Titus 2:6-8: Hidup Saleh, Keteladanan, dan Integritas Ajaran
Pendahuluan
Surat Paulus kepada Titus adalah salah satu surat pastoral yang memberikan arahan praktis tentang kehidupan jemaat dan pelayanan rohani. Dalam Titus 2:6-8, Paulus menekankan pentingnya kehidupan yang saleh, pengendalian diri, serta integritas dalam pengajaran, khususnya bagi kaum muda. Ayat ini berbunyi:
“Demikian juga nasihatilah orang-orang muda supaya mereka menguasai diri. Dalam segala hal hendaklah engkau sendiri menjadi teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu, sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu, supaya lawan menjadi malu, karena tidak ada hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita.” (Titus 2:6-8)
Bagian ini merupakan perintah yang sangat relevan, bukan hanya bagi orang muda pada zaman Titus, tetapi juga bagi orang percaya di masa kini yang hidup dalam dunia penuh tantangan moral dan doktrin palsu. Artikel ini akan mengupas eksposisi Alkitabiah Titus 2:6-8, membandingkannya dengan konteks historis, serta menyajikan pandangan para pakar teologi untuk memperdalam pemahaman kita.
Konteks Historis dan Latar Belakang
Surat Titus ditulis oleh Rasul Paulus kepada murid dan rekan pelayanannya, Titus, yang saat itu melayani di Kreta. Kreta dikenal sebagai pulau dengan reputasi moral yang buruk, sebagaimana Paulus kutip dalam Titus 1:12 bahwa orang Kreta digambarkan sebagai "pembohong, binatang buas yang malas, dan pelahap." Oleh karena itu, jemaat di sana membutuhkan arahan tegas untuk hidup berbeda dari kebiasaan dunia sekitar.
Dalam pasal 2, Paulus memberi instruksi khusus kepada berbagai kelompok jemaat: laki-laki tua, perempuan tua, perempuan muda, budak, dan orang muda. Hal ini menunjukkan bahwa Injil Kristus bukan hanya doktrin yang abstrak, melainkan memiliki dampak praktis pada setiap aspek kehidupan.
Titus 2:6-8 menyoroti tanggung jawab orang muda. Paulus sadar bahwa masa muda sering diwarnai dengan gairah, ambisi, dan kecenderungan untuk tidak terkendali. Oleh sebab itu, pengendalian diri, keteladanan, dan integritas menjadi hal yang ditekankan.
Eksposisi Titus 2:6-8
1. “Demikian juga nasihatilah orang-orang muda supaya mereka menguasai diri.” (Titus 2:6)
Kata “menguasai diri” berasal dari bahasa Yunani sōphronein yang berarti hidup dengan pikiran sehat, seimbang, dan penuh kebijaksanaan. Ini bukan sekadar menahan hawa nafsu, tetapi lebih luas: berpikir dengan jernih, membuat keputusan yang benar, serta mengekang dorongan emosional.
Menurut John Stott, pengendalian diri adalah salah satu buah dari Roh Kudus (Galatia 5:23), dan menjadi ciri khas kehidupan Kristen yang sejati. Masa muda sering diidentikkan dengan kebebasan tanpa batas, namun Paulus menekankan bahwa kebebasan sejati hanya dapat dialami jika ada penguasaan diri.
Matthew Henry menambahkan, “orang muda sering terjebak dalam kesenangan dunia, tetapi dengan pengendalian diri mereka menunjukkan kesalehan yang matang lebih cepat.” Ini berarti penguasaan diri bukan hanya tuntutan, tetapi juga jalan menuju kedewasaan rohani.
2. “Dalam segala hal hendaklah engkau sendiri menjadi teladan dalam berbuat baik.” (Titus 2:7a)
Paulus berbicara langsung kepada Titus. Seorang pemimpin rohani tidak hanya dituntut untuk mengajar, tetapi juga memberi teladan hidup. Keteladanan (typos dalam bahasa Yunani) berarti menjadi pola, model, atau contoh nyata yang dapat ditiru.
Charles Spurgeon menegaskan bahwa tidak ada yang lebih meyakinkan orang lain tentang kebenaran Injil selain kehidupan seorang pengkhotbah yang konsisten dengan perkataannya. Dengan kata lain, kehidupan seorang hamba Tuhan adalah khotbah yang hidup.
Hal ini juga berlaku bagi semua orang percaya. Dunia lebih sering melihat kehidupan kita daripada mendengarkan perkataan kita. Jika hidup kita tidak mencerminkan Kristus, maka kesaksian kita akan kehilangan kuasa.
3. “Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu.” (Titus 2:7b)
Integritas dalam ajaran adalah syarat mutlak. Kata “jujur” di sini menekankan ketulusan dan kemurnian motivasi dalam mengajar. Sedangkan “bersungguh-sungguh” menekankan sikap serius dan penuh hormat terhadap firman Allah.
