Matius 10:38 Salib Kristus dan Panggilan Murid Sejati

Matius 10:38 Salib Kristus dan Panggilan Murid Sejati

Pendahuluan

Dalam Matius 10, Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk pergi memberitakan Injil. Tetapi sebelum mereka pergi, Yesus memberi peringatan yang serius: menjadi murid-Nya bukanlah jalan mudah. Ada penolakan, penganiayaan, bahkan ancaman kematian.

Di tengah pengajaran itu, Yesus menyampaikan kata-kata yang keras namun penuh makna dalam Matius 10:38:

“Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.” (TB)

Kalimat ini sangat tegas. Yesus menetapkan standar murid sejati: memikul salib dan mengikut Dia.

Pertanyaannya bagi kita: apa artinya memikul salib? Bagaimana kita sebagai orang percaya zaman ini menanggapi panggilan ini?

Hari ini kita akan mengupas ayat ini secara ekspositori, meninjau pemikiran teologi Reformed, lalu merenungkan bagaimana kita menghidupinya.

Eksposisi Teks

1. “Barangsiapa tidak memikul salibnya…”

Ungkapan “memikul salib” pada zaman Yesus memiliki arti yang sangat jelas bagi orang Yahudi abad pertama. Salib bukan sekadar simbol penderitaan, tetapi alat eksekusi Romawi yang paling mengerikan, lambang kehinaan, dan hukuman bagi penjahat terburuk.

  • Orang yang dihukum salib dipaksa memikul palang kayu menuju tempat eksekusi, tanda bahwa ia berada di bawah kuasa penuh Romawi.

  • Dengan memakai metafora ini, Yesus seolah berkata: “Mengikut Aku berarti siap mati, siap dipermalukan, siap kehilangan segala sesuatu.”

John Calvin dalam Commentary on Matthew menulis:

“Kristus dengan sengaja memakai gambaran salib untuk menunjukkan bahwa mengikut Dia tidak akan bebas dari penderitaan, bahkan mungkin membawa kepada kematian. Tetapi inilah jalan sejati murid: menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.”

Maka, memikul salib bukan sekadar menghadapi masalah hidup sehari-hari (seperti sakit atau kesulitan ekonomi), tetapi kesiapan untuk menanggung penderitaan demi Kristus.

2. “…dan mengikut Aku…”

Yesus menekankan bukan hanya memikul salib, tetapi mengikut Dia.

  • Memikul salib tanpa mengikuti Yesus hanyalah penderitaan sia-sia.

  • Tetapi memikul salib sambil mengikut Yesus berarti meneladani Dia, berjalan di jalan yang telah Ia tempuh: jalan ketaatan, kerendahan hati, dan pengorbanan.

R. C. Sproul berkata:

“Salib yang kita pikul bukanlah jalan menuju keselamatan, karena keselamatan hanya oleh salib Kristus. Tetapi salib yang kita pikul adalah bukti nyata bahwa kita adalah murid-Nya, yang rela menanggung konsekuensi iman kita.”

Dengan kata lain, memikul salib adalah tanda kesetiaan dalam mengikuti Kristus, apa pun harga yang harus dibayar.

3. “…ia tidak layak bagi-Ku.”

Ungkapan ini sangat keras. Yesus menegaskan bahwa tanpa memikul salib, seseorang tidak layak menjadi murid-Nya.

  • Kata “tidak layak” berarti “tidak pantas, tidak cocok, tidak sepadan.”

  • Artinya, murid sejati bukan hanya mereka yang mengaku percaya, tetapi mereka yang bersedia membayar harga.

Sinclair Ferguson menjelaskan:

“Ucapan Yesus ini bukanlah syarat tambahan untuk keselamatan, melainkan definisi sejati tentang iman yang menyelamatkan. Iman yang sejati selalu siap menyangkal diri dan memikul salib, karena iman itu berpusat pada Kristus, bukan pada diri sendiri.”

Yesus menyingkapkan perbedaan tajam: ada iman palsu yang mencari kenyamanan, dan ada iman sejati yang rela kehilangan segalanya demi Dia.

