Surga dan Lambang-Lambang Alkitab

Surga dan Lambang-Lambang Alkitab

Pendahuluan: Kerinduan Akan Surga

Setiap orang percaya memiliki kerinduan mendalam akan surga. Sejak kejatuhan manusia dalam dosa, hati manusia selalu mendambakan pulang ke rumah sejati—tempat di mana Allah bersemayam dan di mana tidak ada lagi air mata, kesedihan, atau kematian (Wahyu 21:4). Dalam Alkitab, surga sering digambarkan dengan berbagai lambang: kota, rumah, kerajaan, pernikahan, istirahat, dan terang. Semua lambang ini tidak hanya memberikan gambaran simbolis, tetapi juga menunjuk kepada realitas rohani yang lebih dalam tentang kemuliaan Allah dan persekutuan kekal dengan-Nya.

John Calvin menulis bahwa “kita tidak dapat membayangkan kemuliaan surga sebagaimana adanya, karena akal manusia tidak mampu memahami hal-hal yang ilahi kecuali melalui cara perumpamaan.” Oleh sebab itu, Allah dengan kasih-Nya memberikan lambang-lambang dalam Kitab Suci agar manusia dapat mengerti secara terbatas apa yang menanti mereka di kekekalan.

I. Surga Sebagai Kota Allah (Ibrani 11:10; Wahyu 21:2)

Abraham, bapa orang beriman, “menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah” (Ibrani 11:10). Surga disebut sebagai “Yerusalem baru”—sebuah kota kudus yang turun dari Allah (Wahyu 21:2). Lambang kota menegaskan bahwa surga adalah tempat di mana umat Allah hidup dalam komunitas kudus, tertib, dan aman di bawah pemerintahan Allah sendiri.

Jonathan Edwards dalam khotbahnya Heaven is a World of Love menjelaskan bahwa surga adalah kota kasih yang sempurna, di mana kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama mencapai puncak tertingginya. Tidak ada lagi iri hati, perselisihan, atau keegoisan; yang ada hanyalah kasih yang memancar dari Allah sendiri kepada umat-Nya.

Kota juga melambangkan stabilitas. Di dunia ini, kota-kota sering dihancurkan oleh peperangan dan dosa, tetapi kota Allah kekal adanya. Di sana tidak ada ancaman, tidak ada malam, dan tidak ada dosa yang dapat masuk (Wahyu 21:27). Semua penghuni kota itu telah ditebus oleh darah Anak Domba.

II. Surga Sebagai Rumah Bapa (Yohanes 14:2)

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal... Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” (Yohanes 14:2). Ini adalah lambang yang penuh kasih dan keintiman. Surga bukan hanya tempat, tetapi rumah di mana anak-anak Allah kembali kepada Bapa mereka.

Charles Spurgeon berkata, “Ketika Yesus berkata ‘rumah Bapa-Ku’, Ia menunjukkan kepada kita bahwa surga bukan sekadar istana megah, melainkan rumah keluarga, tempat di mana kasih menjadi hukum dan kehadiran Bapa adalah sukacita terbesar.”

Rumah menandakan penerimaan dan rasa aman. Di dunia ini, banyak orang hidup dalam kesendirian dan keterasingan, tetapi di surga tidak ada lagi perasaan itu. Di sana kita sepenuhnya diterima, sepenuhnya dikenal, dan sepenuhnya dikasihi. Rumah surgawi bukanlah hasil jasa manusia, melainkan anugerah Kristus yang telah menyediakan tempat bagi kita melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.

III. Surga Sebagai Kerajaan (Matius 25:34)

Yesus berkata, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Matius 25:34). Lambang kerajaan menyoroti kemuliaan dan kekuasaan Allah. Di surga, Kristus memerintah sebagai Raja atas segala raja, dan umat-Nya memerintah bersama-Nya (2 Timotius 2:12).

John Owen, teolog Reformed besar, menjelaskan bahwa kerajaan surga bukan hanya tempat kekuasaan, tetapi juga tempat di mana kebenaran dan damai sejahtera berkuasa secara sempurna. Tidak ada lagi ketidakadilan, karena setiap kehendak manusia telah diselaraskan dengan kehendak Kristus.

Kerajaan ini bukan hasil politik atau perjuangan manusia, melainkan anugerah Allah yang diberikan kepada mereka yang dilahirkan kembali dalam Kristus. Dalam kerajaan itu, setiap warga adalah anak-anak raja, dan setiap hukum adalah cerminan kasih dan kekudusan Allah.

