Lukas 23:46: Kata-Kata Terakhir Yesus di Kayu Salib

Lukas 23:46: Kata-Kata Terakhir Yesus di Kayu Salib

Pendahuluan

Lukas 23:46 mencatat kata-kata terakhir Yesus sebelum kematian-Nya di kayu salib:

“Lalu, Yesus berseru dengan suara keras, ‘Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.’ Sesudah mengatakan itu, Yesus mengembuskan napas-Nya yang terakhir.” (Lukas 23:46, AYT)

Perkataan ini bukan hanya ungkapan kepasrahan, tetapi juga memiliki makna teologis yang mendalam. Dalam teologi Reformed, kematian Kristus dipahami dalam konteks anugerah, pemeliharaan Allah, dan penggenapan rencana keselamatan. Artikel ini akan mengupas makna kata-kata terakhir Yesus berdasarkan pendapat para ahli teologi Reformed serta bagaimana kita dapat menerapkannya dalam kehidupan kita.

1. Konteks Lukas 23:46

Lukas 23:46 adalah bagian dari tujuh perkataan terakhir Yesus di kayu salib. Kata-kata ini diucapkan tepat sebelum Yesus menghembuskan napas-Nya yang terakhir, menunjukkan bahwa kematian-Nya bukan sekadar akibat penderitaan fisik, tetapi suatu tindakan penyerahan diri kepada kehendak Allah.

Kata-kata Yesus ini merujuk pada Mazmur 31:5, di mana Daud menyatakan kepercayaannya kepada Tuhan di tengah penderitaan:

“Ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawaku, Engkau telah menebus aku, ya TUHAN, Allah yang setia.” (Mazmur 31:5, AYT)

Yesus menggunakan ayat ini untuk menunjukkan bahwa Ia mati dalam ketaatan dan kepercayaan penuh kepada Bapa.

2. Eksposisi Lukas 23:46 dalam Teologi Reformed

a. Kematian Yesus sebagai Penggenapan Rencana Allah

Para teolog Reformed menekankan bahwa kematian Yesus bukanlah suatu kegagalan, tetapi bagian dari rencana kekal Allah.

John Calvin:
"Yesus bukan korban dari keadaan, tetapi Ia secara sadar menyerahkan diri-Nya untuk menggenapi kehendak Allah."

Dalam Kisah Para Rasul 2:23, Petrus mengatakan bahwa Yesus diserahkan menurut keputusan dan rencana Allah yang tetap. Ini berarti bahwa kematian Yesus bukan kebetulan, melainkan telah ditetapkan sebelum dunia dijadikan.

b. Penyerahan Diri Yesus: Teladan Iman yang Sempurna

Yesus menyerahkan diri-Nya bukan dalam keputusasaan, tetapi dalam kepercayaan penuh kepada Bapa.

R.C. Sproul:
"Penyerahan Yesus kepada Bapa menunjukkan ketundukan-Nya yang sempurna kepada kehendak Allah, bahkan sampai mati."

Ini menjadi teladan bagi kita bahwa dalam penderitaan dan kematian, kita harus tetap mempercayakan hidup kita kepada Tuhan.

c. Kematian Yesus dan Doktrin Penebusan

Dalam teologi Reformed, kematian Yesus dipahami dalam konteks penebusan yang efektif bagi umat pilihan.

Efesus 1:7:
"Di dalam Dia kita memiliki penebusan oleh darah-Nya, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan anugerah-Nya."

Kematian Yesus bukan sekadar kematian biasa, tetapi merupakan pengorbanan yang membawa keselamatan bagi orang-orang percaya.

Louis Berkhof:
"Penebusan Kristus tidak hanya membuka kemungkinan keselamatan, tetapi benar-benar menyelamatkan mereka yang telah dipilih oleh Allah."

3. Makna Teologis Kata-Kata Terakhir Yesus

Dari perkataan Yesus di kayu salib ini, kita dapat menarik beberapa makna penting dalam teologi Reformed:

a. Yesus sebagai Imam Besar yang Sempurna

Yesus menyerahkan diri-Nya kepada Allah sebagai korban yang sempurna. Dalam Ibrani 9:14 dikatakan bahwa Kristus mempersembahkan diri-Nya tanpa cacat kepada Allah untuk menghapus dosa manusia.

b. Kematian Yesus sebagai Pintu Masuk ke dalam Kehidupan Kekal

Yesus tidak hanya mati, tetapi Ia bangkit. Dengan menyerahkan nyawa-Nya, Yesus membuka jalan bagi kita untuk memiliki kehidupan kekal bersama Allah (Yohanes 3:16).

c. Kematian yang Membawa Kemenangan, Bukan Kekalahan

Yesus tidak mati sebagai orang kalah, tetapi sebagai pemenang atas dosa dan maut. Kolose 2:15 menegaskan bahwa di kayu salib, Kristus telah mengalahkan kuasa Iblis dan membawa kemenangan bagi umat-Nya.

"Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa serta mempermalukan mereka di depan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka." (Kolose 2:15, AYT)

4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen

a. Percaya Sepenuhnya kepada Tuhan

Seperti Yesus yang menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa, kita juga dipanggil untuk hidup dalam iman dan ketundukan kepada Tuhan.

Amsal 3:5-6:
"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri."

b. Menghadapi Penderitaan dengan Iman

Yesus menunjukkan bahwa kematian bukan akhir, tetapi awal dari kemuliaan. Dalam setiap penderitaan, kita harus meneladani iman dan keteguhan-Nya.

c. Hidup dalam Kemenangan Kristus

Karena Yesus telah menang atas dosa dan maut, kita dipanggil untuk hidup dalam kemenangan-Nya, meninggalkan kehidupan lama dan hidup bagi kemuliaan Tuhan.

Roma 6:4:
"Kita telah dikuburkan bersama dengan Dia melalui baptisan ke dalam kematian supaya, sama seperti Kristus dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita dapat hidup dalam kehidupan yang baru."

Kesimpulan

Perkataan terakhir Yesus di kayu salib dalam Lukas 23:46 bukan sekadar ungkapan kematian, tetapi memiliki makna teologis yang dalam:

  1. Yesus menyerahkan nyawa-Nya sesuai dengan rencana Allah – kematian-Nya adalah bagian dari karya keselamatan Allah yang kekal.

  2. Penyerahan diri-Nya adalah teladan iman yang sempurna – mengajarkan kita untuk hidup dalam kepercayaan penuh kepada Tuhan.

  3. Kematian-Nya membawa kemenangan atas dosa dan maut – memberikan kepastian keselamatan bagi orang percaya.

Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk:

  • Menyerahkan hidup kita kepada Tuhan.

  • Menghadapi penderitaan dengan iman yang teguh.

  • Hidup dalam kemenangan Kristus setiap hari.

Yesus telah mati, tetapi Ia bangkit dan hidup selamanya!

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post