Keteguhan dalam Memegang Pengakuan Iman Kita

I. PENDAHULUAN
Kehidupan iman Kristen adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh tantangan, ujian, dan godaan. Sejak abad pertama, jemaat Tuhan sering kali berada dalam tekanan, baik dari luar (penganiayaan, tekanan sosial, dan budaya yang menolak Kristus) maupun dari dalam (keraguan, kelemahan iman, dan kecenderungan jatuh dalam dosa).
Kitab Ibrani ditulis kepada orang-orang percaya yang sedang goyah, yang tergoda untuk meninggalkan iman mereka demi kenyamanan hidup atau demi menghindari penderitaan. Penulis Ibrani mendorong mereka untuk teguh berpegang pada pengakuan iman, sebab Allah yang menjanjikan keselamatan itu adalah Allah yang setia.
Hari ini kita akan belajar tiga hal utama dari Ibrani 10:23:
-
Arti dari pengakuan iman Kristen.
-
Mengapa kita dipanggil untuk bertekun dalam iman.
-
Bagaimana keteguhan itu dipelihara di dalam anugerah Allah.
Dalam seluruh renungan ini, kita akan melihat bagaimana para teolog Reformed menafsirkan pentingnya pengakuan iman dan ketekunan orang percaya, serta apa implikasinya bagi kita yang hidup di zaman modern.
II. MAKNA PENGAKUAN IMAN KRISTEN
1. Pengakuan iman sebagai dasar hidup Kristen
Kata “pengakuan” dalam Ibrani 10:23 berasal dari bahasa Yunani homologia yang berarti “mengatakan hal yang sama” atau “menyatakan kesepakatan publik.” Artinya, iman Kristen bukan sekadar kepercayaan pribadi dalam hati, tetapi sesuatu yang dinyatakan secara terbuka melalui perkataan dan perbuatan.
John Calvin dalam Institutes menekankan bahwa iman sejati tidak pernah berhenti di dalam hati, tetapi selalu mendorong lidah untuk bersaksi dan tangan untuk bekerja. Dengan kata lain, pengakuan iman adalah buah dari iman yang hidup.
Herman Bavinck menambahkan: “Faith in Christ is not a hidden treasure; it seeks expression in confession, worship, and obedience.” (Iman kepada Kristus bukanlah harta yang tersembunyi; iman itu mencari ekspresi dalam pengakuan, penyembahan, dan ketaatan.)
2. Pengakuan iman dan identitas umat Allah
Pengakuan iman adalah tanda keanggotaan dalam tubuh Kristus. Sejak gereja mula-mula, pengakuan iman digunakan untuk menyatakan siapa yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus. Misalnya, Credo (Aku percaya) dalam pengakuan iman Rasuli menunjukkan bahwa pengakuan iman tidak hanya bersifat individu, melainkan juga komunal.
Louis Berkhof menegaskan bahwa pengakuan iman adalah bagian dari doktrin gereja. Ia menulis: “Confessions serve as a bond of unity for the church and a testimony against the world.” (Pengakuan iman berfungsi sebagai ikatan kesatuan bagi gereja dan kesaksian melawan dunia.)
3. Pengakuan iman sebagai pengharapan
Ibrani 10:23 menekankan kata “pengharapan.” Ini penting, karena iman Kristen selalu terkait dengan pengharapan eskatologis. Kita mengaku percaya bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan, karena kita menantikan penggenapan janji Allah di dalam Kristus.
III. MENGAPA KITA DIPANGGIL UNTUK TEGUH BERPEGANG
1. Karena Allah yang menjanjikan itu setia
Dasar keteguhan kita bukanlah kekuatan diri, melainkan kesetiaan Allah. Allah yang telah berjanji menyelamatkan umat-Nya dalam Kristus tidak pernah gagal menepati janji-Nya.
R.C. Sproul menegaskan: “The anchor of our faith is not our own perseverance, but the faithfulness of God who sustains us.” (Jangkar iman kita bukanlah ketekunan kita sendiri, tetapi kesetiaan Allah yang menopang kita.)
Dengan demikian, keteguhan iman tidak lahir dari optimisme manusia, melainkan dari keyakinan bahwa Allah adalah benar dan tidak mungkin berbohong (Ibrani 6:18).
2. Karena kita hidup di tengah dunia yang menolak Kristus
Jemaat Ibrani saat itu tergoda untuk kembali pada Yudaisme karena takut dianiaya. Hal serupa terjadi pada kita: dunia modern sering menolak prinsip-prinsip iman Kristen. Sekularisme, relativisme, dan materialisme menjadi tantangan besar.
Calvin menyatakan bahwa salah satu alasan penulis Ibrani menekankan “keteguhan” adalah karena iman selalu berhadapan dengan oposisi. Iman yang tidak diuji bukanlah iman yang sejati.
