Berjalan Dalam Hikmat Allah
.jpg)
“Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.” (Efesus 5:15–17)
Pendahuluan: Panggilan untuk Hidup Bijaksana di Dunia yang Bodoh
Dunia modern yang penuh dengan kebisingan, informasi, dan godaan telah membuat banyak orang kehilangan arah. Manusia menjadi “cerdas secara teknologi” tetapi “bodoh secara rohani”. Alkitab menegaskan bahwa hikmat sejati tidak berasal dari dunia ini, tetapi dari Allah. Rasul Paulus menasihati jemaat Efesus untuk hidup “bukan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif.”
Artikel ini hendak mengajak kita untuk memahami apa artinya berjalan dalam hikmat Allah, bagaimana hal itu diwujudkan dalam kehidupan Kristen, dan mengapa hal ini merupakan tanda nyata dari seseorang yang telah diselamatkan oleh anugerah.
John Calvin menulis:
“Hikmat sejati adalah pengetahuan yang disinari oleh rasa takut akan Allah; tanpa rasa takut itu, semua pengetahuan hanya kesia-siaan.” (Institutes II.2.18)
Berjalan dalam hikmat Allah berarti hidup dengan kesadaran akan kehadiran Allah dalam segala hal, menimbang setiap keputusan berdasarkan kehendak-Nya, dan menolak cara berpikir dunia yang gelap.
I. Makna Berjalan Dalam Hikmat Allah
1. Hikmat Allah bukan hasil kecerdikan manusia
Dalam Perjanjian Lama, kata hikmat (hokmah) sering kali berarti kemampuan untuk hidup benar di hadapan Allah — bukan hanya kecerdasan intelektual, tetapi keterampilan rohani dalam menjalani kehidupan saleh.
Amsal 9:10 berkata,
“Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.”
Hikmat sejati selalu dimulai dari hubungan yang benar dengan Allah. Manusia modern mungkin menguasai ilmu, tetapi tanpa mengenal Allah, semua itu hanyalah kebodohan yang terbungkus pengetahuan. Jonathan Edwards menulis:
“Hikmat dunia membawa manusia kepada keangkuhan, tetapi hikmat dari atas membawa manusia kepada kerendahan hati di hadapan Allah.”
2. Hikmat adalah cara hidup, bukan sekadar pengetahuan
Rasul Paulus menggunakan kata peripateo (“berjalan”) untuk menggambarkan kehidupan Kristen. Artinya, hikmat bukan sesuatu yang pasif, melainkan gaya hidup yang aktif dan konsisten.
John Stott menjelaskan:
“Berjalan dalam hikmat berarti menapaki setiap langkah kehidupan dengan kesadaran bahwa Allah sedang memperhatikan kita.”
Dengan kata lain, hikmat Allah mengatur seluruh aspek hidup: pikiran, keputusan, relasi, pekerjaan, dan ibadah.
II. Hikmat Allah Dibedakan dari Hikmat Dunia
1. Hikmat dunia berpusat pada manusia
Paulus dalam 1 Korintus 1:20-25 menegaskan bahwa dunia menganggap salib Kristus sebagai kebodohan. Dunia mencari kebijaksanaan yang berpusat pada ego, prestasi, dan kesuksesan. Tetapi hikmat Allah justru dinyatakan dalam kelemahan, salib, dan kasih karunia.
R.C. Sproul menulis:
“Hikmat dunia menempatkan manusia di pusat segalanya, tetapi hikmat Allah menempatkan Kristus sebagai pusat dari segala ciptaan dan penebusan.”
Ketika seseorang mengandalkan pikirannya sendiri tanpa tunduk pada firman Tuhan, ia sedang berjalan dalam kebodohan rohani, betapa pun tinggi pendidikannya.
2. Hikmat Allah berakar pada wahyu ilahi
Hikmat sejati hanya dapat diperoleh melalui firman Allah. Mazmur 119:105 berkata,
“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”
John Owen menegaskan,
“Tanpa firman, manusia berjalan dalam kegelapan. Hikmat tidak pernah dapat ditemukan di luar firman Allah, sebab di situlah Allah menyatakan diri-Nya.”
