2 Korintus 10:6–11: Paulus Menjawab dengan Tindakan, Bukan Hanya Kata

Pendahuluan
Surat 2 Korintus dikenal sebagai salah satu tulisan Paulus yang paling pribadi dan emosional. Dalam pasal 10, Paulus mulai mempertahankan kerasulannya terhadap tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh para penentangnya di Korintus. Ia dituduh lemah secara fisik, tidak berani secara langsung, dan hanya kuat dalam menulis surat.
Namun, dalam 2 Korintus 10:6–11, Paulus mengingatkan bahwa otoritas kerasulan yang ia miliki bukan sekadar retorika, tetapi didasarkan pada kuasa Allah. Ia menyampaikan peringatan bahwa ketidaktaatan dalam jemaat tidak akan dibiarkan terus-menerus, dan bahwa ketika ia hadir secara langsung, ia akan bertindak sesuai dengan otoritas itu — bukan hanya dalam perkataan, melainkan dalam perbuatan.
1. Konteks Umum: Pembelaan Paulus atas Kerasulannya
Paulus menghadapi tantangan serius dari dalam jemaat Korintus, yaitu dari sekelompok "rasul palsu" yang meremehkan otoritasnya dan mencoba memengaruhi jemaat. Beberapa tuduhan yang diarahkan kepadanya:
-
Paulus hanya berani ketika menulis, tetapi lemah ketika hadir (ayat 10)
-
Paulus tidak cukup memiliki otoritas kerasulan
-
Ia bertindak terlalu lembut
Dalam konteks inilah Paulus mengajukan pembelaan bukan untuk membela diri secara pribadi, melainkan untuk menjaga kemurnian Injil dan membangun jemaat.
2. 2 Korintus 10:6: Siap Menghukum Ketidaktaatan
“Kami siap menghukum semua ketidaktaatan ketika ketaatanmu disempurnakan.”
A. Otoritas untuk Mendisiplin
John Calvin menafsirkan bahwa Paulus tidak mengancam dengan cara duniawi, melainkan menggunakan otoritas rohani yang diberikan Allah untuk menjaga kesucian gereja. Dalam teologi Reformed, disiplin gerejawi merupakan tindakan kasih untuk memulihkan, bukan menghancurkan.
Paulus menunda tindakan keras hingga ketaatan jemaat yang sejati terwujud, sehingga yang tetap keras kepala bisa dikenali dan ditegur secara tegas.
3. 2 Korintus 10:7: Kita Juga Milik Kristus
“Kalau ada orang yang meyakini dirinya adalah milik Kristus, biarlah ia memikirkan kembali hal ini, yaitu sebagaimana ia adalah milik Kristus, kami pun demikian.”
A. Penekanan atas Kesetaraan dalam Kristus
Paulus menantang orang yang merasa lebih rohani atau lebih otoritatif karena merasa “dekat dengan Kristus.” Namun, kesatuan dengan Kristus tidak menjadikan seseorang bebas dari tanggung jawab terhadap otoritas rohani yang sah.
R.C. Sproul menjelaskan bahwa banyak orang salah memahami kebebasan dalam Kristus, seolah itu berarti bebas dari koreksi atau disiplin. Padahal, semua orang percaya tunduk kepada otoritas rohani yang ditetapkan Allah.
4. 2 Korintus 10:8: Otoritas yang Membangun, Bukan Menghancurkan
“Bahkan, kalaupun aku agak berlebihan membanggakan otoritas, yang Allah berikan kepada kami untuk membangun kamu dan bukan untuk menghancurkan kamu, aku tidak akan malu.”
A. Tujuan Otoritas Rasul: Edifikasi
Dalam teologi Reformed, semua otoritas rohani diberikan untuk membangun gereja, bukan untuk mencari kekuasaan pribadi. Paulus menegaskan bahwa semua otoritas yang ia miliki berasal dari Allah dan dipakai untuk tujuan rohani, bukan politik atau ego.
Sinclair Ferguson mengatakan bahwa otoritas sejati selalu tunduk kepada Kristus dan digunakan untuk memperkuat tubuh-Nya. Jika ada penggunaan otoritas yang merusak, itu bukan dari Tuhan.
