Mana Janji Tentang Kedatangan-Nya? (2 Petrus 3:4)

Mana Janji Tentang Kedatangan-Nya? (2 Petrus 3:4)

Pendahuluan

Salah satu tema penting dalam Kekristenan adalah pengharapan akan kedatangan Kristus yang kedua kali. Tema ini menjadi fondasi eskatologi Kristen—pengharapan akhir zaman yang memberi arah hidup umat percaya. Namun, dalam suratnya yang kedua, Rasul Petrus menyingkapkan tantangan terhadap pengharapan ini: pengejek atau pencemooh yang mempertanyakan janji itu. Ayat 2 Petrus 3:4 mencatat secara khusus sikap skeptis mereka: “Mana janji tentang kedatangan-Nya?”

Artikel ini akan mengupas makna dan implikasi dari 2 Petrus 3:4 melalui pendekatan eksposisi mendalam, didukung oleh pandangan beberapa pakar teologi Reformed, seperti John Calvin, R.C. Sproul, John MacArthur, dan Herman Bavinck. Eksplorasi ini akan mencakup konteks historis, gramatikal, serta penerapannya bagi gereja masa kini.

I. Konteks Historis dan Latar Belakang Surat 2 Petrus

Surat Peringatan dan Peneguhan

Surat ini ditulis sebagai peringatan terhadap ajaran sesat dan penggugah kesadaran umat percaya agar tetap teguh dalam pengharapan akan janji Allah. Pada pasal 3, Petrus secara khusus menyinggung tentang kedatangan Kristus yang dijanjikan, dan adanya suara-suara yang meragukan kebenaran eskatologis ini.

Pengejek Zaman Itu

Petrus menyebut bahwa akan datang pengejek pada hari-hari terakhir, “mengikut keinginan mereka sendiri” (ay. 3). Sikap mereka tercermin dalam keraguan terhadap janji Tuhan, karena secara kasatmata, tidak ada perubahan besar dalam dunia sejak nenek moyang mereka mati. Ini adalah bentuk argumen berdasarkan uniformitarianisme: asumsi bahwa keadaan dunia selalu sama dari dulu hingga kini.

II. Analisis Frasa dan Struktur Ayat

Mari kita perhatikan unsur-unsur penting dalam ayat ini:

“Mana janji tentang kedatangan-Nya?”

“Karena sejak nenek moyang kita mati, semuanya masih tetap berjalan seperti pada permulaan penciptaan.”

A. “Mana janji tentang kedatangan-Nya?”

Pernyataan ini menunjukkan keraguan akan pemenuhan janji eskatologis. Dalam bahasa Yunani, frasa ini menggunakan bentuk retoris yang mengandung cemoohan. Menurut tafsir John Calvin, ini mencerminkan ketidakpercayaan yang membutakan, yang bukan sekadar pertanyaan jujur, tetapi upaya untuk mengolok-olok janji Allah.

R.C. Sproul mencatat bahwa ini adalah jenis skeptisisme yang lahir dari pemikiran naturalistik: jika sesuatu tidak terjadi dalam waktu yang lama, maka mungkin tidak akan terjadi sama sekali.

B. “Semuanya masih tetap berjalan seperti pada permulaan penciptaan.”

Pernyataan ini mencerminkan keyakinan bahwa tidak ada intervensi ilahi dalam sejarah. Ini adalah dasar dari paham deisme, yang percaya bahwa Tuhan menciptakan dunia tetapi kemudian membiarkannya berjalan dengan hukum alam semata.

John MacArthur dalam eksposisinya menyatakan bahwa ini adalah bentuk penolakan terhadap intervensi adikodrati, seperti air bah di zaman Nuh atau mukjizat dalam pelayanan Kristus.

III. Pandangan Para Teolog Reformed

A. John Calvin

Calvin melihat ayat ini sebagai peringatan terhadap kebebalan hati manusia, yang mengabaikan sejarah karya Allah dan memegang teguh pemikiran rasionalistik. Calvin menulis:

“Pikiran manusia terbiasa mengukur segala sesuatu dengan ukuran dunia ini... sehingga tidak mampu mengerti misteri kedatangan Tuhan yang kedua.”

B. Herman Bavinck

Dalam teologi sistematisnya, Bavinck menyoroti pentingnya harapan eskatologis sebagai elemen utama dalam iman Kristen. Ia menekankan bahwa pengabaian terhadap kedatangan Kristus mengarah pada pelapukan moral dan spiritual.

