Titus 3:1–2 Hidup Kristen dalam Masyarakat
Pendahuluan
Surat Paulus kepada Titus merupakan salah satu dari apa yang dikenal sebagai surat pastoral, ditulis untuk memberikan instruksi mengenai pengaturan kehidupan jemaat, pengangkatan penatua, dan praktik kesalehan dalam konteks sosial yang lebih luas. Titus sendiri ditempatkan Paulus di Kreta, sebuah wilayah yang terkenal dengan kebudayaan keras, sifat egois, dan moralitas yang buruk (bdk. Titus 1:12–13). Oleh karena itu, salah satu tugas utama Titus adalah menuntun jemaat agar kehidupan mereka berbeda dengan kebiasaan masyarakat di sekitarnya, menjadi kesaksian nyata tentang Injil Kristus.
Teks Titus 3:1–2 berbunyi:
“Ingatkanlah mereka supaya tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik, jangan memfitnah, jangan suka bertengkar, tetapi ramah, dan selalu lemah lembut terhadap semua orang.” (TB-LAI)
Ayat ini penting karena membahas hubungan orang Kristen dengan pemerintah sipil serta sikap etis terhadap sesama manusia. Eksposisi ini akan menunjukkan bahwa teks ini tidak hanya relevan pada zaman Paulus, tetapi juga menyingkapkan prinsip-prinsip teologi Reformed mengenai ketaatan kepada pemerintah, panggilan berbuat baik, serta etika relasi sosial.
2. Analisis Eksposisi Ayat
a. Titus 3:1 – “Ingatkanlah mereka supaya tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik.”
1) “Ingatkanlah mereka” (hupomimnēske autous)
Kata kerja ini menekankan pengulangan. Paulus tidak memerintahkan sesuatu yang baru, melainkan Titus harus terus-menerus mengingatkan jemaat akan kewajiban mereka. Calvin menekankan bahwa umat Allah “mudah lupa” akan kewajiban sosial mereka sehingga perlu diingatkan berulang-ulang.
2) “tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa”
Ungkapan ini paralel dengan Roma 13:1–7 dan 1 Petrus 2:13–17. Paulus menegaskan bahwa pemerintahan sipil adalah ordo ciptaan Allah untuk menjaga ketertiban. Tunduk tidak berarti menyetujui semua tindakan pemerintah, tetapi mengakui otoritas yang berasal dari Allah.
Dalam tafsiran Reformed, ketaatan kepada pemerintah adalah bagian dari pengakuan akan kedaulatan Allah dalam anugerah umum. Kuyper menegaskan bahwa Allah memelihara ciptaan melalui struktur sosial, termasuk negara, sehingga orang percaya dipanggil untuk menghormati otoritasnya.
3) “taat” (peitharchein)
Kata ini mengandung arti “patuh” atau “mengikuti perintah.” Di sini, Paulus memperluas makna tunduk, bukan hanya dalam sikap hati tetapi juga dalam tindakan nyata. Namun, ketaatan ini tidak absolut; dalam konteks Reformed, prinsip sola Scriptura menegaskan bahwa jika pemerintah memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Allah, orang percaya harus lebih taat kepada Allah daripada manusia (Kis. 5:29).
4) “siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik”
Ungkapan ini menandakan kesiapan aktif. Orang Kristen tidak boleh pasif dalam masyarakat, tetapi harus berkontribusi dalam setiap bentuk kebaikan sosial, moral, dan praktis. Calvin menekankan bahwa ini mencakup “segala tindakan yang memajukan kesejahteraan umum.”
b. Titus 3:2 – “jangan memfitnah, jangan suka bertengkar, tetapi ramah, dan selalu lemah lembut terhadap semua orang.”
1) “jangan memfitnah” (mē blasphēmein)
Kata ini dapat berarti berbicara jahat, menghina, atau mencemarkan nama baik. Paulus menekankan pentingnya menjaga ucapan. Dalam konteks sosial, fitnah terhadap pemerintah atau sesama hanya menimbulkan kekacauan.
2) “jangan suka bertengkar” (amachous einai)
Secara harfiah: “tidak suka berperang.” Orang Kristen dipanggil untuk menjadi pembawa damai, bukan provokator. John Stott (walaupun bukan sepenuhnya Reformed, tetapi dekat dalam tradisi injili) menyatakan bahwa jemaat harus dikenal bukan karena polemiknya, tetapi karena kerendahan hati dan kedamaian.
