1 Tesalonika 2:7-8 Kelembutan dan Kasih dalam Pelayanan Paulus

Pendahuluan
Surat Paulus kepada jemaat Tesalonika merupakan salah satu tulisan paling awal dalam Perjanjian Baru, ditulis sekitar tahun 50-51 M. Dalam surat ini, Paulus berusaha meneguhkan iman jemaat yang masih muda, memberikan penghiburan di tengah penderitaan, serta membela integritas pelayanannya dari tuduhan lawan-lawannya.
Dalam 1 Tesalonika 2:7-8, Paulus mengingatkan jemaat akan sikap dan gaya pelayanannya di tengah mereka. Alih-alih bersikap otoriter atau mencari keuntungan, Paulus menggambarkan dirinya sebagai seorang ibu yang mengasuh anak-anaknya dengan penuh kelembutan dan kasih. Ayat ini bukan hanya menunjukkan metode pelayanan Paulus, tetapi juga memperlihatkan prinsip mendasar dari pelayanan Kristen menurut Injil.
Teologi Reformed memandang teks ini sebagai gambaran indah tentang bagaimana Injil mengubah relasi antara pemimpin rohani dan jemaat. Kelembutan, kasih, dan pengorbanan bukanlah tanda kelemahan, melainkan refleksi dari kasih Kristus sendiri yang menjadi dasar pelayanan sejati.
I. Analisis Konteks
1. Konteks Historis
Tesalonika adalah kota utama di Makedonia, pusat perdagangan yang strategis di jalur Via Egnatia. Ketika Paulus memberitakan Injil di sana (Kis. 17:1-9), banyak orang bertobat, tetapi tidak lama kemudian terjadi penganiayaan hebat sehingga Paulus harus meninggalkan kota itu. Jemaat yang masih muda ini menjadi sasaran fitnah: lawan-lawan Paulus menuduh bahwa ia hanya mencari keuntungan, bersikap manipulatif, dan meninggalkan jemaat demi kepentingannya sendiri.
Surat 1 Tesalonika, khususnya pasal 2, berfungsi sebagai pembelaan Paulus terhadap tuduhan itu. Paulus menunjukkan bukti integritasnya: ia melayani tanpa mencari keuntungan (2:5-6), bekerja keras dengan tangannya (2:9), dan memperlakukan jemaat dengan kasih seorang ibu (2:7-8) dan ayah (2:11-12).
2. Konteks Literer
Ayat 7-8 berada dalam unit 2:1-12, di mana Paulus menegaskan gaya pelayanannya. Dalam ayat 1-6, ia menolak tuduhan bahwa ia mencari kemuliaan atau keuntungan. Kemudian dalam ayat 7-8, Paulus menggambarkan sisi positif dari pelayanannya: bukan hanya bebas dari motivasi salah, tetapi juga ditandai oleh kelembutan kasih.
Dengan demikian, ayat 7-8 adalah pusat teologis dari pembelaan Paulus. Ia menegaskan bahwa pelayanan sejati bukan didasarkan pada ambisi pribadi, melainkan pada kasih pengorbanan yang lahir dari Injil.
II. Eksposisi 1 Tesalonika 2:7
“Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.”
1. Variasi Teks
Ada perdebatan tekstual di sini: beberapa manuskrip menggunakan kata nēpioi (“kami seperti anak-anak”), sementara mayoritas manuskrip lebih tua memakai ēpioi (“kami lembut/ramah”). Mayoritas ahli (termasuk Hendriksen dan Morris) menerima ēpioi sebagai bacaan yang lebih tepat. Maka terjemahan yang benar adalah “kami berlaku ramah/lembut di antara kamu.”
2. “Kami berlaku ramah” (ēpioi)
Kata ini berarti kelembutan, keramahan, sikap penuh kasih. Paulus menekankan bahwa ia tidak menggunakan otoritas keras, melainkan pendekatan penuh kelembutan.
Calvin menafsirkan bahwa kelembutan ini adalah bukti bahwa pelayanan Paulus tidak digerakkan oleh ambisi pribadi, melainkan oleh kasih Kristus. Pelayanan yang keras tanpa kasih akan menjauhkan orang dari Injil, sedangkan kelembutan menarik orang kepada Kristus.
3. Metafora “Seorang ibu”
Paulus menggunakan metafora ibu yang mengasuh anak. Kata Yunani trophos berarti ibu yang menyusui atau merawat. Gambaran ini sangat kuat: seorang ibu rela berkorban, sabar, dan penuh kasih.
John Stott menekankan bahwa metafora ini unik, karena Paulus yang biasanya digambarkan tegas dan berani, justru memakai citra kelembutan seorang ibu. Hal ini memperlihatkan bahwa kepemimpinan Kristen sejati mencakup dimensi kasih sayang yang mendalam, bukan hanya otoritas.
Dalam perspektif Reformed, hal ini mencerminkan natur Allah sendiri. Seperti yang dijelaskan Bavinck, kasih Allah mencakup baik keadilan maupun kelembutan. Seorang pelayan Injil, sebagai wakil Kristus, harus mencerminkan keduanya.
III. Eksposisi 1 Tesalonika 2:8
“Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.”
1. “Kasih sayang yang besar” (homeiromai)
Kata Yunani ini jarang dipakai, berarti rindu kasih yang mendalam. Paulus menggambarkan kasihnya bukan sekadar kewajiban profesional, melainkan afeksi tulus.
Hendriksen menyatakan bahwa kata ini menunjukkan intensitas emosional yang jarang ditemukan dalam surat-surat Paulus. Kasih pelayanan bukan sekadar rasional, tetapi juga emosional.
