Efesus 4:3: Memelihara Kesatuan Roh dalam Ikatan Damai Sejahtera

Pendahuluan
Surat Efesus adalah salah satu surat Rasul Paulus yang menekankan identitas gereja sebagai tubuh Kristus dan panggilannya untuk hidup dalam kesatuan. Dalam Efesus 4:3, Paulus menasihati jemaat untuk menjaga persatuan yang telah diberikan oleh Roh Kudus:
“Berusahalah sekuat tenaga untuk memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera.” (Efesus 4:3, AYT)
Ayat ini menyoroti dua aspek utama dalam kehidupan gereja: kesatuan Roh dan ikatan damai sejahtera. Kesatuan ini bukan sesuatu yang harus diciptakan oleh manusia, melainkan sesuatu yang sudah diberikan oleh Roh Kudus dan harus dijaga oleh setiap anggota tubuh Kristus.
Dalam artikel ini, kita akan menganalisis ayat ini dari perspektif teologi Reformed, mengacu pada pandangan beberapa teolog seperti John Calvin, Matthew Henry, dan Charles Hodge. Kita juga akan membahas implikasinya bagi kehidupan Kristen dan gereja masa kini.
Konteks Efesus 4:3
Efesus pasal 4 adalah bagian dari surat Paulus yang beralih dari doktrin ke aplikasi praktis. Dalam pasal-pasal sebelumnya, Paulus telah menjelaskan tentang rencana Allah dalam mendamaikan orang Yahudi dan non-Yahudi dalam satu tubuh, yaitu gereja (Efesus 2:11-22).
Dalam Efesus 4:1-2, Paulus mengajak orang percaya untuk hidup layak sesuai panggilan mereka, dengan rendah hati, lemah lembut, sabar, dan saling mengasihi. Kemudian, di ayat 3, ia menegaskan pentingnya memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera.
Kesatuan yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah keseragaman, tetapi kesatuan dalam keberagaman—kesatuan yang lahir dari pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya.
Eksposisi Efesus 4:3 dalam Teologi Reformed
Teologi Reformed menekankan bahwa kesatuan gereja adalah karya Allah, bukan hasil usaha manusia. Namun, gereja memiliki tanggung jawab untuk memelihara kesatuan ini dengan ketaatan, kasih, dan hidup yang berpusat pada Injil.
1. Kesatuan Roh: Pekerjaan Allah dalam Tubuh Kristus
Frasa “kesatuan Roh” menunjukkan bahwa kesatuan gereja adalah sesuatu yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Ini berarti kesatuan gereja bukanlah hasil organisasi manusia, tetapi berasal dari Allah sendiri.
John Calvin: Kesatuan sebagai Bukti Pekerjaan Roh Kudus
John Calvin dalam Commentary on the Epistle to the Ephesians menjelaskan bahwa kesatuan gereja bukanlah hasil usaha manusia, tetapi merupakan karya Roh Kudus dalam hati orang percaya. Calvin menekankan bahwa jika seseorang mengaku memiliki Roh Kudus, tetapi tidak mengejar kesatuan dengan sesama saudara seiman, maka ia sebenarnya sedang melawan pekerjaan Roh itu sendiri.
Menurut Calvin, kesatuan gereja bukanlah sekadar kesepakatan doktrinal atau struktural, tetapi kesatuan dalam iman dan kasih. Dia mengingatkan bahwa gereja harus terus-menerus melawan godaan perpecahan, baik karena perbedaan doktrin sekunder maupun kepentingan pribadi.
Matthew Henry: Kesatuan yang Berasal dari Kasih Kristus
Matthew Henry dalam Commentary on the Whole Bible menyoroti bahwa kesatuan gereja hanya bisa terjaga jika orang percaya hidup dalam kasih, kelemahlembutan, dan kesabaran. Henry menekankan bahwa kesatuan Roh bukan sesuatu yang harus diciptakan oleh manusia, tetapi sesuatu yang harus dijaga.
Ia menyoroti bahwa ketika gereja mengalami perpecahan, sering kali itu terjadi karena kesombongan, kebencian, atau ketidaksabaran, bukan karena kebenaran. Oleh karena itu, menjaga kesatuan Roh berarti berusaha menghindari perselisihan dan membangun kasih di antara saudara seiman.
Charles Hodge: Kesatuan sebagai Identitas Gereja yang Sejati
Charles Hodge dalam Commentary on Ephesians menekankan bahwa kesatuan gereja adalah bukti dari keberadaannya sebagai tubuh Kristus. Ia mengacu pada doa Yesus dalam Yohanes 17:21—bahwa orang percaya harus bersatu supaya dunia mengenal Kristus.
