Bayang-Bayang Kalvari

Bayang-Bayang Kalvari

Menggali Makna Salib dalam Teologi Reformed

“Lalu Yesus berkata: ‘Sekarang hatiku terharu. Dan apakah yang akan Kukatakan? Ya Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.’” – Yohanes 12:27 (TB)

Pendahuluan

Dalam perjalanan Yesus menuju salib, terdapat momen-momen penting yang membentuk pemahaman kita tentang pengorbanan Kristus. Dalam teologi Reformed, masa menjelang penyaliban—yang oleh banyak teolog disebut sebagai bayang-bayang Kalvari—bukanlah sekadar preludium penderitaan fisik, melainkan pergumulan jiwa terdalam yang mencerminkan kasih dan ketaatan Kristus kepada kehendak Bapa.

“The Shadow of Calvary” mengajak kita untuk merenungkan secara mendalam penderitaan batin Kristus sebelum Ia sampai di Kalvari. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri bagaimana teologi Reformed menjelaskan makna dari penderitaan pra-salib, mulai dari taman Getsemani hingga pengadilan dan perjalanan menuju Golgota.

I. Pengantar: Salib Sebagai Pusat Keselamatan

1. Salib dalam Teologi Reformed

Dalam pemikiran Reformed, salib bukan hanya simbol penderitaan, tetapi inti dari Injil. John Calvin menyatakan bahwa, “Semua bagian dari keselamatan kita bergantung pada pengorbanan Kristus di kayu salib.” Salib bukan plan B; itu adalah rencana kekal Allah untuk menebus umat pilihan-Nya.

Jonathan Edwards dalam khotbah terkenalnya, Christ’s Agony, menekankan bahwa penderitaan batin Kristus di taman Getsemani merupakan puncak ketaatan-Nya terhadap rencana keselamatan Allah.

2. Mengapa “Bayang-Bayang”?

Istilah "bayang-bayang Kalvari" merujuk pada waktu-waktu sebelum penyaliban di mana tekanan batin, spiritual, dan emosional mulai menimpa Yesus. Ini adalah momen ketika murka Allah mulai terasa, walau belum sepenuhnya dicurahkan.

R.C. Sproul menjelaskan bahwa “apa yang Kristus hadapi di Getsemani bukan hanya ketakutan akan kematian fisik, tetapi horor rohani karena harus menanggung dosa dunia dan ditinggalkan oleh Bapa.”

II. Getsemani: Titik Awal Penderitaan Jiwa

1. Kristus Bergumul dalam Doa

Matius 26:38 mencatat, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.” Ini bukan bahasa kiasan, tetapi ekspresi nyata dari penderitaan jiwa yang sangat dalam. Yesus mengetahui bahwa Ia akan menjadi korban yang menanggung murka Allah.

Sinclair Ferguson menyebut bahwa di Getsemani, Kristus mulai “meminum cawan murka Allah.” Doa-Nya, “Jikalau mungkin, biarlah cawan ini lalu daripada-Ku,” menunjukkan betapa berat beban yang akan ditanggung-Nya.

2. Ketaatan di Tengah Ketakutan

Ketaatan Kristus yang sempurna tidak berarti tidak ada pergumulan. Justru dalam ketakutan-Nya yang murni terhadap murka ilahi, Yesus menunjukkan ketaatan yang sejati.

John Owen menulis bahwa “ketaatan Kristus bukan sekadar tunduk secara pasif, melainkan aktif dalam memilih untuk menderita demi ketaatan kepada kehendak Bapa.”

III. Pengkhianatan dan Kesendirian

1. Yudas dan Penolakan oleh Teman

Dalam teologi Reformed, penderitaan Kristus bukan hanya berasal dari penganiayaan fisik, tetapi juga penolakan relasional. Yudas, salah satu dari dua belas, mengkhianati-Nya dengan ciuman.

John Calvin menafsirkan bahwa pengkhianatan oleh teman dekat menunjukkan sejauh mana Kristus merendahkan diri-Nya. Ia masuk sepenuhnya ke dalam penderitaan manusia, termasuk luka emosional dan sosial.

2. Murid-Murid Melarikan Diri

Matius 26:56 berkata, “Maka semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.” Kesendirian Kristus menggambarkan realita bahwa hanya Dia yang sanggup memikul beban salib. Tidak ada seorang pun yang menemani-Nya dalam penderitaan tertinggi itu.

R.C. Sproul menekankan bahwa penderitaan Kristus harus bersifat substitusioner dan eksklusif. “Karena hanya Mesias yang kudus yang bisa menjadi pengganti bagi orang berdosa.”

