Mencari Hati Kita di Tengah Masa yang Berbahaya

Searching Our Hearts in Perilous Times
“Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” – Mazmur 139:23-24 (TB)
Pendahuluan
Dunia sedang mengalami pergolakan yang dalam—pandemi, kerusuhan sosial, degradasi moral, dan krisis spiritual. Dalam teologi Reformed, masa-masa ini disebut sebagai masa berbahaya (perilous times), sebagaimana Paulus nyatakan dalam 2 Timotius 3:1. Namun, bagaimana seharusnya orang percaya merespons? Apakah kita hanya menjadi pengamat, ataukah Tuhan memanggil kita untuk melihat lebih dalam—ke dalam hati kita sendiri?
John Calvin pernah berkata, “Nearly all the wisdom we possess, that is to say, true and sound wisdom, consists of two parts: the knowledge of God and of ourselves.” Dengan kata lain, mengenal Allah tidak bisa dipisahkan dari mengenal diri. Maka di masa-masa berbahaya ini, kita dipanggil bukan hanya melihat keluar, tetapi juga mencari hati kita sendiri di hadapan Tuhan.
Artikel ini akan membahas bagaimana teologi Reformed menekankan pentingnya penyelidikan diri (self-examination) dalam masa sulit, berdasarkan ajaran para tokoh seperti John Calvin, Jonathan Edwards, Sinclair Ferguson, dan R.C. Sproul.
I. Masa Berbahaya: Definisi dan Realita
1. Apa Itu “Perilous Times”?
2 Timotius 3:1 menyebutkan, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.” Kata "sukar" (Yunani: chalepoi) berarti keras, berat, berbahaya. Ini tidak hanya merujuk pada kesulitan secara fisik, tetapi juga moral dan rohani.
Dr. Sinclair Ferguson menjelaskan bahwa “masa berbahaya” tidak semata-mata tentang penderitaan luar, tetapi tentang kemerosotan karakter dalam gereja. Paulus menggambarkan 19 ciri manusia akhir zaman dalam 2 Timotius 3:2-5—penuh egoisme, pencinta uang, sombong, dan munafik secara rohani.
2. Tanda-Tanda Zaman dalam Perspektif Reformed
Teologi Reformed melihat sejarah sebagai milik Allah yang berdaulat. Tuhan mengizinkan masa-masa berbahaya untuk menyucikan umat-Nya dan membawa mereka kembali kepada-Nya.
R.C. Sproul menekankan bahwa gereja bukanlah korban zaman, melainkan alat di tangan Allah untuk membawa terang di tengah kegelapan. Namun agar gereja bisa menjalankan misinya, ia harus bersih dari dalam. Maka langkah pertama adalah mencari hati kita sendiri.
II. Panggilan untuk Menyelidiki Hati
1. Mengapa Harus Menyelidiki Hati?
Penyelidikan diri bukanlah bentuk introspeksi yang egosentris, melainkan tindakan teologis yang bertujuan untuk menyelaraskan hidup kita dengan kehendak Allah. Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin mengajarkan bahwa tanpa pengenalan akan diri, kita tidak akan benar-benar merasakan kebutuhan akan anugerah Kristus.
Jonathan Edwards menambahkan, “God is glorified not only by His glory being seen, but by its being rejoiced in.” Kita hanya bisa bersukacita dalam kemuliaan Allah jika kita tahu betapa dalamnya dosa kita dan betapa mulianya kasih karunia-Nya.
2. Bahaya Ketidakpekaan Rohani
Salah satu bahaya utama di masa yang sukar adalah ketidakpekaan rohani (spiritual numbness). Ketika dosa menjadi biasa, dan kekudusan menjadi opsional, hati menjadi tumpul. Calvin menyebut hati manusia sebagai “pabrik berhala” (idol factory), yang terus memproduksi penyembahan yang salah bahkan di dalam gereja.
R.C. Sproul menyebut kondisi ini sebagai "coram Deo amnesia"—lupa bahwa kita hidup di hadapan Allah. Maka panggilan untuk menyelidiki hati adalah panggilan untuk kembali hidup di hadapan-Nya.
III. Metode Penyelidikan Diri Menurut Tradisi Reformed
1. Melalui Firman dan Roh Kudus
Firman Tuhan adalah cermin yang sempurna (Yakobus 1:23-25). John Owen mengatakan bahwa hanya melalui terang Firman dan pekerjaan Roh Kudus, manusia bisa mengenali kondisi hatinya yang sebenarnya.
Tuhan memakai penderitaan, pengkhotbah, dan pembacaan pribadi untuk membongkar lapisan-lapisan hati yang tersembunyi. Maka setiap orang percaya dipanggil untuk rajin membaca Alkitab, bukan hanya mencari informasi, tetapi transformasi.
