The Grace and Duty of Being Spiritually Minded
- Pendahuluan
- I. Apa Itu “Being Spiritually Minded”?
- II. Teologi Reformed dan Kebutuhan Akan Pikiran Rohani
- III. Aspek Anugerah: Pekerjaan Roh Kudus dalam Membentuk Pikiran Rohani
- IV. Aspek Kewajiban: Tanggung Jawab Pribadi dalam Hidup Rohani
- V. Tantangan Zaman Modern: Menjadi Rohani di Dunia Digital
- VI. Buah dan Berkat Menjadi Rohani
- VII. Kesimpulan: Undangan untuk Hidup yang Rohani
- Penutup

Pendahuluan
Dalam dunia yang semakin sibuk dan materialistis, banyak orang Kristen menghadapi tantangan besar dalam menjaga kehidupan rohani yang sehat dan berfokus pada hal-hal kekal. Salah satu konsep penting yang menjadi pusat perhatian dalam tradisi teologi Reformed adalah “being spiritually minded”—memiliki pikiran yang tertuju kepada perkara-perkara rohani dan kekal.
Konsep ini tidak hanya sekadar anjuran, tetapi juga merupakan kewajiban dan anugerah bagi setiap orang percaya. Dalam tulisan ini, kita akan menelusuri makna dan keutamaan memiliki pikiran rohani menurut Alkitab dan beberapa tokoh besar Reformed seperti John Owen, Jonathan Edwards, John Calvin, dan R.C. Sproul, serta bagaimana menghidupinya dalam dunia modern.
I. Apa Itu “Being Spiritually Minded”?
Istilah ini secara langsung merujuk pada Roma 8:6:
“Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.” (Roma 8:6 AYT)
John Owen, dalam bukunya yang sangat berpengaruh “The Grace and Duty of Being Spiritually Minded”, menjelaskan bahwa menjadi secara rohani bukanlah sekadar memiliki pikiran tentang hal-hal rohani sesekali, tetapi menjadikan hal-hal rohani sebagai pusat pemikiran, afeksi, dan orientasi hidup.
Menurut Owen, seseorang yang spiritual-minded:
-
Menaruh pikirannya secara konstan pada Allah, firman-Nya, dan perkara-perkara kekal.
-
Memiliki kesukaan dan kenyamanan dalam hal-hal rohani.
-
Mengutamakan yang kekal di atas yang fana.
Owen menyebut bahwa ini adalah anugerah (grace) karena tidak bisa dilakukan tanpa pekerjaan Roh Kudus, tetapi juga merupakan tugas (duty) karena setiap orang percaya diperintahkan untuk memikirkan perkara yang di atas (Kolose 3:2).
II. Teologi Reformed dan Kebutuhan Akan Pikiran Rohani
1. John Calvin: Pikiran yang Diperbaharui oleh Roh Kudus
John Calvin menyatakan bahwa manusia secara alami berpikiran duniawi dan tidak mampu memikirkan perkara-perkara rohani tanpa pembaruan oleh Roh Kudus. Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menekankan bahwa pembaruan akal budi (mind) adalah bagian dari karya regenerasi oleh Roh Kudus.
“The human heart is a factory of idols.” – Calvin
Calvin menegaskan bahwa perubahan hati dan pikiran adalah esensial dalam kehidupan Kristen. Maka dari itu, memiliki pikiran rohani adalah hasil dari kelahiran baru.
2. Jonathan Edwards: Afeksi yang Kudus dan Pikiran Rohani
Edwards dalam tulisannya Religious Affections menyatakan bahwa afeksi rohani adalah tanda iman yang sejati. Bagi Edwards, bukan hanya pikiran, tapi kecintaan dan kesukaan terhadap hal-hal rohani menjadi bukti dari kehidupan rohani yang hidup.
Dia mengatakan bahwa orang yang rohani akan:
-
Menemukan kenikmatan dalam hadirat Allah.
-
Tertarik pada keindahan Kristus dan kekudusan-Nya.
-
Membenci dosa bukan hanya karena konsekuensinya, tetapi karena ia melukai relasi dengan Allah.
Dalam konteks ini, “spiritually minded” berarti pikiran dan hati yang selaras dalam mengejar Allah.
III. Aspek Anugerah: Pekerjaan Roh Kudus dalam Membentuk Pikiran Rohani
Dalam pandangan Reformed, semua kebaikan rohani adalah hasil dari anugerah Allah yang berdaulat. Maka menjadi secara rohani (spiritually minded) bukanlah usaha manusia semata, tapi hasil karya Roh Kudus.
R.C. Sproul menyatakan bahwa:
“The Holy Spirit doesn't just regenerate us and leave. He continues to sanctify us by renewing our minds daily.”
