Keluaran 2:3–4 Iman yang Menyembunyikan dan Menyerahkan

Keluaran 2:3–4 Iman yang Menyembunyikan dan Menyerahkan

Teks: “Setelah ia tidak dapat menyembunyikannya lagi, diambilnyalah sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, lalu diletakkannya bayi itu di dalamnya, dan ditaruhnyalah peti itu di tepi sungai Nil di antara rumput-rumput pandannya. Kakaknya perempuan berdiri agak jauh untuk melihat, apa yang akan terjadi dengan dia.”
Keluaran 2:3–4

Pendahuluan

Bagian ini mengisahkan salah satu momen paling dramatis dan indah dalam seluruh Perjanjian Lama: tindakan iman seorang ibu bernama Yokhebed, yang menyembunyikan bayinya—Musa—dari perintah kejam Firaun untuk membunuh semua bayi laki-laki Ibrani (Keluaran 1:22). Ketika ia tidak lagi sanggup melindunginya, ia membuat peti pandan, memakalkannya, dan meletakkannya di tepi sungai Nil.

Teks ini tidak hanya menggambarkan kasih seorang ibu, tetapi juga iman seorang perempuan saleh yang mempercayakan anaknya kepada Allah di tengah situasi yang tampak tanpa harapan. Dalam terang teologi Reformed, peristiwa ini menyingkapkan bagaimana anugerah Allah bekerja melalui iman manusia yang lemah namun taat, serta bagaimana Allah memelihara rencana penebusan-Nya di tengah penderitaan umat-Nya.

John Calvin menulis dalam komentarnya: “Dalam kelemahan iman mereka, mereka berpegang pada janji Allah yang telah berjanji akan memelihara umat-Nya, meskipun mereka tidak tahu bagaimana cara-Nya bekerja.” (Commentary on Exodus 2).

I. Iman yang Bertindak di Tengah Tekanan (Keluaran 2:3a)

“Setelah ia tidak dapat menyembunyikannya lagi…”

Kata ini menunjukkan bahwa selama tiga bulan, Yokhebed dan Amram berusaha melindungi bayi mereka. Ibrani 11:23 menegaskan: “Karena iman, Musa disembunyikan oleh orang tuanya selama tiga bulan… dan mereka tidak takut akan perintah raja.”

Iman sejati tidak hanya percaya dalam hati, tetapi juga bertindak nyata meskipun menghadapi risiko besar. Dalam konteks Reformed, iman dipahami bukan sekadar assensus (persetujuan akal) atau notitia (pengetahuan), tetapi juga fiducia—kepercayaan pribadi kepada Allah.

John Owen menekankan bahwa iman yang sejati “tidak hanya mengetahui kebenaran Allah, tetapi juga bersandar sepenuhnya kepada-Nya dalam ketaatan yang berani.” (Owen, The Nature of Saving Faith).

Yokhebed tahu ia tidak bisa melawan Firaun secara manusiawi, tetapi ia tahu Allah berdaulat atas hidup anaknya. Ia bertindak berdasarkan keyakinan bahwa Tuhan yang memberi kehidupan juga sanggup memeliharanya. Iman ini bukan tindakan pasif, melainkan iman yang aktif mencari cara dalam ketaatan.

A. Ketika akal manusia berhenti, iman mulai bekerja

Yokhebed tidak tahu bagaimana Allah akan menyelamatkan anaknya, tetapi ia tahu bahwa Allah adalah setia. Seperti Abraham yang mempersembahkan Ishak, ia menyerahkan sesuatu yang paling berharga karena ia percaya kepada Allah yang sanggup menghidupkan kembali.

Calvin menulis: “Iman yang sejati sering kali ditandai dengan tindakan yang tampak bodoh di mata dunia, tetapi berakar pada janji Allah yang pasti.”

II. Peti Pandan: Simbol Iman dan Pemeliharaan Allah (Keluaran 2:3b)

“…diambilnyalah sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, lalu diletakkannya bayi itu di dalamnya…”

Tindakan ini mengingatkan kita pada kisah Nuh dan bahtera (Kejadian 6–9). Dalam bahasa Ibrani, kata peti di sini (tevah) sama dengan yang digunakan untuk “bahtera” Nuh. Seperti Nuh, Yokhebed membuat “bahtera kecil” untuk menyelamatkan kehidupan di tengah perairan kematian.

Matthew Henry mengamati: “Peti Musa adalah miniatur dari bahtera Nuh; keduanya melambangkan keselamatan yang datang melalui anugerah Allah di tengah murka dan penghakiman.”

Ini menunjukkan bahwa keselamatan tidak datang dari kekuatan manusia, melainkan dari kasih karunia Allah yang bekerja melalui sarana sederhana. Peti pandan bukan sekadar alat pelindung, melainkan tanda iman yang mempercayakan hidup anak itu ke dalam tangan Allah.

B. Simbol teologis: Bahtera sebagai lambang Kristus

Teologi Reformed sering menafsirkan peristiwa ini secara tipologis. Sama seperti bahtera Nuh menyelamatkan dari air penghukuman, demikian pula peti Musa menunjuk kepada keselamatan yang akan datang melalui Kristus—yang menyelamatkan umat-Nya dari “air” dosa dan kematian.

B.B. Warfield menulis: “Setiap tindakan penyelamatan dalam Perjanjian Lama menunjuk kepada satu Pribadi: Kristus, Sang Penebus sejati.” (Warfield, Biblical and Theological Studies).

