Ayub 33:4 Roh Allah yang Menciptakan dan Menghidupkan
.jpg)
I. Pendahuluan: Kehidupan sebagai Nafas dari Allah
Ayub 33:4 berkata:
“Roh Allah yang telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa yang membuat aku hidup.”
Ayat ini diucapkan oleh Elihu, salah satu sahabat Ayub, ketika ia berbicara tentang kuasa dan kebijaksanaan Allah dalam memberi dan memelihara kehidupan manusia.
Ayat ini mengandung pengakuan mendalam tentang asal-usul kehidupan dan ketergantungan total manusia kepada Allah.
Elihu menegaskan dua kebenaran besar:
- Roh Allah menciptakan manusia.
- Nafas Allah memberi manusia kehidupan.
Kedua kebenaran ini menjadi dasar bagi teologi penciptaan, pneumatologi (ajaran tentang Roh Kudus), dan bahkan soteriologi (ajaran tentang keselamatan).
John Calvin berkata:
“Setiap nafas yang kita hirup adalah kesaksian bahwa kita bukan milik diri sendiri, tetapi diciptakan oleh Allah untuk kemuliaan-Nya.” (Institutes, I.xv.3)
Artikel ini akan menguraikan makna teologis dari Ayub 33:4 dengan pendekatan ekspositori dan refleksi dari para teolog Reformed, agar kita semakin memahami siapa diri kita di hadapan Sang Pencipta yang memberi hidup.
II. Latar Belakang Konteks: Elihu dan Kesaksian tentang Pencipta
Kitab Ayub berisi pergumulan tentang penderitaan dan keadilan Allah.
Dalam pasal 33, Elihu muncul sebagai tokoh muda yang menegur Ayub dan tiga sahabatnya, mengingatkan mereka akan kebesaran Allah yang tidak dapat diselami manusia.
Ayub merasa dirinya benar dan tidak layak menerima penderitaan. Namun, Elihu mengingatkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan, bukan pencipta.
Ia berkata dalam ayat 4 sebagai dasar argumen teologisnya: manusia tidak dapat menuntut Allah karena hidupnya sendiri berasal dari Roh Allah.
Matthew Henry menjelaskan:
“Elihu membawa Ayub kembali kepada dasar eksistensinya: bahwa ia adalah ciptaan Allah, bergantung pada nafas-Nya untuk hidup, dan karena itu tidak pantas memperdebatkan jalan-jalan Allah yang penuh hikmat.”
Dengan demikian, ayat ini bukan hanya pernyataan teologis, tetapi juga panggilan untuk kerendahan hati di hadapan Sang Pencipta.
III. Eksposisi Ayub 33:4
1. “Roh Allah yang telah membuat aku”
Kata “Roh Allah” (Ruach Elohim) di sini menunjuk kepada Pribadi Allah yang aktif dalam penciptaan.
Dalam Kejadian 1:2, kita membaca bahwa “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.”
Roh Kudus bukan hanya hadir pada penciptaan dunia, tetapi juga terlibat langsung dalam pembentukan kehidupan manusia.
Ayub 33:4 menegaskan bahwa Roh Allah adalah Pencipta pribadi manusia.
Mazmur 104:30 berkata:
“Apabila Engkau mengirim Roh-Mu, mereka diciptakan, dan Engkau membaharui muka bumi.”
John Calvin menafsirkan ayat ini sebagai bukti bahwa Roh Kudus adalah sumber kehidupan yang terus memperbarui ciptaan:
“Roh Kudus tidak hanya memberi hidup pada awalnya, tetapi juga memelihara dan memperbarui seluruh ciptaan dari hari ke hari.” (Commentary on Psalm 104:30)
Dengan demikian, kehidupan kita bukan hasil kebetulan biologis, melainkan karya kreatif dari Roh Kudus.
Setiap manusia hidup karena Roh Allah menghendakinya hidup.
2. “Dan nafas Yang Mahakuasa yang membuat aku hidup”
Bagian kedua ini menjelaskan bagaimana kehidupan itu berlanjut — melalui nafas dari Allah sendiri.
Kata “nafas” (neshamah) mengingatkan kita pada Kejadian 2:7:
“TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.”
