Matius 9:12 Yesus Sang Tabib Agung
Pendahuluan
Matius 9:12 berbunyi:
“Tetapi Yesus mendengarnya dan berkata: ‘Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.’” (TB-LAI).
Ayat ini muncul dalam konteks perjamuan di rumah Matius (Levi), pemungut cukai yang baru saja dipanggil menjadi murid Yesus. Kehadiran Yesus di tengah pemungut cukai dan orang-orang berdosa memicu kritik dari orang-orang Farisi. Sebagai jawaban atas kritik itu, Yesus mengutip sebuah pernyataan yang sarat makna teologis: Ia datang untuk menyembuhkan orang sakit, bukan untuk melayani orang yang merasa sehat.
Ayat ini, meskipun singkat, mengandung kedalaman doktrin mengenai natur manusia, karya Kristus, serta anugerah Injil. Melalui eksposisi akademis dan sistematis, kita akan menelusuri makna ayat ini menurut konteks biblis, analisis linguistik, teologi biblika, serta tafsiran para teolog Reformed.
I. Konteks Historis dan Naratif
1. Konteks Injil Matius
Injil Matius ditulis untuk menunjukkan Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan. Salah satu tema utama Injil ini adalah otoritas Yesus dalam mengajar, menyembuhkan, dan mengampuni dosa. Pasal 9 secara khusus menyoroti pelayanan Yesus dalam menyembuhkan berbagai penyakit fisik sekaligus memberikan pengampunan dosa (ay. 2, 6).
Perikop Matius 9:9-13 memperlihatkan panggilan Matius, seorang pemungut cukai yang dianggap najis secara sosial dan religius. Pemungut cukai dipandang sebagai kolaborator dengan penjajah Romawi dan identik dengan penindasan. Yesus, dengan sengaja, mendekati kelompok ini dan duduk makan bersama mereka. Hal ini menimbulkan skandal bagi kaum Farisi.
2. Konteks Polemik dengan Farisi
Kaum Farisi menekankan kesalehan lahiriah, pemisahan diri dari orang berdosa, dan ketaatan hukum Taurat secara ketat. Kritik mereka kepada Yesus bukan sekadar masalah sosial, melainkan teologis: mereka menilai Yesus melanggar prinsip kekudusan dengan bergaul dengan orang berdosa.
Yesus merespons dengan sebuah pernyataan yang mengandung sindiran tajam: mereka menganggap diri sehat, padahal sebenarnya sakit. Pernyataan Yesus menyingkapkan perbedaan radikal antara Injil anugerah dan legalisme Farisi.
II. Dimensi Teologis
1. Antropologi Reformed: Kondisi Manusia Berdosa
Teologi Reformed menegaskan doktrin total depravity (kerusakan total manusia). Manusia, akibat kejatuhan, bukan hanya sakit sebagian, tetapi seluruh keberadaannya rusak oleh dosa (Efesus 2:1 – “kamu dahulu mati karena pelanggaran-pelanggaranmu”).
Calvin dalam Institutes (II.1.9) menyatakan bahwa manusia bukan sekadar “kurang sehat secara rohani,” melainkan mati dalam dosa, tanpa kemampuan untuk menyembuhkan dirinya. Dengan demikian, ketika Yesus berbicara tentang “orang sakit,” Ia sedang merujuk pada kondisi universal manusia berdosa.
2. Kristologi: Yesus sebagai Tabib Agung
Dalam Injil, Yesus berulang kali digambarkan sebagai penyembuh bukan hanya penyakit jasmani, tetapi juga dosa. Bavinck menekankan bahwa karya Kristus bersifat menyeluruh: Ia datang bukan hanya untuk mengajar atau memberi teladan, tetapi untuk memulihkan manusia yang sakit oleh dosa melalui pengampunan dan pembaruan (Reformed Dogmatics, Vol. 3).
Kata “tabib” di sini menunjuk pada Yesus sebagai Juruselamat yang menyembuhkan penyakit dosa. John Owen dalam The Glory of Christ menekankan bahwa Kristus, sebagai Tabib jiwa, memiliki obat yang sempurna, yaitu darah-Nya yang menebus.
3. Soteriologi: Anugerah Bagi Orang Berdosa
Yesus datang bukan bagi orang yang merasa tidak memerlukan keselamatan, melainkan bagi mereka yang menyadari dosanya. Dalam kerangka Reformed, hal ini terkait erat dengan doktrin efikasi anugerah: hanya mereka yang dipanggil secara efektif oleh Roh Kudus yang dapat menyadari kondisi sakitnya dan datang kepada Kristus untuk disembuhkan (Yohanes 6:44).
John Murray menulis dalam Redemption Accomplished and Applied bahwa panggilan efektif adalah saat Allah membuka mata orang berdosa untuk menyadari kebutuhannya akan Kristus, Sang Tabib Agung.
4. Polemik dengan Legalism
Ucapan Yesus dalam ayat ini juga merupakan kritik terhadap kesalehan palsu Farisi. Mereka merasa “sehat” karena mengandalkan ketaatan hukum. Namun, dalam terang Injil, mereka tetap sakit karena tidak memiliki kebenaran sejati.