Orang yang hidup berdasarkan hikmat Allah akan menimbang segala sesuatu dengan kebenaran Kitab Suci. Ia tidak terombang-ambing oleh opini, tren, atau tekanan dunia, tetapi berakar kuat pada kehendak Allah yang kekal.
III. Prinsip-Prinsip Hidup Dalam Hikmat
1. Hidup dengan memperhatikan langkah (Efesus 5:15)
Paulus berkata: “Perhatikanlah dengan saksama bagaimana kamu hidup.” Dalam bahasa Yunani, kata akribos berarti teliti, hati-hati, dan penuh kewaspadaan.
Artinya, orang Kristen tidak boleh hidup secara sembrono. Ia harus berhati-hati dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Dunia mengajarkan “ikuti hatimu”, tetapi hikmat Allah berkata “ujilah hatimu di hadapan Tuhan.”
Spurgeon menasihati:
“Jangan berjalan dengan mata tertutup di jalan yang dipenuhi perangkap. Hiduplah dengan mata yang tertuju kepada Kristus.”
Orang yang berhikmat selalu memeriksa setiap langkahnya dalam terang firman Tuhan. Ia tidak hanya bertanya, “Apakah ini salah?” tetapi juga, “Apakah ini memuliakan Allah?”
2. Menebus waktu (Efesus 5:16)
Paulus melanjutkan, “Pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini jahat.” Kata redeem (menebus) berarti membeli kembali waktu yang berharga agar digunakan untuk tujuan rohani.
Calvin menjelaskan:
“Kita harus hidup dengan kesadaran bahwa setiap detik adalah pinjaman dari Allah. Siapa pun yang menyia-nyiakan waktunya, sedang merampas milik Tuhan.”
Hidup berhikmat berarti menghargai waktu sebagai kesempatan untuk melayani Tuhan, bukan sekadar mengejar kesenangan. Dunia membuang waktu untuk hal-hal fana, tetapi orang yang berhikmat menebus waktu untuk kekekalan.
3. Mengerti kehendak Tuhan (Efesus 5:17)
“Janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.” Kebodohan spiritual terjadi ketika seseorang tidak peduli pada kehendak Allah.
Hikmat sejati selalu ditandai dengan keinginan untuk mengenal kehendak Tuhan melalui firman dan doa. Jonathan Edwards berkata:
“Orang yang berhikmat tidak hidup untuk dirinya, tetapi selalu menyesuaikan keinginannya dengan rencana Allah yang sempurna.”
Berjalan dalam hikmat berarti tunduk kepada kedaulatan Allah, bahkan ketika jalan yang ditempuh tidak mudah dimengerti.
IV. Contoh Alkitabiah Orang yang Berjalan dalam Hikmat
1. Yusuf: Hikmat dalam penderitaan
Yusuf adalah contoh luar biasa dari seseorang yang berjalan dalam hikmat Allah. Walau dijual oleh saudaranya dan difitnah oleh istri Potifar, ia tetap setia kepada Allah. Ia menolak untuk berbuat dosa dengan berkata,
“Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kejadian 39:9)
Hikmat Yusuf tidak terletak pada strategi manusia, tetapi pada takut akan Tuhan yang menuntun langkahnya.
2. Salomo: Dikaruniai hikmat, tetapi juga peringatan
Salomo memohon hikmat dari Tuhan (1 Raja-raja 3:9), dan Allah memberinya hikmat yang tiada banding. Namun ketika ia mulai mengandalkan diri dan mengikuti keinginan dunia, hikmat itu memudar.
Ini menjadi pelajaran bahwa berjalan dalam hikmat berarti setia terus-menerus, bukan hanya memiliki pengetahuan di awal. Hikmat sejati menuntut ketaatan yang berkelanjutan.