Menurut Bavinck, penyangkalan terhadap janji kedatangan-Nya sering kali berakar dari keinginan untuk hidup tanpa pertanggungjawaban kekal. Ini sejalan dengan 2 Petrus 3:3, yang menyebut mereka “mengikut keinginannya sendiri.”

C. R.C. Sproul

Sproul, dalam buku dan pengajarannya tentang akhir zaman, menegaskan bahwa janji Tuhan tidak bergantung pada persepsi waktu manusia. Ia mengutip 2 Petrus 3:8 yang berkata, “Bagi Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun.” Ayat 4 menurut Sproul menunjukkan benturan antara waktu Allah dan waktu manusia.

Sproul juga menyinggung ‘parousia delay’, atau keterlambatan kedatangan Kristus menurut persepsi manusia, yang sering disalahartikan sebagai kegagalan.

D. John MacArthur

Dalam studi Alkitab MacArthur, ayat ini dijelaskan dalam konteks kejahatan yang semakin merajalela menjelang akhir zaman. Ia menyatakan bahwa “pengejek” di sini bukan hanya orang luar, tetapi bisa juga mereka yang mengaku percaya tetapi tidak menantikan Kristus dengan sungguh-sungguh.

MacArthur melihat pola ini dalam sejarah gereja, di mana pengharapan akan kedatangan Kristus memudar, dan umat menjadi lebih terfokus pada dunia.

IV. Eksposisi Teologis: Implikasi Doktrinal

1. Eskatologi yang Diuji oleh Waktu

Ayat ini menantang setiap orang Kristen untuk meninjau ulang pemahaman mereka tentang waktu Tuhan. Eskatologi bukan tentang kapan Kristus datang, tetapi tentang kepastian bahwa Dia akan datang. Ini adalah pengharapan yang hidup, bukan sekadar doktrin masa depan.

2. Pengejek sebagai Cermin Zaman Modern

Sikap para pengejek yang disebut Petrus sangat relevan dengan skeptisisme zaman sekarang. Banyak orang melihat janji-janji Alkitab sebagai mitos atau simbolisme belaka. Ini menjadi panggilan bagi gereja untuk memelihara doktrin pengharapan dengan teguh.

3. Kesabaran Allah dan Pertobatan

Lanjutan dari ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak lambat menepati janji, melainkan sabar supaya banyak orang bertobat (ay. 9). Ini adalah kesempatan untuk memberitakan Injil dan menyerukan pertobatan.

V. Aplikasi Pastoral

1. Mengajar Jemaat tentang Eskatologi Seimbang

Gembala dan pengajar perlu menyampaikan doktrin akhir zaman dengan keseimbangan antara antisipasi dan penghiburan. Kedatangan Kristus bukan hanya tentang penghakiman, tapi juga tentang pemulihan.

2. Melawan Skeptisisme dengan Firman dan Sejarah

Tanggapan terhadap keraguan bukan sekadar apologetika intelektual, tapi juga peneguhan iman berdasarkan kesetiaan Allah dalam sejarah. Petrus kemudian mengingatkan pembacanya akan air bah zaman Nuh—sebuah bukti bahwa Allah bertindak dalam sejarah (ay. 5-6).

3. Hidup Dalam Pengharapan Aktif

Iman kepada kedatangan Kristus harus tercermin dalam hidup yang kudus dan saleh (2 Ptr 3:11). Harapan eskatologis bukan membuat orang pasif, tapi justru menggerakkan untuk hidup setia.

VI. Kesimpulan

Ayat 2 Petrus 3:4 membuka realitas bahwa dalam sejarah gereja akan selalu ada suara yang mengejek dan meremehkan janji Tuhan. Namun, kebenaran Allah tidak tergantung pada persepsi manusia. Dalam terang teologi Reformed, kita melihat bahwa:

  • Janji Allah adalah pasti karena bergantung pada karakter-Nya.

  • Skeptisisme manusia mencerminkan hati yang tidak percaya, bukan kegagalan janji.

  • Kedatangan Kristus adalah realitas yang pasti, yang akan terjadi pada waktu yang ditetapkan Allah.

Sebagai umat Tuhan, kita dipanggil untuk setia menantikan-Nya, bukan hanya dengan kata, tetapi juga dengan hidup yang mencerminkan harapan tersebut.

Next Post Previous Post