Markus 3:22–27 Kuasa Kristus Atas Kerajaan Kegelapan

Markus 3:22–27 Kuasa Kristus Atas Kerajaan Kegelapan

Pendahuluan

Dalam perjalanan pelayanan Yesus di dunia, semakin nyata bahwa Dia bukan hanya seorang guru besar atau penyembuh yang luar biasa, tetapi Mesias yang berkuasa atas segala sesuatu. Namun, di tengah-tengah karya agung-Nya, Ia menghadapi penentangan tajam, bukan hanya dari orang-orang Farisi dan ahli Taurat, tetapi juga dari kuasa kegelapan yang berusaha menentang misi penebusan-Nya.

Markus 3:22–27 mencatat salah satu momen penting dalam konflik rohani tersebut, di mana para ahli Taurat menuduh Yesus mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan. Tuduhan ini bukan hanya serangan pribadi terhadap Yesus, melainkan juga bentuk penolakan terhadap karya Roh Kudus yang sedang bekerja melalui diri-Nya. Melalui perikop ini, Yesus menjelaskan dengan tegas dan logis bahwa kuasa yang Ia miliki bukanlah dari Iblis, melainkan dari Allah sendiri — dan bahwa kedatangan-Nya berarti kerajaan Allah sedang menaklukkan kerajaan kegelapan.

Mari kita menelusuri ayat-ayat ini dengan pendekatan ekspositori, disertai pandangan para teolog Reformed, agar kita memahami betapa besar kuasa Kristus atas kuasa jahat, dan bagaimana kita seharusnya merespons dengan iman dan ketundukan kepada-Nya.

I. Tuduhan yang Tidak Masuk Akal (Markus 3:22)

“Dan ahli-ahli Taurat yang datang dari Yerusalem berkata: Ia kerasukan Beelzebul, dan dengan penghulu setan Ia mengusir setan.” (Markus 3:22)

Para ahli Taurat yang datang dari Yerusalem tidak bisa menolak fakta bahwa Yesus memiliki kuasa untuk mengusir setan. Mereka tidak dapat menyangkal mukjizat-mukjizat-Nya — bukti yang nyata di hadapan banyak saksi. Namun, karena hati mereka keras dan penuh iri, mereka berusaha memberikan penjelasan alternatif yang jahat: bahwa Yesus melakukan semuanya itu dengan kuasa Beelzebul, yakni penghulu setan.

1. Motif kebencian dan penolakan

John Calvin menulis dalam Commentary on the Synoptic Gospels, bahwa tuduhan ini lahir dari “kebencian yang membutakan hati manusia terhadap terang ilahi.” Orang Farisi tahu bahwa Yesus tidak dapat disangkal sebagai seorang yang penuh kuasa, tetapi karena mereka tidak mau tunduk kepada otoritas-Nya, mereka menisbahkan kuasa itu kepada Iblis. Dengan kata lain, mereka tidak menolak fakta, tetapi menolak kebenaran.

R.C. Sproul menambahkan bahwa dosa para ahli Taurat di sini bukan karena mereka tidak mengerti, melainkan karena mereka menolak dengan sengaja apa yang mereka tahu benar. Inilah bentuk “penolakan sadar terhadap karya Roh Kudus”, yang dalam ayat-ayat berikut disebut sebagai dosa yang tidak terampuni (ay. 28–30).

2. Beelzebul dan penguasa kegelapan

Nama Beelzebul (atau Beelzebub) berarti “tuan lalat,” istilah yang digunakan secara ejekan bagi dewa kafir dan kemudian diasosiasikan dengan Iblis. Dengan menuduh Yesus memiliki kuasa Beelzebul, mereka sedang mengatakan bahwa Yesus adalah sekutu utama setan itu sendiri. Ini adalah bentuk penghinaan tertinggi terhadap Anak Allah.

Namun, tuduhan ini sama sekali tidak masuk akal, dan Yesus segera menunjukkan kebodohannya melalui argumentasi ilahi.