Dengan demikian, Musa dalam peti adalah bayangan dari Kristus yang akan datang—yang juga disembunyikan dari Herodes, dan akhirnya menjadi pembebas umat Allah dari perbudakan dosa.

III. Penyerahan kepada Pemeliharaan Allah (Keluaran 2:3c–4)

“…dan ditaruhnyalah peti itu di tepi sungai Nil di antara rumput-rumput pandannya. Kakaknya perempuan berdiri agak jauh untuk melihat, apa yang akan terjadi dengan dia.”

Inilah momen iman sejati: ketika manusia menyerahkan hasil usahanya kepada kehendak Allah. Yokhebed tidak hanya bekerja dengan bijak, tetapi juga rela melepaskan kendali, mempercayakan hasilnya kepada Tuhan.

Dalam konteks Reformed, ini adalah gambaran indah dari providentia Dei—pemeliharaan Allah yang berdaulat. Allah bekerja di balik layar, melalui keputusan seorang ibu, pengawasan sang kakak, dan bahkan hati seorang putri Firaun yang akan datang mengambil bayi itu (ay. 5–6).

John Calvin menulis: “Dalam tindakan sederhana seorang perempuan, Allah memelihara keselamatan umat-Nya dan menyiapkan jalan bagi penebusan. Semua ini tampak kebetulan, namun sesungguhnya diatur oleh tangan Allah yang tidak kelihatan.”

A. Iman yang berserah tidak berarti pasif

Iman sejati bekerja dan berdoa, lalu menyerahkan hasilnya. Yokhebed tidak pasrah dalam ketakutan, tetapi bertindak dan berdoa. Ia melepaskan Musa bukan karena putus asa, melainkan karena percaya. Dalam penyerahan itu, Allah bekerja secara ajaib.

B. Pemeliharaan Allah bekerja melalui sarana manusia

Putri Firaun, seorang penyembah berhala, justru menjadi alat untuk menyelamatkan pembebas umat Allah. Ini mengingatkan kita pada Roma 8:28—bahwa “segala sesuatu bekerja bersama-sama untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah.”

R.C. Sproul menjelaskan: “Providensi Allah berarti tidak ada satu atom pun yang bergerak di luar kendali-Nya. Bahkan keputusan musuh sekalipun dapat dipakai untuk melaksanakan tujuan-Nya.” (Sproul, Chosen by God).

IV. Penerapan Teologis dan Rohani

  1. Iman yang sejati berani bertindak di tengah ancaman.
    Kita hidup di dunia yang menolak Allah, namun seperti Yokhebed, kita dipanggil untuk hidup dengan iman yang nyata. Orang Kristen yang beriman tidak tunduk pada ketakutan, tetapi pada Allah yang berdaulat.

  2. Kasih karunia Allah bekerja melalui kelemahan manusia.
    Tindakan sederhana seorang ibu menjadi sarana penyelamatan umat. Allah sering memakai hal-hal kecil untuk melaksanakan rencana besar-Nya. Dalam kelemahan, kuasa-Nya nyata (2 Korintus 12:9).

  3. Providensi Allah tidak berarti kemudahan, tetapi kepastian.
    Yokhebed tidak melihat seluruh rencana Allah, tetapi ia tahu bahwa Allah memegang kendali. Demikian pula kita, dipanggil untuk berjalan dalam iman meskipun jalan hidup tampak gelap.

  4. Kristus adalah Bahtera sejati kita.
    Sama seperti Musa diselamatkan dari air melalui peti pandan, kita diselamatkan dari murka Allah melalui Kristus. Ia adalah perlindungan sejati dari penghakiman dosa.

V. Aplikasi Praktis bagi Jemaat

  1. Bagi para orang tua:
    Didiklah anak-anakmu dalam takut akan Tuhan dan serahkan mereka kepada-Nya. Seperti Yokhebed, iman orang tua memiliki dampak kekal. Tidak ada doa atau pengorbanan yang sia-sia dalam tangan Allah.

  2. Bagi para pemimpin rohani:
    Tindakan kecil yang berakar dalam iman dapat menjadi awal dari karya besar Allah. Jangan mengabaikan pelayanan sederhana; Allah sering memulai dari hal kecil.

  3. Bagi semua orang percaya:
    Belajarlah untuk mempercayai Allah dalam setiap situasi yang tampak mustahil. Ketika jalan tertutup, percayalah bahwa Allah sedang membuka jalan di air Nil kehidupanmu.

Penutup

Kisah Yokhebed dalam Keluaran 2:3–4 adalah kisah iman yang menyerahkan, bukan menyerah. Ini adalah iman yang bekerja, berdoa, dan berserah kepada Allah yang berdaulat. Dalam kegelapan Mesir, Allah menyiapkan terang pembebasan melalui seorang bayi yang disembunyikan dalam peti pandan.

Seperti yang ditulis oleh Charles Spurgeon:
“Iman tidak menghapus penderitaan, tetapi memberikan kita kekuatan untuk mempercayai Allah di tengah penderitaan, dan melihat tangan-Nya bekerja di balik segala sesuatu.”

Maka marilah kita belajar dari iman seorang ibu yang sederhana namun kuat, bahwa hidup dalam Kristus berarti percaya, bertindak, dan menyerahkan semuanya kepada Dia yang memegang segala sesuatu dalam tangan-Nya.

Next Post Previous Post