Usaha Sia-sia Melawan Penghakiman Allah: Nahum 3:14

Pendahuluan
Kitab Nahum adalah salah satu nubuat paling tajam tentang kejatuhan Niniwe, ibu kota Kekaisaran Asyur. Sebagai bangsa yang perkasa, Niniwe dikenal karena kekejaman, kesombongan, dan kekuatannya yang tak tertandingi di zaman itu. Namun, melalui Nabi Nahum, Allah menyatakan bahwa bahkan benteng sekuat apa pun tidak dapat bertahan melawan penghakiman-Nya. Nahum 3:14 adalah salah satu peringatan ironis yang disampaikan Allah kepada Niniwe. Mari kita lihat teks ayatnya (berdasarkan Alkitab Terjemahan Baru):
Nahum 3:14
"Ambillah air untuk menghadapi pengepungan, perkuatlah benteng-bentengmu, injaklah tanah liat, uli tanah liat, perbaiki tempat pembakaran batu bata!"
Sekilas, ini terdengar seperti nasihat strategi perang, tetapi sebenarnya bernada sarkastik. Allah menyindir bahwa segala upaya manusia untuk bertahan dari penghakiman-Nya akan sia-sia.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna ayat ini, membedahnya menurut beberapa pakar teologi Reformed seperti John Calvin, Matthew Henry, R.C. Sproul, dan Herman Bavinck, serta menggali aplikasinya bagi gereja masa kini.
Eksposisi Nahum 3:14
Kontras Antara Usaha Manusia dan Kedaulatan Allah
Ayat ini berisi serangkaian perintah yang menggambarkan persiapan menghadapi pengepungan: mengisi persediaan air, memperkuat benteng, memproduksi batu bata untuk memperbaiki tembok. Namun, dalam konteks seluruh pasal, jelas bahwa semua usaha ini tidak akan berhasil melawan keputusan Allah untuk menghancurkan Niniwe.
John Calvin menekankan bahwa di sini Allah berbicara dengan nada ironi. Menurut Calvin, Allah seperti berkata, “Lakukan saja semua persiapanmu — tapi itu tidak akan mengubah apa pun karena Aku sendiri yang melawanmu.” Ini menunjukkan bahwa tidak ada benteng manusia, betapapun kuatnya, yang dapat menghalangi tangan Tuhan.
Simbolisme Persiapan Fisik
Matthew Henry, dalam tafsir klasiknya, melihat tindakan-tindakan ini sebagai simbol dari usaha manusia yang sia-sia ketika melawan penghakiman ilahi. Menurut Henry, tanah liat dan batu bata adalah simbol dari kekuatan manusia yang rapuh. Benteng yang dibuat dari batu bata bisa saja berdiri kokoh untuk sementara, tetapi begitu Allah memutuskan untuk menghancurkan, semua itu tidak berarti.
Henry juga mencatat bahwa air untuk menghadapi pengepungan adalah simbol dari perbekalan yang direncanakan manusia. Namun, seperti terlihat di banyak bagian Alkitab, ketika Allah mengirimkan murka-Nya, bahkan persediaan terbaik sekalipun tidak dapat menyelamatkan.
Nada Sarkastik dalam Nubuat
R.C. Sproul menyoroti aspek bahasa: ini bukan instruksi serius, melainkan ejekan ilahi. Dalam konteks Perjanjian Lama, Allah sering memakai bahasa ironi untuk mempermalukan mereka yang mengandalkan kekuatan sendiri. Sproul menulis, “Allah mempersilakan manusia mempersiapkan segalanya, tetapi ketika Dia berkehendak, satu tiupan saja cukup untuk meruntuhkan segalanya.”
Dalam pengertian Reformed, ini memperkuat konsep bahwa Allah berdaulat penuh atas sejarah, bukan manusia. Usaha manusia bisa tampak mengesankan, tetapi itu semua tetap tunduk pada keputusan ilahi.
Makna Teologis dalam Perspektif Reformed
1. Kedaulatan Allah Melampaui Strategi Manusia
Teologi Reformed selalu menekankan kedaulatan Allah (sovereignty of God). Herman Bavinck menyatakan bahwa seluruh sejarah manusia, termasuk kejayaan dan kejatuhan kerajaan-kerajaan besar, dikendalikan oleh tangan Allah. Ketika Allah memutuskan untuk menghakimi, tidak ada strategi, teknologi, atau kekuatan politik yang dapat melawan.
