1 Petrus 1:21 Iman Yang Berakar Dalam Allah Melalui Kristus

I. Pendahuluan: Iman yang Bertumpu pada Kristus dan Allah
Salah satu ciri mendasar dari iman Kristen sejati adalah bahwa iman itu berakar, berpusat, dan berujung pada Allah sendiri melalui karya Yesus Kristus. Dunia modern sering berbicara tentang “iman” sebagai sesuatu yang netral—iman kepada diri sendiri, iman kepada masa depan, atau iman kepada sistem. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa iman sejati bukanlah sekadar optimisme atau kepercayaan diri, melainkan kepercayaan mutlak kepada Allah yang menyatakan diri-Nya di dalam Yesus Kristus.
1 Petrus 1:21 mengatakan:
“Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah.”
Ayat ini berdiri sebagai pernyataan teologis yang sangat kaya: iman Kristen bersumber dari Kristus, diarahkan kepada Allah, dan dipelihara oleh karya kebangkitan Kristus. Melalui ayat ini, Rasul Petrus menegaskan dasar iman orang percaya, yaitu karya Allah melalui Kristus yang bangkit dan dimuliakan.
II. Konteks Surat 1 Petrus
Surat 1 Petrus ditulis kepada jemaat-jemaat yang tersebar di Asia Kecil (1 Ptr. 1:1) — orang-orang percaya yang hidup di tengah penderitaan dan penganiayaan. Mereka mungkin bertanya: “Mengapa kita menderita padahal kita mengikut Kristus?” Petrus menulis untuk menguatkan iman mereka dan menunjukkan bahwa penderitaan bukan tanda Allah meninggalkan mereka, tetapi justru bagian dari proses pemurnian iman (1 Ptr. 1:6–7).
Dalam konteks ini, 1 Petrus 1:21 menjadi klimaks dari pemikiran Petrus bahwa Kristus adalah pusat keselamatan dan iman. Melalui Kristus yang mati dan bangkit, orang percaya dibawa kepada hubungan yang hidup dengan Allah.
III. Eksposisi Teks: 1 Petrus 1:21
1. “Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah”
Frasa ini menegaskan bahwa Kristus adalah perantara iman kita. Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah “δι’ αὐτοῦ” (di’ autou) yang berarti “melalui Dia”. Artinya, iman kepada Allah hanya mungkin melalui Kristus. Tanpa Kristus, manusia tidak dapat mengenal Allah dengan benar (Yohanes 14:6).
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion (II.6.2) mengatakan:
“Tanpa Kristus, Allah hanya akan tampak sebagai Hakim yang mengerikan bagi kita; hanya melalui Kristus kita dapat mengenal-Nya sebagai Bapa yang penuh kasih.”
Dengan demikian, iman Kristen bukanlah hasil upaya manusia mendekati Allah, tetapi hasil karya Allah yang mendekati manusia melalui Kristus. Kristus bukan hanya objek iman, tetapi juga sarana iman—melalui Dia kita memiliki akses kepada Allah.
2. “Yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati”
Kebangkitan Kristus adalah pusat dan bukti bahwa Allah berkenan kepada karya penebusan-Nya. Tanpa kebangkitan, iman Kristen akan sia-sia (1 Korintus 15:17). Kebangkitan ini bukan hanya sebuah mukjizat historis, tetapi dasar teologis dari keyakinan kita bahwa Allah berkuasa menyelamatkan.
Martin Luther menegaskan dalam komentarnya atas 1 Petrus:
“Kebangkitan Kristus adalah meterai Allah atas karya penebusan. Di dalam kebangkitan itu, Allah menyatakan bahwa Ia menerima korban Kristus sebagai cukup bagi dosa seluruh dunia.”
Kebangkitan Kristus meneguhkan bahwa iman kita bukanlah kepercayaan kepada seorang guru yang mati, melainkan kepada Allah yang hidup dan berkuasa.