Martin Luther, dalam komentarnya terhadap Roma, menegaskan bahwa orang yang menganggap dirinya benar melalui hukum Taurat justru menolak Kristus. Yesus, dalam Matius 9:12, membalikkan paradigma: keselamatan bukan bagi mereka yang merasa cukup, melainkan bagi mereka yang mengakui kekurangan totalnya.
III. Eksposisi Ayat dalam Struktur Teologi Reformed
1. Doktrin Dosa
Matius 9:12 menegaskan realitas dosa sebagai penyakit rohani yang universal. Tidak ada seorang pun yang benar di hadapan Allah (Rm. 3:10). Perasaan “sehat” hanyalah ilusi legalistik.
2. Doktrin Kristus
Kristus adalah Tabib Agung yang satu-satunya mampu menyembuhkan dosa. Ia datang bukan untuk orang yang “cukup baik,” tetapi untuk orang yang hancur, tersisih, dan berdosa.
3. Doktrin Keselamatan
Keselamatan adalah karya Allah semata (monergisme). Sama seperti orang sakit tidak dapat menyembuhkan dirinya sendiri, manusia berdosa tidak dapat menyelamatkan dirinya. Hanya Kristus, melalui karya penebusan-Nya, yang dapat memberikan kesembuhan rohani.
4. Doktrin Gereja
Gereja dipanggil meneladani Kristus dengan hadir di tengah orang berdosa, bukan menjauh dari mereka seperti kaum Farisi. Gereja adalah rumah sakit bagi jiwa-jiwa sakit, bukan museum bagi orang-orang yang merasa saleh.
IV. Tafsiran Para Teolog Reformed
1. John Calvin
Calvin menafsirkan bahwa Yesus menggunakan pernyataan ini untuk menyingkapkan kemunafikan orang Farisi. Mereka menganggap diri sehat padahal sama sakitnya dengan para pemungut cukai. Menurut Calvin, inti Injil adalah bahwa manusia harus pertama-tama menyadari penyakit dosanya sebelum dapat menerima obat Kristus.
2. Matthew Henry
Dalam Commentary, Henry menekankan bahwa Kristus, Sang Tabib Agung, tidak menolak pasien mana pun. Namun, syarat pertama untuk mendapat kesembuhan adalah pengakuan jujur akan penyakit rohani. Orang Farisi gagal karena menolak mengakui penyakit mereka.
3. Herman Bavinck
Bavinck menekankan sifat anugerah Kristus yang universal dalam tawarannya, tetapi partikular dalam penerapannya. Matius 9:12 menunjukkan bahwa Injil ditujukan bagi orang berdosa yang menyadari kebutuhannya. Anugerah itu efektif hanya bagi mereka yang dipanggil dan dibarui oleh Roh Kudus.
4. Martyn Lloyd-Jones
Dalam khotbahnya, Lloyd-Jones menegaskan bahwa Injil bukanlah untuk orang yang menganggap dirinya cukup baik. Justru orang yang hancur dan menyadari penyakitnya yang paling dekat dengan kerajaan Allah. Injil adalah “obat bagi orang berdosa,” bukan moralitas tambahan bagi orang saleh.
V. Implikasi Praktis bagi Kehidupan Kristen
1. Kerendahan Hati
Matius 9:12 mengingatkan bahwa setiap orang percaya pada dasarnya adalah pasien yang disembuhkan Kristus. Tidak ada ruang untuk kesombongan rohani. Kerendahan hati adalah buah sejati dari Injil.
2. Misi dan Penginjilan
Gereja dipanggil mengikuti teladan Kristus dengan mendekati orang berdosa, bukan menjauhi mereka. Injil harus diberitakan kepada mereka yang paling menyadari keputusasaan mereka.
3. Pertobatan Sejati
Syarat untuk menerima Kristus adalah pengakuan dosa. Pertobatan bukan sekadar perubahan perilaku, tetapi pengakuan bahwa tanpa Kristus, kita sakit dan binasa.
4. Kehidupan Kudus
Setelah disembuhkan oleh Kristus, orang percaya dipanggil hidup dalam ketaatan. Kesembuhan rohani dari Kristus menuntun pada hidup yang diperbarui dalam kekudusan.
Kesimpulan
Matius 9:12 bukan sekadar pernyataan sederhana, melainkan inti dari Injil. Ayat ini mengajarkan bahwa:
-
Semua manusia pada dasarnya sakit karena dosa.
-
Kristus adalah Tabib Agung yang satu-satunya mampu menyembuhkan.
-
Keselamatan hanya bagi mereka yang menyadari penyakit rohaninya dan datang kepada Kristus.
-
Gereja dipanggil meneladani Kristus dengan melayani mereka yang sakit oleh dosa.
Dalam terang teologi Reformed, ayat ini menegaskan total depravity manusia, karya penyelamatan Kristus, dan anugerah Allah yang efektif. Seperti yang dinyatakan Yesus, Injil bukanlah untuk orang yang merasa sehat, melainkan untuk orang berdosa yang membutuhkan kesembuhan.