II. Jawaban Yesus: Kerajaan yang Terpecah Tidak Dapat Bertahan (Markus 3:23–26)

“Maka Yesus memanggil mereka, lalu berkata kepada mereka dalam perumpamaan: ‘Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis? Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan. Dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan. Demikian jugalah kalau Iblis berontak melawan dirinya sendiri dan terbagi-bagi, ia tidak dapat bertahan, melainkan sudahlah tiba kesudahannya.’”

1. Logika ilahi Yesus

Yesus menjawab dengan kebijaksanaan luar biasa. Ia tidak marah atau membalas dengan emosi, tetapi memberikan argumen logis dan rohani. Jika Ia benar-benar mengusir setan dengan kuasa Iblis, berarti Iblis sedang menghancurkan kerajaannya sendiri. Kerajaan yang terpecah tidak dapat bertahan. Iblis tidak mungkin melawan dirinya sendiri, karena tujuannya adalah mempertahankan kekuasaannya atas dunia.

John MacArthur menjelaskan bahwa argumen Yesus menyingkapkan betapa absurd tuduhan para ahli Taurat itu. “Jika Iblis mengusir Iblis, maka ia sedang melakukan bunuh diri rohani.” Tidak ada kerajaan yang bertahan dalam kekacauan internal, apalagi kerajaan kegelapan yang berdiri di atas kesatuan tujuan untuk melawan Allah.

2. Konsep kerajaan dalam konflik rohani

Yesus memperlihatkan bahwa dunia ini sedang berada dalam konflik antara dua kerajaan — kerajaan Allah dan kerajaan Iblis. Ini adalah tema besar dalam seluruh Injil Markus: datangnya Yesus berarti datangnya kerajaan Allah (Markus 1:15). Setiap kali Yesus mengusir setan, Ia sedang memperlihatkan bahwa kerajaan Allah sedang merebut wilayah yang selama ini dikuasai oleh kegelapan.

Menurut teolog Reformed Herman Bavinck, “kedatangan Kristus ke dunia adalah invasi ilahi ke wilayah yang diduduki oleh musuh.” Dengan kata lain, mujizat pengusiran setan bukan sekadar tindakan belas kasihan, melainkan tanda bahwa kuasa Allah sedang menghancurkan pemerintahan Iblis.

3. Kerajaan Iblis menuju kehancuran

Yesus berkata, “Jika Iblis berontak melawan dirinya sendiri... maka sudahlah tiba kesudahannya.” Kalimat ini mengandung nuansa profetis. Meski Iblis tampak kuat, akhir dari pemerintahannya sudah pasti: kehancuran. Salib Kristus menjadi puncak kekalahan Iblis (Kolose 2:15). Apa yang dinubuatkan Yesus di sini digenapi di Golgota — ketika kuasa dosa dan maut dipatahkan oleh pengorbanan Anak Allah.

III. Kuasa Kristus Mengalahkan Yang Kuat (Markus 3:27)

“Tetapi tidak seorangpun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya, kalau ia tidak lebih dahulu mengikat orang yang kuat itu. Baru sesudah itu ia dapat merampas rumahnya.”

Inilah pernyataan klimaks dari Yesus: Ia bukan sekutu Iblis, melainkan penakluknya. Ia menggambarkan Iblis sebagai “orang yang kuat” yang memiliki rumah dan harta benda (yakni manusia yang diperbudak dosa). Tetapi Yesus datang sebagai “yang lebih kuat,” yang mengikat Iblis dan melepaskan tawanan-tawanannya.

1. Gambaran peperangan rohani

Yesus menggunakan perumpamaan yang mudah dimengerti: tidak ada yang bisa mencuri dari rumah seorang kuat kecuali ia terlebih dahulu mengalahkan orang itu. Artinya, sebelum Ia dapat membebaskan manusia dari cengkeraman dosa, Ia harus terlebih dahulu menaklukkan Iblis. Dan itulah yang dilakukan Kristus sepanjang pelayanan-Nya, hingga puncaknya di salib dan kebangkitan.

Matthew Henry menulis: “Kristus datang bukan untuk berdamai dengan Iblis, tetapi untuk menaklukkannya. Ia datang bukan dengan kompromi, tetapi dengan kemenangan.”

