2 Korintus 13:1-4: Kunjungan yang Direncanakan

2 Korintus 13:1-4: Kunjungan yang Direncanakan

Pendahuluan

Surat 2 Korintus adalah salah satu surat pastoral paling personal yang ditulis oleh Rasul Paulus. Dalam pasal 13:1-4, Paulus berbicara tentang rencananya untuk melakukan kunjungan ketiga ke Korintus. Bagian ini bukan hanya bersifat administratif, melainkan juga teologis dan pastoral. Melalui ayat-ayat ini, Paulus menunjukkan sikapnya sebagai rasul yang sejati, serta menegaskan otoritas rohani yang dia miliki. Dalam terang teologi Reformed, kita akan melihat bagaimana ayat-ayat ini mencerminkan prinsip-prinsip penting seperti disiplin gerejawi, otoritas Firman, kelemahan manusiawi, dan kuasa kebangkitan Kristus.

Teks Alkitab: 2 Korintus 13:1-4

"Ini adalah kali ketiga aku datang kepadamu. Atas keterangan dua atau tiga orang saksi setiap perkara harus disahkan. Aku telah mengatakannya dahulu dan kukatakan sekali lagi — seperti pada waktu aku hadir untuk kedua kalinya, demikian juga sekarang pada waktu aku tidak hadir — kepada mereka yang telah berbuat dosa dan kepada semua yang lain: Bahwa aku tidak akan menyayangkan mereka pada waktu aku datang kembali. Karena kamu mencari bukti bahwa Kristus berbicara di dalam aku. Ia tidak lemah terhadap kamu, tetapi berkuasa di antara kamu. Sebab sekalipun Ia telah disalibkan dalam kelemahan, Ia hidup oleh kuasa Allah. Demikian juga kami adalah lemah di dalam Dia, tetapi kami akan hidup bersama Dia oleh kuasa Allah untuk kamu."

1. Kunjungan Ketiga dan Prinsip Dua atau Tiga Saksi (2 Korintus 13:1)

Paulus membuka bagian ini dengan menyebutkan bahwa ia akan datang untuk ketiga kalinya ke jemaat di Korintus. Pernyataan ini menegaskan komitmen pastoral Paulus untuk menggembalakan umat Allah dengan konsistensi dan kesetiaan. Dalam teologi Reformed, gembala sidang harus mengikuti pola pastoral yang mencerminkan perhatian terus-menerus terhadap pertumbuhan rohani umat.

Referensi terhadap "dua atau tiga orang saksi" adalah kutipan dari Ulangan 19:15, yang menjadi prinsip penting dalam proses disiplin gerejawi. John Calvin dalam komentarnya menegaskan bahwa Paulus tidak sekadar menyatakan niat untuk hadir secara fisik, tetapi juga menekankan pentingnya keadilan dalam menangani dosa:

"Ia menunjukkan bahwa ia tidak bertindak secara sembarangan atau tergesa-gesa, tetapi mengikuti pola yang ditetapkan oleh hukum ilahi." (Calvin's Commentary on 2 Corinthians)

Implikasi:

  • Disiplin gereja harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan bukti yang sah.

  • Kepemimpinan rohani bukan tindakan otoriter, tetapi tunduk pada Firman Allah.

2. Peringatan terhadap Mereka yang Berdosa (2 Korintus 13:2)

Dalam ayat ini, Paulus memperingatkan bahwa ia tidak akan menyayangkan mereka yang terus berbuat dosa. Ini mencerminkan aspek penting dari tugas seorang pemimpin rohani: menegur dosa dengan kasih dan keadilan. Dalam teologi Reformed, disiplin gerejawi adalah salah satu tanda gereja sejati (marks of the true church) sebagaimana dirumuskan dalam Confessio Belgica Pasal 29.

Paulus menunjukkan konsistensi pastoralnya. Ia tidak mengancam dengan motivasi pribadi, tetapi dengan dasar otoritas Kristus. Herman Bavinck mencatat bahwa otoritas gereja bukan berasal dari manusia, tetapi dari Kristus sendiri melalui Firman dan Roh-Nya:

"Gereja bukanlah institusi manusia, melainkan tubuh rohani yang hidup di bawah pemerintahan Kristus yang berdaulat." (Reformed Dogmatics)

Implikasi:

  • Pemimpin gereja harus memiliki keberanian untuk menegur dosa.

  • Teguran harus bersumber dari kasih dan tujuan pemulihan.

