Markus 1:1-8 Permulaan Injil Yesus Kristus

Markus 1:1-8 Permulaan Injil Yesus Kristus

Pendahuluan

Injil Markus dimulai dengan sebuah deklarasi yang tajam dan penuh makna: “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.” (Markus 1:1). Tidak seperti Matius yang memulai dengan silsilah, atau Lukas dengan latar historis, Markus langsung membawa pembaca kepada inti: kabar baik tentang Yesus Kristus. Dengan gaya penulisan yang singkat, padat, dan penuh tindakan, Markus menyajikan Injil sebagai berita mendesak yang menuntut respons.

Perikop Markus 1:1-8 berfungsi sebagai prolog yang mengatur arah seluruh Injil Markus. Bagian ini memperkenalkan identitas Yesus, peran Yohanes Pembaptis, serta dasar profetis dari pelayanan Mesias. Dalam tradisi Reformed, perikop ini sangat penting karena menyingkapkan natur Injil, kesinambungan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta menegaskan Kristus sebagai pusat karya keselamatan Allah.

Konteks Historis dan Teologis

1. Penulis dan Audiens Injil Markus

Menurut tradisi gereja mula-mula, Markus adalah rekan Rasul Petrus (1Ptr. 5:13) dan penulis Injil ini berdasarkan kesaksian langsung Petrus. Audiens utama Injil Markus kemungkinan besar adalah jemaat non-Yahudi di Roma yang sedang menghadapi penderitaan. Oleh karena itu, penekanannya terletak pada karya Yesus sebagai Mesias yang menderita dan bangkit.

2. Posisi Teologis dalam Kanon

Markus 1:1-8 meneguhkan prinsip utama teologi Reformed: bahwa wahyu Allah adalah progresif, berpuncak pada Kristus. Janji-janji Perjanjian Lama menemukan penggenapannya dalam diri Yesus, Anak Allah. Yohanes Pembaptis berfungsi sebagai figur transisi yang menghubungkan nubuat PL dengan realitas PB.

3. Tema Utama

  • Yesus Kristus sebagai Injil – berita baik itu bukan sekadar ajaran, melainkan pribadi Yesus sendiri.

  • Penggenapan nubuat – pelayanan Yohanes memperlihatkan kesinambungan janji Allah.

  • Pertobatan dan baptisan – inti respons manusia terhadap karya Allah.

Eksposisi Ayat per Ayat

Markus 1:1: “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.”

Kalimat ini adalah judul teologis seluruh Injil Markus. Kata archÄ“ (permulaan) menunjuk bukan hanya pada awal narasi, tetapi juga pada awal sebuah era baru karya keselamatan. Menurut John Calvin, Markus hendak menunjukkan bahwa “seluruh Injil adalah kabar baik mengenai Kristus, karena hanya di dalam Dia Allah memperdamaikan dunia dengan diri-Nya.”

Kata euangelion (Injil) di dunia Greco-Roman biasanya dipakai untuk pengumuman resmi, misalnya kelahiran atau kenaikan seorang kaisar. Namun Markus menegaskannya sebagai kabar baik yang sejati: Allah telah datang menyelamatkan umat-Nya melalui Yesus Kristus. Dalam perspektif Reformed, ini menekankan solus Christus: Injil tidak terlepas dari Kristus sebagai pusatnya.

Identitas Yesus ditegaskan: Kristus (Mesias yang diurapi) dan Anak Allah. Bagi teologi Reformed, gelar ini menegaskan natur mesianik sekaligus keilahian Yesus. Dengan demikian, sejak awal Markus sudah menolak pandangan yang mereduksi Yesus hanya sebagai guru moral atau nabi.

Markus 1:2-3: “Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu; ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.”

Markus mengutip nubuat dari Maleakhi 3:1 dan Yesaya 40:3. Menurut pakar Reformed seperti R.C. Sproul, hal ini menegaskan bahwa pelayanan Yohanes adalah penggenapan nubuat tentang kedatangan Mesias. Yohanes adalah utusan yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan sendiri – dan Markus secara implisit menyamakan Yesus dengan YHWH.

Konteks padang gurun sangat penting. Dalam Alkitab, padang gurun adalah tempat perjumpaan dengan Allah (misalnya Israel setelah keluar dari Mesir). Yohanes melayani di padang gurun sebagai simbol eksodus rohani yang baru: Allah sedang mempersiapkan umat-Nya untuk masuk ke dalam perjanjian yang digenapi dalam Kristus.

Calvin menafsirkan bahwa “seruan di padang gurun” adalah panggilan pertobatan yang sejati, bukan hanya ritual lahiriah. Injil tidak dimulai di istana atau sinagoga, tetapi di tempat sunyi—menekankan bahwa kerajaan Allah tidak datang dengan kemegahan dunia, tetapi dengan kerendahan dan kuasa rohani.

Markus 1:4: “Demikianlah Yohanes tampil di padang gurun dan menyerukan: ‘Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.’”

Yohanes tampil sebagai nabi yang hidup sederhana, mirip dengan Elia (bdk. 2Raj. 1:8). Dalam tradisi Reformed, ini menegaskan kesinambungan antara nabi PL dengan pembawa pesan PL terakhir sebelum Mesias.

Pesan Yohanes berpusat pada pertobatan (metanoia), yaitu perubahan hati dan arah hidup. Baptisan yang diberitakannya adalah simbol penyucian dan tanda kesediaan menerima pengampunan Allah. Bagi Reformed, baptisan Yohanes bersifat persiapan, sedangkan baptisan Kristen adalah sakramen yang ditetapkan Kristus, mengkomunikasikan anugerah Allah melalui Roh Kudus.