3. Karena iman sejati selalu menghasilkan ketekunan
Teologi Reformed menekankan doktrin Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang Kudus). Doktrin ini menyatakan bahwa orang percaya sejati, yang sudah dipilih dan dilahirkan kembali, pasti akan bertahan sampai akhir, karena Allah sendiri yang memeliharanya.
Bavinck menulis: “Perseverance is not the result of human strength, but the fruit of God’s preserving grace.” (Ketekunan bukanlah hasil kekuatan manusia, tetapi buah dari anugerah pemeliharaan Allah.)
IV. BAGAIMANA TETAP TEGUH DALAM PENGAKUAN IMAN
1. Dengan berpegang pada Firman Tuhan
Ibrani 4:12 berkata bahwa firman Allah adalah hidup dan kuat. Firman adalah sumber kekuatan yang menopang iman kita. Gereja Reformed sejak awal menekankan prinsip Sola Scriptura – bahwa firman Allah adalah otoritas tertinggi.
Sproul menekankan: “When our faith wavers, the Word of God anchors us in His promises.” (Ketika iman kita goyah, firman Allah menjadi jangkar yang mengikat kita pada janji-janji-Nya.)
2. Dengan bergantung pada Roh Kudus
Tanpa karya Roh Kudus, iman kita akan layu. Roh Kuduslah yang mengingatkan kita akan firman, menghibur kita dalam penderitaan, dan menguatkan kita untuk tetap teguh.
Calvin menyebut Roh Kudus sebagai “sensus fidei” – kesadaran iman yang membuat kita dapat berkata Abba, Bapa. Tanpa Roh, pengakuan iman hanya akan menjadi formalitas kosong.
3. Dengan hidup dalam komunitas iman
Ibrani 10:24-25 melanjutkan dengan peringatan agar jemaat tidak menjauhkan diri dari pertemuan ibadah. Iman yang teguh tidak dibangun dalam isolasi, melainkan dalam persekutuan.
Berkhof menekankan: “The communion of saints is essential for the perseverance of faith.” (Persekutuan orang kudus adalah hal esensial bagi ketekunan iman.)
4. Dengan menatap Kristus sebagai teladan
Ibrani 12:2 berkata: “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.”
Yesus adalah teladan utama dari ketekunan. Dalam penderitaan dan salib, Ia tetap setia. Ketika kita menatap kepada-Nya, kita dikuatkan untuk tetap teguh.
V. IMPLIKASI PRAKTIS BAGI ORANG PERCAYA
1. Menghadapi penderitaan dengan iman
Keteguhan iman berarti kita tidak menyerah meski menghadapi penderitaan. Orang Kristen mula-mula rela kehilangan harta, keluarga, bahkan nyawa karena iman. Hari ini, kita juga dipanggil untuk tetap setia dalam menghadapi tekanan dunia modern.
2. Menjadi saksi Kristus dalam dunia
Pengakuan iman bukan hanya kata-kata, tetapi kesaksian hidup. Dunia akan melihat keteguhan kita dalam kesucian hidup, integritas, kasih, dan pelayanan.
3. Menolak kompromi dengan dosa
Teguh dalam iman berarti kita tidak menyerah pada godaan kompromi dengan dunia. Roma 12:2 menegaskan agar kita jangan menjadi serupa dengan dunia, melainkan berubah oleh pembaharuan budi.
4. Hidup dalam pengharapan eskatologis
Keteguhan iman selalu terkait dengan pengharapan akan kedatangan Kristus kembali. Orang percaya tidak boleh melupakan bahwa dunia ini sementara, dan tujuan akhir kita adalah kekekalan bersama Allah.
VI. REFLEKSI TEOLOGIS REFORMED
-
John Calvin – Menekankan pentingnya ketekunan iman yang lahir dari karya Roh Kudus, bukan usaha manusia semata.
-
Herman Bavinck – Menekankan keteguhan sebagai buah dari anugerah pemeliharaan Allah, bukan hasil kekuatan manusia.
-
Louis Berkhof – Mengaitkan pengakuan iman dengan kesatuan gereja dan kesaksian melawan dunia.
-
R.C. Sproul – Menegaskan bahwa jangkar iman kita bukanlah ketekunan kita sendiri, melainkan kesetiaan Allah.
VII. PENUTUP
Ibrani 10:23 memanggil kita untuk teguh berpegang pada pengakuan iman. Dunia ini penuh dengan tantangan yang bisa menggoyahkan iman kita, tetapi kita diajak untuk tetap setia, sebab Allah yang menjanjikan itu adalah Allah yang setia.
Marilah kita meneguhkan hati untuk hidup dalam iman yang konsisten, menjadi saksi Kristus dalam dunia, menolak kompromi dengan dosa, dan tetap berharap pada janji kekal yang sudah disediakan bagi kita.
Kiranya Roh Kudus menguatkan kita, agar pada akhirnya kita dapat berkata bersama Paulus: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir, dan aku telah memelihara iman.” (2 Tim. 4:7).
Amin.