Nahum 3:14 mengingatkan kita bahwa meskipun manusia diberi kebebasan untuk bertindak, kehendak Allah tetap final. Ini bukan hanya berlaku untuk Niniwe, tetapi juga untuk setiap bangsa dan individu sepanjang zaman.
2. Dosa Menghasilkan Usaha Sia-sia
Dari perspektif dosa, ayat ini menunjukkan bagaimana manusia sering mencoba menyelamatkan diri dengan cara mereka sendiri. Louis Berkhof menjelaskan bahwa sejak kejatuhan manusia, ada kecenderungan untuk mencari keselamatan melalui kekuatan dan usaha manusia, bukan melalui penyerahan kepada Allah.
Niniwe, dengan kekuatan militernya, mencoba mengandalkan kekuatan fisik untuk bertahan, tetapi mereka menolak untuk bertobat. Ini mencerminkan kondisi hati manusia yang keras, yang lebih memilih mengandalkan kekuatan diri daripada tunduk kepada Allah.
3. Ironi dalam Penghakiman
Salah satu elemen penting dalam nubuat Perjanjian Lama adalah ironi ilahi. Allah sering “mengizinkan” musuh-Nya mencoba segala cara mereka, hanya untuk menunjukkan bahwa semua itu sia-sia. John Calvin menulis, “Ketika Allah memperolok musuh-musuh-Nya, itu bukan karena Dia meremehkan mereka, tetapi untuk menunjukkan kepada umat-Nya bahwa kekuatan sejati hanya ada pada-Nya.”
Aplikasi bagi Gereja Masa Kini
1. Jangan Mengandalkan Usaha Manusia untuk Menyelamatkan Diri
Gereja hari ini perlu belajar bahwa kekuatan fisik, teknologi, politik, atau bahkan program gerejawi yang megah tidak dapat menggantikan ketergantungan kepada Allah. Sama seperti Niniwe yang sia-sia menguatkan bentengnya, gereja yang mengandalkan kekuatan manusia akan rapuh di hadapan penghakiman Allah.
2. Pentingnya Pertobatan
Niniwe pernah bertobat pada zaman Yunus, dan Allah menunda penghukuman-Nya. Namun, mereka kembali kepada dosa lama mereka. Nahum 3:14 menjadi peringatan bahwa tanpa pertobatan sejati, usaha apa pun untuk bertahan tidak akan berhasil. Gereja dan individu harus terus-menerus memperbarui pertobatan mereka, bukan hanya memperbaiki “benteng-benteng” lahiriah.
3. Mengingat Kedaulatan Allah dalam Semua Hal
Dalam menghadapi tantangan zaman ini — baik itu konflik politik, krisis moral, atau penderitaan pribadi — gereja harus ingat bahwa Allah tetap berdaulat. Seperti yang ditulis oleh Herman Bavinck, “Keyakinan pada kedaulatan Allah adalah satu-satunya dasar penghiburan sejati bagi umat-Nya.”
Kesimpulan
Nahum 3:14 mungkin terdengar seperti nasihat perang, tetapi sebenarnya ini adalah nubuat yang penuh ironi dan penghakiman. Allah menyindir Niniwe agar memperkuat pertahanannya, padahal keputusan penghukuman-Nya sudah final. Ayat ini mengajarkan kepada kita beberapa kebenaran teologis penting:
✅ Allah berdaulat penuh atas sejarah dan tidak ada kekuatan manusia yang dapat melawan-Nya.
✅ Usaha manusia untuk menyelamatkan diri tanpa bertobat adalah sia-sia.
✅ Gereja harus hidup dalam ketundukan dan ketergantungan kepada Allah, bukan pada kekuatan atau program manusia.
Bagi gereja masa kini, Nahum 3:14 adalah peringatan untuk tidak terlena dalam kesombongan atau mengandalkan kekuatan lahiriah, tetapi untuk terus mencari pertobatan sejati dan memercayai kedaulatan Allah.