Hodge juga mengingatkan bahwa kesatuan ini bukan kesatuan yang dipaksakan, tetapi sesuatu yang muncul secara alami ketika gereja dipenuhi oleh kasih dan kebenaran. Jika gereja kehilangan kesatuannya, itu berarti gereja telah menyimpang dari panggilannya yang sejati.
2. Ikatan Damai Sejahtera: Cara Memelihara Kesatuan
Frasa “ikatan damai sejahtera” menunjukkan bahwa kesatuan gereja harus dijaga melalui damai sejahtera—bukan dengan kekuatan atau paksaan, tetapi dengan kasih dan pengorbanan.
John Calvin: Damai Sejahtera sebagai Perekat Kesatuan
Calvin menjelaskan bahwa damai sejahtera adalah tali yang mengikat kesatuan gereja. Jika orang percaya hidup dalam damai, maka perbedaan yang ada tidak akan menjadi alasan untuk perpecahan. Namun, jika gereja penuh dengan perselisihan, maka kesatuan Roh akan rusak.
Calvin juga menekankan bahwa damai sejahtera bukan berarti kompromi terhadap kebenaran, tetapi sikap hati yang selalu mencari rekonsiliasi dan menghindari konflik yang tidak perlu.
Matthew Henry: Damai Sejahtera Menghindarkan Gereja dari Perpecahan
Henry menyoroti bahwa damai sejahtera berarti mempunyai sikap yang sabar dan penuh kasih dalam menghadapi perbedaan. Menurutnya, jika orang percaya lebih mengutamakan kasih daripada perselisihan kecil, maka gereja akan tetap bersatu.
Henry juga memperingatkan bahwa banyak gereja terpecah bukan karena ajaran sesat, tetapi karena keegoisan dan ketidaksabaran antar anggotanya.
Charles Hodge: Perdamaian sebagai Syarat Kesatuan yang Sehat
Hodge menekankan bahwa kesatuan tanpa damai sejahtera tidak akan bertahan lama. Kesatuan gereja harus dibangun di atas dasar kasih, bukan di atas paksaan atau tekanan sosial.
Menurut Hodge, gereja yang mengalami perpecahan sering kali kehilangan fokusnya pada Injil dan lebih terobsesi dengan perbedaan pendapat yang tidak esensial.
Aplikasi Efesus 4:3 dalam Kehidupan Kristen
Dari eksposisi di atas, ada beberapa aplikasi penting yang bisa kita ambil untuk kehidupan pribadi dan gereja.
1. Menjaga Kesatuan dalam Jemaat
Efesus 4:3 menantang kita untuk secara aktif menjaga kesatuan dalam gereja lokal. Ini berarti:
-
Menghindari gosip dan fitnah yang bisa memecah belah gereja.
-
Berusaha memahami dan menghormati saudara seiman yang berbeda pendapat dalam hal-hal non-esensial.
-
Mengutamakan kasih dan pelayanan daripada memperdebatkan masalah kecil.
2. Hidup dalam Damai Sejahtera
Kita dipanggil untuk menjadi pembawa damai dalam gereja dan komunitas. Ini berarti kita harus:
-
Menjadi pendamai ketika ada konflik di antara jemaat.
-
Mengutamakan pengampunan daripada kebencian.
-
Menunjukkan kasih dan kesabaran dalam menghadapi perbedaan.
3. Menghindari Perpecahan yang Tidak Perlu
Banyak perpecahan gereja terjadi bukan karena ajaran sesat, tetapi karena:
-
Ego dan ambisi pribadi.
-
Perbedaan gaya ibadah atau preferensi musik.
-
Kurangnya kesabaran dan kasih dalam menyelesaikan konflik.
Sebagai orang percaya, kita harus berusaha menghindari perpecahan yang tidak perlu dan lebih fokus pada Injil.
Kesimpulan
Efesus 4:3 mengajarkan kita bahwa kesatuan gereja adalah karya Roh Kudus, tetapi harus dipelihara oleh setiap orang percaya. Kesatuan ini dijaga melalui ikatan damai sejahtera, yaitu kasih, kesabaran, dan kerendahan hati.
Dalam pandangan teolog Reformed seperti John Calvin, Matthew Henry, dan Charles Hodge, kesatuan gereja adalah tanda dari pekerjaan Roh Kudus, dan setiap orang percaya bertanggung jawab untuk menjaganya.
Sebagai tubuh Kristus, kita dipanggil untuk hidup dalam kasih dan damai, menghindari perselisihan yang tidak perlu, dan menjadi teladan dalam menjaga kesatuan gereja. Sebab hanya dengan kesatuan dalam kasih, dunia akan melihat kebenaran Injil yang kita beritakan.