Pengharapan yang Lebih Baik: Ibrani 7:19
.png)
Pendahuluan
Dalam surat kepada orang Ibrani, penulis menyampaikan satu tema besar: Kristus sebagai Imam Besar yang lebih tinggi dari sistem Imamat Lewi dan hukum Musa. Ibrani 7:19 menjadi puncak argumen bahwa hukum Taurat tidak membawa kesempurnaan, dan hanya dalam Kristus kita memiliki pengharapan yang lebih baik—sebuah tema penting dalam teologi Reformed.
Ibrani 7:19 (AYT):
"Sebab, hukum Taurat tidak membawa apa pun kepada kesempurnaan, tetapi sekarang ada pengharapan yang lebih baik yang mendekatkan kita kepada Allah."
Artikel ini akan membahas ayat ini secara mendalam melalui lensa eksposisi Reformed, dengan dukungan pemikiran dari John Calvin, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan lainnya, serta relevansi bagi gereja masa kini.
1. Konteks Teologis dan Historis Ibrani 7
Surat Ibrani ditulis kepada orang Kristen Yahudi yang sedang tergoda untuk kembali kepada sistem hukum Taurat dan imamat Lewi. Penulis menunjukkan bahwa Yesus adalah Imam Besar menurut peraturan Melkisedek, bukan Lewi—dan karena itu, perjanjian baru yang lebih sempurna telah tiba.
Pasal 7 menjelaskan bahwa:
-
Imamat Lewi tidak sempurna (ayat 11)
-
Yesus menjadi imam melalui sumpah ilahi (ayat 20–22)
-
Ia membawa pengharapan yang lebih baik (ayat 19)
2. Eksposisi Ibrani 7:19
a. “Sebab, hukum Taurat tidak membawa apa pun kepada kesempurnaan...”
Frasa ini adalah kritik langsung terhadap ketidakcukupan hukum Taurat.
Dalam teologi Reformed:
-
Hukum Taurat bersifat sementara dan membimbing (Galatia 3:24)
-
Hukum tidak dapat menyelamatkan, hanya menunjukkan dosa (Roma 3:20)
-
Kesempurnaan tidak mungkin dicapai melalui sistem Musa
John Calvin menulis:
“The Law was never given to justify, but to prepare the way for Christ, in whom perfection is found.”
Kesempurnaan yang dimaksud di sini bukan hanya moral, tetapi rekonsiliasi sempurna dengan Allah—yang hanya mungkin melalui Kristus.
b. “...tetapi sekarang ada pengharapan yang lebih baik...”
Kontras ini menyatakan adanya sesuatu yang baru dan lebih unggul: pengharapan dalam Kristus.
Dalam kerangka covenant theology (teologi perjanjian), teologi Reformed mengajarkan bahwa:
-
Perjanjian Lama adalah bayangan
-
Perjanjian Baru adalah penggenapan
-
Kristus adalah pusat dari semua perjanjian (Efesus 1:10)
Herman Bavinck menjelaskan:
“Pengharapan Kristen bukan kemungkinan, tapi kepastian yang bersandar pada janji Allah yang tidak berubah.”
“Pengharapan yang lebih baik” berarti jaminan keselamatan, pendamaian, dan akses langsung kepada Allah.
c. “...yang mendekatkan kita kepada Allah.”
Inilah tujuan utama Injil: mendekatkan manusia kepada Allah. Tidak ada imam, korban, atau sistem Taurat yang bisa memberikan kedekatan sejati seperti yang diberikan Kristus.
R.C. Sproul menekankan:
“The goal of redemption is not escape from hell, but nearness to God.”
Ibrani 10:22 menegaskan hal serupa: “Marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus...”—karena melalui Kristus, kita tidak hanya diampuni, tetapi diterima dan diundang untuk mendekat.
