Ketetapan Allah yang Kekal

Pendahuluan
Ketetapan Allah (divine decree) adalah salah satu doktrin sentral dalam teologi Reformed yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sudah ditetapkan oleh Allah dalam kekekalan, sebelum dunia dijadikan. Doktrin ini bukan sekadar isu spekulatif, tetapi memiliki implikasi mendalam terhadap pengertian kita tentang kedaulatan Allah, keselamatan, penderitaan, dan pengharapan kekal.
Para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul telah membahas pentingnya ketetapan Allah dengan mendalam. Artikel ini akan membahas secara sistematis dasar Alkitabiah dari ketetapan Allah, mengupas pemahaman teologi Reformed mengenai doktrin ini, serta menjelaskan mengapa ketetapan Allah begitu penting bagi iman dan hidup Kristen.
1. Definisi Ketetapan Allah Menurut Teologi Reformed
Louis Berkhof dalam Systematic Theology mendefinisikan ketetapan Allah sebagai:
“Keputusan kekal Allah berdasarkan kehendak-Nya yang bijaksana dan berdaulat, di mana Dia menetapkan segala sesuatu yang akan terjadi.”
John Calvin menyebut ketetapan ini sebagai "decretum aeternum", keputusan kekal Allah yang mencakup segala sesuatu tanpa terkecuali — mulai dari penciptaan, pemeliharaan, sampai keselamatan manusia.
Ketetapan ini bersifat:
-
Eternal (kekal): Tidak berubah dan sudah ditetapkan sebelum dunia dijadikan.
-
Bijaksana dan berdaulat: Bukan karena paksaan atau reaksi, tetapi karena kehendak bebas dan sempurna Allah.
-
Mencakup segala sesuatu: Tidak ada satu atom pun di semesta ini yang bergerak tanpa ketetapan Allah.
2. Dasar Alkitabiah Ketetapan Allah
a. Perjanjian Lama
-
Yesaya 46:9–10
“Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian, dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan.”
-
Mazmur 33:11
“Tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun.”
-
Amsal 16:33
“Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari TUHAN.”
b. Perjanjian Baru
-
Efesus 1:11
“Di dalam Dia kami juga telah mendapat bagian, yang ditentukan dari semula menurut maksud Dia, yang mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendak-Nya.”
-
Roma 8:29–30
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya...”
-
Kisah Para Rasul 2:23
“Dia yang diserahkan menurut maksud dan rencana Allah yang telah ditetapkan sebelumnya, kamu salibkan oleh tangan orang-orang durhaka.”
3. Aspek Ketetapan Allah: Umum dan Khusus
a. Ketetapan Umum
Ketetapan Allah yang mencakup seluruh sejarah dan segala ciptaan. Dalam hal ini, tidak ada peristiwa kebetulan dalam pandangan Reformed. Setiap cuaca, musim, kejadian alam, hingga kehidupan makhluk kecil pun ada dalam rencana kekal Allah (bdk. Matius 10:29-30).
b. Ketetapan Khusus
Secara khusus, Allah menetapkan keselamatan umat pilihan-Nya. Ini dikenal sebagai predestinasi, yaitu bahwa Allah dalam kasih karunia-Nya memilih sebagian manusia untuk diselamatkan melalui Kristus.
Menurut John Murray, predestinasi adalah:
“Ketetapan Allah yang bersifat kasih dan kekal yang mengarahkan pada penggenapan rencana penebusan melalui Kristus, demi kemuliaan Allah.”
4. Ketetapan dan Kedaulatan Allah
Menurut R.C. Sproul, mengatakan bahwa Allah berdaulat tanpa menetapkan segala sesuatu adalah kontradiksi. Dalam bukunya Chosen by God, Sproul menyatakan:
“Jika ada satu molekul pun di alam semesta ini yang berada di luar kendali Allah, maka Dia bukan Tuhan yang Mahakuasa.”
Kedaulatan Allah dibuktikan melalui ketetapan-Nya. Jika tidak, maka Allah adalah reaktif, bukan inisiator. Dalam teologi Reformed, Allah bukan hanya tahu apa yang akan terjadi, tetapi Dia menetapkan dan mengatur segala sesuatu menurut kehendak-Nya.
5. Ketetapan Allah dan Tanggung Jawab Manusia
Salah satu keberatan umum terhadap doktrin ini adalah: Jika segala sesuatu ditetapkan, bukankah itu menjadikan manusia sebagai robot dan menghapuskan tanggung jawab?
Namun teologi Reformed menjawab bahwa ketetapan Allah tidak membatalkan tanggung jawab manusia, melainkan memungkinkan tanggung jawab itu.
Jonathan Edwards dalam karyanya Freedom of the Will menekankan bahwa manusia bertindak bebas sesuai dengan kehendaknya, tetapi kehendak itu tidak otonom dari Allah.
“Kebebasan manusia tidak berarti kedaulatan kehendaknya, tetapi kesesuaian kehendaknya dengan natur dan kondisi yang ditetapkan oleh Allah.”
