Kisah Para Rasul 6:8 Hidup dalam Anugerah dan Kuasa: Teladan Stefanus
Ayat Pokok:
“Stefanus, yang penuh dengan kasih karunia dan kuasa, mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda di antara orang banyak.” (Kisah Para Rasul 6:8, TB)
Pendahuluan
Di dalam perjalanan gereja mula-mula, kita melihat bahwa pelayanan tidak hanya terbatas pada rasul-rasul. Tuhan membangkitkan hamba-hamba lain yang dipenuhi Roh Kudus, yang menjadi alat-Nya untuk menyatakan kasih karunia dan kuasa-Nya. Salah satu tokoh penting yang muncul dalam Kisah Para Rasul adalah Stefanus, yang dikenal sebagai martir pertama dalam sejarah gereja.
Kisah Para Rasul 6:8 memberi kita ringkasan singkat tetapi sangat kaya tentang kehidupan Stefanus: “penuh kasih karunia dan kuasa.” Dua kualitas ini tidak hanya menggambarkan siapa Stefanus, tetapi juga menunjukkan bagaimana seharusnya kehidupan setiap orang percaya yang hidup di dalam Kristus.
Hari ini, kita akan merenungkan tiga hal utama dari ayat ini:
-
Kasih Karunia sebagai dasar kehidupan rohani Stefanus.
-
Kuasa Roh Kudus yang menyertai pelayanan Stefanus.
-
Mujizat dan Tanda sebagai buah nyata dari kehidupan yang berakar pada Kristus.
Kita juga akan melihat apa kata para teolog Reformed tentang ayat ini, dan bagaimana kita bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Eksposisi Kisah Para Rasul 6:8
1. Stefanus: Pribadi yang Penuh Kasih Karunia
Kata “penuh” (plērēs dalam bahasa Yunani) menunjukkan kelimpahan, bukan sekadar cukup. Stefanus dipenuhi oleh kasih karunia Allah. Dalam konteks Alkitab, kasih karunia bukan hanya unmerited favor (anugerah yang tidak layak kita terima), tetapi juga kuasa Allah yang aktif bekerja dalam diri orang percaya untuk mengubah hidup mereka.
Makna Teologis:
-
Kasih karunia bukan hanya dasar keselamatan, tetapi juga kekuatan untuk hidup kudus.
-
Stefanus tidak mengandalkan dirinya sendiri, melainkan hidup dalam ketergantungan penuh pada kasih karunia Allah.
John Calvin menegaskan: “Kasih karunia bukan hanya memberi kita pengampunan, tetapi juga memperlengkapi kita untuk melakukan pelayanan.” Dengan kata lain, hidup Stefanus menjadi bukti nyata bahwa kasih karunia bukan sekadar doktrin, tetapi kuasa nyata yang mengubah karakter dan arah hidup.
R.C. Sproul berkata: “Kasih karunia itu bukan hanya pintu masuk menuju keselamatan, tetapi juga jalan yang kita lalui setiap hari dalam kehidupan Kristen.” Hidup Stefanus yang dipenuhi kasih karunia menjadi teladan bagi kita semua untuk terus hidup di bawah anugerah Allah setiap hari.
2. Stefanus: Pribadi yang Penuh Kuasa
Selain penuh kasih karunia, Lukas menuliskan bahwa Stefanus juga penuh kuasa (dynamis). Kuasa ini bukan berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari Roh Kudus yang memenuhi dia.
Makna Teologis:
-
Kuasa Roh Kudus memberi keberanian kepada Stefanus untuk bersaksi tentang Kristus, bahkan di tengah ancaman dan penolakan.
-
Kuasa ini bukan kuasa politik atau militer, melainkan kuasa rohani yang meneguhkan iman, menggerakkan hati orang, dan menyatakan karya Allah.
Jonathan Edwards dalam tulisannya tentang kebangunan rohani menegaskan bahwa pekerjaan Roh Kudus selalu disertai dengan kuasa yang nyata. Kuasa ini membuat orang percaya berani menghadapi penderitaan, tetap setia, dan hidup dengan integritas.
John Owen menekankan bahwa kuasa Roh Kudus bekerja melalui firman. Stefanus penuh kuasa karena ia penuh firman, seperti terlihat dalam pembelaannya di Kisah Para Rasul 7. Kuasa itu nyata bukan hanya melalui mujizat, tetapi terutama melalui pemberitaan firman yang menusuk hati pendengarnya.
3. Mujizat dan Tanda di Antara Orang Banyak
Ayat ini mencatat bahwa Stefanus mengadakan “mujizat-mujizat dan tanda-tanda.” Dalam kitab Kisah Para Rasul, mujizat bukan tujuan utama, melainkan penegasan bahwa pelayanan itu berasal dari Allah.
Makna Teologis:
-
Mujizat meneguhkan bahwa Injil yang diberitakan Stefanus adalah kebenaran Allah.
