Yakobus 2:1: Iman yang Tidak Membedakan Orang
.jpg)
Pendahuluan
Yakobus 2:1 berbunyi:
"Saudara-saudaraku, jangan menunjukkan imanmu dalam Tuhan kita yang mulia, Yesus Kristus, dengan membeda-bedakan orang." (Yakobus 2:1, AYT)
Ayat ini merupakan bagian dari surat Yakobus yang menegaskan bahwa iman sejati harus disertai perbuatan. Dalam pasal ini, Yakobus menyoroti masalah diskriminasi sosial di dalam gereja, di mana orang-orang kaya sering kali diperlakukan lebih baik dibandingkan dengan orang miskin.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi eksposisi ayat ini berdasarkan pandangan beberapa teolog Reformed, termasuk John Calvin, Matthew Henry, dan R.C. Sproul. Kita juga akan melihat bagaimana ajaran ini relevan bagi gereja modern.
Konteks Surat Yakobus
Yakobus adalah saudara tiri Yesus dan pemimpin jemaat di Yerusalem. Suratnya ditujukan kepada orang-orang Kristen Yahudi yang tersebar di berbagai tempat. Salah satu tema utama dalam surat ini adalah hubungan antara iman dan perbuatan. Yakobus ingin menegaskan bahwa iman yang sejati harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam cara seseorang memperlakukan sesamanya.
Pasal 2 secara khusus berbicara tentang ketidakadilan sosial di dalam gereja. Yakobus menegur mereka yang menunjukkan sikap pilih kasih terhadap orang kaya dan mengabaikan orang miskin.
Eksposisi Yakobus 2:1
1. "Saudara-saudaraku..."
Panggilan "saudara-saudaraku" menunjukkan bahwa Yakobus berbicara kepada orang-orang percaya. Ini adalah cara yang penuh kasih untuk menarik perhatian mereka sebelum memberikan teguran.
John Calvin dalam komentarnya terhadap ayat ini menekankan bahwa Yakobus menunjukkan perhatian pastoral. Calvin menulis bahwa "Yakobus berbicara dengan kelembutan, tetapi juga dengan ketegasan, mengingatkan mereka akan panggilan mereka sebagai orang percaya."
Yakobus ingin agar jemaat menyadari bahwa sebagai satu tubuh dalam Kristus, mereka harus hidup dalam kesatuan dan tidak mempraktikkan diskriminasi.
2. "...jangan menunjukkan imanmu dalam Tuhan kita yang mulia, Yesus Kristus..."
Yakobus berbicara tentang iman dalam Yesus Kristus, yang disebutnya sebagai "Tuhan yang mulia." Ini mengingatkan kita akan keagungan Kristus sebagai Raja segala raja.
Menurut R.C. Sproul, istilah "kemuliaan" dalam ayat ini merujuk pada keilahian Kristus. Dengan menyebut Yesus sebagai "yang mulia," Yakobus menegaskan bahwa Dia adalah pusat iman kita dan harus menjadi standar bagi perilaku kita.
Kristus datang untuk menyelamatkan semua orang, tanpa membedakan status sosial, ras, atau kedudukan ekonomi. Oleh karena itu, orang percaya yang sejati tidak boleh melakukan diskriminasi dalam komunitas gereja.
3. "...dengan membeda-bedakan orang."
Bagian terakhir dari ayat ini adalah perintah yang jelas: jangan menunjukkan iman dengan sikap pilih kasih. Ini berarti tidak boleh ada perlakuan istimewa terhadap orang kaya atau berpengaruh sementara mengabaikan mereka yang miskin atau tidak memiliki kedudukan.
Matthew Henry dalam komentarnya menulis:
“Membedakan orang dalam ibadah atau persekutuan Kristen bertentangan dengan sifat Injil, yang mengajarkan kesetaraan di dalam Kristus.”
Di dalam gereja, semua orang harus diperlakukan dengan kasih yang sama. Pilih kasih adalah dosa karena itu melawan prinsip kasih dan keadilan yang diajarkan oleh Kristus.
Aplikasi bagi Gereja Masa Kini
1. Menghindari Favoritisme dalam Jemaat
Di banyak gereja, ada kecenderungan untuk menghormati mereka yang kaya, berpengaruh, atau memiliki status sosial tinggi. Orang-orang seperti itu sering kali diberi tempat duduk khusus, perhatian lebih dari pemimpin gereja, atau peran yang lebih besar dalam pelayanan.
Yakobus menegaskan bahwa ini bertentangan dengan ajaran Kristus. Tuhan tidak memandang rupa, dan gereja harus menjadi tempat di mana setiap orang diperlakukan dengan adil dan penuh kasih.
John Calvin memperingatkan bahwa sikap seperti ini dapat merusak kesaksian gereja. Jika gereja hanya memperhatikan mereka yang kaya atau berkuasa, maka itu menunjukkan bahwa gereja lebih mengutamakan dunia daripada Tuhan.
2. Menghormati Semua Orang Sebagai Citra Allah
Setiap manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27). Oleh karena itu, semua orang memiliki martabat yang sama di hadapan-Nya.
R.C. Sproul menekankan bahwa membeda-bedakan orang dalam gereja berarti merendahkan ciptaan Tuhan. Ketika seseorang diperlakukan lebih rendah hanya karena status sosialnya, itu berarti kita tidak menghargai nilai yang Tuhan berikan kepadanya.
3. Kasih sebagai Bukti Iman Sejati
Yesus berkata dalam Yohanes 13:35:
"Dengan demikian, semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jika kamu saling mengasihi."
Kasih adalah tanda utama dari iman sejati. Jika gereja ingin menjadi terang bagi dunia, maka ia harus menunjukkan kasih yang tidak membeda-bedakan orang.
Matthew Henry mengingatkan bahwa iman tanpa kasih adalah iman yang mati. Jika seseorang mengaku percaya kepada Kristus tetapi memperlakukan sesamanya dengan pilih kasih, maka imannya patut dipertanyakan.
Kesimpulan
Yakobus 2:1 mengajarkan bahwa iman sejati dalam Yesus Kristus tidak boleh disertai dengan sikap pilih kasih. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memperlakukan semua orang dengan kasih dan keadilan, tanpa memandang status sosial atau kedudukan mereka.
Beberapa poin utama yang bisa kita pelajari dari ayat ini adalah:
- Iman yang sejati harus tercermin dalam perbuatan, termasuk dalam cara kita memperlakukan sesama.
- Kristus adalah Tuhan yang mulia, dan kita harus meneladani-Nya dalam memperlakukan orang lain tanpa diskriminasi.
- Favoritisme dalam gereja adalah dosa karena bertentangan dengan kasih Kristus dan prinsip keadilan Allah.
- Kasih kepada sesama adalah tanda iman yang sejati.
Sebagai orang Kristen, kita harus selalu bertanya kepada diri sendiri: apakah kita menunjukkan kasih yang sejati kepada semua orang, ataukah kita masih memandang seseorang berdasarkan status sosialnya?
Kiranya Roh Kudus menolong kita untuk hidup sesuai dengan firman-Nya dan menjadikan gereja sebagai tempat yang mencerminkan kasih Kristus kepada semua orang.
Soli Deo Gloria!