2 Timotius 3:5: Kelihatan Saleh tetapi Menyangkali Kuasanya

Pendahuluan
Di zaman modern ini, banyak orang tampak religius, aktif dalam kegiatan keagamaan, bahkan memegang jabatan gerejawi. Namun, tidak semuanya sungguh-sungguh mengenal kuasa Injil yang sejati. Ayat 2 Timotius 3:5 menjadi salah satu seruan tajam dari Rasul Paulus kepada Timotius dan, secara tidak langsung, kepada gereja sepanjang zaman:
“kelihatan saleh tetapi menyangkali kuasanya. Jauhilah orang-orang seperti ini.” (2 Timotius 3:5, AYT)
Ayat ini memiliki bobot teologis dan pastoral yang besar. Dalam konteks suratnya, Paulus memperingatkan tentang orang-orang yang secara lahiriah tampak rohani, tetapi dalam kenyataannya menolak kuasa Injil yang mengubahkan. Artikel ini akan mengeksplorasi makna dari ayat tersebut, menghubungkannya dengan konteks perikop dan membandingkan pandangan beberapa teolog Reformed terkemuka seperti John Calvin, R.C. Sproul, John MacArthur, dan Martyn Lloyd-Jones.
I. Konteks Historis dan Alkitabiah 2 Timotius 3:5
Surat Paulus kepada Timotius
Surat 2 Timotius adalah surat pastoral terakhir yang ditulis oleh Rasul Paulus, menjelang akhir hidupnya. Dalam pasal 3, Paulus memberikan gambaran profetis mengenai kondisi manusia pada “hari-hari terakhir” (3:1), yang dimulai sejak kedatangan Kristus pertama kali hingga kedatangan-Nya yang kedua. Paulus memperingatkan Timotius tentang munculnya orang-orang yang menyamar sebagai orang percaya tetapi sebenarnya musuh salib Kristus.
Struktur Perikop
Ayat 2 Timotius 3:1–9 adalah satu kesatuan. Di dalamnya, Paulus menyebutkan 19 karakteristik manusia di akhir zaman (ay. 2–4), yang berpuncak pada ayat 5: “kelihatan saleh tetapi menyangkali kuasanya”. Ini adalah deskripsi puncak dari kemunafikan rohani.
II. Eksegesis Ayat: 2 Timotius 3:5
1. “Kelihatan saleh” – Bentuk Lahiriah Kekristenan
Dalam bahasa Yunani, frasa “mempunyai rupa kesalehan” berasal dari kata morphōsis (μορφωσις) yang berarti bentuk, penampilan, atau kerangka luar dari sesuatu. Mereka tampak seperti orang saleh—aktif dalam ibadah, mungkin mengajar, dan terlibat dalam pelayanan gereja.
John Calvin menafsirkan bahwa ini menunjuk pada orang-orang yang "mengagungkan kesalehan sebagai pakaian luar, tetapi hati mereka jauh dari kebenaran." Mereka mendemonstrasikan religiusitas tetapi tanpa transformasi batin.
2. “Tetapi menyangkali kuasanya” – Penolakan terhadap Kuasa Injil
Istilah “menyangkali” (arneomai ἀρνέομαι) dalam teks Yunani digunakan untuk menunjukkan penolakan secara sadar atau terang-terangan terhadap sesuatu. Yang mereka tolak adalah “kuasa” (dunamis) dari kesalehan itu—kuasa yang memampukan orang untuk mengalahkan dosa dan hidup kudus oleh Roh Kudus.
R.C. Sproul menekankan bahwa “kuasa” di sini merujuk pada kuasa regeneratif Injil. Ia menyatakan, “Mereka mungkin tahu tentang Injil, tetapi tidak pernah mengizinkannya mengubah hidup mereka.”
John MacArthur menguraikan lebih lanjut bahwa ini adalah ciri khas dari gereja yang kompromi: tampak religius, tetapi kosong secara rohani. Gereja semacam ini penuh dengan simbol, ritual, dan aktivitas keagamaan, tetapi tidak ada pertobatan sejati, tidak ada pertumbuhan dalam kekudusan, dan tidak ada ketaatan yang tulus kepada Kristus.
III. Makna Teologis Menurut Teologi Reformed
1. Total Depravity dan Bentuk Kekristenan Palsu
Dalam kerangka doktrin Total Depravity (Kerusakan Total), teologi Reformed menyatakan bahwa manusia tanpa anugerah Allah tidak mungkin mencari Allah dengan tulus. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa ada orang-orang yang bisa meniru bentuk kekristenan tanpa kuasa Injil.