-
Mujizat menjadi sarana Allah untuk membuka hati orang dan memperhatikan pemberitaan Injil.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menegaskan bahwa mujizat dalam Alkitab adalah signa (tanda), yang menunjuk kepada realitas yang lebih besar, yaitu kerajaan Allah. Dengan kata lain, mujizat Stefanus bukan tentang dirinya, tetapi tentang Kristus yang dimuliakan.
Louis Berkhof menjelaskan bahwa mujizat adalah karya Allah yang melampaui hukum alam, dimaksudkan untuk membuktikan otoritas ilahi dari pemberitaan Injil. Dalam konteks Stefanus, mujizat itu mengokohkan bahwa kesaksiannya benar berasal dari Roh Kudus.
Implikasi Teologi Reformed dari Kisah Para Rasul 6:8
-
Total Dependence on Grace (Ketergantungan penuh pada kasih karunia).
-
Stefanus adalah teladan orang percaya yang menyadari bahwa seluruh hidupnya adalah hasil kasih karunia.
-
Reformed Theology menekankan Sola Gratia — hanya anugerah Allah yang menopang keselamatan dan pelayanan kita.
-
-
Power from the Spirit (Kuasa berasal dari Roh Kudus).
-
Pelayanan yang sejati tidak bisa dilakukan dengan kekuatan manusia, tetapi dengan kuasa Roh Kudus.
-
Sola Spiritu Sancto — hanya oleh Roh Kudus kita bisa melayani dan bersaksi dengan setia.
-
-
Christ-Centered Witness (Kesaksian yang berpusat pada Kristus).
-
Mujizat Stefanus bukan tentang dirinya, melainkan tentang Kristus.
-
Teologi Reformed menekankan bahwa segala sesuatu harus diarahkan untuk memuliakan Allah (Soli Deo Gloria).
-
Aplikasi Praktis
1. Hidup dalam Kasih Karunia
Kita sering tergoda untuk hidup dalam kekuatan sendiri, mengandalkan kemampuan dan pengalaman kita. Tetapi teladan Stefanus mengingatkan: hanya kasih karunia Allah yang membuat kita mampu bertahan, setia, dan berbuah.
Aplikasi:
-
Belajar setiap hari mengakui keterbatasan kita dan memohon anugerah Allah.
-
Bersandar pada firman sebagai sumber kekuatan rohani.
2. Penuh Kuasa Roh Kudus
Kuasa Roh Kudus bukan sekadar untuk pelayanan spektakuler, tetapi untuk hidup kudus, sabar, setia, dan berani bersaksi.
Aplikasi:
-
Berdoa agar dipenuhi Roh Kudus, bukan hanya untuk pelayanan, tetapi juga untuk kehidupan sehari-hari.
-
Mengizinkan firman membentuk pikiran dan karakter kita.
3. Menjadi Saksi di Tengah Dunia
Seperti Stefanus, kita dipanggil menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat, bahkan jika harus menghadapi penolakan.
Aplikasi:
-
Jangan takut untuk menyatakan iman kita.
-
Hidup konsisten sehingga kesaksian kita bukan hanya kata-kata, tetapi juga perbuatan nyata.
Pendapat Beberapa Teolog Reformed tentang Kisah Para Rasul 6:8
-
John Calvin: Stefanus adalah teladan bahwa kasih karunia Allah bukan hanya menyelamatkan, tetapi juga memperlengkapi untuk pelayanan yang berkuasa.
-
R.C. Sproul: Hidup Stefanus mencerminkan teologi kasih karunia yang aktif, di mana anugerah Allah bukan pasif, melainkan menghasilkan kuasa nyata.
-
Jonathan Edwards: Kuasa Roh Kudus dalam diri Stefanus adalah bukti pekerjaan Allah yang sejati, bukan hasil usaha manusia.
-
John Owen: Kuasa itu nyata karena firman yang diberitakan Stefanus penuh dengan Roh Kudus. Firman dan Roh selalu bekerja bersama.
-
Herman Bavinck: Mujizat Stefanus adalah tanda kerajaan Allah yang sedang hadir, menunjuk pada realitas eskatologis bahwa Kristus sudah menang.
Kesimpulan
Kisah Para Rasul 6:8 memberikan kepada kita gambaran singkat namun mendalam tentang kehidupan Stefanus: penuh kasih karunia dan kuasa, menghasilkan mujizat dan tanda. Dari hidup Stefanus, kita belajar bahwa:
-
Kasih karunia adalah fondasi hidup orang percaya.
-
Kuasa Roh Kudus adalah kekuatan pelayanan sejati.
-
Mujizat dan tanda adalah buah yang menunjuk kepada Kristus, bukan kepada diri kita.
Mazmur berkata bahwa orang benar akan berbuah pada waktunya (Mazmur 1:3), dan Stefanus adalah contoh nyata pohon yang ditanam di tepi aliran air itu. Hidupnya berbuah, bahkan kematiannya menjadi benih bagi pertumbuhan gereja.
Kiranya kita semua belajar dari teladan Stefanus: hidup dalam kasih karunia, dipenuhi kuasa Roh Kudus, dan menjadi saksi Kristus sampai akhir.
