Kejadian 2:18: Desain Ilahi Tentang Relasi

Kejadian 2:18: Desain Ilahi Tentang Relasi

Pendahuluan

Kejadian 2:18 adalah salah satu ayat fundamental dalam memahami relasi antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam konteks pernikahan, keluarga, dan komunitas manusia. Ayat ini berbunyi:

"TUHAN Allah berfirman: 'Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.'" (Kejadian 2:18, TB)

Perikop ini menjadi dasar teologis yang kuat dalam diskusi mengenai relasi gender, institusi pernikahan, dan desain penciptaan. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna Kejadian 2:18 menurut teologi Reformed, termasuk juga refleksi praktis dan respons iman.

I. Konteks Penciptaan dalam Kitab Kejadian

A. Penciptaan sebagai Tata yang Baik

Dalam Kejadian 1 dan 2, kita menemukan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan baik. Ungkapan “maka Allah melihat bahwa semuanya itu baik” diulang berkali-kali. Namun, satu-satunya hal yang dikatakan "tidak baik" dalam seluruh narasi penciptaan adalah "manusia seorang diri".

Herman Bavinck, dalam bukunya Reformed Dogmatics, menegaskan bahwa:

“Kesempurnaan manusia sebagai gambar Allah tidak berdiri sendiri, tetapi menemukan kepenuhannya dalam komunitas.”

Dengan kata lain, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial dan relasional. Ketika Allah berkata bahwa tidak baik manusia seorang diri, itu bukan karena ada kekurangan dalam penciptaan-Nya, tetapi karena desain-Nya memang mencakup relasi dan saling melengkapi.

II. Eksposisi Kejadian 2:18 Kata per Kata

A. "TUHAN Allah berfirman..."

Ungkapan ini menunjukkan bahwa keputusan Allah untuk menciptakan penolong bukan berdasarkan keluhan Adam, tetapi inisiatif Allah sendiri. Ini menekankan bahwa Allah adalah perancang relasi.

R.C. Sproul menyoroti bahwa keputusan Allah untuk menciptakan perempuan bukanlah respons terhadap dosa, tetapi bagian dari pra-dosa dan kehendak penciptaan yang sempurna.

B. "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja."

Istilah “tidak baik” bukan berarti “jahat,” tetapi tidak lengkap atau belum sempurna. John Calvin mencatat:

“Manusia tidak dapat berkembang sesuai desain penciptaannya kecuali ia hidup dalam relasi.”

Kesendirian di sini bukan sekadar status sosial, tetapi menyentuh aspek eksistensial manusia: panggilan untuk berbagi, mencintai, dan bekerja bersama.

C. "Aku akan menjadikan penolong baginya..."

Kata “penolong” di sini dalam bahasa Ibrani adalah ‘ezer, yang juga digunakan untuk Allah sendiri (lihat Mazmur 33:20, 121:1-2). Maka, kata ini tidak merendahkan perempuan, melainkan menunjukkan fungsi yang kuat, penting, dan vital.

John Piper menjelaskan bahwa:

“Penolong tidak berarti bawahan, tetapi seseorang yang sangat penting dalam pemenuhan tujuan Allah bagi laki-laki.”

D. "...yang sepadan dengan dia."

Kata “sepadan” (Ibrani: kenegdo) berarti "berhadapan langsung," "seimbang," atau "setara namun berbeda". Ini menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan setara dalam nilai, berbeda dalam peran.

Teologi Reformed tidak mendukung superioritas laki-laki atas perempuan, melainkan komplementaritas: pria dan wanita saling melengkapi dalam perbedaan mereka.

III. Pandangan Teologi Reformed tentang Relasi Laki-laki dan Perempuan

A. Kesetaraan Martabat, Perbedaan Fungsi

Teologi Reformed mengakui bahwa pria dan wanita sama-sama diciptakan menurut gambar Allah (Imago Dei), namun diberi peran berbeda dalam konteks keluarga dan gereja.

John Calvin, dalam tafsirannya tentang Kejadian, menulis:

"Wanita tidak diciptakan dari debu, seperti Adam, tetapi dari tubuh Adam sendiri, menandakan kesatuan hakiki dan kedekatan relasional."