3. Pengajaran Reformed tentang Hukum dan Injil
a. Fungsi Hukum Taurat
Teologi Reformed menyatakan bahwa hukum memiliki tiga fungsi utama:
-
Cermin – menunjukkan dosa
-
Rem – menahan kejahatan
-
Panduan hidup baru – bagi orang yang telah diselamatkan
Namun hukum tidak dapat membenarkan—ini hanya dapat dilakukan oleh kasih karunia melalui iman kepada Kristus (lih. Gal. 2:16).
b. Kristus sebagai Penggenapan Hukum
Yesus tidak meniadakan hukum, tetapi menggenapinya (Mat. 5:17). Ia satu-satunya yang hidup sempurna di bawah hukum dan mati menggantikan kita yang gagal memenuhi hukum.
Ini adalah dasar doktrin imputed righteousness—bahwa kebenaran Kristus diperhitungkan kepada kita.
4. Aplikasi Ibrani 7:19 dalam Kehidupan Kristen
a. Jangan Bergantung pada Perbuatan
Banyak orang Kristen masih hidup seperti di bawah hukum: berpikir bahwa keselamatan tergantung pada ketaatan pribadi. Ibrani 7:19 membebaskan kita dari beban itu.
Pengharapan yang lebih baik berarti:
-
Kita tidak diselamatkan karena cukup baik
-
Kita tidak perlu takut gagal untuk mendapat kasih Allah
-
Kita didorong untuk taat karena sudah diterima, bukan untuk diterima
b. Akses kepada Allah adalah Privilegi Gereja
Dalam Perjanjian Lama, hanya imam besar yang boleh masuk ruang maha kudus setahun sekali. Tetapi sekarang, semua orang percaya dapat datang langsung kepada Allah melalui Kristus.
Ini mengubah cara kita berdoa, menyembah, dan melayani:
Kita tidak membutuhkan perantara manusia.
Doa-doa kita sampai ke hadirat Allah.
Ibadah menjadi pertemuan pribadi dengan Allah.
c. Kesempurnaan dalam Kristus, Bukan Dunia
Budaya dunia mendorong pencapaian, kesempurnaan fisik, moral, atau profesional. Tetapi kesempurnaan sejati—dalam relasi dengan Allah—hanya ada dalam Kristus.
Kesempurnaan bukan tujuan hidup Kristen, tetapi buah dari pengharapan dalam Kristus.
5. Refleksi Para Teolog Reformed
John Calvin
“The Law condemns; Christ justifies. The Law separates; Christ draws near. The Law is shadow; Christ is substance.”
Herman Bavinck
“Hope in Christ is not wishful thinking. It is grounded in the eternal counsel of God and the finished work of Christ.”
R.C. Sproul
“A better hope is one that rests in God's power, not human performance.”
6. Gereja dan Pelayanan dalam Cahaya Ibrani 7:19
a. Injil sebagai Pusat, Bukan Moralitas
Gereja harus berhati-hati agar tidak mengganti Injil dengan pengajaran moralistik. Injil bukan “lakukan lebih baik”, tetapi “Kristus telah selesai melakukannya.”
b. Pemuridan Berdasarkan Kasih Karunia
Pemuridan bukan hanya mengajarkan hukum, tapi mengarahkan kepada pengharapan dalam Kristus. Ini membentuk motivasi yang sehat dalam pertumbuhan rohani.
c. Ibadah yang Berani Menghadap Allah
Karena kita memiliki pengharapan yang lebih baik, ibadah seharusnya dilakukan dengan penuh keyakinan, syukur, dan sukacita. Kita tidak datang sebagai orang berdosa yang takut, tetapi sebagai anak yang diundang Bapa-Nya.
7. Kesimpulan: Hidup dalam Pengharapan yang Lebih Baik
Ibrani 7:19 adalah deklarasi kuat bahwa:
-
Hukum tidak menyempurnakan kita
-
Pengharapan kita hanya ada dalam Kristus
-
Tujuan Injil adalah mendekatkan kita kepada Allah
Pengharapan Kristen bukan sekadar optimisme, melainkan kepastian rohani berdasarkan karya Yesus sebagai Imam Besar kita. Maka kita hidup bukan dalam ketakutan akan kegagalan, melainkan dalam damai dan sukacita karena kita diterima oleh Allah.