Dosa dan Ketidakpercayaan

Dosa dan Ketidakpercayaan

Pendahuluan

Dosa dan ketidakpercayaan adalah dua realitas rohani yang paling menghancurkan dalam kehidupan manusia. Kedua hal ini tidak hanya merusak hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga menghalangi jiwa untuk menikmati keselamatan yang sejati. Dalam teologi Reformed, dosa dipahami bukan hanya sebagai pelanggaran terhadap hukum moral Allah, melainkan sebagai pemberontakan total terhadap pemerintahan-Nya. Ketidakpercayaan (unbelief) merupakan ekspresi tertinggi dari dosa itu — penolakan terhadap firman, kasih karunia, dan pribadi Kristus.

John Owen, salah satu teolog Reformed besar, menyebut ketidakpercayaan sebagai “akar dari semua dosa.” Dalam Discourses on the Holy Spirit ia menegaskan bahwa ketidakpercayaan menolak kesaksian Roh Kudus tentang Kristus, dan karena itu menjadi dosa yang paling serius. Jonathan Edwards menambahkan bahwa ketidakpercayaan adalah “penghinaan terhadap Allah,” karena menolak kebenaran dan kebaikan-Nya yang telah dinyatakan.

Khotbah ini akan menggali doktrin dosa dan ketidakpercayaan berdasarkan Alkitab dan ajaran para teolog Reformed, serta menunjukkan bagaimana Injil Kristus menyingkapkan kejahatan dosa sekaligus menyembuhkan luka yang ditimbulkannya.

I. Hakikat Dosa: Pemberontakan terhadap Allah

Alkitab menegaskan bahwa dosa bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan penolakan terhadap pemerintahan Allah. Dalam Kejadian 3, dosa pertama manusia lahir dari ketidakpercayaan terhadap firman Allah dan keinginan untuk menjadi seperti Allah. John Calvin menulis dalam Institutes (II.1.4) bahwa akar dosa adalah “keangkuhan hati manusia yang ingin menyingkirkan Allah dari takhta-Nya.”

Dosa bukan hanya perbuatan, melainkan keadaan hati yang rusak. Paulus berkata dalam Roma 3:23, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Artinya, dosa adalah kehilangan tujuan tertinggi manusia: memuliakan dan menikmati Allah. Ketika manusia tidak lagi hidup untuk kemuliaan Allah, seluruh kehidupannya menjadi pusat dari dirinya sendiri.

Thomas Watson menyebut dosa sebagai “kebalikan dari Allah.” Ia menulis, “Dosa adalah racun yang berlawanan dengan sifat Allah; Ia adalah kudus, dosa adalah najis; Ia adalah kebenaran, dosa adalah kebohongan.” Karena itu, dosa bukan sekadar kelemahan, tetapi permusuhan aktif terhadap Allah yang suci.

II. Ketidakpercayaan sebagai Dosa Tertinggi

Ketidakpercayaan bukan sekadar keraguan intelektual, tetapi penolakan moral dan spiritual terhadap kebenaran Allah. Yesus berkata dalam Yohanes 16:9 bahwa Roh Kudus akan menginsafkan dunia “akan dosa, karena mereka tidak percaya kepada-Ku.” Di sini, Yesus menunjukkan bahwa puncak dosa manusia adalah tidak percaya kepada Kristus.

John Owen menulis dalam The Nature and Causes of Apostasy bahwa ketidakpercayaan adalah bentuk kejahatan yang paling berbahaya karena menolak satu-satunya jalan keselamatan. Ketika seseorang menolak percaya, ia bukan hanya mengabaikan kebenaran, tetapi menghina anugerah Allah.

Jonathan Edwards dalam khotbah klasiknya The Justice of God in the Damnation of Sinners menegaskan bahwa ketidakpercayaan adalah “penghinaan terhadap Kristus yang tiada taranya.” Sebab, Allah telah memberikan Anak-Nya sebagai korban pendamaian, namun manusia menolak kasih itu dan memilih kebutaan rohani.

III. Dasar Alkitabiah: Roma 1 dan Yohanes 3

Dalam Roma 1:18–25, Paulus menggambarkan manusia yang menolak kebenaran Allah dan menggantinya dengan kebohongan. Ketidakpercayaan menyebabkan penyembahan beralih dari Sang Pencipta kepada ciptaan. Paulus menulis, “Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip manusia yang fana.”

Ketika manusia tidak percaya kepada Allah, ia tidak menjadi netral — ia menjadi penyembah berhala. Ketidakpercayaan selalu mengarah pada penyembahan diri dan dunia. John Calvin menyebut hati manusia sebagai “pabrik berhala” (idol factory) karena setiap ketidakpercayaan melahirkan bentuk penyembahan palsu.

Yohanes 3:18 menegaskan, “Barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.” Ini menunjukkan bahwa ketidakpercayaan bukan keadaan pasif, tetapi tindakan yang mendatangkan murka Allah.

IV. Pandangan Teolog Reformed tentang Dosa dan Ketidakpercayaan

  1. John Calvin – Dosa adalah pemberontakan terhadap pemerintahan Allah, dan ketidakpercayaan adalah bentuk tertingginya. Manusia tidak dapat mempercayai Allah tanpa pembaruan hati oleh Roh Kudus.
  2. John Owen – Ketidakpercayaan adalah “ibu dari segala dosa” karena ia menolak kesaksian Roh tentang Kristus.
  3. Jonathan Edwards – Dosa dan ketidakpercayaan menunjukkan kebencian manusia terhadap kemuliaan Allah. Keselamatan hanya mungkin ketika hati diperbarui oleh kasih karunia.
  4. Thomas Boston – Dalam kondisi alami, manusia tidak mampu percaya kepada Allah karena kehendaknya diperbudak dosa. Hanya anugerah yang membebaskan.
  5. Louis Berkhof – Menyebut dosa sebagai “kekacauan moral yang mendalam” yang membuat manusia buta terhadap kebenaran Allah.

