pada misi yang dangkal, mengorbankan kebenaran, dan kehilangan tujuan sejatinya, yaitu memuliakan Allah.
3. Bagaimana Misi yang Sehat Berakar pada Teologi yang Benar
A. Memulai Misi dengan Doa dan Pengajaran Firman
Sebelum gereja mengutus misionaris, gereja harus berakar dalam doa dan firman Tuhan. Kisah Para Rasul 13:1-3 menunjukkan bahwa Paulus dan Barnabas diutus setelah jemaat berdoa dan berpuasa.
B. Memberitakan Injil dengan Kesetiaan, Bukan Tekanan Hasil
Misi yang sejati berfokus pada pemberitaan Injil, bukan pada jumlah pertobatan. Roma 1:16 berkata:
"Sebab aku tidak malu terhadap Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya."
C. Mengutamakan Kemuliaan Allah di atas Segala Sesuatu
Misi harus dijalankan dengan tujuan utama memuliakan Allah, bukan sekadar menarik orang ke gereja.
Kesimpulan Akhir
✅ Misi berasal dari Allah dan harus berakar dalam pemahaman teologis yang benar.
✅ Pendekatan pragmatis tanpa dasar teologis bisa merusak kemurnian misi.
✅ Misi yang sehat harus berfokus pada kesetiaan dalam memberitakan Injil dan kemuliaan Allah.
Sebelum kita berpikir tentang strategi dan metode dalam misi, kita harus terlebih dahulu berpikir secara teologis. Jika tidak, kita berisiko menjalankan misi yang berpusat pada manusia, bukan pada Allah. Mari kita menjalankan misi dengan dasar yang benar, agar kita setia kepada Amanat Agung dan memuliakan Allah dalam segala hal!