Sukacita dalam Penyangkalan Diri

Sukacita dalam Penyangkalan Diri

Pendahuluan

Penyangkalan diri sering kali dipandang negatif dalam dunia modern yang mengagungkan kebebasan, ekspresi diri, dan pencapaian pribadi. Namun, dalam kekristenan yang sejati—terutama dalam kerangka teologi Reformed—penyangkalan diri bukan hanya anjuran moral, tetapi jalan menuju sukacita sejati dan kehidupan yang berbuah dalam Kristus.

Yesus sendiri memanggil setiap orang yang ingin mengikut Dia untuk menyangkal dirinya:

Lukas 9:23 (AYT)
“Setiap orang yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari, dan mengikut Aku.”

Penyangkalan diri bukan penghapusan jati diri, tetapi penyerahan diri yang utuh kepada Kristus, dan justru dalam itulah ditemukan sukacita yang murni dan kekal.

1. Definisi Penyangkalan Diri dalam Teologi Reformed

Dalam teologi Reformed, penyangkalan diri (self-denial) tidak dipahami sebagai penghinaan terhadap diri sendiri, melainkan sebagai pengakuan bahwa diri bukan pusat hidup, melainkan Kristus. Ini melibatkan:

  • Menyerahkan kehendak pribadi demi kehendak Allah

  • Menolak hasrat daging yang bertentangan dengan Roh

  • Hidup dalam kesetiaan kepada perintah dan tujuan Allah

John Calvin, dalam bukunya Institutes of the Christian Religion, menyatakan:
“Satu-satunya jalan untuk kehidupan Kristen yang benar adalah penyangkalan diri yang total.”

2. Dasar Alkitabiah Penyangkalan Diri

Penyangkalan diri tidak hanya muncul dalam Injil, tetapi merupakan prinsip konsisten sepanjang Alkitab.

a. Lukas 9:23 – Panggilan untuk Mengikuti Kristus

Penyangkalan diri adalah syarat utama untuk mengikut Yesus. Kata “menyangkal” (Yunani: arneomai) berarti melepaskan klaim atas diri sendiri.

R.C. Sproul: “Menyangkal diri adalah pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan, dan kita adalah hamba-Nya.”

b. Filipi 2:5–8 – Teladan Kristus

Kristus sendiri menjadi teladan utama. Ia mengosongkan diri-Nya (kenosis) dan taat sampai mati di kayu salib. Dalam hal ini, penyangkalan diri bukan kehilangan, tetapi pemuliaan Allah melalui ketaatan sempurna.

c. Galatia 2:20 – Identitas Baru dalam Kristus

“Aku telah disalibkan bersama Kristus...”

Ini adalah dasar identitas baru: hidupku bukan milikku lagi, tetapi milik Kristus. Ini adalah bentuk terdalam dari penyangkalan diri — hidup bukan untuk diri sendiri.

3. Sukacita dalam Penyangkalan Diri

Penyangkalan diri bukan kehidupan sedih atau tertindas. Justru, dalam penyangkalan diri ditemukan:

a. Sukacita dalam Kebebasan dari Diri Sendiri

Dunia modern memuja kebebasan pribadi. Ironisnya, semakin seseorang mencari kebebasan tanpa batas, semakin ia menjadi budak dirinya sendiri. Penyangkalan diri membebaskan kita dari tirani keinginan yang menyesatkan.

Tim Keller menulis:
“Kebebasan sejati bukan hidup tanpa batasan, tetapi hidup dalam batasan kasih yang membebaskan.”

b. Sukacita dalam Menjadi Serupa Kristus

Tujuan hidup Kristen adalah konformitas kepada Kristus (Roma 8:29). Dalam menyangkal diri, kita justru sedang dimurnikan untuk mencerminkan gambar Anak Allah.

Jonathan Edwards menyebut ini “kebahagiaan kekal dalam kemuliaan moral Allah yang tercermin dalam orang percaya.”

c. Sukacita dalam Hidup yang Berbuah

Dalam Yohanes 12:24, Yesus berkata bahwa jika biji gandum mati, maka akan menghasilkan banyak buah. Penyangkalan diri adalah kematian benih ego demi menghasilkan buah roh (Gal. 5:22–23) dan dampak kekal.