2. “Bukan saja rela membagi Injil Allah”
Pemberitaan Injil adalah tugas utama Paulus. Namun, ia menekankan bahwa ia tidak hanya memberikan “Injil Allah”, tetapi juga memberikan dirinya sendiri.
Calvin menegaskan bahwa ini adalah puncak kasih seorang pelayan: ia tidak hanya menyampaikan Firman, tetapi juga menyerahkan hidupnya bagi jemaat. Injil bukan disampaikan dengan jarak, melainkan dengan kedekatan hidup.
3. “Tetapi juga hidup kami sendiri”
Ungkapan ini berarti bahwa Paulus rela berkorban secara pribadi, bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya. Kasih sejati menuntut pengorbanan nyata, bukan sekadar kata-kata.
Leon Morris menekankan bahwa ini adalah ciri khas pelayanan Kristus yang dihidupi Paulus: Kristus memberikan diri-Nya bagi kita, maka pelayan Injil juga dipanggil memberi diri bagi jemaat.
4. “Karena kamu telah kami kasihi”
Motivasi utama pelayanan Paulus adalah kasih. Dalam teologi Reformed, kasih ini bukan berasal dari diri manusia, melainkan buah Roh Kudus (Galatia 5:22). Dengan demikian, pelayanan sejati selalu berakar pada karya Roh dalam hati pelayan.
IV. Refleksi Teologi Reformed
1. Pelayanan yang Berpusat pada Kristus
Teologi Reformed menegaskan bahwa kasih Paulus kepada jemaat adalah refleksi dari kasih Kristus. Kristus adalah Gembala Agung yang mengasuh umat-Nya dengan kelembutan (Yesaya 40:11; Yohanes 10:11). Maka, gaya pelayanan Paulus bukan hasil kepribadian semata, melainkan buah dari kesatuan dengan Kristus.
2. Kasih Sebagai Bukti Integritas Pelayanan
Dalam dunia kuno, banyak pengajar keliling yang mencari keuntungan materi. Paulus membedakan dirinya dengan menekankan kasih yang tulus. Kasih sejati adalah bukti integritas. Calvin menegaskan: seorang gembala yang sejati tidak mencari keuntungan pribadi, melainkan kesejahteraan domba-dombanya.
3. Dimensi Afektif dalam Pelayanan
Teologi Reformed sering menekankan aspek kognitif Injil. Namun, teks ini mengingatkan bahwa pelayanan juga melibatkan dimensi afektif. Bavinck mengajarkan bahwa kasih Kristen adalah ekspresi dari seluruh pribadi yang dipenuhi Roh Kudus: pikiran, kehendak, dan afeksi.
4. Pengorbanan Sebagai Ciri Pelayanan Sejati
Kasih yang sejati selalu diwujudkan dalam pengorbanan. Paulus bukan hanya membagi Injil, tetapi juga hidupnya. Hal ini merefleksikan pola salib: Kristus memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (Yohanes 10:15). Pelayanan Kristen, menurut teologi Reformed, adalah partisipasi dalam penderitaan Kristus (Filipi 3:10).
V. Implikasi Praktis
1. Kepemimpinan Gereja yang Berbelas Kasih
Teks ini menantang para pemimpin gereja untuk meneladani kelembutan dan kasih Paulus. Kepemimpinan Kristen bukan otoritarian, tetapi penuh kasih seperti seorang ibu yang mengasuh.
2. Integrasi Injil dan Hidup
Pelayanan bukan hanya menyampaikan Injil secara verbal, tetapi juga membagikan hidup. Jemaat lebih dipengaruhi oleh teladan hidup gembala daripada hanya kata-kata.
3. Kasih Sebagai Fondasi Misi
Misi gereja sering dipahami sebagai program atau strategi. Namun, Paulus mengingatkan bahwa fondasi misi adalah kasih sayang mendalam. Tanpa kasih, pelayanan menjadi kosong (1 Kor. 13:1-3).
4. Pelayanan yang Berani Berkorban
Paulus rela memberikan hidupnya demi jemaat. Demikian juga, orang percaya dipanggil untuk berkorban demi sesama, baik waktu, tenaga, maupun harta, sebagai wujud kasih Kristus.
5. Kasih Tulus dalam Relasi Jemaat
Ayat ini juga berlaku bagi setiap orang percaya, bukan hanya pemimpin. Jemaat dipanggil untuk saling mengasihi dengan kasih yang mendalam, rela berbagi bukan hanya Injil, tetapi juga hidup bersama.
Kesimpulan
1 Tesalonika 2:7-8 menggambarkan hati Paulus dalam pelayanan: kelembutan seperti seorang ibu, kasih sayang yang mendalam, dan pengorbanan diri. Dalam teologi Reformed, hal ini mencerminkan kasih Kristus yang menjadi dasar dan teladan pelayanan sejati.
Pelayanan Kristen sejati bukanlah otoritas yang dingin atau motivasi mencari keuntungan, melainkan kasih yang rela berkorban. Paulus menunjukkan bahwa pemberitaan Injil harus disertai pembagian hidup. Dengan demikian, teks ini meneguhkan jemaat bahwa pelayanan Paulus adalah murni, serta mengarahkan gereja masa kini untuk meneladani pola pelayanan Kristus.
Kasih, kelembutan, dan pengorbanan adalah tanda keaslian Injil dalam kehidupan umat Allah. Karena Kristus telah memberikan diri-Nya bagi kita, maka kita juga dipanggil untuk memberikan diri kita bagi sesama, dalam kelembutan dan kasih yang mendalam.