IV. Pengadilan yang Tidak Adil

1. Yesus Diadili Tanpa Kesalahan

Yesus menghadapi pengadilan yang korup di hadapan Sanhedrin dan Pilatus. Tuduhan palsu, saksi dusta, dan keputusan politik menjadi alat untuk menjatuhkan-Nya.

Dalam teologi Reformed, ini menegaskan aspek inkarnasi Kristus sebagai Hamba yang menderita, sebagaimana dinubuatkan dalam Yesaya 53. Sinclair Ferguson menyatakan, “Penolakan manusia terhadap Yesus dalam pengadilan adalah manifestasi dari kebencian alami manusia terhadap kekudusan.”

2. Diamnya Kristus

Yesus tidak membela diri di hadapan tuduhan. Calvin menjelaskan bahwa keheningan Kristus mencerminkan kerelaan-Nya menerima kehendak Bapa, dan bahwa Ia menanggung hukuman bukan karena kesalahan-Nya, melainkan sebagai pengganti kita.

V. Jalan Menuju Kalvari: Pengorbanan yang Disadari

1. Kristus Memikul Salib-Nya

Saat Yesus memanggul salib-Nya, ini bukan sekadar bagian dari proses eksekusi Romawi. Dalam konteks Reformed, ini adalah tindakan simbolik dari Kristus yang secara sadar menanggung kutuk hukum Taurat demi umat-Nya.

Jonathan Edwards menuliskan bahwa "Yesus berjalan ke salib bukan sebagai korban pasif, tapi sebagai Imam yang mempersembahkan diri-Nya sendiri."

2. Perempuan Yerusalem dan Tangisan Mereka

Lukas 23:28 mencatat bahwa Yesus berkata, “Jangan menangisi Aku, tetapi tangisilah dirimu sendiri.” Ini menunjukkan bahwa penderitaan Kristus bukan untuk dikasihani, tetapi untuk direnungkan sebagai panggilan untuk bertobat.

R.C. Sproul berkata bahwa momen ini mengingatkan kita: penderitaan terbesar bukanlah penderitaan fisik Yesus, melainkan realitas penghakiman ilahi atas dosa.

VI. Aplikasi Teologis: Apa Makna Bayang-Bayang Kalvari bagi Kita?

1. Penghiburan bagi Orang Percaya

Mengetahui bahwa Kristus telah lebih dahulu mengalami penderitaan batin, pengkhianatan, dan ketidakadilan memberikan kekuatan bagi orang percaya yang sedang menderita.

Ibrani 4:15 menyatakan bahwa kita memiliki Imam Besar yang turut merasakan kelemahan kita. Sinclair Ferguson menulis, “Ketika kita berada dalam malam tergelap hidup kita, Kristus sudah ada di sana lebih dahulu.”

2. Pertobatan yang Mendalam

Bayang-bayang Kalvari mengingatkan kita akan beratnya dosa. Dosa bukan hanya pelanggaran kecil; dosa adalah alasan mengapa Yesus harus menanggung murka Allah. Maka, pertobatan bukanlah formalitas, tetapi respons hati yang hancur di hadapan salib.

John Owen berkata, “Anda tidak bisa membunuh dosa kecuali Anda memandang Kristus yang tergantung di kayu salib.”

3. Kasih yang Tak Terukur

Penderitaan Kristus sejak Getsemani menunjukkan kedalaman kasih-Nya. Bukan hanya kasih yang terwujud dalam tindakan, tapi kasih yang memilih untuk menanggung murka dan kutuk bagi kita.

Jonathan Edwards menyatakan bahwa kasih Kristus terlihat paling jelas ketika Ia “berkeringat darah di taman demi jiwa-jiwa yang belum mengenal-Nya.”

Kesimpulan: Di Balik Bayang-Bayang Ada Terang

Bayang-bayang Kalvari bukan akhir dari cerita. Di balik kegelapan taman Getsemani, pengkhianatan, dan jalan salib, ada fajar kebangkitan. Namun kita tidak akan pernah benar-benar memahami terang jika kita tidak terlebih dahulu merenungkan bayang-bayang.

Dalam teologi Reformed, keselamatan kita dimulai bukan di bukit Kalvari saja, tetapi juga di taman Getsemani, di mana Sang Juruselamat mulai meminum cawan murka Allah. Semakin kita merenungkannya, semakin kita melihat betapa dalamnya kasih Allah dan betapa perlunya kita hidup dalam kekudusan dan ketaatan.

“Karena kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: sebab itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” – 1 Korintus 6:20

Next Post Previous Post