Martyn Lloyd-Jones, dalam khotbahnya mengenai bagian ini, menyatakan:
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berbahaya dalam gereja selain orang yang secara lahiriah tampak Kristen tetapi tidak memiliki Roh Kristus.”
2. Regenerasi dan Kuasa Roh Kudus
Kuasa yang disangkal dalam ayat ini adalah kuasa regeneratif yang dikerjakan Roh Kudus. Teologi Reformed menekankan bahwa keselamatan adalah dari Allah semata (sola gratia) dan bekerja melalui pembaruan batin oleh Roh Kudus. Orang yang sungguh-sungguh lahir baru akan menunjukkan buah pertobatan dan ketaatan (lih. Titus 1:16).
IV. Aplikasi Pastoral dan Gerejawi
1. Waspada terhadap Kemunafikan Religius
Gereja perlu mewaspadai bahaya kekristenan yang hanya bersifat lahiriah. Hal ini dapat diwujudkan dalam:
-
Kehadiran dalam ibadah tanpa pertobatan.
-
Pelayanan yang hanya motivasi diri.
-
Pembenaran diri melalui aktivitas religius.
John Calvin mengingatkan bahwa “Kesalehan sejati adalah gabungan antara doktrin yang benar dan kehidupan yang ditransformasikan.”
2. Pemeriksaan Diri
Seperti Paulus menulis dalam 2 Korintus 13:5, “ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak dalam iman.” Kita dipanggil untuk tidak hanya memiliki “rupa kesalehan”, tetapi kuasa kesalehan yang tampak dalam kasih, ketaatan, dan penyangkalan diri.
V. Pandangan Teolog Reformed Terkemuka
A. John Calvin
Calvin melihat ayat ini sebagai peringatan terhadap “para guru palsu” yang mencemari gereja. Mereka memiliki posisi dalam gereja tetapi tidak hidup berdasarkan Injil. Ia menegaskan bahwa kemunafikan ini lebih berbahaya daripada kejahatan terang-terangan.
“Kesalehan palsu ini adalah topeng yang digunakan Iblis untuk menipu umat Tuhan.”
B. R.C. Sproul
Sproul menekankan bahwa salah satu tanda gereja sejati adalah kesetiaan kepada Injil dalam kuasa dan kebenarannya. Jika gereja hanya mempertahankan liturgi dan simbolisme, tetapi menolak kebenaran absolut Injil, maka ia telah menyangkali kuasanya.
“Reformasi tidak hanya memperbaiki liturgi, tetapi menghidupkan kembali Injil yang sejati.”
C. John MacArthur
MacArthur mengajarkan bahwa banyak orang di gereja modern berpartisipasi dalam kekristenan budaya. Mereka mengidentifikasi diri sebagai Kristen, tetapi tidak mengalami kuasa Injil yang sejati. Ini adalah “agama tanpa Allah.”
D. Martyn Lloyd-Jones
Lloyd-Jones melihat ayat ini sebagai refleksi kondisi banyak gereja di Eropa pasca-Kristen. Banyak gereja yang mempertahankan struktur tetapi telah meninggalkan Injil. Ia menyebut ini sebagai “religionism”—agama sebagai sistem sosial tanpa transformasi spiritual.
VI. Panggilan untuk Gereja Masa Kini
1. Kembali pada Injil Sejati
Gereja harus terus mengajarkan Injil yang murni: Yesus Kristus yang disalibkan dan dibangkitkan sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Kuasa Injil bukan hanya menyelamatkan, tetapi juga menguduskan.
2. Ketaatan dan Pertobatan Nyata
Kesalehan yang sejati akan selalu memproduksi buah. Jika tidak ada pertobatan, tidak ada pembaharuan hidup, maka kita harus memeriksa apakah kita sungguh memiliki iman yang menyelamatkan (Yakobus 2:17).
Kesimpulan
2 Timotius 3:5 adalah teguran keras namun penuh kasih dari Paulus, yang juga berbicara kuat kepada gereja masa kini. Kekristenan yang sejati bukan hanya terlihat dalam bentuk luarnya, tetapi dalam kuasa yang mengubahkan hati.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk:
-
Tidak hanya tampak rohani, tetapi hidup dalam kuasa Roh Kudus.
-
Menjauhkan diri dari pengajaran palsu dan hidup kompromistis.
-
Menjalani kehidupan yang konsisten dengan pengakuan iman kita.
Sebagaimana para teolog Reformed ajarkan, hanya kuasa anugerah Allah yang dapat mengubah hati manusia. Tanpa itu, semua aktivitas religius hanyalah formalitas kosong.