1 Timotius 2:13: Ordinansi Ciptaan dan Peran Gender dalam Gereja

1 Timotius 2:13: Ordinansi Ciptaan dan Peran Gender dalam Gereja

Ayat Dasar

1 Timotius 2:13 (AYT)

“Karena Adam diciptakan pertama, baru kemudian Hawa.”

Pendahuluan

Ayat ini termasuk dalam bagian yang sering menjadi bahan perdebatan dalam konteks modern, khususnya mengenai peran wanita dalam gereja dan pelayanan publik. Namun, bagi teolog Reformed yang memegang otoritas dan inspirasi Alkitab secara utuh, ayat ini merupakan dasar penting dalam memahami tatanan ilahi yang ditetapkan sejak penciptaan. Dalam 1 Timotius 2, Rasul Paulus bukan sekadar memberi nasihat budaya sementara, tetapi mengacu pada fondasi teologis yang mengakar dalam sejarah ciptaan.

Tulisan ini akan mengeksplorasi:

  1. Konteks historis dan literer dari 1 Timotius 2:13

  2. Analisis teologi Reformed atas ordinansi ciptaan

  3. Penafsiran tokoh-tokoh Reformed terhadap ayat ini

  4. Aplikasi kontemporer dalam gereja masa kini

  5. Penyeimbangan antara peran dan nilai dalam Kristus

1. Konteks Historis dan Literer: Apa yang Dikatakan Paulus?

a. Posisi Ayat dalam Surat

Ayat 13 merupakan bagian dari perikop yang dimulai di 1 Timotius 2:8 dan berlanjut hingga 2:15, di mana Paulus mengatur bagaimana laki-laki dan perempuan harus berperilaku dalam konteks ibadah publik. Khususnya dari ayat 11–12, Paulus menulis bahwa perempuan harus belajar dengan tenang dan tidak mengajar atau memerintah laki-laki. Lalu di ayat 13, Paulus memberi alasan normatifnya: “karena Adam diciptakan lebih dulu”.

Ini berarti perintah sebelumnya bukan berdasarkan konteks sosial Efesus semata, tetapi pada urutan ciptaan.

b. Referensi Kejadian 2

Paulus secara eksplisit merujuk pada Kejadian 2, bukan Kejadian 1. Dalam Kejadian 2:7 dan 18–23, diceritakan bahwa Adam diciptakan terlebih dahulu, dan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebagai penolongnya. Urutan ini menjadi dasar tatanan otoritas dan tanggung jawab dalam ciptaan.

2. Ordinansi Ciptaan dalam Teologi Reformed

a. Definisi Ordinansi Ciptaan

Ordinansi ciptaan adalah prinsip-prinsip yang Allah tetapkan sejak awal untuk mengatur kehidupan manusia. Ini termasuk kerja, pernikahan, sabat, dan struktur kepemimpinan. Dalam teologi Reformed, ordinansi ini tidak bersifat sementara, tetapi mengakar dan berlaku lintas zaman dan budaya.

b. Herman Bavinck dan “Struktur Tertib”

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyatakan bahwa Allah adalah Tuhan dari keteraturan. Ia menulis:

“Penciptaan bukan anarki. Tuhan menetapkan tatanan, dan itu adalah bagian dari kebaikan ciptaan itu sendiri.”

Bavinck melihat urutan penciptaan sebagai penegasan akan keunikan fungsi, bukan penilaian terhadap nilai atau martabat.

3. Pandangan Tokoh Teologi Reformed

a. John Calvin: Fungsi dan Otoritas dalam Tatanan Ciptaan

Calvin menyatakan dalam komentarnya atas 1 Timotius:

“Paulus tidak menyampaikan ini berdasarkan opini manusia, tetapi menunjuk kepada hukum dari Pencipta sendiri.”

Calvin menekankan bahwa posisi Adam sebagai yang pertama diciptakan memberi indikasi akan otoritas kepemimpinan, bukan dominasi atau superioritas. Perempuan bukan lebih rendah, tetapi memiliki fungsi berbeda.

b. R.C. Sproul: Perbedaan Peran, Kesetaraan Nilai

Sproul menekankan bahwa ketundukan perempuan dalam gereja bukanlah bentuk penindasan, tetapi penghormatan terhadap rancangan Allah.

“Yesus Kristus tunduk kepada Bapa, bukan karena Dia lebih rendah, tetapi karena itu adalah bagian dari peran-Nya dalam Trinitas. Demikian pula perbedaan peran antara pria dan wanita.”