3) “tetapi ramah” (epieikeis)
Kata ini berarti kemurahan hati, toleran, tidak kaku dalam menuntut hak. Dalam tafsiran Reformed, ini menunjuk pada cerminan kasih karunia Allah dalam relasi sosial.
4) “selalu lemah lembut terhadap semua orang” (pasan prautēta endeiknymenous pros pantas anthrōpous)
“Lemah lembut” bukan kelemahan, melainkan kekuatan yang terkendali. Kristus sendiri digambarkan sebagai lemah lembut (Mat. 11:29). Orang percaya dipanggil untuk menunjukkan karakter Kristus bukan hanya kepada sesama orang Kristen, tetapi kepada semua orang.
3. Pandangan Teolog Reformed
a. John Calvin
Calvin menafsirkan Titus 3:1–2 sebagai dorongan agar orang Kristen tidak menjadi pemberontak terhadap pemerintah. Ia mengingatkan bahwa walaupun pemerintah sering tidak adil, ketaatan tetaplah kewajiban kecuali ketika iman dipertaruhkan. Tentang kelemahlembutan, Calvin menekankan bahwa hal itu adalah “roh Kristus” yang harus mengalahkan kecenderungan manusia untuk membalas dendam.
b. Herman Bavinck
Bavinck menyoroti hubungan antara anugerah umum dan anugerah khusus. Anugerah umum Allah menopang tatanan masyarakat, sementara anugerah khusus membentuk umat yang mampu hidup sesuai kehendak-Nya. Titus 3:1–2 menunjukkan keterpanggilan orang percaya untuk menjadi teladan dalam kedua ranah itu.
c. Abraham Kuyper
Kuyper menekankan doktrin kedaulatan lingkup (sphere sovereignty). Menurutnya, negara memiliki otoritas dari Allah dalam lingkup tertentu, tetapi tidak berhak masuk ke ranah gereja. Titus 3:1–2 dipahami sebagai pengakuan bahwa dalam lingkupnya, pemerintah harus dihormati, tetapi orang percaya tetap harus mengutamakan Kristus sebagai Raja.
d. Charles Hodge
Hodge menafsirkan teks ini dengan menekankan aspek apologetis: orang Kristen pada zaman Paulus sering dituduh sebagai pengacau (lih. Kis. 17:6–7). Karena itu, Paulus mengajarkan agar jemaat menunjukkan kesetiaan sosial sehingga tuduhan itu terbantahkan.
4. Implikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini
-
Ketaatan kepada pemerintah demokratis
Dalam konteks modern, orang Kristen dipanggil untuk menghormati hukum negara, membayar pajak, dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bernegara, tanpa melupakan bahwa kesetiaan tertinggi adalah kepada Kristus. -
Menghindari ujaran kebencian dan fitnah
Dalam era media sosial, fitnah dan pertengkaran sangat mudah terjadi. Prinsip Titus 3:2 menuntun orang percaya untuk berhati-hati dalam kata-kata, membangun bukan meruntuhkan. -
Menjadi garam dan terang
Pekerjaan baik yang dilakukan orang percaya bukan sekadar amal pribadi, tetapi kontribusi nyata dalam pendidikan, kesehatan, politik, dan keadilan sosial. -
Menampilkan karakter Kristus
Dunia harus melihat Kristus melalui kelemahlembutan dan keramahan orang percaya, bahkan terhadap mereka yang berbeda keyakinan.
Kesimpulan
Titus 3:1–2 menegaskan bahwa iman Kristen tidak boleh dipisahkan dari kehidupan sosial. Paulus menasihati jemaat agar tunduk pada pemerintah, siap berbuat baik, menjaga perkataan, hidup damai, ramah, dan lemah lembut terhadap semua orang. Dalam perspektif Reformed, teks ini menyingkapkan kedaulatan Allah atas tatanan dunia, panggilan etis orang percaya, serta keindahan karakter Kristus yang harus tercermin dalam gereja.
Di tengah dunia yang penuh konflik dan pertentangan, gereja dipanggil untuk menjadi komunitas yang patuh kepada Allah, berkontribusi dalam kebaikan sosial, serta menampilkan kelemahlembutan Kristus. Dengan demikian, Injil bukan hanya diberitakan melalui kata-kata, tetapi juga diwujudkan dalam hidup yang menjadi kesaksian nyata.