B. Pernikahan Sebagai Institusi Ilahi

Kejadian 2:18 menjadi dasar pembentukan pernikahan monogami dan heteroseksual. Dalam Kejadian 2:24, Allah menetapkan bahwa laki-laki akan meninggalkan orang tuanya dan bersatu dengan istrinya, menjadi satu daging.

Herman Bavinck menegaskan:

“Pernikahan adalah ciptaan Tuhan yang kudus dan dasar dari struktur sosial manusia.”

C. Penolong sebagai Partner Misi

Menurut teologi Reformed, istri bukan hanya pendamping emosional, tapi juga mitra dalam mandat budaya (Kejadian 1:28). Relasi ini bersifat misiologis: mengelola bumi bersama, melahirkan keturunan ilahi, dan menyatakan kemuliaan Allah.

IV. Implikasi Teologis dan Praktis dari Kejadian 2:18

A. Untuk Kaum Laki-laki

  • Allah menciptakan perempuan karena laki-laki tidak lengkap tanpa relasi.

  • Panggilan pria adalah memimpin dalam kasih, bukan mendominasi.

  • Seorang suami harus melihat istrinya sebagai penolong dari Tuhan, bukan asisten pribadi.

B. Untuk Kaum Perempuan

  • Perempuan bukan penciptaan kelas dua, tetapi karya terakhir dari penciptaan, penutup mahakarya Allah.

  • Identitas sebagai “penolong” bukan merendahkan, tetapi menyatakan kekuatan dan tujuan ilahi.

C. Untuk Gereja dan Masyarakat

  • Gereja harus meneguhkan pernikahan yang alkitabiah dan melatih jemaat untuk membangun keluarga sesuai desain Allah.

  • Masyarakat Kristen seharusnya memelihara tatanan gender dan keluarga dalam menghadapi kebingungan identitas dan feminisme radikal.

V. Pandangan Reformed terhadap Feminisme dan Kesetaraan Gender

Teologi Reformed menolak patriarki toksik dan juga feminisme sekular yang membongkar struktur ciptaan. Pilihannya adalah komplementaritas, yakni relasi yang:

  • Menghormati perbedaan

  • Membangun kerja sama

  • Mencerminkan relasi Kristus dan jemaat (Efesus 5:22–33)

John Piper dan Wayne Grudem, dalam buku Recovering Biblical Manhood and Womanhood, menulis:

“Relasi pria dan wanita bukanlah kompetisi, tapi sinergi. Mereka diciptakan bukan untuk bertanding, tapi untuk bekerjasama.”

VI. Kristus dan Pemulihan Relasi Ciptaan

Melalui Injil, Kristus tidak hanya menyelamatkan manusia dari dosa, tetapi juga memulihkan relasi-relasi yang rusak, termasuk relasi pria-wanita.

Dalam Kristus:

  • Perempuan dipulihkan martabatnya

  • Laki-laki ditantang untuk memimpin dengan rendah hati

  • Pernikahan menjadi lambang kasih Kristus kepada jemaat (Efesus 5:25)

VII. Aplikasi Pastoral dan Konseling

A. Untuk Pelayanan Pernikahan

Gembala dan penatua harus mengajar pasangan suami-istri bahwa relasi mereka berakar pada desain ilahi, bukan pada adat, budaya, atau emosi belaka.

B. Untuk Pelayanan Kaum Wanita

Kaum perempuan harus diberdayakan bukan sebagai pesaing laki-laki, tetapi sebagai penolong yang bijak dan kuat, seperti digambarkan dalam Amsal 31.

C. Untuk Generasi Muda

Anak muda harus diajarkan bahwa desain Allah atas relasi pria-wanita adalah baik, penuh kasih, dan membangun, bukan membatasi atau kuno.

VIII. Kesimpulan

Kejadian 2:18 memberikan fondasi teologis yang kuat bagi:

  • Desain Allah atas manusia

  • Fungsi pernikahan

  • Identitas dan tujuan hidup pria dan wanita

Teologi Reformed menyoroti bahwa relasi antara pria dan wanita adalah manifestasi dari keharmonisan Allah Tritunggal, dan karenanya harus dihormati, dijaga, dan dimuliakan.

Sebagai penutup, John Calvin berkata:

“Jika kita ingin tahu kehendak Allah tentang hidup kita, lihatlah kepada taman Eden. Di sanalah segalanya bermula, dan dari sanalah kita belajar tentang kasih, relasi, dan tujuan manusia.”

Next Post Previous Post