Kerinduan yang Sejati Kepada Allah

Kerinduan yang Sejati Kepada Allah

Pendahuluan: Apa itu “A Breathing After God”?

Istilah A Breathing After God pertama kali dikenal secara luas melalui tulisan Jonathan Edwards, seorang teolog Reformed terbesar dari Amerika. Ia menggambarkan kehidupan rohani sejati sebagai “sebuah nafas jiwa yang terus-menerus mengarah kepada Allah” — sebuah kerinduan yang konstan, mendalam, dan mengalir dari hati yang telah diperbarui oleh Roh Kudus.

Dalam dunia yang penuh distraksi, istilah ini mengajak kita kembali kepada pusat hidup orang percaya: kerinduan yang sejati kepada Allah. Tapi, bagaimana konsep ini dijabarkan dalam teologi Reformed yang kuat dan Alkitabiah?

I. Akar Alkitabiah dari “A Breathing After God”

Kerinduan akan Allah bukanlah ide mistik tanpa dasar Kitab Suci. Sebaliknya, itu adalah ekspresi dari hati yang diselamatkan, seperti terlihat dalam:

Mazmur 42:2

“Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.”

Filipi 3:10

“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya...”

Yesaya 26:9

“Dengan segenap jiwa aku merindukan Engkau pada waktu malam, juga dengan segenap roh di dalam batinku aku mencari Engkau...”

Ayat-ayat ini menegaskan bahwa rasa lapar dan haus akan Allah adalah tanda iman yang sejati dan hidup.

II. Jonathan Edwards: Kerinduan sebagai Bukti Kelahiran Baru

Dalam bukunya Religious Affections, Edwards menjelaskan bahwa:

“Tanda paling sejati dari seseorang yang telah dilahirkan kembali adalah kerinduan yang tulus dan tak terpuaskan akan Allah dan kekudusan-Nya.”

Ia menekankan bahwa perasaan rohani bukanlah histeria atau euforia emosional, tetapi afeksi ilahi—yakni getaran terdalam jiwa terhadap kemuliaan Allah.

Prinsip dari Edwards:

  • Iman sejati akan melahirkan cinta dan kerinduan akan Kristus.

  • Jiwa yang telah dihidupkan tidak bisa tidak mencari Allah.

  • Spiritual breathing adalah kehausan permanen akan hadirat dan kemuliaan Allah.

III. John Calvin: Coram Deo dan Kehidupan di Hadapan Allah

Calvin dikenal dengan konsep “Coram Deo”—hidup di hadapan Allah, di bawah otoritas-Nya, untuk kemuliaan-Nya.

Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin berkata:

“Hati manusia adalah pabrik berhala... hanya ketika hati diperbarui oleh Roh Kudus, ia akan tertuju kembali kepada Penciptanya.”

Menurut Calvin:

  • Manusia diciptakan untuk menikmati dan menyembah Allah.

  • Kerinduan akan Allah adalah buah dari karya Roh Kudus.

  • Iman bukan hanya percaya bahwa Allah ada, tapi mencintai Dia lebih dari segala sesuatu.

IV. Herman Bavinck: Jiwa yang Tertuju pada Allah

Bavinck menekankan bahwa manusia adalah makhluk teosentris:

“Hati manusia tidak akan pernah menemukan damai sebelum berdiam dalam Allah.”

Dalam Reformed Dogmatics, Bavinck menulis:

  • Kehidupan manusia normal adalah kehidupan yang diarahkan secara aktif kepada Allah.

  • Kerinduan kepada Allah adalah bentuk restorasi tujuan penciptaan manusia.

Catatan penting dari Bavinck:

Orang yang hidup rohani bukan yang anti-dunia, tetapi yang menjadikan Allah sebagai pusat dari segala hasrat dan pikiran.

V. John Owen: Kematian Dosa dan Nafas Baru

John Owen dalam karya monumentalnya The Mortification of Sin, menjelaskan bahwa:

“Tanpa membunuh dosa, Anda tidak akan pernah mencintai Allah dengan tulus.”

Bagi Owen, kerinduan sejati kepada Allah harus disertai dengan:

  • Pembunuhan terus-menerus terhadap dosa (mortification).

  • Pencarian akan kekudusan.

  • Kehidupan doa yang dalam dan berkesinambungan.

