Kisah Para Rasul 6:4 Doa dan Pelayanan Firman: Prioritas Gereja yang Sejati

"Sedangkan kami akan tetap setia dalam doa dan pelayanan firman."(Kisah Para Rasul 6:4, LAI TB)
Pendahuluan
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, salah satu bahaya terbesar dalam kehidupan gereja adalah kehilangan fokus pada hal-hal yang paling mendasar. Banyak gereja terjebak dalam berbagai aktivitas, program, bahkan urusan administratif, sehingga hal yang utama justru terabaikan. Dalam Kisah Para Rasul 6, kita mendapati sebuah krisis dalam jemaat mula-mula: pelayanan sosial kepada janda-janda menjadi sumber perselisihan. Di tengah masalah itu, para rasul menegaskan prioritas mereka: tetap setia dalam doa dan pelayanan firman.
Kalimat sederhana ini sesungguhnya mengandung teologi yang dalam mengenai misi gereja. Doa dan firman bukan hanya bagian dari aktivitas rohani, tetapi inti dari panggilan gereja. John Calvin menekankan bahwa gereja sejati dikenal dari dua tanda utama: firman diberitakan dengan murni, dan sakramen dilayankan dengan benar. Dari situ kita melihat bahwa pelayanan firman adalah jantung gereja. Namun, firman tidak dapat dilepaskan dari doa, sebab doa adalah napas gereja yang membuat pelayanan firman hidup dan berkuasa.
Mari kita menguraikan teks ini dalam tiga pokok besar:
-
Konteks pelayanan gereja mula-mula (Kis. 6:1–3).
-
Doa sebagai prioritas rohani gereja.
-
Pelayanan firman sebagai panggilan utama hamba Tuhan.
Akhirnya, kita akan melihat bagaimana dua hal ini—doa dan firman—menjadi fondasi bagi kehidupan gereja di segala zaman, termasuk bagi kita hari ini.
1. Konteks Pelayanan Gereja Mula-Mula (Kis. 6:1–3)
Sebelum masuk ke ayat 4, kita perlu memahami latar belakangnya. Jemaat Yerusalem bertumbuh sangat cepat, tetapi pertumbuhan itu membawa masalah. Ada keluhan dari orang-orang Yahudi berbahasa Yunani (Hellenis) karena janda-janda mereka diabaikan dalam pembagian bantuan harian. Krisis ini bisa menimbulkan perpecahan, jika tidak ditangani dengan bijaksana.
Para rasul tidak mengabaikan kebutuhan itu, tetapi mereka menyadari bahwa tidak mungkin mereka sendiri menangani semuanya. Karena itu, mereka meminta jemaat memilih tujuh orang penuh Roh Kudus dan hikmat untuk mengatur hal-hal praktis itu. Lalu mereka menegaskan prioritas mereka: “Sedangkan kami akan tetap setia dalam doa dan pelayanan firman.”
a. Tantangan pelayanan praktis dan rohani
Masalah ini menunjukkan dua aspek kehidupan gereja: aspek praktis (pelayanan sosial) dan aspek rohani (doa dan firman). Keduanya penting. Gereja yang mengabaikan kebutuhan praktis jemaatnya gagal menjadi saksi kasih Kristus. Namun, gereja yang sibuk hanya dengan hal-hal praktis dan melupakan doa serta firman akan kehilangan jiwanya.
b. Prinsip delegasi
Para rasul tidak menolak pelayanan sosial, tetapi mendelegasikannya kepada diaken. Di sinilah lahir fungsi diaken dalam gereja. Herman Ridderbos dalam The Coming of the Kingdom menekankan bahwa struktur pelayanan gereja sejak awal menunjukkan adanya pembagian tanggung jawab: para rasul memfokuskan diri pada doa dan firman, sementara para diaken melayani dalam aspek praktis kasih. Kedua pelayanan ini saling melengkapi, bukan saling meniadakan.
c. Aplikasi
Dari konteks ini, kita belajar bahwa gereja harus memiliki prioritas yang jelas. Semua pelayanan penting, tetapi ada hal yang terutama: doa dan firman. Jika ini diabaikan, gereja akan kehilangan kuasa rohani, sekalipun aktif dalam banyak kegiatan sosial.
2. Doa Sebagai Prioritas Rohani Gereja
Kalimat pertama dari ayat 4 adalah: “kami akan tetap setia dalam doa.” Ini menunjukkan bahwa doa adalah tugas utama para rasul, bahkan sebelum pelayanan firman.
a. Doa sebagai napas gereja
Doa adalah sarana utama persekutuan dengan Allah. Tanpa doa, pelayanan firman akan kering dan tidak berdaya. John Calvin menyebut doa sebagai “latihan iman yang utama” (Institutes, III.20), sebab melalui doa, iman kita dipelihara, diperkuat, dan diarahkan kepada Allah.