Di sini tampak hubungan langsung antara ciptaan dan Penciptanya.
Manusia bukan hanya dibentuk oleh tangan Allah, tetapi juga dihidupkan oleh hembusan nafas ilahi.
Charles Hodge menulis dalam Systematic Theology:
“Kehidupan manusia berasal dari tindakan pribadi Allah yang menghembuskan nafas-Nya. Ini menandakan bahwa kehidupan manusia bersifat rohani, berasal dari Allah, dan bergantung sepenuhnya pada-Nya.”
Kehidupan jasmani dan rohani kita bersumber dari Allah yang Mahakuasa.
Tanpa nafas-Nya, tidak ada eksistensi; tanpa Roh-Nya, tidak ada makna hidup.
IV. Makna Teologis: Roh Kudus Sebagai Pemberi Kehidupan
1. Roh Kudus sebagai Pencipta (Creator Spiritus)
Dalam teologi Reformed, Roh Kudus dipahami bukan hanya sebagai penghibur, tetapi juga sebagai Pencipta dan Pemelihara kehidupan.
The Westminster Confession of Faith, Bab II, menyatakan:
“Dalam kesatuan ke-Allahan terdapat tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketiganya satu dalam hakikat, kekuasaan, dan kekekalan; Pencipta segala sesuatu yang ada.”
Dengan demikian, Ayub 33:4 mengajarkan bahwa Roh Kudus bekerja aktif dalam penciptaan manusia dan seluruh ciptaan.
Francis Turretin menulis:
“Roh Kudus adalah tangan Allah yang menciptakan dan membentuk semua hal, membawa kekacauan menjadi keteraturan dan kehidupan.”
Artinya, Roh Kudus tidak pasif, melainkan aktif sebagai agen kehidupan.
2. Roh Kudus sebagai Pemberi Hidup Rohani
Selain memberi kehidupan jasmani, Roh Kudus juga memberi hidup rohani bagi orang yang mati dalam dosa.
Efesus 2:1 menyatakan:
“Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.”
Namun, melalui karya Roh Kudus, kita “dihidupkan bersama-sama dengan Kristus” (Ef. 2:5).
John Owen menjelaskan:
“Sebagaimana Roh Kudus menghembuskan kehidupan jasmani pada Adam, demikian juga Ia menghembuskan kehidupan rohani pada orang berdosa, menjadikannya ciptaan baru.” (The Holy Spirit)
Oleh karena itu, Ayub 33:4 menjadi gambaran tipologis dari kelahiran baru — hidup baru yang dihasilkan oleh Roh Kudus.
Roh Allah bukan hanya memberi hidup, tetapi juga menciptakan kembali manusia di dalam Kristus.
3. Roh Kudus sebagai Pemelihara Kehidupan
Kehidupan yang diberikan Allah bukan kehidupan yang berdiri sendiri.
Setiap hembusan nafas adalah anugerah baru.
Mazmur 104:29-30 menegaskan bahwa ketika Allah menarik Roh-Nya, ciptaan mati; ketika Ia mengirimkan Roh-Nya, ciptaan hidup kembali.
Louis Berkhof menjelaskan:
“Pemeliharaan Allah mencakup pemeliharaan setiap jiwa dan setiap kehidupan. Tanpa Roh Kudus, segala sesuatu akan hancur dalam sekejap.” (Systematic Theology)
Dengan demikian, kesadaran akan kebergantungan kepada Roh Kudus seharusnya menimbulkan rasa syukur yang mendalam dalam diri orang percaya.
V. Aplikasi Iman: Hidup Dalam Kesadaran Roh Kudus
1. Hidup dengan kerendahan hati
Elihu mengingatkan Ayub bahwa ia hanyalah ciptaan.
Kita pun harus menyadari hal yang sama: kehidupan ini bukan milik kita.
Setiap hari kita hidup oleh karena anugerah Allah yang menopang.
Kesombongan rohani, intelektual, atau moral adalah bentuk pelupaan terhadap sumber kehidupan sejati.
2. Hidup dalam ketergantungan kepada Allah
Kita tidak dapat hidup tanpa Roh Kudus.