John Calvin menjelaskan bahwa ajaran yang benar harus disampaikan bukan dengan kesombongan, melainkan dengan kerendahan hati dan kejujuran. Seorang pengajar yang tidak tulus hanya akan menyesatkan orang lain.
Dalam dunia modern, di mana banyak pengajaran palsu dan motivasi mencari keuntungan pribadi, ayat ini menjadi sangat relevan. Pengajar Kristen harus berkomitmen penuh untuk menyampaikan kebenaran firman, bukan sekadar kata-kata indah yang menyenangkan telinga.
4. “Sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu, supaya lawan menjadi malu, karena tidak ada hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita.” (Titus 2:8)
Pengajaran yang “sehat” (Yunani: hygiainō) berarti ajaran yang murni, benar, dan memberi kehidupan. Kata ini juga dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang sehat secara fisik—menunjukkan bahwa doktrin yang benar memberi kesehatan rohani.
Selain itu, Paulus menekankan bahwa pengajaran harus “tidak bercela.” Artinya, tidak memberi celah untuk diserang oleh lawan. Kehidupan dan perkataan seorang hamba Tuhan harus selaras, sehingga tidak ada dasar bagi musuh Injil untuk memfitnah.
William Barclay menulis, “Kehidupan yang konsisten adalah senjata paling ampuh melawan fitnah. Dunia mungkin tidak menyukai ajaran Kristen, tetapi mereka tidak dapat menyangkal kehidupan yang penuh integritas.”
Aplikasi Praktis bagi Orang Percaya Masa Kini
1. Pengendalian Diri di Era Digital
Generasi muda masa kini hidup dalam dunia serba cepat, penuh distraksi, dan godaan digital. Media sosial, hiburan, bahkan pornografi online dapat merusak penguasaan diri. Titus 2:6 menantang orang percaya untuk tetap hidup disiplin, menolak keinginan daging, dan menggunakan waktu dengan bijak.
2. Keteladanan dalam Kehidupan Sehari-hari
Keteladanan bukan hanya tugas pendeta atau penatua, melainkan setiap orang percaya. Di keluarga, pekerjaan, kampus, dan masyarakat, hidup kita seharusnya menjadi cermin Kristus. Dunia membutuhkan “Injil yang terlihat,” yaitu kehidupan yang berbeda dari standar dunia.
3. Integritas dalam Ajaran dan Pekerjaan
Bagi para pengajar firman, integritas sangat penting. Namun prinsip ini juga berlaku dalam dunia kerja dan bisnis. Seorang Kristen dipanggil untuk bekerja dengan jujur, tidak curang, dan serius dalam tanggung jawabnya. Integritas adalah kesaksian nyata tentang kuasa Injil.
4. Menghadapi Kritik Dunia
Orang percaya pasti menghadapi kritik, bahkan fitnah. Namun dengan kehidupan yang benar dan pengajaran yang sehat, semua tuduhan itu akan gugur. Seperti kata Petrus, “Hiduplah sedemikian rupa di tengah orang-orang yang tidak mengenal Allah, supaya mereka, meskipun menuduh kamu berbuat jahat, dapat melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah” (1 Petrus 2:12).
Pandangan Beberapa Pakar Alkitab
-
John Stott: Menekankan pentingnya keseimbangan antara doktrin yang sehat dan kehidupan yang kudus. Bagi Stott, Titus 2:6-8 menunjukkan bahwa ajaran tanpa teladan adalah kosong, sedangkan teladan tanpa ajaran adalah buta.
-
Matthew Henry: Menggarisbawahi bahwa orang muda harus diajar untuk disiplin, karena masa muda adalah waktu yang rawan untuk jatuh dalam dosa. Namun, dengan penguasaan diri, mereka dapat menjadi alat yang berguna bagi Tuhan.
-
John Calvin: Mengingatkan bahwa pengajaran harus disampaikan dengan kerendahan hati, bukan demi popularitas atau keuntungan pribadi. Firman Allah harus diberitakan dengan integritas penuh.
-
William Barclay: Menyatakan bahwa tidak ada yang lebih kuat dalam menghadapi fitnah dunia selain kehidupan yang konsisten dengan iman. Integritas adalah senjata utama orang percaya.
Kesimpulan
Titus 2:6-8 adalah ajaran yang menekankan tiga hal utama: pengendalian diri, keteladanan, dan integritas. Bagi orang muda, pengendalian diri adalah dasar untuk menghadapi godaan dunia. Bagi para pemimpin rohani, keteladanan adalah panggilan utama. Dan bagi semua orang percaya, integritas dalam ajaran dan kehidupan adalah senjata melawan fitnah dunia.
Surat ini menegaskan bahwa Injil bukan hanya soal perkataan, melainkan kehidupan yang nyata. Dengan hidup saleh, berintegritas, dan menjadi teladan, orang percaya dapat memuliakan Allah dan mempermalukan lawan Injil.