Telaah Teologis dalam Perspektif Reformed

1. Salib Kristus sebagai Dasar

Dalam teologi Reformed, penekanan pertama adalah bahwa keselamatan kita ditentukan oleh salib Kristus, bukan salib kita.

  • Salib kita adalah buah, bukan dasar.

  • Kristuslah yang memikul salib untuk menebus dosa kita, memberikan pengampunan dan hidup baru.

Herman Bavinck menulis:

“Salib Kristus adalah pusat Injil. Tetapi salib itu juga menjadi pola hidup orang percaya, yang dipanggil untuk ikut serta dalam penderitaan-Nya.”

2. Panggilan untuk Menyangkal Diri

Matius 10:38 selaras dengan Matius 16:24: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”

  • Menyangkal diri berarti melepaskan ego, ambisi, dan keinginan yang bertentangan dengan Kristus.

  • Dalam pandangan Calvin, inilah inti hidup Kristen: self-denial (penyangkalan diri) yang dihidupi setiap hari.

3. Perseverance of the Saints

Teologi Reformed juga menekankan ketekunan orang kudus.

  • Memikul salib adalah bukti ketekunan itu.

  • Mereka yang sungguh-sungguh milik Kristus akan tetap setia, meskipun menderita.

Louis Berkhof dalam Systematic Theology berkata:

“Kesediaan menanggung salib adalah tanda pekerjaan Roh Kudus yang nyata. Tanpa anugerah, manusia akan lari dari penderitaan; tetapi oleh anugerah, orang percaya justru menemukan sukacita dalam menanggungnya demi Kristus.”

Aplikasi Praktis

1. Murid Kristus Dipanggil untuk Rela Kehilangan

Mengikut Yesus bisa berarti kehilangan relasi, pekerjaan, atau bahkan nyawa. Apakah kita rela? Jika tidak, Yesus berkata kita tidak layak bagi-Nya.

2. Salib Harian dalam Kehidupan

Memikul salib bukan hanya soal penganiayaan besar, tetapi juga kesetiaan dalam hal kecil:

  • Menolak dosa meski ada tekanan,

  • Tetap taat ketika dunia mengejek,

  • Mengasihi musuh meski menyakitkan.

3. Mengikut Kristus Adalah Prioritas Tertinggi

Yesus tidak bisa dijadikan tambahan hidup kita. Ia menuntut prioritas mutlak. Mengikut Dia berarti menempatkan Dia di atas keluarga, harta, bahkan diri sendiri (lihat ay. 37).

4. Damai Sejati dalam Penderitaan

Meskipun memikul salib itu berat, kita tahu salib tidak berakhir dengan kematian. Sama seperti Kristus, salib diikuti dengan kemuliaan. Maka orang percaya dapat bersukacita dalam penderitaan, sebab akhir perjalanan adalah hidup kekal.

Kesimpulan

Saudara-saudara, Matius 10:38 menyingkapkan standar murid sejati:

  • Memikul salib: siap menderita, siap mati bagi Kristus.

  • Mengikut Yesus: berjalan di jalan ketaatan, meneladani Dia.

  • Layak bagi Kristus: bukti bahwa iman kita sejati.

Kata-kata Yesus ini keras, tetapi penuh kasih, sebab Ia sedang memanggil kita kepada kehidupan yang sejati. Dunia menjanjikan kenyamanan, tetapi berakhir dengan kehancuran. Kristus memanggil kita kepada salib, tetapi ujungnya adalah kemuliaan kekal.

R. C. Sproul menutup refleksinya tentang ayat ini dengan kalimat indah:

“Salib yang Kristus letakkan di pundak kita tidak dimaksudkan untuk menghancurkan, melainkan untuk membentuk kita serupa dengan Dia. Dan ketika kita memikulnya dengan iman, kita akan mendapati bahwa salib itu adalah jalan menuju mahkota.”

Kiranya kita semua hidup sebagai murid sejati, yang rela memikul salib dan mengikuti Kristus sampai akhir.

Amin.

Next Post Previous Post