5. 2 Korintus 10:9–10: Tuduhan Terhadap Paulus
“Aku tidak ingin tampak seolah-olah aku akan menakut-nakuti kamu dengan surat-suratku.”
“Sebab, mereka berkata, 'Surat-suratnya memang tegas dan keras, tetapi secara kehadiran tubuh, ia lemah dan perkataannya tidak berarti.'”
A. Kritik terhadap Gaya Paulus
Tuduhan yang diarahkan kepada Paulus adalah:
-
Ia hanya berani dalam surat
-
Ia lemah dan tidak mengesankan secara fisik
-
Perkataannya tidak berbobot saat berbicara langsung
Herman Bavinck menyatakan bahwa penampilan luar tidak menentukan kebenaran seseorang. Paulus adalah contoh pemimpin rohani yang rendah hati secara fisik, tetapi kuat secara rohani.
6. 2 Korintus 10:11: Perkataan dan Perbuatan Akan Sejalan
“Biarlah orang yang seperti itu memikirkan hal ini, yaitu apa yang kami katakan dengan surat ketika kami tidak bersamamu, sama seperti perbuatan kami ketika bersamamu.”
A. Konsistensi antara Surat dan Tindakan
Paulus memperingatkan bahwa ketika ia datang, ia akan bertindak dengan otoritas yang sama seperti yang ia tulis. Ia bukan seorang hipokrit, melainkan pemimpin yang setia dan tulus.
Louis Berkhof mencatat bahwa integritas pemimpin rohani terlihat dari kesesuaian antara perkataan dan tindakan. Ini adalah prinsip penting dalam pelayanan yang berkenan kepada Allah.
7. Ajaran Teologi Reformed dari 2 Korintus 10:6–11
A. Kepemimpinan Kristen adalah Otoritas yang Menyelamatkan
Otoritas rohani bukan untuk mengontrol, tetapi untuk membangun (bdk. Efesus 4:11–13). Dalam teologi Reformed, pemimpin dipanggil untuk memelihara kemurnian Injil dan membimbing domba-domba Tuhan.
B. Disiplin Gereja adalah Kasih, Bukan Kekerasan
Disiplin dalam gereja Reformed memiliki tiga tujuan:
-
Pemulihan orang berdosa
-
Kesehatan rohani gereja
-
Kemuliaan Tuhan
C. Kekuatan dalam Kelemahan
Paulus adalah teladan bahwa kemurnian rohani lebih penting daripada penampilan luar. Kelemahannya secara fisik justru menunjukkan bahwa kekuatan sejatinya berasal dari Kristus (bdk. 2 Kor. 12:9).
8. Aplikasi Praktis dari 2 Korintus 10:6–11
1. Hargai Otoritas Rohani yang Sejati
Pemimpin yang setia kepada Firman dan melayani dengan kasih layak didukung dan dihormati — bukan dicurigai atau dipandang rendah karena kelemahan luar.
2. Jangan Salah Gunakan Kebebasan dalam Kristus
Kebebasan bukan berarti kebal dari teguran. Justru, kebebasan sejati adalah tunduk pada Firman dan bersedia dikoreksi demi pertumbuhan rohani.
3. Bangun Integritas antara Perkataan dan Perbuatan
Baik pemimpin maupun anggota jemaat dipanggil untuk konsisten — jangan hanya kuat dalam kata, tetapi nyata dalam kasih dan tindakan.
4. Waspadai Orang yang Menilai Berdasarkan Penampilan
Ukuran sejati bukanlah gaya bicara atau kehebatan luar, tetapi kesetiaan kepada Injil dan kehidupan yang ditandai oleh buah Roh.
Kesimpulan
2 Korintus 10:6–11 mengajarkan kita bahwa:
-
Otoritas dalam gereja adalah dari Allah dan untuk membangun tubuh Kristus
-
Paulus menghadapi fitnah dan penolakan dengan hati seorang gembala dan rasul sejati
-
Ketegasan dalam suratnya sejalan dengan tindakan nyata ketika diperlukan
-
Disiplin gereja adalah bagian dari kasih dan pemeliharaan rohani
-
Dalam terang teologi Reformed, pemimpin sejati adalah mereka yang menjalankan otoritas dengan rendah hati dan berdasarkan Firman