Bagi para rasul, doa bukanlah kegiatan tambahan, melainkan inti dari pelayanan. Mereka tahu bahwa tanpa doa, pekerjaan mereka tidak mungkin menghasilkan buah rohani.
b. Doa syafaat bagi jemaat
Kemungkinan besar, doa yang dimaksud di sini bukan hanya doa pribadi, tetapi juga doa syafaat bagi jemaat. Paulus kemudian meneladani hal ini dalam surat-suratnya, di mana ia selalu menyebut jemaat dalam doanya (misalnya, Efesus 1:16; Filipi 1:4). Doa seorang gembala bagi jemaatnya adalah bentuk kasih pastoral yang paling nyata.
c. Doa dan kuasa Roh Kudus
Doa juga merupakan saluran turunnya kuasa Roh Kudus. Dalam Kisah Para Rasul, setiap kebangunan rohani besar selalu diawali dengan doa. Sebelum Pentakosta, para murid bertekun dalam doa (Kis. 1:14). Ketika menghadapi ancaman, mereka berdoa bersama, dan Roh Kudus memenuhi mereka (Kis. 4:31). Karena itu, doa menjadi dasar dari setiap keberhasilan pelayanan firman.
d. Aplikasi
Bagi gereja masa kini, ayat ini menegur kita: apakah doa sungguh menjadi prioritas kita? Banyak gereja lebih sibuk dengan rapat, program, dan strategi, tetapi melupakan doa. Akibatnya, pelayanan kehilangan kuasa ilahi. Gereja yang tidak berdoa sedang menuju kematian rohani.
3. Pelayanan Firman Sebagai Panggilan Utama Hamba Tuhan
Setelah doa, para rasul menegaskan prioritas kedua: “pelayanan firman.”
a. Firman sebagai pusat misi gereja
Firman Allah adalah dasar kehidupan gereja. Tanpa firman, gereja tidak memiliki identitas. Calvin berkata, “Di mana firman tidak didengar, di situ tidak ada gereja.” (Institutes IV.1.9). Firman bukan hanya informasi, tetapi kuasa Allah yang menyelamatkan (Roma 1:16).
b. Pelayanan firman yang setia
Pelayanan firman berarti lebih dari sekadar berkhotbah. Ini mencakup studi, pengajaran, penafsiran, dan pemberitaan yang setia kepada Injil Kristus. Charles Spurgeon menekankan bahwa tugas utama seorang hamba Tuhan adalah memberitakan firman dengan jelas dan setia, bukan memberikan opini manusia. Firman yang diberitakan dengan setia memiliki kuasa untuk mengubah hidup.
c. Keseimbangan antara doa dan firman
Doa dan firman tidak dapat dipisahkan. Firman memberi isi pada doa, dan doa memberi kuasa pada firman. John Owen berkata bahwa doa tanpa firman akan tersesat, dan firman tanpa doa akan kering. Para rasul menekankan kedua hal ini agar pelayanan mereka berakar dan berbuah.
d. Aplikasi
Bagi para hamba Tuhan, teks ini menegur kita untuk kembali menempatkan pelayanan firman di pusat pelayanan. Banyak gembala tergoda untuk lebih sibuk dengan administrasi, program, atau politik gereja, sehingga mengabaikan studi firman. Padahal, jemaat membutuhkan gembala yang memberi makanan rohani, bukan sekadar hiburan rohani.
4. Buah dari Prioritas Doa dan Firman (Kis. 6:7)
Jika kita melanjutkan ke ayat 7, kita melihat buah dari keputusan ini: “Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.” Inilah bukti bahwa ketika gereja menempatkan doa dan firman sebagai prioritas, Allah sendiri menambahkan pertumbuhan.
Ini sejalan dengan prinsip Reformed: pertumbuhan gereja bukan hasil strategi manusia, melainkan karya Roh Kudus melalui sarana anugerah, yaitu firman dan doa. William Hendriksen menulis bahwa sarana anugerah inilah yang digunakan Allah untuk memelihara dan memperluas gereja-Nya.
Penutup: Kembali ke Inti Gereja
Saudara-saudara, Kisah Para Rasul 6:4 mengingatkan kita tentang apa yang paling utama dalam kehidupan gereja: doa dan pelayanan firman. Dari teks ini kita belajar:
-
Gereja mula-mula menghadapi masalah, tetapi para rasul menetapkan prioritas yang benar.
-
Doa adalah napas gereja, sumber kuasa dan penghiburan.
-
Firman adalah makanan rohani gereja, pusat dari semua pelayanan.
-
Ketika doa dan firman dijaga, gereja bertumbuh dalam kuasa Roh Kudus.
Maka panggilan kita hari ini adalah kembali kepada inti ini. Mari kita sebagai jemaat meneguhkan doa pribadi dan doa bersama, serta menempatkan firman di pusat hidup kita. Mari juga kita mendukung hamba-hamba Tuhan agar mereka memiliki waktu cukup untuk berdoa dan belajar firman. Gereja yang berdoa dan berpegang pada firman adalah gereja yang akan tetap hidup dan berbuah bagi kemuliaan Allah.
Amin.