Markus 1:40-45 Kristus yang Menjamah dan Menyucikan

I. Pendahuluan
Setiap orang pada dasarnya mencari kebersihan, kesehatan, dan penerimaan. Tidak ada seorang pun yang ingin hidup terbuang, terasing, dan dijauhi. Tetapi kisah yang kita baca hari ini dalam Injil Markus memperlihatkan keadaan seorang yang hidup dalam keterasingan total. Ia adalah seorang kusta.
Dalam konteks Alkitab, kusta bukan hanya penyakit fisik, melainkan simbol kenajisan yang membuat seseorang terpisah dari Allah dan komunitas umat. Orang kusta tidak hanya menderita sakit secara tubuh, tetapi juga terbuang secara sosial dan religius.
Namun, Markus 1:40-45 memperlihatkan bahwa Kristus datang bukan hanya untuk menyembuhkan penyakit jasmani, tetapi terutama untuk menyucikan manusia dari dosa dan memulihkan mereka ke dalam persekutuan dengan Allah.
Hari ini kita akan melihat tiga hal penting:
-
Kondisi orang kusta: gambaran manusia berdosa
-
Belas kasihan Kristus: kuasa yang menyucikan
-
Kesaksian dan ketaatan setelah menerima anugerah
II. Eksposisi Teks
1. Markus 1:40 – Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus
Kusta dalam Alkitab adalah salah satu penyakit yang paling menakutkan. Imamat 13–14 memberikan aturan ketat mengenai penderita kusta: mereka harus tinggal di luar perkemahan, berpakaian compang-camping, menutupi muka, dan berteriak “Najis! Najis!” setiap kali orang lain mendekat.
Kondisi ini bukan hanya penderitaan fisik, tetapi juga penghinaan sosial dan pengasingan rohani. Seorang kusta tidak boleh masuk bait Allah, tidak boleh bergaul dengan keluarganya, bahkan dianggap sebagai orang mati yang berjalan.
John Calvin menekankan bahwa kusta adalah gambaran nyata dari keadaan dosa. Sebagaimana kusta membuat tubuh rusak dan mengasingkan penderitanya dari jemaat, demikian pula dosa merusak jiwa dan memisahkan manusia dari Allah.
Matthew Henry menambahkan, keberanian orang kusta ini datang kepada Yesus menunjukkan imannya yang luar biasa. Ia melanggar stigma sosial, karena ia sadar bahwa hanya Yesus yang bisa menolongnya.
Doanya sederhana: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Ia tidak meragukan kuasa Kristus, tetapi ia tunduk pada kehendak-Nya.
R.C. Sproul menafsirkan bahwa doa ini adalah contoh doa sejati: percaya penuh pada kuasa Allah, namun berserah kepada kedaulatan-Nya.
2. Markus 1:41 – Belas kasihan Kristus dan sentuhan-Nya
Reaksi Yesus luar biasa: “Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu...”
Kata yang dipakai Markus menunjukkan emosi yang sangat mendalam. Kristus merasakan penderitaan orang itu hingga ke dalam hati-Nya yang terdalam.
Namun yang lebih mengejutkan: Yesus menjamah dia. Menurut hukum Taurat, menyentuh orang kusta berarti menjadi najis. Tetapi di sini Yesus melanggar batas sosial dan religius itu. Ia tidak menjadi najis, melainkan orang itu menjadi tahir.
Herman Bavinck mengatakan bahwa sentuhan Yesus adalah lambang inkarnasi. Allah yang kudus masuk ke dalam dunia yang najis, bukan untuk dicemari, tetapi untuk menyucikan.
Louis Berkhof menambahkan bahwa sentuhan Kristus adalah tindakan substitusi: Ia rela memikul kenajisan kita, bahkan sampai di kayu salib, supaya kita disucikan.
3. Markus 1:42 – Kuasa firman Kristus
“Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir.”
Kesembuhan ini terjadi seketika. Tidak ada proses medis, tidak ada penundaan. Firman Kristus langsung efektif.
John Gill menafsirkan bahwa ini adalah gambaran keefektifan anugerah Allah. Ketika Kristus berbicara, maka apa yang Ia kehendaki pasti terjadi. Tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni-Nya.
Calvin menegaskan bahwa mukjizat ini harus mengarahkan kita pada kesembuhan rohani. Sama seperti kusta jasmani hilang seketika, demikian pula kuasa Injil sanggup menghapus dosa dan menyucikan kita seketika.
4. Markus 1:43-44 – Perintah Yesus
Yesus kemudian menyuruh orang itu pergi dan mempersembahkan korban menurut hukum Musa (Imamat 14).
Ada dua alasan utama:
-
Supaya kesembuhannya diakui secara resmi oleh imam.
-
Supaya orang itu tetap menghormati hukum Taurat.
R.C. Sproul menjelaskan bahwa Yesus tidak datang untuk meniadakan hukum, tetapi untuk menggenapinya. Dengan mengirim orang itu kepada imam, Yesus menunjukkan kesetiaan pada ketetapan Allah.
Namun, Yesus juga memberi peringatan keras: jangan menceritakan ini kepada siapa pun. Mengapa? Karena Yesus tidak ingin dipahami hanya sebagai penyembuh tubuh. Ia datang terutama sebagai Juruselamat jiwa.
5. Markus 1:45 – Kesaksian yang tidak terkendali
Orang itu, penuh sukacita, justru pergi memberitakan mujizat itu ke mana-mana. Akibatnya, Yesus semakin sulit masuk kota secara terbuka karena banyak orang berbondong-bondong mencari-Nya.
Matthew Henry menafsirkan bahwa kadang ketaatan lebih sulit ketika kita dipenuhi sukacita dibanding saat kita menderita. Orang ini benar-benar bersukacita, tetapi ia lalai menaati perintah Yesus.
Calvin menambahkan: meski kesaksiannya tulus, namun ketaatan lebih utama. Sukacita rohani tidak boleh mengabaikan kehendak Kristus.
III. Penerapan bagi Jemaat
-
Datang kepada Yesus dengan iman dan kerendahan hati
-
Kita semua adalah orang kusta rohani.
-
Mari datang dan berkata: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.”
-
-
Percaya kepada belas kasihan Kristus
-
Ia tidak pernah menolak orang berdosa yang datang dengan hati hancur.
-
Tidak ada dosa yang terlalu besar bagi darah Kristus.
-
-
Menghargai kuasa firman-Nya
-
Saat Ia berkata, “Engkau diampuni,” maka dosa kita sungguh dihapus.
-
Keselamatan adalah karya Kristus, bukan usaha kita.
-
-
Hidup dalam ketaatan
-
Jangan hanya bersukacita karena mujizat atau berkat, tetapi jalani hidup sesuai firman-Nya.
-
Tanda sejati murid Kristus adalah ketaatan (Yohanes 14:15).
-
-
Menjadi saksi Kristus
-
Orang yang diselamatkan pasti ingin bersaksi.
-
Namun kesaksian yang benar harus selaras dengan kehendak Tuhan.
-
Penutup
Kisah orang kusta dalam Markus 1:40-45 adalah gambaran jelas dari Injil. Kita semua najis karena dosa, terasing dari Allah. Namun Kristus datang, penuh belas kasihan, menjamah kita, dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Kusta rohani kita hilang seketika karena kuasa darah Kristus. Namun setelah itu, kita dipanggil untuk hidup taat dan bersaksi dengan benar.
Kiranya kita semua mengalami sentuhan Kristus, hidup dalam ketaatan, dan menjadi saksi-Nya sampai akhir. Amin.