Inilah penghiburan besar bagi orang percaya: Iblis bukan lagi penguasa tertinggi atas hidup kita, sebab Kristus telah mengikatnya melalui karya penebusan-Nya.

2. Kemenangan Kristus bersifat total

R.C. Sproul menekankan bahwa perumpamaan ini menyingkapkan realitas supremasi Kristus. “Iblis kuat, tetapi Kristus jauh lebih kuat. Kemenangan itu bukan pertarungan seimbang antara dua kekuatan, melainkan dominasi mutlak Sang Raja atas makhluk ciptaan yang memberontak.”

Yesus tidak hanya mengikat Iblis secara simbolis, tetapi benar-benar membatasi kuasanya atas umat pilihan Allah. Dalam Institutes, Calvin menjelaskan bahwa “Iblis masih bekerja, tetapi ia bekerja hanya sejauh diizinkan Allah.” Kristus telah menaklukkan dia, dan orang percaya kini hidup dalam kebebasan yang nyata.

3. Aplikasi bagi orang percaya

Sebagai orang percaya, kita tidak hidup dalam ketakutan terhadap kuasa jahat, karena Kristus telah mengalahkan mereka. Namun, kita juga dipanggil untuk hidup waspada, sebab Iblis tetap berusaha menggoda dan menipu. 1 Petrus 5:8 mengingatkan: “Lawanlah dia dengan iman yang teguh.”

Kemenangan Kristus menjadi dasar iman kita. Kita tidak berperang untuk menang, tetapi dari kemenangan yang sudah Kristus menangkan.

IV. Aplikasi Teologis dan Pastoral

1. Karya Roh Kudus tidak boleh ditolak

Tuduhan bahwa Yesus bekerja dengan kuasa Beelzebul adalah bentuk penolakan terhadap Roh Kudus. John Owen menulis bahwa “menolak karya Roh Kudus adalah menolak alat yang dipakai Allah untuk menyatakan kasih karunia-Nya.” Ketika seseorang menolak kebenaran Injil meski telah jelas baginya, ia sedang menutup diri terhadap keselamatan itu sendiri.

2. Kuasa Kristus meneguhkan iman kita

Kristus bukan hanya guru moral atau penyembuh, tetapi Sang Penakluk Iblis. Hal ini seharusnya memperdalam pengharapan kita. Seperti dikatakan oleh Louis Berkhof, “Kristus adalah Kepala Gereja yang terus menaklukkan musuh-musuh-Nya melalui Roh dan Firman.”

Setiap kali Injil diberitakan dan jiwa diselamatkan, itu adalah bukti bahwa Yesus terus “merampas harta benda” Iblis.

3. Kehidupan Kristen adalah panggilan untuk berjaga dan berpegang pada Kristus

Yesus sudah menang, tetapi peperangan rohani masih berlangsung sampai Ia datang kembali. Gereja dipanggil untuk berdiri teguh dalam kemenangan itu. Efesus 6:10–11 menasihati, “Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, dan di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah.”

Penutup: Kristus, Sang Penakluk yang Tak Terkalahkan

Saudara-saudara, Markus 3:22–27 menyingkapkan realitas besar bahwa dunia ini adalah medan pertempuran antara terang dan gelap. Tetapi pertempuran itu telah dimenangkan oleh Yesus Kristus. Ia datang bukan sebagai sekutu kegelapan, melainkan sebagai Terang dunia yang menaklukkan semua kuasa Iblis.

Tuduhan para ahli Taurat gagal total, karena justru melalui kuasa Allah, Yesus menghancurkan kerajaan setan. Ia mengikat “orang kuat” itu dan membebaskan kita dari belenggu dosa.

John Calvin menutup komentarnya dengan kalimat yang sangat indah:

“Setan mungkin menggoda, tetapi tidak dapat berkuasa; ia dapat mengancam, tetapi tidak dapat menang. Sebab Kristus telah mengalahkannya sekali untuk selamanya.”

Kiranya kita hidup dalam kesadaran akan kemenangan itu — bukan dalam ketakutan, melainkan dalam iman yang kokoh, setia kepada Kristus, Sang Raja yang berdaulat atas segala kuasa di bumi dan di sorga.

Amin.

Next Post Previous Post