Hari Kekekalan: Pengharapan Orang Pilihan Allah

Pendahuluan
Ketika kita berbicara tentang “Hari Kekekalan” (The Eternal Day), kita sedang berbicara tentang puncak dari seluruh sejarah penebusan, yaitu saat di mana Allah menggenapi seluruh rencana kekal-Nya bagi umat pilihan. Hari itu bukan sekadar suatu waktu dalam kalender, melainkan suatu keadaan kekal, di mana kemuliaan Allah bersinar tanpa batas, dosa tidak lagi dikenal, dan umat-Nya menikmati persekutuan sempurna dengan Sang Pencipta.
John Calvin menyebut hari itu sebagai “consummatio saeculi” — penyempurnaan dari segala sesuatu yang dimulai oleh Allah dalam karya penciptaan dan penebusan. Thomas Boston menulis bahwa hari kekekalan adalah “hari yang tak mengenal malam, ketika sinar kasih karunia Allah menggantikan semua terang duniawi.” Dan Jonathan Edwards menggambarkan hari itu sebagai “lautan kebahagiaan ilahi tanpa tepi dan tanpa akhir.”
Artikel ini akan menuntun kita melihat tiga kebenaran besar tentang Hari Kekekalan menurut terang Alkitab dan teologi Reformed:
-
Hari Kekekalan sebagai puncak rencana Allah yang kekal.
-
Hari Kekekalan sebagai kepenuhan penebusan Kristus bagi umat-Nya.
-
Hari Kekekalan sebagai sukacita dan kemuliaan kekal bagi orang percaya.
1. Hari Kekekalan: Puncak Rencana Allah yang Kekal
Sejak kekekalan, Allah telah menetapkan suatu tujuan besar bagi seluruh ciptaan-Nya. Efesus 1:9-10 berkata:
“Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita... untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di surga maupun yang di bumi.”
Rencana kekal ini bukan hasil reaksi terhadap dosa manusia, melainkan berasal dari kehendak bebas Allah yang bijaksana dan penuh kasih. Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menegaskan bahwa seluruh sejarah dunia adalah “panggung di mana kemuliaan Allah dipertontonkan.” Setiap peristiwa, termasuk penderitaan, peperangan, dan bahkan kejatuhan manusia, diarahkan oleh tangan providensi Allah menuju satu tujuan — hari di mana kemuliaan Kristus akan dinyatakan sepenuhnya.
John Owen berkata:
“Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, dari yang terkecil sampai yang terbesar, hanyalah sarana menuju Hari Kekekalan di mana Allah akan menjadi semua di dalam semua (1 Korintus 15:28).”
Hari Kekekalan adalah titik klimaks dari providensi Allah. Dalam dunia ini kita melihat potongan-potongan kecil dari rencana besar itu, tetapi pada Hari Kekekalan seluruh kisah itu akan tersingkap. Seperti mosaik besar, potongan-potongan sejarah yang tampak acak akan menyingkapkan gambar besar kemuliaan Kristus.
Oleh sebab itu, orang percaya tidak melihat dunia dengan keputusasaan. Kita tahu bahwa sejarah ini bukan lingkaran tanpa arah, melainkan garis lurus menuju penggenapan janji Allah. Itulah sebabnya, setiap penderitaan yang kita alami sekarang bukanlah akhir, tetapi bagian dari perjalanan menuju kemuliaan yang kekal (Roma 8:18).
Thomas Watson, dalam bukunya A Body of Divinity, menulis:
“Orang percaya harus melihat hidup ini sebagai malam yang panjang, tetapi di ujungnya ada fajar kekal yang akan terbit—hari yang tidak akan pernah berakhir.”
2. Hari Kekekalan: Kepenuhan Penebusan Kristus
Hari Kekekalan bukan hanya penggenapan rencana Allah secara umum, tetapi juga puncak karya penebusan Kristus. Segala sesuatu yang Kristus lakukan dalam inkarnasi-Nya, kematian-Nya di salib, kebangkitan-Nya, dan kenaikan-Nya menuju takhta Bapa, semuanya menuju satu tujuan — membawa umat pilihan masuk ke dalam kemuliaan kekal.
Ibrani 9:12 mengatakan:
“Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat kudus, bukan dengan darah domba jantan dan anak lembu, tetapi dengan darah-Nya sendiri, dan telah mendapat penebusan yang kekal.”
Kata “penebusan yang kekal” (eternal redemption) menegaskan bahwa karya Kristus bukan sementara, melainkan memiliki dampak kekal yang berujung pada Hari Kekekalan. Kristus tidak hanya menyelamatkan kita dari dosa, tetapi juga memulihkan kita ke dalam persekutuan kekal dengan Allah — tujuan akhir dari keselamatan.
John Murray dalam bukunya Redemption Accomplished and Applied menulis:
“Keselamatan tidak berhenti pada pembenaran atau pengudusan. Tujuannya adalah pemuliaan, yaitu keadaan di mana manusia menikmati kehadiran Allah tanpa dosa, dan itulah hakikat Hari Kekekalan.”
Pada Hari Kekekalan, penderitaan berakhir, air mata dihapus, dan maut dilenyapkan (Wahyu 21:4). Kemenangan Kristus atas maut tidak hanya peristiwa masa lalu, melainkan realitas kekal yang terus kita nantikan penggenapannya sepenuhnya.
George Whitefield pernah berkata, “Hari Kekekalan adalah saat ketika pekerjaan Kristus yang sempurna akan bersinar tanpa bayangan dosa.”
Bagi orang percaya, Hari Kekekalan berarti:
-
Tidak ada lagi pergumulan melawan dosa.
-
Tidak ada lagi perpisahan atau kesedihan.