4. Penyangkalan Diri dalam Kehidupan Praktis

a. Dalam Relasi: Mendahulukan Orang Lain

Filipi 2:3 – “Jangan lakukan sesuatu karena ambisi egois...”

Penyangkalan diri berarti tidak menuntut hak secara egois, tetapi mengutamakan kasih, kesabaran, dan kerendahan hati.

b. Dalam Pelayanan: Memberi tanpa Pamrih

Penyangkalan diri menjadikan pelayanan sebagai pengabdian, bukan pencapaian. Kita melayani bukan untuk dilihat, tetapi untuk memuliakan Allah.

Charles Spurgeon: “Jika kamu benar-benar menyangkal diri, maka kamu tidak akan peduli apakah orang lain menghargaimu atau tidak.”

c. Dalam Kekayaan dan Gaya Hidup

Menyangkal diri berarti menggunakan sumber daya bukan untuk hedonisme, tetapi untuk tujuan kekal: misi, belas kasih, dan kemurahan.

5. Penyangkalan Diri dan Pembenaran oleh Iman

Dalam teologi Reformed, penyangkalan diri terkait erat dengan pembenaran oleh iman (sola fide). Karena keselamatan bukan hasil usaha, maka segala bentuk kesombongan diri harus disalibkan.

B.B. Warfield menegaskan:
“Iman adalah tindakan penyangkalan diri tertinggi — kita melepaskan semua harapan atas diri dan menggenggam Kristus semata.”

6. Tantangan Penyangkalan Diri di Era Modern

a. Budaya Narcissism dan Self-Love

Kultur hari ini mengajarkan bahwa “mengasihi diri sendiri adalah dasar untuk mengasihi orang lain.” Injil mengajarkan sebaliknya: kasih sejati lahir dari penyangkalan diri, bukan dari memanjakan diri.

b. Injil Palsu: Prosperity Gospel

Injil kemakmuran bertentangan dengan ajaran penyangkalan diri. Dalam Injil sejati, Yesus tidak menjanjikan kenyamanan duniawi, tetapi salib, penderitaan, dan kemuliaan kekal.

7. Pandangan Para Teolog Reformed Tentang Penyangkalan Diri

John Calvin

“Tidak seorang pun dapat setia kepada Kristus jika ia tidak melepaskan semua yang ia miliki – bahkan dirinya sendiri.”

Calvin melihat penyangkalan diri sebagai inti dari disiplin rohani dan kesalehan.

J.C. Ryle

Ryle menyebut penyangkalan diri sebagai “ujian sejati kekristenan.” Ia berkata:

*“Kekristenan tanpa salib bukanlah kekristenan sejati.”

David Brainerd

Misionaris yang hidup dalam penderitaan fisik ini menulis dalam jurnalnya:

“Sukacita terbesar saya bukanlah dalam hidup yang nyaman, tetapi dalam mengetahui bahwa saya milik Kristus dan dipakai untuk kemuliaan-Nya.”

8. Penyangkalan Diri dalam Misi dan Penginjilan

Pemberitaan Injil menuntut pengorbanan waktu, tenaga, kenyamanan, bahkan reputasi. Namun, di sinilah justru ditemukan sukacita misioner, seperti Paulus:

“Aku rela menanggung semuanya karena Kristus...” (Filipi 3:8)

9. Esensi Injil dalam Penyangkalan Diri

Injil bukan hanya menyelamatkan kita dari neraka, tetapi mengubahkan kita menjadi milik Kristus sepenuhnya. Dalam penyangkalan diri, kita mengikuti jejak Tuhan yang lebih dulu mengosongkan diri-Nya demi kita.

10. Kesimpulan: Sukacita yang Mengalahkan Dunia

Sukacita sejati tidak datang dari memenuhi semua keinginan pribadi, tetapi dari menyerahkan seluruh hidup kepada Kristus. Penyangkalan diri adalah:

  • Jalan menuju keintiman dengan Kristus

  • Saluran untuk kehidupan yang berbuah

  • Bukti bahwa kita telah mati terhadap dunia dan hidup bagi Allah

Yesus berkata dalam Markus 8:35:
“Sebab, siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.”

Next Post Previous Post