Setiap saat kita memerlukan kekuatan dan tuntunan-Nya.
Calvin menulis:
“Roh Kudus adalah nafas kehidupan rohani kita; tanpanya, iman mati dan kasih padam.”
Doa harian orang percaya seharusnya:
“Tuhan, tiupkanlah lagi Roh-Mu ke dalam hatiku, supaya aku hidup bagi-Mu.”
3. Hidup dalam kekudusan
Karena Roh Allah telah menciptakan dan menghidupkan kita, kita dipanggil untuk hidup dalam kesucian.
Roh Kudus tidak hanya memberi hidup, tetapi juga menguduskan.
Roma 8:11 berkata:
“Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia yang telah membangkitkan Kristus Yesus itu, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana oleh Roh-Nya yang diam di dalam kamu.”
Artinya, kehidupan rohani yang sejati adalah kehidupan yang dipimpin oleh Roh Kudus.
VI. Pandangan Teolog Reformed tentang Ayub 33:4
-
John Calvin
Calvin melihat ayat ini sebagai pengakuan iman bahwa manusia sepenuhnya bergantung pada Allah.“Segala sesuatu dalam diri kita — keberadaan, gerakan, dan kehidupan — berasal dari Roh Allah.”
-
Matthew Henry
Henry menafsirkan bahwa Elihu sedang mengingatkan Ayub untuk tidak melupakan kedaulatan Allah atas hidup.“Jika nafas-Nya diambil, manusia kembali menjadi debu. Oleh sebab itu, biarlah manusia menghormati Sang Pemberi hidup.”
-
Charles Spurgeon
Spurgeon menegaskan aspek rohani dari ayat ini:“Roh yang dahulu menghidupkan Adam kini menghidupkan kita kembali dalam Kristus. Roh Allah adalah Roh kebangkitan.”
-
Louis Berkhof
Berkhof menafsirkan ayat ini dalam kerangka doktrin penciptaan dan providensi:“Ayub 33:4 menunjukkan hubungan antara penciptaan dan pemeliharaan; Roh yang menciptakan juga adalah Roh yang menegakkan ciptaan dalam keberadaannya.”
VII. Perspektif Kristologis: Kristus dan Nafas Kehidupan
Semua kehidupan berasal dari Allah melalui Roh, tetapi puncak pewahyuan itu ada dalam Kristus.
Yohanes 20:22 mencatat bahwa setelah kebangkitan, Yesus “menghembusi mereka dan berkata: Terimalah Roh Kudus.”
Itu adalah penggenapan Ayub 33:4 secara penuh dalam konteks keselamatan.
Kristus adalah Pemberi kehidupan baru melalui Roh Kudus-Nya.
“Sebab sebagaimana Bapa membangkitkan orang mati dan menghidupkan mereka, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya.” (Yohanes 5:21)
Kristus, melalui Roh Kudus, menghidupkan umat pilihan-Nya — bukan hanya secara fisik, tetapi secara rohani dan kekal.
VIII. Kesimpulan: Hidup oleh Nafas Allah
Ayub 33:4 membawa kita kepada pengakuan mendasar bahwa:
- Kita diciptakan oleh Roh Allah.
- Kita dihidupkan oleh nafas Allah.
- Kita dipelihara oleh karya Roh Kudus.
Semua kehidupan adalah karunia.
Setiap nafas yang kita hirup adalah peringatan bahwa kita hidup bukan karena kekuatan kita sendiri, tetapi karena anugerah Sang Pencipta.
Sebagaimana Calvin berkata:
“Tidak ada sesuatu pun dalam diri manusia yang dapat menopang hidupnya, kecuali kuasa Roh Allah yang terus bekerja.”
Maka, marilah kita hidup:
- Dengan kerendahan hati, karena kita hanyalah debu yang dihidupkan oleh Roh.
- Dengan iman yang bergantung penuh pada Allah.
- Dengan kesucian, karena Roh Kudus tinggal dalam kita.
Setiap kali kita menghembuskan nafas, biarlah itu menjadi doa pengakuan:
“Roh Allah yang telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa yang membuat aku hidup.”