3. Yesus Kristus: Hikmat Allah yang sempurna
1 Korintus 1:24 menyebut Kristus sebagai “hikmat Allah.” Dalam diri Kristus, kita melihat teladan sempurna bagaimana berjalan dalam hikmat Allah. Ia hidup dalam ketaatan total kepada kehendak Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib.
John Murray menulis:
“Ketaatan Kristus adalah puncak dari hikmat ilahi, sebab di dalam kebodohan salib, Allah menyatakan kebijaksanaan-Nya yang menyelamatkan.”
Karena itu, berjalan dalam hikmat Allah berarti berjalan mengikuti jejak Kristus.
V. Hikmat dan Pengudusan: Hidup yang Diperbarui
1. Hikmat dan perubahan hati
Orang yang berhikmat tidak hanya berubah dalam perilaku, tetapi dalam hati. Roh Kudus bekerja untuk memperbarui pikiran kita agar serupa dengan Kristus (Roma 12:2).
John Owen menulis:
“Roh Kudus tidak hanya mengajar kita tentang hikmat, tetapi mengubah kita menjadi bijak.”
Ketika pikiran diperbarui oleh firman, kita mulai menilai segala sesuatu dari perspektif kekekalan, bukan kepentingan sementara.
2. Hikmat menghasilkan buah ketaatan
Yakobus 3:17 berkata,
“Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.”
Buah hikmat sejati bukanlah kesombongan intelektual, melainkan kerendahan hati, kasih, dan ketaatan kepada firman Allah.
R.C. Sproul berkata:
“Ketaatan adalah bukti paling nyata dari seseorang yang benar-benar berhikmat.”
Hikmat yang sejati selalu mengarah pada pengudusan hidup, bukan pada kebanggaan rohani.
VI. Aplikasi Praktis: Bagaimana Kita Berjalan Dalam Hikmat Allah
1. Hidup dalam persekutuan dengan firman
Hikmat Allah hanya ditemukan ketika kita menjadikan firman Tuhan sebagai pelita hidup. Bacalah Alkitab setiap hari, bukan sekadar untuk pengetahuan, tetapi untuk pembentukan karakter.
Spurgeon berkata:
“Alkitab bukan hanya buku untuk dipelajari, tetapi surat cinta dari Allah untuk dihidupi.”
2. Berdoa memohon hikmat setiap hari
Yakobus 1:5 menasihati,
“Jika di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah.”
Kita memerlukan hikmat untuk bekerja, melayani, mendidik anak, mengelola waktu, dan membuat keputusan. Doa adalah sarana untuk bergantung penuh pada Allah.
3. Hindari kompromi dengan dunia
Berjalan dalam hikmat berarti menolak mengikuti arus dunia yang menyesatkan. Dunia berkata, “Kejar kesenanganmu,” tetapi Allah berkata, “Kejarlah kekudusan.”
Calvin memperingatkan:
“Setiap kompromi kecil dengan dunia adalah langkah menuju kebodohan rohani.”
4. Bergaul dengan orang bijak
Amsal 13:20 berkata,
“Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.”
Bergaullah dengan orang yang mendorongmu untuk bertumbuh dalam iman dan hikmat, bukan dengan mereka yang menjauhkanmu dari Tuhan.
VII. Kesimpulan: Hidup Bijaksana Demi Kemuliaan Allah
Berjalan dalam hikmat Allah bukan pilihan tambahan, tetapi tanda dari iman yang sejati. Dunia ini penuh kegelapan, tetapi orang percaya dipanggil menjadi terang Kristus.
Ketika kita hidup berhikmat, kita menunjukkan kepada dunia bahwa kehidupan Kristen bukanlah kebodohan, melainkan jalan menuju sukacita kekal.
Spurgeon menutup salah satu khotbahnya dengan kata-kata ini:
“Berjalan dalam hikmat berarti berjalan bersama Allah. Dan siapa pun yang berjalan bersama Allah tidak akan pernah tersesat.”