3. “Dan yang telah memuliakan-Nya”
Petrus menambahkan bahwa Allah tidak hanya membangkitkan Kristus, tetapi juga memuliakan-Nya. Ini menunjuk kepada kenaikan Kristus ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah (Filipi 2:9–11). Dengan dimuliakan-Nya Kristus, seluruh karya penebusan-Nya disahkan oleh Allah.
John Owen menulis dalam Christologia:
“Kenaikan dan pemuliaan Kristus adalah manifestasi penuh dari kemenangan-Nya atas dosa, maut, dan setan. Di situ iman menemukan tempat perhentiannya—bukan pada penderitaan Kristus semata, tetapi pada kemuliaan-Nya yang menjamin kepastian keselamatan kita.”
Kebangkitan dan pemuliaan Kristus merupakan dua sisi dari satu mata uang: kemenangan Allah atas dosa dan pengesahan penuh terhadap karya Kristus.
4. “Sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah”
Tujuan akhir dari karya Kristus bukan hanya agar manusia percaya kepada Kristus semata, tetapi agar iman dan pengharapan kita diarahkan kepada Allah. Kristus membawa kita kembali kepada relasi yang benar dengan Allah.
Seperti dikatakan Paulus dalam 2 Korintus 5:18–19, “Allah mendamaikan kita dengan diri-Nya oleh Kristus.”
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan:
“Kristus adalah jalan, bukan tujuan akhir. Melalui Kristus, kita datang kepada Allah; oleh karena itu iman yang sejati tidak berhenti pada Kristus sebagai Pengantara, tetapi naik sampai kepada Allah yang adalah sumber segala kasih karunia.”
Dengan kata lain, iman sejati bukan hanya percaya bahwa Kristus mati bagi kita, tetapi juga melihat Allah yang penuh kasih di balik karya Kristus itu.
IV. Iman dan Pengharapan: Dua Sisi dari Satu Koin
Petrus menutup ayat ini dengan menyatukan dua konsep penting: iman (faith) dan pengharapan (hope).
Dalam pemikiran Reformed, keduanya tidak dapat dipisahkan. Iman melihat ke masa kini — percaya kepada apa yang telah Allah lakukan di dalam Kristus. Pengharapan melihat ke masa depan — menantikan pemenuhan janji Allah yang pasti.
Calvin menulis dalam komentarnya atas 1 Petrus:
“Iman adalah akar, pengharapan adalah tunasnya; keduanya tumbuh dari tanah yang sama, yaitu kasih karunia Allah di dalam Kristus.”
Iman dan pengharapan yang sejati bukan didasarkan pada keadaan, tetapi pada karakter Allah yang tidak berubah. Ketika orang percaya menghadapi penderitaan, iman mereka tidak bersandar pada kekuatan sendiri, melainkan pada Allah yang membangkitkan Kristus dari kematian.
V. Aplikasi Teologis dan Praktis bagi Orang Percaya
1. Iman sejati bersumber dari karya Allah, bukan usaha manusia
Ayat ini menunjukkan bahwa iman adalah anugerah Allah melalui Kristus, bukan hasil rasionalitas atau moralitas manusia. Seperti yang diajarkan teologi Reformed, iman adalah karunia Roh Kudus (Efesus 2:8-9).
Jonathan Edwards berkata:
“Iman bukanlah tindakan alami dari pikiran manusia, tetapi karya supranatural Roh Kudus yang membuka mata untuk melihat kemuliaan Kristus.”
Karena itu, kita tidak dapat bermegah dalam iman kita. Iman bukan prestasi, tetapi partisipasi dalam karya penebusan Kristus.
2. Kebangkitan Kristus menjamin pengharapan kita
Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, kebangkitan Kristus adalah fondasi yang teguh bagi pengharapan kekal. Pengharapan Kristen bukanlah optimisme kosong, tetapi kepastian yang berakar pada sejarah penebusan.
R.C. Sproul berkata:
“Iman tanpa kebangkitan adalah iman yang kosong. Namun, karena Kristus bangkit, pengharapan kita bukan lagi kemungkinan, melainkan kepastian yang dijamin oleh Allah sendiri.”
