Matius 21:31 Keselamatan bagi yang Bertobat

Matius 21:31 Keselamatan bagi yang Bertobat

Matius 21:31

"Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Mereka menjawab: "Yang pertama." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Pendahuluan

Matius 21 menampilkan konfrontasi tajam antara Yesus dengan para pemimpin agama Yahudi di Yerusalem. Mereka mempertanyakan otoritas Yesus, sementara Yesus menjawab dengan perumpamaan yang menyingkapkan kebutaan rohani mereka.

Dalam Matius 21:28-32, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang dua anak. Anak pertama awalnya menolak perintah ayahnya untuk pergi bekerja di kebun anggur, tetapi kemudian menyesal dan melakukannya. Anak kedua sebaliknya berkata dengan manis, “Baik, ayah,” tetapi akhirnya tidak pergi.

Matius 21:31 adalah puncak perumpamaan itu: Yesus bertanya, siapakah yang melakukan kehendak ayahnya? Jawabannya jelas: anak pertama. Tetapi Yesus kemudian melanjutkan dengan pernyataan mengejutkan: “Pemungut cukai dan perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

Pernyataan ini sangat menghina para imam kepala dan tua-tua Yahudi yang merasa diri mereka sebagai ahli Taurat, penjaga kebenaran, dan pewaris janji Allah. Namun, Yesus menegaskan bahwa masuk ke dalam Kerajaan Allah bukan ditentukan oleh status religius, melainkan oleh pertobatan sejati dan ketaatan nyata.

Hari ini kita akan belajar tiga hal utama:

  1. Hakikat ketaatan yang sejati kepada Allah.

  2. Kontras antara formalitas religius dan pertobatan yang benar.

  3. Rahmat Allah yang menjangkau orang berdosa.

Latar Belakang Konteks

Pasal 21 Injil Matius berada dalam minggu terakhir kehidupan Yesus sebelum penyaliban. Ia baru saja memasuki Yerusalem dengan penuh kemuliaan (ay. 1-11), membersihkan Bait Allah (ay. 12-17), dan dikonfrontasi oleh para imam kepala serta tua-tua (ay. 23). Mereka mempertanyakan otoritas Yesus: “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan semuanya itu?”

Yesus menjawab dengan perumpamaan tentang dua anak. Dengan cara ini, Yesus membalikkan tuduhan mereka: bukannya Yesus yang tidak memiliki otoritas, tetapi merekalah yang tidak taat kepada kehendak Allah.

Perumpamaan ini menyentuh isu fundamental dalam Alkitab: ketaatan sejati kepada Allah tidak diukur dari perkataan atau simbol religius, melainkan dari pertobatan hati dan perbuatan nyata.

Eksposisi Ayat

1. "Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?"

Yesus bertanya kepada para pemimpin agama untuk menilai sendiri isi perumpamaan itu. Pertanyaan ini retoris: semua orang tahu bahwa anak pertama yang akhirnya menuruti kehendak ayahnyalah yang sungguh taat.

John Calvin dalam Commentary on Matthew menjelaskan bahwa Yesus sengaja membuat mereka mengucapkan penghakiman terhadap diri mereka sendiri. Dengan menjawab “yang pertama,” mereka sebenarnya sedang mengutuk diri, karena merekalah seperti anak kedua yang hanya pandai berkata tetapi gagal taat.

Martin Lloyd-Jones menekankan bahwa perumpamaan ini mengajarkan kebenaran mendasar: ketaatan sejati kepada Allah bukan soal perkataan, melainkan tindakan yang mengalir dari hati yang bertobat.

2. "Mereka menjawab: Yang pertama."

Para imam kepala tidak bisa mengelak dari kebenaran logis ini. Mereka mengakui bahwa anak pertama yang taat, meski awalnya menolak, lebih benar daripada anak kedua yang hanya pandai berkata-kata.

Namun, pengakuan ini bersifat intelektual, bukan spiritual. Herman Ridderbos menekankan bahwa ada perbedaan besar antara mengetahui kebenaran dan sungguh menghidupinya. Para pemimpin agama tahu teori kebenaran, tetapi menolak tunduk kepada kuasa Injil.

3. "Kata Yesus kepada mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Inilah klimaks pernyataan Yesus. Ia menyingkapkan ironi besar dalam rencana Allah: orang-orang yang dianggap hina secara moral dan najis secara religius justru lebih terbuka terhadap Injil dan akan lebih dahulu masuk ke dalam Kerajaan Allah.

R.C. Sproul menjelaskan bahwa ungkapan “mendahului kamu” bukan berarti orang berdosa diselamatkan karena dosa mereka, melainkan karena mereka sungguh bertobat. Mereka sadar akan ketidaklayakan mereka dan menerima anugerah Allah, sementara orang Farisi dan imam kepala merasa diri benar sehingga menolak pertobatan.

