Perintah Baru yang Diperbaharui: Atau, Kasihilah Satu Sama Lain

Perintah Baru yang Diperbaharui

Pendahuluan

Dalam Yohanes 13:34-35, Yesus berkata:

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”

Ayat ini sering dikenal sebagai perintah baru (the new commandment), dan menjadi inti dari etika Kristen. Namun, bagaimana makna perintah ini dalam terang teologi Reformed? Mengapa perintah ini disebut “baru”? Bagaimana penerapannya bagi kehidupan gereja dan umat percaya saat ini? Dalam artikel ini, kita akan mengupas pandangan para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan John Piper mengenai perintah baru yang diperbaharui.

1. Apa yang Baru dari Perintah Ini?

a. Bukan Baru Secara Isi

Perintah untuk mengasihi sesama sebenarnya sudah ada dalam Perjanjian Lama (Imamat 19:18). Namun, Yesus menyebutnya sebagai “perintah baru” karena membawa dimensi yang diperbaharui: kasih seperti Kristus mengasihi.

John Calvin menjelaskan dalam komentarnya, “Kasih yang dimaksud di sini bukan kasih natural manusia, tetapi kasih yang lahir dari Roh Kudus, yang mengambil teladan dari kasih Kristus kepada jemaat-Nya.”

b. Kualitas Kasih Kristus

Jonathan Edwards menekankan bahwa perintah ini baru karena teladannya baru: kasih yang rela berkorban bahkan untuk musuh, kasih yang mencuci kaki murid, kasih yang memikul salib. Ini adalah kasih agape yang tidak bersyarat dan penuh pengorbanan.

2. Kasih sebagai Identitas Orang Percaya

a. Tanda Murid Sejati

Yesus berkata bahwa dunia akan mengenali murid-murid-Nya melalui kasih mereka. R.C. Sproul menekankan, “Di mata dunia, teologi, doktrin, atau bentuk ibadah tidak akan menjadi pembeda utama; yang menjadi saksi utama adalah kasih nyata yang tampak di antara umat percaya.”

b. Kasih yang Mengalir dari Iman

Dalam teologi Reformed, kasih bukan syarat untuk diselamatkan, tetapi buah dari keselamatan. Herman Bavinck menulis bahwa iman yang sejati akan memancarkan kasih sebagai hasil dari pembaruan hati oleh Roh Kudus.

3. Mengapa Kita Sering Gagal Mengasihi?

a. Sifat Dosa

John Calvin menulis, “Hati manusia cenderung egois, mencari kepentingannya sendiri.” Dosa membuat kita sulit mengasihi dengan tulus, karena lebih sibuk memikirkan diri sendiri.

b. Luka dan Kekecewaan

Jonathan Edwards menyebut bahwa banyak orang Kristen terluka oleh sesama mereka, sehingga sulit membuka hati lagi. Namun justru di sinilah kasih Kristus diuji: mengasihi meski pernah disakiti.

4. Sumber Kekuatan untuk Mengasihi

a. Memandang Salib

John Piper berkata, “Kita hanya bisa mengasihi seperti Kristus jika hati kita puas oleh kasih Kristus.” Artinya, kita perlu terus-menerus merenungkan Injil, menyadari betapa besar kasih Allah kepada kita yang berdosa.

b. Bergantung pada Roh Kudus

R.C. Sproul menegaskan bahwa kasih Kristen bukan hasil usaha manusia semata, tetapi karya Roh Kudus yang mengubahkan hati. Kasih adalah buah Roh (Galatia 5:22).

5. Bagaimana Kasih Ini Diterapkan?

a. Dalam Gereja

Herman Bavinck menyebut gereja sebagai “persekutuan kasih” yang mencerminkan kasih Allah kepada dunia. Ini mencakup:
✅ Mengampuni yang bersalah.
✅ Membantu yang berkekurangan.
✅ Menghibur yang berduka.
✅ Membangun satu sama lain dalam iman.

b. Dalam Masyarakat

Kasih Kristen melampaui batas gereja. John Calvin mendorong umat percaya untuk menjadi teladan kasih dalam masyarakat, termasuk kepada orang miskin, musuh, bahkan penguasa yang tidak adil.

6. Tantangan Mengasihi di Dunia Modern

a. Individualisme

Kita hidup di era yang sangat menekankan kebebasan pribadi dan kepentingan diri. Ini bertentangan dengan semangat saling mengasihi yang menuntut pengorbanan.

b. Polarisasi dan Kebencian

Media sosial sering memperkuat polarisasi, memperbesar perbedaan, dan mendorong budaya “cancel” daripada pengampunan. John Piper menekankan pentingnya gereja menjadi saksi kasih sejati di tengah budaya yang penuh kebencian.

7. Kasih yang Menyembuhkan Luka

a. Kasih yang Memulihkan Hubungan

Jonathan Edwards menulis bahwa kasih Kristen memiliki kekuatan menyembuhkan relasi yang rusak. Ketika orang percaya mau mengampuni, meminta maaf, dan mengutamakan perdamaian, kuasa Injil dinyatakan secara nyata.

b. Kasih yang Memberi Pengharapan

R.C. Sproul menyebut bahwa kasih Kristen bukan sekadar tindakan moral, tetapi pengharapan bagi dunia yang gelap. Ketika gereja hidup dalam kasih, dunia melihat cahaya Injil.

8. Kasih dan Hukum Taurat

a. Injil di Atas Hukum

Dalam teologi Reformed, kasih bukan pengganti hukum Taurat, tetapi pemenuhan hukum itu. Paulus berkata, “Kasih adalah kegenapan hukum Taurat” (Roma 13:10). Herman Bavinck menekankan bahwa kasih Kristus membawa hukum Taurat ke tingkat yang lebih tinggi: bukan sekadar perbuatan lahiriah, tetapi perubahan hati.

b. Bahaya Hukum Tanpa Kasih

John Calvin memperingatkan bahwa tanpa kasih, ketaatan pada hukum hanya menjadi kemunafikan. Kasih adalah roh yang menghidupkan hukum itu.

9. Kasih dalam Misi dan Penginjilan

a. Kasih kepada Orang yang Belum Percaya

Jonathan Edwards menekankan bahwa penginjilan yang efektif lahir dari hati yang dipenuhi kasih. Tanpa kasih, penginjilan menjadi paksaan atau formalitas.

b. Kasih sebagai Saksi

John Piper menulis bahwa ketika gereja hidup dalam kasih yang sejati, dunia akan tertarik pada Injil. Kasih menjadi argumen paling kuat akan kebenaran iman Kristen.

10. Langkah Praktis Menghidupi Perintah Baru

Berdoalah untuk hati yang dipenuhi kasih.
Luangkan waktu untuk mendengarkan dan peduli.
Ampunilah orang yang menyakiti Anda.
Carilah kesempatan untuk melayani secara praktis.
Ingatlah selalu kasih Kristus yang telah lebih dulu mengasihi Anda.

Kesimpulan

Perintah baru yang diperbaharui adalah inti dari kehidupan Kristen: saling mengasihi seperti Kristus telah mengasihi kita. Ini bukan sekadar perintah moral, tetapi panggilan untuk hidup di dalam kasih yang lahir dari Injil.

Menurut para teolog Reformed, kasih Kristen adalah tanda pengenal umat Allah, kekuatan untuk menghadapi tantangan dunia, dan terang yang menyatakan Injil kepada dunia. Kita dipanggil untuk mengasihi bukan dengan kekuatan sendiri, tetapi dengan kekuatan Roh Kudus, memandang kepada Kristus, dan membiarkan kasih-Nya mengalir melalui hidup kita.

Next Post Previous Post