Semua pandangan ini menegaskan satu hal: ketidakpercayaan bukan masalah logika, melainkan kondisi rohani yang memerlukan kelahiran baru.

V. Dampak Dosa dan Ketidakpercayaan

  1. Kerusakan Total (Total Depravity) – Dosa telah merusak seluruh aspek manusia: pikiran, perasaan, dan kehendak. Oleh sebab itu, manusia tidak mampu mencari Allah dengan benar.
  2. Keterasingan dari Allah – Efesus 2:12 menggambarkan manusia tanpa Kristus sebagai “tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dunia.”
  3. Kebutaan Rohani – 2 Korintus 4:4 menegaskan bahwa “ilah zaman ini telah membutakan pikiran orang-orang yang tidak percaya.”
  4. Kehancuran Moral dan Relasional – Ketidakpercayaan melahirkan keputusasaan, egoisme, dan kekacauan sosial.

John Owen menjelaskan bahwa ketika manusia menolak percaya kepada Allah, ia kehilangan pusat moral yang sejati dan menjadikan dirinya ukuran kebenaran. Ini menjelaskan mengapa dunia modern penuh dengan relativisme dan ketidakpastian moral.

VI. Solusi Injil: Iman yang Dikerjakan oleh Anugerah

Jika ketidakpercayaan adalah akar dari dosa, maka iman adalah anugerah yang mematahkan akarnya. Efesus 2:8–9 berkata, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.”

Dalam teologi Reformed, iman bukan produk kehendak manusia, tetapi karya Roh Kudus dalam hati yang telah dilahirkan kembali. Calvin menulis bahwa iman adalah “pekerjaan Roh Kudus yang menerangi pikiran dan meneguhkan hati pada janji Allah.”

Jonathan Edwards menjelaskan bahwa iman sejati selalu melibatkan kesukaan pada Kristus, bukan hanya persetujuan intelektual terhadap doktrin. Ketika seseorang sungguh percaya, hatinya diperbarui untuk mengasihi Allah yang dulu ditolaknya.

VII. Ketidakpercayaan dalam Kehidupan Orang Percaya

Meskipun orang percaya telah diselamatkan, sisa-sisa ketidakpercayaan masih berperang dalam hati mereka. Yesus menegur murid-murid-Nya dalam Markus 9:19, “Hai kamu angkatan yang tidak percaya!” Ketidakpercayaan dapat muncul dalam bentuk kekhawatiran, ketakutan, atau keraguan terhadap janji Allah.

John Owen menasihati bahwa orang Kristen harus terus-menerus memerangi ketidakpercayaan melalui firman dan doa. Ia menulis, “Tidak ada dosa yang lebih sering menyerang jiwa orang percaya daripada ketidakpercayaan; tetapi tidak ada juga anugerah yang lebih kuat daripada iman yang dipelihara oleh Roh.”

VIII. Panggilan untuk Bertobat dan Percaya

Yesus memulai pelayanan-Nya dengan seruan: “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Markus 1:15). Dua hal ini tidak dapat dipisahkan — pertobatan menyingkirkan dosa, dan iman memeluk Kristus.

Thomas Watson berkata, “Pertobatan tanpa iman hanya membawa ketakutan, iman tanpa pertobatan hanya menipu diri; tetapi keduanya bersama-sama membawa keselamatan.”

Jonathan Edwards menegaskan bahwa Injil adalah satu-satunya jalan keluar dari dosa dan ketidakpercayaan. “Kristus adalah terang dunia; siapa yang menolak terang itu, memilih kegelapan bagi dirinya sendiri.”

IX. Sukacita dan Kepastian dalam Iman

Ketika seseorang beralih dari ketidakpercayaan kepada iman, ia mengalami pembebasan rohani yang sejati. Roma 5:1 menyatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah.”

John Calvin berkata, “Iman yang sejati melahirkan sukacita sejati, karena hati yang percaya telah berdamai dengan Allah.” Dengan demikian, solusi terhadap ketidakpercayaan bukanlah kekuatan diri, tetapi persekutuan yang terus-menerus dengan Kristus.

X. Kesimpulan: Peringatan dan Pengharapan

Dosa dan ketidakpercayaan adalah musuh besar jiwa manusia. Keduanya membawa maut dan keterpisahan kekal dari Allah. Namun Injil membawa pengharapan yang pasti: Kristus telah mati untuk orang berdosa agar mereka dapat percaya dan hidup.

John Owen menutup tulisannya dengan kalimat yang menggugah: “Tidak ada dosa yang lebih besar daripada ketidakpercayaan, tetapi tidak ada kasih karunia yang lebih besar daripada iman yang bekerja melalui kasih.”

Maka marilah kita memeriksa hati kita: apakah kita sungguh percaya kepada Kristus? Apakah kita bersandar sepenuhnya pada kebenaran dan janji-Nya? Jika ya, maka kita akan mengalami kebebasan dari kuasa dosa dan hidup dalam sukacita pengampunan yang kekal.

Sebagaimana dikatakan dalam Ibrani 3:12–13:
“Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa.”

Next Post Previous Post