Ketika kita berduka, kecewa, atau menghadapi penderitaan, kita dapat menatap kubur kosong Kristus sebagai bukti bahwa kematian, dosa, dan keputusasaan telah dikalahkan.
3. Pemuliaan Kristus menunjukkan tujuan akhir kehidupan Kristen
Kita sering melihat kehidupan hanya dari sisi penderitaan. Namun Petrus mengingatkan bahwa akhir dari segala penderitaan orang percaya adalah kemuliaan bersama Kristus.
Sebagaimana Kristus dimuliakan setelah penderitaan-Nya, demikian pula kita akan dimuliakan bersama Dia (Roma 8:17).
John Piper menulis:
“Kemuliaan Kristus adalah jaminan bahwa penderitaan kita tidak sia-sia; setiap tetes air mata orang percaya akan digantikan dengan sukacita kekal.”
Maka, hidup kita bukan sekadar menanggung penderitaan, tetapi berjalan menuju kemuliaan yang dijanjikan.
4. Iman sejati mengarahkan hati kepada Allah, bukan kepada berkat-Nya
Petrus menegaskan bahwa tujuan akhir iman dan pengharapan kita adalah Allah sendiri.
Banyak orang menganggap iman sebagai sarana untuk memperoleh berkat duniawi, namun iman sejati justru menuntun kita untuk mengasihi Allah lebih daripada berkat-Nya.
Seperti kata Augustine:
“Hati kami tidak akan tenang sebelum beristirahat di dalam Engkau, ya Allah.”
Iman sejati membuat kita tidak berhenti pada Kristus sebagai sarana keselamatan, tetapi membawa kita masuk ke dalam persekutuan dengan Allah yang adalah tujuan akhir dari semua anugerah.
VI. Penerapan dalam Kehidupan Jemaat
-
Dalam penderitaan:
Ketika jemaat mengalami penderitaan atau tekanan, seperti penerima surat Petrus, mereka harus ingat bahwa Allah yang membangkitkan Kristus juga berkuasa memelihara mereka. Penderitaan bukan akhir, tetapi jalan menuju kemuliaan. -
Dalam pelayanan:
Setiap bentuk pelayanan harus berakar pada iman kepada Allah melalui Kristus, bukan ambisi atau pengakuan manusia. Seorang pelayan sejati tahu bahwa kekuatannya berasal dari Tuhan yang hidup. -
Dalam penginjilan:
Pesan injil bukan sekadar ajakan untuk percaya kepada Yesus sebagai teladan moral, tetapi untuk percaya kepada Allah melalui Yesus Kristus yang mati dan bangkit. Fokusnya bukan sekadar perubahan hidup, tetapi rekonsiliasi dengan Allah. -
Dalam pengharapan akan masa depan:
Dunia ini penuh dengan perubahan, tetapi pengharapan kita tertuju pada Allah yang telah membangkitkan dan memuliakan Kristus. Maka kita dapat hidup dengan sukacita yang teguh di tengah ketidakpastian.
VII. Kesimpulan: Arah Iman yang Benar
1 Petrus 1:21 mengajarkan kepada kita bahwa iman yang sejati berasal dari Kristus, berpusat pada kebangkitan dan kemuliaan Kristus, dan berujung pada Allah sendiri.
Inilah iman yang memuliakan Allah dan menghibur umat-Nya di tengah penderitaan.
Sebagaimana dikatakan oleh John Calvin:
“Kita tidak akan pernah benar-benar percaya kepada Allah kecuali kita memandang kepada Kristus, dan kita tidak akan pernah memuliakan Kristus kecuali iman kita mengangkat kita kepada Allah.”
Marilah kita memelihara iman dan pengharapan kita bukan pada hal-hal fana, melainkan pada Allah yang telah membangkitkan dan memuliakan Kristus. Sebab di dalam Dialah, kita memiliki hidup yang kekal, pengharapan yang pasti, dan sukacita yang tidak tergoyahkan.