Louis Berkhof menegaskan bahwa “baptisan Yohanes adalah bayangan yang menunjuk kepada realitas yang lebih penuh dalam baptisan Kristen.” Oleh karena itu, Yohanes menegaskan perlunya pertobatan, tetapi Kristus sendirilah yang memberi Roh Kudus untuk memperbaharui hati manusia.

Markus 1:5: “Lalu datanglah kepadanya orang-orang dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem, dan sambil mengaku dosanya mereka dibaptis di sungai Yordan.”

Respon luas terhadap pelayanan Yohanes menunjukkan kerinduan mendalam akan pembaharuan rohani. Pengakuan dosa secara publik adalah aspek penting dari pertobatan sejati. Dalam kerangka Reformed, hal ini mencerminkan pekerjaan Roh Kudus yang meyakinkan manusia akan dosanya (Yoh. 16:8).

Penggunaan sungai Yordan sarat makna historis. Yordan adalah tempat Israel masuk ke tanah perjanjian. Dengan demikian, baptisan di Yordan melambangkan sebuah “masuknya kembali” ke dalam perjanjian Allah yang diperbaharui di dalam Kristus.

John Owen menekankan bahwa pertobatan sejati selalu melibatkan dua aspek: pengakuan dosa dan pengalihan hati kepada Allah. Baptisan Yohanes menandai awal, tetapi Kristus yang akan menyempurnakan karya keselamatan.

Markus 1:6: “Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan.”

Deskripsi ini bukan sekadar detail eksotis, melainkan identifikasi teologis. Yohanes tampil sebagai Elia baru (bdk. Mal. 4:5-6). Dengan cara hidup asketik, ia menolak kemewahan dunia dan menegaskan pesan profetisnya.

Bagi tradisi Reformed, Yohanes adalah teladan hamba Allah yang setia, hidup sederhana, dan terpisah dari keduniawian. Calvin menulis bahwa “kesederhanaan Yohanes menunjukkan kemurnian panggilannya, sehingga ia tidak menarik orang kepada dirinya, melainkan hanya kepada Kristus.”

Markus 1:7-8: “Inilah yang diberitakannya: ‘Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.’”

Ayat ini merupakan klimaks dari perikop. Yohanes dengan rendah hati mengarahkan semua perhatian kepada Kristus. Pernyataan bahwa ia tidak layak membuka tali kasut menggambarkan betapa tinggi otoritas Kristus.

Baptisan dengan air hanya simbol, sedangkan baptisan dengan Roh Kudus adalah realitas rohani yang mengubah hati. Dalam pandangan Reformed, ini menunjuk pada karya regenerasi Roh Kudus yang hanya dapat dikerjakan Kristus (Yohanes 3:5-8).

Bavinck menulis: “Kristus adalah pemberi Roh. Semua tanda lahiriah tidak akan berarti tanpa pekerjaan Roh Kudus yang memperbaharui manusia batiniah.” Dengan demikian, perikop ini menegaskan doktrin anugerah efektif (irresistible grace): bahwa keselamatan sejati dikerjakan oleh kuasa Roh Kudus, bukan oleh usaha manusia.

Analisis Teologis

  1. Kristologi Tinggi – Sejak awal, Markus menegaskan Yesus sebagai Kristus dan Anak Allah. Ini adalah inti Injil yang tidak bisa ditawar.

  2. Kesinambungan Perjanjian – Nubuat PL digenapi dalam Yohanes dan Yesus, menunjukkan kesatuan Alkitab.

  3. Pertobatan sebagai Respons – Injil menuntut perubahan hati, bukan sekadar ritual.

  4. Baptisan Roh Kudus – Menunjukkan perlunya karya ilahi yang lebih dalam daripada tanda lahiriah.

Implikasi Praktis bagi Gereja

  1. Injil Kristus sebagai Pusat Pemberitaan
    Gereja Reformed harus menekankan bahwa Injil bukan sekadar etika, melainkan berita tentang Kristus yang menderita, mati, dan bangkit.

  2. Pertobatan yang Sejati
    Seperti Yohanes menyerukan pertobatan, demikian juga gereja harus memanggil manusia bukan hanya kepada iman intelektual, tetapi perubahan hati yang nyata.

  3. Kesetiaan Hamba Tuhan
    Yohanes adalah teladan kerendahan hati, hidup sederhana, dan setia dalam panggilan. Gereja masa kini dipanggil untuk meneladani sikap ini, bukan mencari kemuliaan diri.

  4. Ketergantungan pada Roh Kudus
    Tanpa baptisan Roh Kudus, pelayanan hanya akan berhenti pada formalitas. Gereja harus bergantung penuh pada karya Roh dalam setiap pelayanan.

Kesimpulan

Markus 1:1-8 membuka Injil dengan sebuah deklarasi yang tegas: Injil adalah tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Yohanes Pembaptis tampil sebagai penggenapan nubuat, mempersiapkan jalan bagi Mesias dengan menyerukan pertobatan dan baptisan. Namun Yohanes sendiri menegaskan keterbatasannya, menunjuk kepada Dia yang lebih besar—Kristus yang membaptis dengan Roh Kudus.

Dalam perspektif Reformed, perikop ini menegaskan kebenaran-kebenaran pokok: Kristus sebagai pusat Injil, kesinambungan janji Allah, perlunya pertobatan sejati, dan kebergantungan mutlak pada karya Roh Kudus. Semua ini mengarahkan gereja untuk memuliakan Kristus, sang Mesias yang adalah Injil itu sendiri.

Next Post Previous Post