Herman Bavinck menekankan bahwa kerajaan Allah bersifat paradoks: orang pertama menjadi yang terakhir, dan yang terakhir menjadi yang pertama (Matius 19:30). Injil selalu mengguncang struktur sosial dan religius manusia.

Pandangan Teologi Reformed

  1. John Calvin
    Calvin menekankan bahwa Yesus menunjukkan kebutaan rohani para pemimpin agama. Mereka memiliki pengetahuan, tetapi menolak kebenaran hidup. Bagi Calvin, anak pertama melambangkan orang berdosa yang bertobat, sedangkan anak kedua melambangkan orang munafik yang hanya bermegah dalam kata-kata.

  2. Herman Bavinck
    Bavinck melihat perumpamaan ini sebagai cerminan kasih karunia Allah yang merendahkan orang congkak dan mengangkat orang berdosa yang rendah hati. Allah tidak terikat pada struktur sosial atau religius manusia, melainkan memanggil orang berdosa melalui anugerah-Nya.

  3. R.C. Sproul
    Sproul menyoroti keadilan dan kemurahan Allah. Orang Farisi percaya diri karena hukum, tetapi hukum justru menghukum mereka. Sebaliknya, pemungut cukai sadar akan dosanya, sehingga terbuka bagi anugerah Kristus.

  4. Martyn Lloyd-Jones
    Lloyd-Jones mengingatkan gereja modern untuk berhati-hati terhadap bahaya formalitas religius. Banyak orang Kristen puas hanya dengan kata-kata iman, tetapi tanpa ketaatan sejati. Injil memanggil kita pada pertobatan nyata, bukan sekadar simbol lahiriah.

Aplikasi bagi Kehidupan Kita

  1. Pertobatan lebih penting daripada kata-kata manis.
    Anak pertama awalnya berkata “tidak,” tetapi kemudian bertobat. Pertobatan sejati selalu lebih berharga daripada janji kosong.

  2. Bahaya kemunafikan religius.
    Anak kedua mewakili orang yang tahu berbicara dengan indah, tetapi hidupnya tidak sesuai. Inilah gambaran orang yang rajin beribadah, tetapi hatinya jauh dari Allah.

  3. Injil adalah kabar baik bagi orang berdosa.
    Pemungut cukai dan perempuan sundal melambangkan orang-orang yang dianggap hina. Tetapi mereka justru menerima kerajaan Allah karena pertobatan. Hal ini memberi pengharapan bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar bagi anugerah Kristus.

  4. Kerendahan hati adalah pintu masuk kerajaan Allah.
    Orang yang menyadari dosanya lebih mudah bertobat daripada orang yang merasa benar. Kita dipanggil untuk terus hidup dalam kerendahan hati, sadar bahwa kita hanya bisa masuk kerajaan Allah oleh anugerah.

  5. Iman yang sejati harus nyata dalam ketaatan.
    Perkataan iman tanpa tindakan adalah sia-sia (Yakobus 2:17). Iman yang sejati selalu membuahkan perbuatan.

Ilustrasi

  • Sejarah Reformasi: Martin Luther menegur gereja yang lebih mengandalkan ritual lahiriah daripada pertobatan sejati. Sama seperti Yesus menegur para imam kepala, Luther menegur praktik keagamaan yang kosong.

  • Contoh praktis: Ada banyak orang yang rajin ke gereja, bahkan aktif dalam pelayanan, tetapi hidupnya tidak mencerminkan pertobatan. Sebaliknya, orang yang dulunya hidup dalam dosa, ketika bertobat sungguh, hidupnya menjadi kesaksian yang nyata.

Penutup

Saudara-saudara, Matius 21:31 menegaskan bahwa masuk ke dalam Kerajaan Allah tidak ditentukan oleh status, tradisi, atau kata-kata religius, melainkan oleh pertobatan sejati dan ketaatan nyata.

Yesus menyatakan bahwa pemungut cukai dan perempuan sundal akan lebih dahulu masuk ke dalam kerajaan Allah dibandingkan orang Farisi, bukan karena mereka lebih baik, tetapi karena mereka bertobat dan menerima anugerah Kristus.

Marilah kita merenung: Apakah kita seperti anak kedua, pandai berkata tetapi gagal taat? Atau seperti anak pertama, yang mungkin berdosa, tetapi kemudian bertobat dan taat?

Kiranya kita semua sungguh menjadi orang yang masuk dalam kerajaan Allah, bukan hanya dengan perkataan, tetapi dengan hati yang bertobat dan hidup yang taat kepada Kristus.

Next Post Previous Post