Sakramen Kristen Protestan
.jpg)
Pendahuluan
Sakramen merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan gereja Kristen. Sejak masa gereja purba, sakramen dipandang sebagai sarana rahmat (means of grace), tanda dan meterai perjanjian Allah dengan umat-Nya. Namun, pandangan mengenai sakramen mengalami perkembangan dan perbedaan tajam, khususnya pada era Reformasi abad ke-16.
Dalam tradisi Katolik Roma, sakramen didefinisikan sebagai “tanda lahiriah yang efektif memberikan anugerah” (ex opere operato). Gereja Roma mengakui tujuh sakramen: baptisan, konfirmasi, ekaristi, pengakuan dosa, pengurapan orang sakit, imamat, dan pernikahan. Reformasi Protestan, khususnya dalam tradisi Reformed, membatasi sakramen hanya pada dua: Baptisan dan Perjamuan Kudus, sesuai yang diajarkan Kristus dan dipraktikkan dalam Perjanjian Baru.
Tulisan ini akan menguraikan pengertian sakramen menurut Alkitab, sejarah perkembangan pemahaman dalam Reformasi, pandangan para teolog Reformed, perbedaan dengan tradisi lain, serta implikasinya bagi kehidupan gereja masa kini.
I. Dasar Biblika Sakramen
1. Sakramen dalam Perjanjian Lama
Dalam PL, Allah memberikan tanda-tanda perjanjian kepada umat-Nya, seperti sunat (Kejadian 17:11) sebagai tanda perjanjian dengan Abraham, dan Paskah (Kel. 12) sebagai peringatan pembebasan Israel dari Mesir. Tanda-tanda ini berfungsi untuk:
-
mengingatkan umat akan karya penyelamatan Allah,
-
menjadi meterai perjanjian,
-
memperkuat iman mereka.
2. Sakramen dalam Perjanjian Baru
Dalam PB, Kristus menetapkan dua sakramen utama:
-
Baptisan (Matius 28:19; Kis. 2:38), sebagai tanda masuknya seseorang ke dalam perjanjian baru melalui iman kepada Kristus.
-
Perjamuan Kudus (Lukas 22:19-20; 1 Korintus 11:23-26), sebagai peringatan akan kematian Kristus, sekaligus persekutuan dengan Dia dalam Roh Kudus.
Dengan demikian, sakramen adalah kelanjutan dan penggenapan dari tanda-tanda perjanjian dalam PL.
II. Pandangan Reformator tentang Sakramen
1. Martin Luther
Luther menolak sakramentalitas Katolik Roma yang magis, tetapi tetap mempertahankan tiga sakramen: baptisan, perjamuan kudus, dan pengakuan dosa. Ia menekankan kehadiran nyata Kristus dalam perjamuan melalui konsep consubstantiation—roti dan anggur tetap roti dan anggur, tetapi sungguh mengandung tubuh dan darah Kristus secara sakramental.
2. Ulrich Zwingli
Zwingli melihat sakramen terutama sebagai tanda peringatan. Perjamuan Kudus adalah tindakan simbolis untuk mengingat pengorbanan Kristus, tanpa ada kehadiran nyata tubuh dan darah-Nya. Bagi Zwingli, sakramen berfungsi meneguhkan iman, tetapi tidak menyampaikan anugerah secara objektif.
3. John Calvin
Calvin mengambil jalan tengah antara Luther dan Zwingli. Ia menolak pandangan Katolik Roma (transubstantiation) maupun Zwingli yang terlalu simbolis. Bagi Calvin, sakramen adalah tanda dan meterai anugerah Allah, serta sarana Roh Kudus bekerja memperkuat iman.
Dalam Institutes (IV.xiv.1), Calvin menyebut sakramen sebagai:
“Tanda lahiriah yang olehnya Allah memeteraikan janji-Nya dalam hati kita untuk menopang iman kita, dan kita menyatakan kesaksian kita di hadapan-Nya.”
III. Pandangan Teologi Reformed Klasik
1. Herman Bavinck
Bavinck menekankan bahwa sakramen tidak bekerja otomatis, melainkan melalui iman. Sakramen menguatkan iman yang sudah ada, bukan menciptakan iman. Ia menulis:
“Sakramen adalah janji yang terlihat; janji yang sama seperti yang terkandung dalam firman, tetapi disajikan dalam bentuk yang dapat diraba.” (Reformed Dogmatics, IV).
2. Abraham Kuyper
Kuyper menekankan aspek perjanjian. Sakramen adalah tanda dan meterai dari perjanjian anugerah. Baptisan menandai bahwa anak-anak orang percaya termasuk dalam perjanjian Allah, sementara Perjamuan Kudus adalah perjamuan perjanjian yang memelihara iman.