2. Melalui Pengakuan Dosa dan Doa
Jonathan Edwards menulis banyak jurnal penyelidikan diri. Dalam salah satu catatannya, ia menulis doa, “Tuhan, tunjukkan padaku kejahatan hatiku yang tidak kulihat, agar aku bisa bertobat sebelum terlambat.”
Praktik ini bukan hanya milik para tokoh besar. Setiap orang percaya bisa melakukannya melalui pengakuan dosa yang jujur dan terbuka kepada Tuhan, serta memohon pembaharuan hati oleh Roh Kudus.
3. Melalui Perjamuan Kudus
Dalam tradisi Reformed, Perjamuan Kudus bukan hanya peringatan simbolik, tetapi juga sarana kasih karunia (means of grace) yang mendorong kita untuk menyelidiki hati.
1 Korintus 11:28 berkata, “Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.” Calvin menekankan pentingnya mempersiapkan diri sebelum Perjamuan, bukan agar kita layak, tetapi agar kita datang dalam iman yang sejati.
IV. Menerapkan Penyelidikan Hati di Masa Kini
1. Mengenali Dosa yang Tersembunyi
Dalam era digital, banyak dosa tidak tampak secara kasat mata, namun sangat aktif di dalam hati: iri hati di media sosial, kebencian terselubung, kecanduan pornografi, atau sikap apatis terhadap penderitaan sesama.
Menyelidiki hati berarti berani mengizinkan Roh Kudus menelanjangi hal-hal ini. Seperti Daud yang berkata, “Selidikilah aku, ya Allah,” (Mazmur 139:23), kita juga harus berseru: "Tuhan, tunjukkan aku dosa yang tidak kusadari."
2. Bertumbuh dalam Kekudusan
Tujuan dari penyelidikan hati bukanlah membuat kita terpuruk dalam rasa bersalah, tetapi membawa kita kepada pertobatan dan kekudusan. Dr. Sinclair Ferguson mengatakan bahwa self-examination yang sehat akan selalu membawa kita lebih dekat kepada Kristus, bukan menjauh.
Maka, setelah menyadari kelemahan dan dosa, kita datang kepada salib—bukan untuk dihukum, tapi untuk disembuhkan.
3. Komunitas yang Membantu
Salah satu prinsip penting dalam Reformed Ecclesiology adalah peran gereja sebagai tubuh Kristus. Penyelidikan hati bukanlah proyek soliter. Kita butuh komunitas yang menegur, mendukung, dan membimbing.
Dietrich Bonhoeffer dalam Life Together menulis bahwa “dosa paling dalam sering hanya bisa ditaklukkan dalam pengakuan bersama saudara seiman.” Dalam gereja yang sehat, praktik accountability menjadi sarana anugerah untuk pertumbuhan.
V. Harapan di Tengah Masa Berbahaya
1. Kristus adalah Harapan Kita
Di tengah masa yang penuh bahaya, penyelidikan hati bukan berarti kita harus hidup dalam ketakutan atau legalisme. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Kristus telah menyelidiki hati kita, mengetahui yang terdalam, namun tetap memilih untuk mati bagi kita.
Jonathan Edwards pernah berkata, “You contribute nothing to your salvation except the sin that made it necessary.” Maka, harapan kita bukan pada ketekunan menyelidiki diri, tapi pada kesempurnaan Kristus yang menjadi jaminan pengampunan.
2. Hidup Berbuah sebagai Respons
Setelah penyelidikan diri dan pertobatan, buahnya adalah hidup yang berubah. Galatia 5:22-23 menunjukkan bahwa hasil pekerjaan Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, dst. Buah ini tidak datang dari usaha daging, melainkan hasil dari hati yang telah dibarui.
Calvin menyebutnya sebagai sanctification, proses di mana Roh Kudus terus memurnikan kita dari dalam. Maka dalam masa berbahaya, umat Tuhan justru bisa menjadi saksi hidup melalui kekudusan dan kasih.
Kesimpulan: Mari Selidiki Hati Kita
Dalam masa-masa berbahaya seperti sekarang, godaan untuk menyalahkan dunia sangat besar. Namun Injil memanggil kita untuk memulai dengan introspeksi. Sebelum kita mengkritik dunia, mari kita minta Tuhan menyelidiki hati kita.
John Calvin, Jonathan Edwards, R.C. Sproul, dan banyak tokoh Reformed lainnya sependapat bahwa kehidupan Kristen sejati dimulai dari hati yang diperbarui—bukan oleh diri sendiri, tetapi oleh anugerah Allah semata.
“Create in me a clean heart, O God, and renew a right spirit within me.” – Mazmur 51:10
Mari kita mencari hati kita, bukan untuk mengutuk, tetapi untuk bertobat. Mari izinkan Firman dan Roh menyucikan kita, agar di tengah dunia yang rusak, gereja tetap menjadi terang.