Pembaruan pikiran (Romans 12:2) merupakan karya berkelanjutan dari Roh Kudus. Oleh karena itu, menjadi rohani adalah anugerah yang aktif bekerja dalam kehidupan orang percaya.
Namun, ini bukan berarti pasif. Orang percaya tetap dipanggil untuk hidup dalam ketaatan, menggunakan sarana-sarana anugerah seperti:
-
Membaca dan merenungkan Firman Tuhan
-
Doa pribadi dan bersama
-
Kehadiran dalam ibadah dan sakramen
IV. Aspek Kewajiban: Tanggung Jawab Pribadi dalam Hidup Rohani
Meskipun merupakan anugerah, menjadi rohani adalah juga kewajiban yang diberikan kepada setiap murid Kristus. John Owen menekankan bahwa Allah memerintahkan umat-Nya untuk:
“Set your minds on things above, not on earthly things.” (Kolose 3:2)
Tanggung jawab ini tidak bisa diabaikan. Dalam terang pengudusan, orang percaya harus:
-
Disiplin dalam mengarahkan pikirannya kepada Allah.
-
Menolak kecenderungan daging untuk membumi pada hal-hal duniawi.
-
Melatih diri untuk menikmati firman, bukan hanya mempelajarinya secara intelektual.
Praktik-Praktik yang Disarankan:
-
Lectio Divina: Membaca Alkitab dengan refleksi dan doa.
-
Pengakuan dosa harian: Membantu pikiran tetap rendah hati dan fokus kepada kasih karunia.
-
Jurnal rohani: Menuliskan refleksi iman dan pertumbuhan dalam kasih.
V. Tantangan Zaman Modern: Menjadi Rohani di Dunia Digital
Kehidupan modern menawarkan banyak gangguan: media sosial, tuntutan kerja, dan budaya konsumtif. Menurut R.C. Sproul, umat Kristen masa kini berhadapan dengan apa yang ia sebut sebagai “crisis of distraction.”
Untuk tetap spiritually minded, umat Kristen perlu:
-
Membuat batasan digital.
-
Mengalokasikan waktu khusus untuk meditasi atas Firman.
-
Menyadari bahwa pikiran kita membentuk hidup kita (Amsal 23:7).
Owen juga memperingatkan bahwa pikiran duniawi yang terus dibiarkan akan:
-
Melemahkan iman.
-
Menutup rasa haus akan Allah.
-
Menjadikan kita suam-suam kuku secara rohani (bandingkan Wahyu 3:16).
VI. Buah dan Berkat Menjadi Rohani
Menjadi secara rohani bukan hanya kewajiban, tapi membawa berkat besar, di antaranya:
-
Kedamaian Sejati
Roma 8:6 mengatakan bahwa pikiran yang tertuju pada Roh menghasilkan hidup dan damai. -
Keteguhan dalam Pencobaan
Orang yang pikirannya berakar dalam kebenaran kekal akan:-
Tidak mudah goyah oleh tekanan hidup.
-
Mampu melihat penderitaan sebagai alat pengudusan.
-
-
Kesukaan dalam Allah
Seperti Daud berkata dalam Mazmur 16:11:“Di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah...”
-
Buah Roh
Orang yang hidup dalam Roh akan menghasilkan:-
Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, dsb. (Galatia 5:22-23)
-
VII. Kesimpulan: Undangan untuk Hidup yang Rohani
Menjadi spiritually minded adalah undangan untuk mengalami hidup yang penuh makna, damai, dan kekekalan di tengah dunia yang fana. Dalam terang teologi Reformed, ini adalah:
-
Anugerah: Karena hanya oleh Roh Kudus kita mampu mengarahkan hati kita kepada Allah.
-
Kewajiban: Karena Allah memerintahkan kita untuk memikirkan hal-hal rohani sebagai tanda dari hidup baru.
-
Sarana Pengudusan: Karena pikiran yang tertuju kepada Allah akan membentuk karakter dan kehidupan yang kudus.
Dalam kata-kata John Owen:
“To be spiritually minded is life and peace—not only as a promise but as the very nature of the thing itself.”
Penutup
Menjadi rohani dalam pikiran bukanlah kemewahan spiritual bagi segelintir orang saleh, tetapi panggilan setiap orang percaya. Dalam dunia yang terus mengarahkan kita kepada kenikmatan sementara, Allah memanggil umat-Nya untuk hidup dalam terang kekekalan.
Kiranya kita dengan rendah hati memohon pimpinan Roh Kudus dan dengan tekun mengejar kehidupan yang tertuju kepada hal-hal yang di atas.