Nilai Kekekalan Jiwa Manusia: Lukas 9:25

Nilai Kekekalan Jiwa Manusia: Lukas 9:25

Kata Pengantar

Ayat Lukas 9:25 adalah salah satu pernyataan Yesus yang paling menggugah dan penuh kuasa dalam Injil Lukas. Pertanyaan retoris ini bukan hanya relevan di zaman Yesus, tetapi juga berbicara kuat kepada manusia modern yang terjebak dalam pencarian harta, kekuasaan, dan kesuksesan duniawi.

Artikel ini akan mengupas eksposisi mendalam dari Lukas 9:25 berdasarkan sudut pandang beberapa pakar teologi Reformed, termasuk John Calvin, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan John Piper. Tujuannya adalah untuk menyajikan pemahaman teologis yang kokoh tentang makna sejati hidup dan nilai kekekalan jiwa manusia.

1. Konteks Historis dan Latar Belakang Lukas 9:25

Sebelum membahas makna teologisnya, penting memahami konteks Lukas 9. Perikop ini berada dalam ajaran Yesus mengenai pemuridan sejati. Di ayat-ayat sebelumnya (Lukas 9:23-24), Yesus menuntut agar setiap orang yang mau mengikut Dia harus menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Dia.

Dengan demikian, Lukas 9:25 muncul sebagai peringatan keras kepada setiap orang tentang prioritas kehidupan. Yesus mengkontraskan keuntungan duniawi dengan kerugian kekal.

R.C. Sproul Menyatakan:

“Yesus menantang logika duniawi yang mengukur keberhasilan dari kekayaan, kuasa, dan popularitas. Tetapi semua itu tidak ada artinya jika seseorang kehilangan jiwa kekalnya.”

2. Penjelasan Kata Kunci Lukas 9:25

Mari kita soroti beberapa istilah penting dalam ayat ini:

a. “Mendapatkan Seluruh Dunia”

Dalam teks Yunani, kata "kerdaino" digunakan untuk “mendapatkan” — merujuk kepada keuntungan atau laba. Yesus berbicara tentang orang yang meraih semua yang diinginkan dunia: kekayaan, ketenaran, kekuasaan, dan kenikmatan.

John Calvin dalam Commentary on the Gospels menegaskan:

“Keuntungan duniawi, betapapun besar, hanyalah sementara dan fana.”

b. “Tetapi Mati atau Kehilangan Nyawanya Sendiri”

Kata “psuche” di sini berarti jiwa atau hidup. Dalam konteks ini, Yesus mengacu kepada kehilangan jiwa dalam arti kekal — pemisahan dari Allah untuk selama-lamanya.

Herman Bavinck menambahkan:

“Jiwa manusia diciptakan untuk kekekalan, bukan untuk kesementaraan. Kehilangan jiwa adalah kehilangan bagian terdalam dari eksistensi manusia.”

3. Eksposisi Teologi Reformed atas Lukas 9:25

a. Pandangan John Calvin

Calvin menegaskan bahwa manusia cenderung dibutakan oleh cinta dunia. Namun, tidak ada keuntungan dunia yang dapat menggantikan kehilangan jiwa.

Calvin menulis:

“Orang bodoh adalah mereka yang menukar kekekalan dengan kenikmatan sesaat.”

b. Pandangan Herman Bavinck

Dalam kerangka teologi Reformed, Bavinck menyoroti kesatuan tubuh dan jiwa, tetapi ia menekankan bahwa jiwa manusia memiliki nilai kekal yang tak dapat ditawar.

Bavinck menegaskan:

“Keindahan ciptaan dan harta duniawi tidak ada artinya jika manusia kehilangan relasi dengan Allah, Sang Pemberi Hidup.”

c. Pandangan R.C. Sproul

Sproul dalam Essential Truths of the Christian Faith menyatakan bahwa ayat ini memperingatkan tentang nilai kekekalan manusia yang melampaui segala pencapaian materi.

Sproul menulis:

“Pengorbanan terbesar adalah kehilangan jiwa. Tidak ada harta yang bisa membelinya kembali.”

d. Pandangan John Piper

Piper menegaskan bahwa hidup manusia dirancang untuk menikmati Allah selama-lamanya (Desiring God). Oleh karena itu, pencapaian duniawi tanpa Allah adalah sia-sia.

Piper menyimpulkan:

“Semua keuntungan tanpa Kristus adalah kerugian mutlak.”

4. Aplikasi Praktis bagi Orang Percaya Masa Kini

Lukas 9:25 menegaskan bahwa nilai jiwa manusia jauh melebihi seluruh harta dunia. Dalam terang teologi Reformed, aplikasi praktis dari ayat ini bagi orang percaya masa kini sangat relevan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

1. Pertama, orang percaya dipanggil untuk menata ulang prioritas hidupnya. Teologi Reformed mengajarkan bahwa tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya (Westminster Shorter Catechism). Oleh karena itu, pencapaian duniawi seperti kekayaan, jabatan, atau popularitas harus ditempatkan di bawah ketaatan kepada Kristus.

2. Kedua, pemuridan sejati menuntut pengorbanan. Hidup dalam dunia yang materialistik sering kali menggoda orang Kristen untuk kompromi dengan nilai-nilai dunia. Namun, teologi Reformed mengingatkan bahwa murid Kristus dipanggil untuk menyangkal diri, memikul salib, dan hidup dalam ketaatan penuh kepada kehendak Allah.

3. Ketiga, orang percaya dipanggil untuk hidup dengan perspektif kekekalan. Harta duniawi bersifat sementara, tetapi investasi rohani bersifat kekal. Karena itu, orang percaya didorong untuk mempersembahkan waktu, tenaga, dan hartanya untuk pekerjaan Tuhan, termasuk pelayanan gereja, misi, dan penginjilan.

Akhirnya, kesadaran akan nilai jiwa mendorong orang percaya untuk setia memberitakan Injil. Setiap jiwa sangat berharga di hadapan Allah. Maka, panggilan gereja bukan sekadar membangun kenyamanan duniawi, tetapi menjadi alat keselamatan bagi banyak orang.

Dalam terang teologi Reformed, Lukas 9:25 mengajarkan bahwa hidup yang berpusat pada Kristus dan berorientasi kekekalan adalah jalan sejati menuju sukacita dan kemuliaan yang kekal.

Penutup: Hidup Bernilai Kekal

Lukas 9:25 bukan hanya sebuah peringatan, tetapi juga sebuah undangan kasih dari Kristus. Ia mengundang manusia untuk tidak tertipu oleh kilau dunia yang fana, tetapi untuk mengarahkan hati kepada hal-hal yang kekal.

Kutipan Akhir John Piper:

“Allah paling dimuliakan ketika kita paling menikmati Dia — bukan dunia ini.”

Next Post Previous Post