Bagi Sproul, peran gender bukan hasil budaya patriarkis, tetapi bagian dari desain ilahi yang menampilkan keharmonisan, bukan hirarki.

c. Wayne Grudem: Argumen dari Ciptaan

Wayne Grudem dalam Evangelical Feminism & Biblical Truth menegaskan bahwa ketika Paulus merujuk pada urutan penciptaan, ia membangun argumen teologis, bukan praktis atau budaya. Ini berarti:

  • Urutan penciptaan → struktur otoritas

  • Penciptaan Hawa sebagai penolong bukan berarti rendahan, tapi relasional

Grudem menyatakan bahwa:

“Jika kita menolak dasar ini, maka seluruh bangunan struktur relasional dalam Alkitab akan goyah.”

4. Peran Wanita dalam Gereja: Batasan dan Ruang Gerak

a. Bukan Anti-Perempuan, Tetapi Pro-Tatanan

Paulus tidak menutup pelayanan perempuan secara umum. Dalam Roma 16:1, ia menyebut Febe sebagai pelayan (διάκονον); Priskila sebagai pengajar Apolos (Kisah Para Rasul 18:26); dan banyak perempuan lain aktif dalam pelayanan.

Namun, dalam konteks kepemimpinan otoritatif dalam ibadah publik dan pengajaran otoritatif (seperti mengajar seluruh jemaat campuran), Paulus membatasi ruang ini kepada pria yang memenuhi kriteria pemimpin gereja (1 Timotius 3:1–7).

b. Menurut John Piper dan Grudem: “Komplemen bukan Kompetisi”

Dalam teologi complementarian yang dipegang mayoritas Reformed konservatif, pria dan wanita diciptakan setara dalam nilai, namun memiliki peran berbeda yang saling melengkapi. Kepemimpinan bukan hak istimewa, tetapi beban tanggung jawab.

5. Aplikasi Kontemporer: Bagaimana Gereja Menanggapi?

a. Menghindari Ekstrem

Ada dua ekstrem yang harus dihindari:

  1. Liberalisme feminis: Menganggap semua perbedaan peran sebagai diskriminasi.

  2. Patriarki otoriter: Menganggap perempuan sebagai kelas kedua dalam gereja.

Gereja Reformed dipanggil untuk berdiri di tengah: memelihara kebenaran Alkitab dan menghargai nilai perempuan sebagai rekan sekerja dalam Injil.

b. Mengajar dengan Kasih dan Kejelasan

Topik seperti ini sering sensitif. Maka pengajaran tentang peran gender dalam gereja harus dilakukan dengan kasih, bukan ketakutan. Kunci utama adalah:

  • Kejelasan doktrinal

  • Keteladanan para pria dalam kepemimpinan yang berkorban dan melayani

  • Pemberdayaan perempuan dalam ruang yang Alkitab beri, tanpa menabrak batas yang sudah ditetapkan

c. Contoh Gereja Puritan dan Reformasi

Gereja Reformasi awal sangat jelas memisahkan jabatan penggembalaan (pastoral office) sebagai milik pria yang memenuhi syarat. Namun mereka juga membuka ruang besar bagi perempuan untuk:

  • Mengajar anak-anak dan perempuan lain (Titus 2:3–5)

  • Terlibat dalam pelayanan kasih

  • Menjadi tiang doa dan pengaruh rohani dalam komunitas

6. Kristus sebagai Model Kepemimpinan dan Ketundukan

Yesus Kristus adalah teladan sempurna dalam kedua hal:

  • Ia memimpin dengan melayani (Markus 10:45)

  • Ia tunduk kepada Bapa (Yohanes 5:19; 1 Korintus 15:28)

Dalam Injil, tidak ada pertentangan antara otoritas dan kasih, antara kepemimpinan dan pelayanan. Ini yang harus menjadi roh dari setiap penerapan 1 Timotius 2:13: bukan dominasi, tapi ketertiban dan keharmonisan.

Penutup: Ketertiban Ilahi sebagai Rahmat, Bukan Beban

Ayat ini bukan ditulis untuk memperkecil peran perempuan, tetapi untuk menunjukkan bahwa dalam kerajaan Allah, ada tatanan yang indah. Sebagaimana tubuh memiliki banyak anggota yang berbeda fungsi, namun satu dalam tujuan, demikian juga gereja harus hidup dalam harmoni antara pria dan wanita sesuai rancangan-Nya.

Ringkasan Poin-Poin Penting:

  • 1 Timotius 2:13 merujuk pada tatanan penciptaan, bukan sekadar budaya

  • Teologi Reformed melihat perbedaan peran sebagai bagian dari ordo ilahi

  • Tokoh seperti Calvin, Sproul, Grudem, dan Bavinck menekankan bahwa nilai dan martabat pria dan wanita tetap setara

  • Penerapan harus dilakukan dengan kasih, kejelasan doktrinal, dan hormat terhadap Firman Tuhan

Next Post Previous Post