3. Louis Berkhof
Berkhof mendefinisikan sakramen sebagai:
“Tanda dan meterai yang kudus dari perjanjian anugerah, yang ditetapkan oleh Kristus, untuk menyatakan dan memeteraikan kepada kita manfaat-manfaat dari anugerah-Nya, dan untuk meneguhkan iman kita.” (Systematic Theology, hlm. 617).
IV. Dua Sakramen dalam Teologi Reformed
1. Baptisan
-
Dasar Biblis: Matius 28:19; Kis. 2:38; Rm. 6:3-4.
-
Makna: tanda pembersihan dari dosa, kelahiran baru, dan masuknya ke dalam tubuh Kristus.
-
Subjek Baptisan: Reformed menerima baptisan anak, karena baptisan adalah tanda perjanjian (bandingkan dengan sunat PL, Kolose 2:11-12). Anak-anak orang percaya adalah bagian dari perjanjian.
-
Cara Baptisan: Reformed umumnya menerima percik, tuang, maupun selam, asalkan dilakukan dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
2. Perjamuan Kudus
-
Dasar Biblis: Lukas 22:19-20; 1 Korintus 11:23-26.
-
Makna: peringatan akan kematian Kristus, persekutuan dengan Kristus melalui Roh Kudus, serta tanda pengharapan eskatologis (perjamuan Anak Domba).
-
Kehadiran Kristus: Reformed menolak transubstantiation (Katolik) dan consubstantiation (Luther), tetapi menegaskan kehadiran rohani Kristus yang nyata melalui Roh Kudus.
-
Aspek Komunal: perjamuan adalah ekspresi kesatuan tubuh Kristus (1 Korintus 10:16-17).
V. Perbedaan dengan Tradisi Lain
-
Katolik Roma: 7 sakramen, bekerja ex opere operato, transubstansiasi dalam ekaristi.
-
Lutheran: 2-3 sakramen, Kristus hadir secara nyata dalam roti dan anggur (consubstantiation).
-
Reformed: 2 sakramen, kehadiran rohani Kristus, sakramen sebagai tanda dan meterai.
-
Baptis/Free Church: 2 ordinansi (bukan sakramen), baptisan hanya untuk orang percaya dewasa, perjamuan hanya simbolis.
VI. Dimensi Teologis Sakramen
1. Sakramen sebagai Means of Grace
Dalam Reformed, sakramen bersama dengan Firman dan doa adalah sarana anugerah (means of grace). Firman membangkitkan iman, sakramen meneguhkannya.
2. Sakramen dan Perjanjian
Sakramen tidak dapat dilepaskan dari teologi perjanjian. Baptisan dan Perjamuan Kudus adalah tanda dan meterai dari Perjanjian Anugerah yang digenapi dalam Kristus.
3. Sakramen dan Roh Kudus
Tanpa Roh Kudus, sakramen hanyalah ritual kosong. Roh Kuduslah yang menghubungkan tanda lahiriah dengan realitas rohaninya.
VII. Implikasi Praktis Sakramen dalam Kehidupan Gereja
1. Baptisan
-
Mengingatkan bahwa kita dimeteraikan dalam Kristus.
-
Menjadi dasar pendidikan iman bagi anak-anak dalam keluarga Kristen.
-
Meneguhkan identitas sebagai umat perjanjian.
2. Perjamuan Kudus
-
Mendorong introspeksi diri dan pertobatan.
-
Menguatkan iman melalui persekutuan dengan Kristus.
-
Meneguhkan kesatuan tubuh Kristus lintas denominasi, suku, dan bangsa.
-
Menyatakan pengharapan eskatologis akan pesta perjamuan Anak Domba.
VIII. Tantangan Kontemporer
-
Sekularisasi: sakramen dianggap sekadar ritual tradisi tanpa makna rohani.
-
Individualisme: perjamuan sering dipandang hanya sebagai relasi pribadi dengan Kristus, padahal juga persekutuan komunal.
-
Ekumenisme: perbedaan pandangan sakramen menjadi tantangan bagi persatuan gereja.
Teologi Reformed menekankan perlunya pengajaran yang jelas agar sakramen dijalankan dengan penuh hormat, iman, dan kesadaran akan makna teologisnya.
Kesimpulan
Sakramen dalam teologi Kristen Protestan, khususnya tradisi Reformed, adalah tanda dan meterai perjanjian Allah yang ditetapkan Kristus: baptisan dan perjamuan kudus. Keduanya bukan hanya simbol kosong, melainkan sarana anugerah yang, melalui Roh Kudus, meneguhkan iman orang percaya.
Reformator seperti Calvin, Bavinck, Kuyper, dan Berkhof menekankan bahwa sakramen bekerja bukan secara magis, melainkan melalui iman. Sakramen mengingatkan kita pada karya penebusan Kristus, memperkuat persekutuan dengan Dia, dan meneguhkan harapan eskatologis.
Dengan demikian, kehidupan gereja yang sehat menempatkan sakramen pada posisi sentral bersama firman, sehingga umat senantiasa dipelihara dalam iman, pengharapan, dan kasih.