Kerinduan kepada Allah tidak bisa hidup berdampingan dengan cinta terhadap dunia.

VI. Martyn Lloyd-Jones: Jiwa yang Haus Akan Allah

Dalam Spiritual Depression, Lloyd-Jones menulis:

“Tanda dari jiwa yang sehat secara rohani adalah kerinduan yang konstan untuk lebih mengenal Allah.”

Ia juga menekankan:

  • Bahwa kekristenan bukanlah ide, melainkan perjumpaan dengan Allah.

  • Jiwa kita tidak bisa hidup dari kenangan rohani masa lalu. Seperti tubuh perlu makan setiap hari, jiwa pun perlu Allah setiap saat.

VII. John Piper: “God is the Gospel”

Piper adalah suara kontemporer dari teologi Reformed yang menekankan hedonisme Kristen (Christian Hedonism). Intinya:

“Allah paling dimuliakan dalam kita ketika kita paling dipuaskan di dalam Dia.”

Dalam buku Desiring God, Piper menggarisbawahi bahwa:

  • Kerinduan kepada Allah bukan sekadar tugas, tapi kesukaan terdalam jiwa.

  • Hidup rohani sejati adalah hidup yang “mengejar Allah karena kita mencintai-Nya, bukan karena kita ingin berkat-Nya.”

VIII. Tanda-Tanda “A Breathing After God”

Bagaimana kita tahu jika hidup kita bernafas kepada Allah?

1. Kehausan untuk membaca Firman

  • Bukan hanya kewajiban, tetapi kerinduan untuk mendengar suara Allah setiap hari.

2. Kehidupan doa yang intim

  • Doa menjadi nafas jiwa, bukan rutinitas.

3. Kesedihan ketika jauh dari Allah

  • Orang yang hidup rohani akan merasa kehilangan damai ketika tidak dekat dengan Tuhan.

4. Kerinduan terhadap kekudusan

  • Bukan sekadar takut neraka, tetapi haus akan hidup yang memuliakan Allah.

5. Sukacita dalam hadirat Allah

  • Ibadah menjadi tempat kita menemukan penghiburan, kekuatan, dan sukacita sejati.

IX. Musuh dari “A Breathing After God”

1. Dosa yang dipelihara

  • Dosa memadamkan api kerinduan rohani.

2. Kesibukan yang tidak terarah

  • Aktivitas tanpa spiritualitas menjauhkan hati dari Tuhan.

3. Kesejahteraan duniawi

  • Ketika semuanya tampak baik-baik saja, kita cenderung melupakan kebergantungan pada Allah.

X. Cara Menumbuhkan Nafas Jiwa kepada Allah

A. Renungkan Firman secara mendalam

Mazmur 1:2: “yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN...”

B. Bangun disiplin doa

  • Bukan hanya panjang, tapi jujur dan intensional.

C. Komunitas yang membangun

  • Bergabung dalam komunitas yang menolong mengejar Tuhan.

D. Praktik puasa dan keheningan

  • Melepaskan hal-hal duniawi untuk menghidupkan kembali rasa lapar kepada Allah.

E. Pikirkan salib setiap hari

  • Salib adalah sumber kerinduan terdalam—di sanalah kasih Allah ditunjukkan sepenuhnya.

XI. Relevansi “A Breathing After God” di Era Digital

Di tengah dunia yang bising dengan notifikasi, “kerinduan akan Allah” tampak asing. Namun justru inilah kebutuhan utama jiwa manusia modern:

  • Bukan lebih banyak informasi, tetapi relasi dengan Sang Pencipta.

  • Bukan lebih banyak kecepatan, tetapi keintiman rohani.

Kesimpulan: Hidup yang Bernapas kepada Allah Adalah Hidup yang Sejati

A Breathing After God bukan sekadar istilah puitis. Ini adalah deskripsi hidup rohani yang sejati menurut Kitab Suci dan didukung oleh teologi Reformed.

Sebagaimana ditekankan oleh Jonathan Edwards, Calvin, Owen, Bavinck, hingga John Piper—kerinduan akan Allah bukanlah aksesori iman, tetapi esensi dari kehidupan yang diperbarui.

📢 Pertanyaan reflektif: Apakah hatimu hari ini sedang bernapas kepada Allah? Ataukah telah tertutup oleh debu dunia?

Next Post Previous Post