6. Pentingnya Ketetapan Allah dalam Kehidupan Kristen
a. Jaminan Keselamatan
Ketetapan Allah memberikan penghiburan bahwa keselamatan bukan tergantung pada usaha manusia, tetapi pada rencana kekal Allah.
Roma 8:30 menyatakan urutan keselamatan: “Ditentukan, dipanggil, dibenarkan, dimuliakan.” Ini menunjukkan kepastian dari awal hingga akhir.
Calvin menyebut ini sebagai pilar pengharapan karena jika keselamatan ditetapkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menggagalkannya.
b. Makna Penderitaan
Penderitaan yang dialami umat Allah tidak lepas dari ketetapan-Nya. Seperti dalam Kejadian 50:20, Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya:
“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan.”
Menurut R.C. Sproul, tidak ada penderitaan yang sia-sia bagi umat Allah karena semua itu telah masuk dalam ketetapan-Nya untuk mendatangkan kebaikan.
c. Kehidupan Doa
Meski segala sesuatu telah ditetapkan, doa tetap relevan karena merupakan sarana yang ditetapkan Allah untuk menggenapi kehendak-Nya. Allah menetapkan tujuan dan cara untuk mencapainya.
John Frame menjelaskan:
“Ketetapan Allah mencakup juga permohonan doa kita sebagai bagian dari alat untuk penggenapan rencana-Nya.”
7. Konsekuensi Menolak Ketetapan Allah
Menolak ketetapan Allah berarti:
-
Menolak kedaulatan-Nya yang mutlak.
-
Menjadikan manusia sebagai pusat kontrol sejarah.
-
Membuka pintu bagi teologi liberal, open theism, dan pandangan deisme.
Dr. Martyn Lloyd-Jones berkata:
“Mereka yang menolak ketetapan Allah, pada akhirnya akan kehilangan seluruh penghiburan Injil, karena mereka sedang membangun iman mereka di atas kehendak manusia yang goyah.”
8. Ketetapan Allah dan Injil
Ketetapan Allah menjadi dasar Injil:
-
Kristus disalibkan bukan karena kebetulan, tetapi sesuai rencana Allah (Kis. 2:23).
-
Kita dipilih dalam Kristus sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4).
-
Penebusan adalah realisasi dari rencana kekal Allah.
Charles Spurgeon menegaskan:
“Injil adalah rencana Allah yang sudah ditetapkan dalam kekekalan dan digenapi dalam waktu.”
9. Ketetapan Allah dalam Sejarah Gereja
Sejak Konsili Orange (529 M) dan Reformasi Protestan, doktrin ketetapan Allah menjadi batu penjuru ajaran anugerah keselamatan.
a. John Calvin – Institutes of the Christian Religion
Calvin menempatkan predestinasi sebagai bukti kasih dan keadilan Allah. Ia berkata:
“Pengetahuan tentang ketetapan Allah bukan untuk membuat kita takut, tetapi untuk mengarahkan hati kita kepada penyembahan dan ketundukan pada kehendak-Nya.”
b. Westminster Confession of Faith
Bab III menyatakan:
“Allah, dari kekekalan, menurut maksud kehendak-Nya sendiri yang paling bijaksana dan suci, telah menetapkan secara bebas dan tidak berubah semua yang akan terjadi.”
10. Aplikasi Praktis: Hidup dalam Terang Ketetapan Allah
a. Kepercayaan di Tengah Ketidakpastian
Menghadapi krisis, kehilangan, dan penderitaan akan lebih ringan ketika kita menyadari bahwa semua itu ada dalam rencana yang penuh kasih dari Allah.
b. Kerajinan dalam Pekerjaan dan Penginjilan
Kesadaran bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu tidak membuat pasif, justru mendorong ketaatan. Allah memakai manusia sebagai alat dalam penggenapan kehendak-Nya.
c. Ketaatan dan Penyerahan
Mengerti bahwa segala sesuatu ada dalam kendali-Nya, membuat kita lebih tunduk dan taat. Ketetapan-Nya bukan untuk dibantah, tetapi untuk dipercayai.
Kesimpulan
Doktrin ketetapan Allah dalam teologi Reformed bukanlah ide abstrak, melainkan realitas hidup yang memberi landasan bagi penghiburan, pengharapan, dan kekuatan iman. Ketetapan Allah membuktikan bahwa segala sesuatu dalam dunia ini tidak berada dalam kekacauan, melainkan dalam tangan Allah yang berdaulat.
Ketika seseorang memahami bahwa keselamatan, penderitaan, sejarah dunia, dan bahkan kehidupan sehari-hari ada dalam ketetapan Allah yang kekal, maka ia akan lebih rendah hati, lebih bergantung pada kasih karunia, dan lebih bersukacita dalam pemeliharaan Allah.
Sebagaimana Spurgeon katakan:
“Saya percaya kepada doktrin pilihan, karena saya yakin jika bukan Allah yang memilih saya, maka saya tidak akan pernah memilih Dia.”