3. Otoritas Rasul dan Bukti Kehadiran Kristus (2 Korintus 13:3)

Jemaat Korintus tampaknya menuntut "bukti" bahwa Kristus berbicara melalui Paulus. Tanggapan Paulus adalah bahwa Kristus tidak lemah di antara mereka, tetapi berkuasa. Dalam konteks ini, Paulus menegaskan bahwa pelayanannya sebagai rasul bukan berdasarkan kekuatan manusia, tetapi berdasarkan kuasa Kristus yang hidup.

Dalam perspektif Reformed, otoritas seorang pelayan Firman bukan terletak pada kepribadian atau karisma, tetapi pada panggilan dan pengutusan ilahi. Louis Berkhof menulis:

"Pelayanan Firman memiliki otoritas karena itu adalah perpanjangan dari Firman yang tertulis, bukan karena kualitas moral atau emosional sang pengkhotbah." (Systematic Theology)

Implikasi:

  • Umat Tuhan harus belajar membedakan antara kelemahan manusia dan otoritas ilahi.

  • Pelayanan Firman tidak selalu tampak spektakuler, tetapi memiliki kuasa transformasional.

4. Kuasa dalam Kelemahan: Salib dan Kebangkitan (2 Korintus 13:4)

Ayat ini menjadi pusat teologis dari bagian ini. Paulus menghubungkan kelemahan dan kuasa, salib dan kebangkitan. Kristus disalibkan dalam kelemahan, tetapi hidup oleh kuasa Allah. Demikian pula Paulus dan para rasul, yang tampak lemah, namun bekerja dalam kuasa Allah untuk membangun jemaat.

Konsep ini sejalan dengan teologi salib (theologia crucis) yang sangat ditekankan dalam teologi Reformed, terutama oleh para Reformator seperti Martin Luther dan John Calvin. Kemenangan ilahi sering kali dinyatakan melalui kelemahan manusia:

"Allah menunjukkan kekuatan-Nya dalam kelemahan manusia. Salib adalah puncak penyataan kuasa dan kasih Allah sekaligus." (Calvin)

Implikasi:

  • Kehidupan Kristen melibatkan penderitaan, tetapi juga kebangkitan.

  • Pelayanan yang sejati tidak menghindari kelemahan, tetapi menanggungnya dalam iman.

Konteks Gembalaan Paulus

Surat ini ditulis dalam konteks hubungan yang rumit antara Paulus dan jemaat Korintus. Mereka telah meragukan kerasulannya, mengkritik kelemahannya, dan mempertanyakan otoritasnya. Namun, dalam semua itu, Paulus tetap menggembalakan mereka dengan kesabaran, kasih, dan keberanian.

Teologi Reformed melihat pelayanan Paulus sebagai model pelayanan yang berpusat pada Kristus, bukan pada diri sendiri. Ia rela terlihat lemah demi memperlihatkan kuasa Kristus. Ia rela dikritik, asalkan jemaat bertumbuh dalam iman.

Kesimpulan: Tiga Tujuan Kunjungan Paulus

Berdasarkan eksposisi 2 Korintus 13:1-4 dalam terang teologi Reformed, kita dapat menyimpulkan bahwa kunjungan Paulus mengandung tiga tujuan penting:

  1. Menegakkan Disiplin Gerejawi — berdasarkan prinsip hukum yang adil, bukan impuls pribadi.

  2. Menyatakan Otoritas Kristus — pelayanan yang berakar dalam kuasa dan panggilan Kristus.

  3. Mendemonstrasikan Kuasa dalam Kelemahan — sebagaimana Kristus menang melalui salib, demikian pula pelayanan Paulus.

Kelima poin ini mencerminkan prinsip pelayanan yang sehat dalam konteks gereja masa kini. Teologi Reformed menegaskan bahwa kepemimpinan rohani harus:

  • Berakar dalam Firman dan Sakramen.

  • Tunduk kepada otoritas Kristus.

  • Dipenuhi dengan kasih, tetapi tidak kompromi terhadap dosa.

  • Siap menderita demi kebaikan rohani jemaat.

Melalui teladan Paulus, kita belajar bahwa pelayanan yang sejati bukanlah tentang kekuatan pribadi, tetapi tentang kesetiaan pada Kristus dan kuasa Roh Kudus yang bekerja melalui kelemahan manusia.

Kiranya setiap gembala, penatua, dan jemaat belajar dari keberanian dan kasih Paulus — mengandalkan kuasa Allah dalam kelemahan, dan bersandar sepenuhnya pada Kristus yang bangkit dan memerintah.

Next Post Previous Post