-
Tidak ada lagi kegelapan atau ketakutan.
-
Dan tidak ada lagi penghalang antara kita dan kemuliaan Allah.
Kristus akan menjadi terang kita selama-lamanya (Wahyu 22:5). Di sanalah kasih karunia yang telah bekerja dalam diri kita kini menemukan puncaknya dalam kemuliaan yang kekal.
3. Hari Kekekalan: Sukacita dan Kemuliaan Bagi Orang Percaya
Saudara-saudara, ketika kita berbicara tentang Hari Kekekalan, kita berbicara tentang sukacita tanpa batas — sukacita yang tidak lagi bercampur dengan penderitaan. Rasul Paulus berkata:
“Sebab penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” (Roma 8:18)
Kata “kemuliaan” di sini menunjuk kepada keadaan kekal di mana kita akan melihat Allah muka dengan muka (1 Korintus 13:12). Jonathan Edwards, dalam khotbah terkenalnya Heaven, A World of Love, mengatakan:
“Surga adalah dunia yang penuh kasih; di sana tidak ada kebencian, tidak ada iri, tidak ada kesedihan — hanya kasih yang sempurna dan kekal antara Allah dan umat-Nya.”
Kita akan hidup dalam terang kasih yang sempurna itu. Tidak akan ada lagi perpisahan, tidak akan ada lagi rasa takut kehilangan. Semua yang membuat hati kita hancur di dunia ini akan digantikan dengan kebahagiaan abadi di hadapan Allah.
Calvin menegaskan bahwa “visio Dei” — melihat Allah muka dengan muka — adalah tujuan tertinggi manusia. Itulah kebahagiaan sejati yang dicari oleh setiap jiwa. Dalam surga, orang percaya tidak hanya akan melihat kemuliaan Kristus, tetapi juga mengambil bagian di dalamnya.
2 Tesalonika 2:14 berkata:
“Supaya kamu memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita.”
Perhatikan: kita memperoleh kemuliaan-Nya — bukan karena kita layak, tetapi karena kasih karunia. Itulah sebabnya Westminster Confession of Faith menyatakan:
“Kebahagiaan dan kemuliaan orang-orang benar akan dibuat sempurna di hari penghakiman terakhir, dan mereka akan menikmati kemuliaan dan sukacita yang kekal di hadapan Allah.” (WCF 32:2)
Hari Kekekalan bukanlah akhir dari hidup, tetapi awal dari kehidupan yang sejati.
Thomas Boston menulis:
“Di surga, tidak ada waktu; setiap saat adalah sekarang, dan setiap sekarang adalah kekal. Tidak ada bayangan masa lalu atau masa depan, hanya kepenuhan sukacita dalam hadirat Allah.”
Itulah pengharapan yang membuat orang percaya tetap kuat di dunia yang fana ini. Kita tidak hidup untuk dunia yang sementara, tetapi untuk dunia yang akan datang — dunia kekal di mana Kristus memerintah dan kasih Allah menjadi terang yang tak pernah padam.
4. Aplikasi bagi Hidup Orang Percaya
a. Hiduplah dengan Perspektif Kekekalan
Orang percaya dipanggil untuk menilai segala sesuatu dari sudut pandang kekekalan. Seperti kata C. H. Spurgeon:
“Mereka yang berpikir tentang kekekalan akan menemukan bahwa hal-hal dunia ini kehilangan daya tariknya.”
Jangan biarkan penderitaan atau kenikmatan duniawi membuat kita lupa bahwa semua ini sementara. Hidup ini hanyalah ziarah menuju kota yang kekal (Ibrani 11:10).
b. Bersukacitalah dalam Pengharapan
Rasul Paulus berkata:
“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.” (Roma 12:12)
Pengharapan akan Hari Kekekalan memberi kekuatan kepada kita untuk terus bertekun. Ketika dunia tampak gelap, ingatlah bahwa fajar kekekalan akan segera terbit.
c. Setialah dalam Pelayanan
Karena kita tahu bahwa pekerjaan kita dalam Tuhan tidak sia-sia (1 Korintus 15:58), maka setiap pelayanan, sekecil apa pun, memiliki nilai kekal. Seorang pelayan Tuhan yang bekerja dengan iman dan kasih menabur untuk panen kekal.
d. Siaplah Menyambut Hari Itu
Petrus menasihati kita:
“Kamu harus hidup suci dan saleh, menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah.” (2 Petrus 3:11-12)
Kekudusan bukan syarat agar kita pantas masuk surga, melainkan buah dari kasih karunia yang bekerja dalam kita. Semakin kita mengasihi Kristus, semakin kita rindu akan hari di mana kita akan melihat Dia muka dengan muka.
5. Penutup: Hari Kekekalan dan Kemuliaan Kristus
Saudara-saudara, Hari Kekekalan bukanlah hari yang menakutkan bagi orang percaya, tetapi hari sukacita terbesar. Di sana kita akan mendengar suara Sang Penebus berkata,
“Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21)
Semua air mata akan dihapus, semua penderitaan akan berlalu, dan hanya satu hal yang akan memenuhi hati kita: kemuliaan Kristus yang kekal.
Jonathan Edwards menutup salah satu khotbahnya dengan kata-kata ini:
“Kebahagiaan orang kudus di surga akan bertumbuh selamanya, karena Allah yang mereka nikmati tidak terbatas. Hari itu bukanlah akhir, melainkan awal dari kekekalan kasih yang sempurna.”
Kiranya kita hidup hari ini dengan mata tertuju kepada Hari Kekekalan itu.
Hidup dengan iman, bekerja dengan kasih, menanti dengan pengharapan — karena sebentar lagi fajar kekal akan terbit, dan kita akan bersama Kristus selama-lamanya.