IV. Surga Sebagai Pernikahan Anak Domba (Wahyu 19:7–9)

Salah satu lambang paling indah tentang surga adalah pernikahan Anak Domba. “Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, sebab pernikahan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap.” (Wahyu 19:7).

Gambaran ini menunjukkan kesatuan sempurna antara Kristus dan Gereja-Nya. Di dunia, hubungan manusia sering dicemari oleh dosa, tetapi di surga, persekutuan antara Kristus dan umat-Nya menjadi sempurna dalam kasih. Gereja yang telah disucikan oleh darah Kristus akan dipersatukan dengan-Nya untuk selama-lamanya.

Martin Luther berkata bahwa “seluruh Injil dapat dilihat sebagai kisah cinta antara Kristus dan Gereja-Nya; dan surga adalah pesta pernikahan yang kekal di mana sukacita tidak akan pernah berakhir.”

Simbol ini juga menekankan sukacita dan perayaan. Tidak ada kesedihan di pesta pernikahan surgawi itu. Semua air mata dihapuskan, dan umat Allah bersukacita bersama Penebus mereka dalam kemuliaan yang tak terkatakan.

V. Surga Sebagai Tempat Istirahat (Ibrani 4:9–10)

Penulis surat Ibrani menulis: “Jadi masih tersedia suatu perhentian hari Sabat bagi umat Allah” (Ibrani 4:9). Istirahat ini bukan hanya berhenti dari pekerjaan jasmani, tetapi juga berhenti dari segala pergumulan dosa, penderitaan, dan kelelahan hidup duniawi.

Thomas Watson, dalam bukunya A Body of Divinity, menulis: “Surga adalah Sabat yang kekal, di mana jiwa yang lelah menemukan perhentian di hadirat Allah.” Di dunia ini, kita bekerja dan berjuang melawan dosa, tetapi di surga kita akan beristirahat dalam kasih dan hadirat Allah tanpa gangguan.

Istirahat surgawi bukan berarti pasif, tetapi aktif dalam penyembahan yang sempurna. Di sana, umat Allah melayani dan memuji Tuhan tanpa keletihan atau dosa. Ini adalah pemulihan total dari segala sesuatu—tubuh, jiwa, dan roh.

VI. Surga Sebagai Tempat Terang yang Kekal (Wahyu 21:23)

“Dan kota itu tidak memerlukan matahari atau bulan untuk menyinarinya, sebab kemuliaan Allah meneranginya dan Anak Domba itu adalah lampunya” (Wahyu 21:23). Terang adalah simbol kebenaran, kemurnian, dan hadirat Allah.

Di dunia ini kita hidup dalam bayang-bayang dosa, di mana kebenaran sering disembunyikan. Namun di surga, tidak ada lagi kegelapan, baik secara fisik maupun rohani. Calvin menyatakan bahwa “di surga, kita akan mengenal Allah dengan pengenalan yang sempurna, tanpa kabut kebodohan atau dosa yang menutupi pandangan kita.”

Terang surgawi juga melambangkan sukacita dan kemuliaan. Tidak ada lagi malam kesedihan, karena Allah sendiri menjadi sumber terang yang kekal. Tidak ada lagi kebutuhan akan penerangan lain—kehadiran Kristus cukup untuk menerangi seluruh surga.

VII. Surga: Warisan Bagi Orang Kudus

Surga bukanlah sesuatu yang diusahakan oleh manusia, melainkan warisan yang disediakan oleh kasih karunia. Rasul Petrus menulis, “untuk suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga untuk kamu” (1 Petrus 1:4).

Warisan ini diperoleh melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan oleh perbuatan. Semua lambang Alkitab tentang surga menunjuk kepada satu hal yang sama—kemuliaan Allah di dalam Kristus. Di sanalah umat pilihan akan memandang wajah-Nya dan bersukacita selama-lamanya.

John Owen menegaskan bahwa “tujuan akhir keselamatan adalah melihat dan menikmati kemuliaan Allah di dalam Kristus.” Inilah yang menjadikan surga begitu indah: bukan emasnya, bukan tembok permata atau sungainya, tetapi kehadiran Kristus sendiri.

VIII. Aplikasi: Hidup dengan Pandangan ke Surga

Karena surga adalah tujuan akhir kita, maka hidup di dunia harus dijalani dengan pandangan yang tertuju ke sana. Rasul Paulus berkata, “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi” (Kolose 3:2). Seorang Kristen sejati bukan hanya menunggu surga, tetapi hidup sesuai dengan nilai-nilai surgawi sejak sekarang.

Spurgeon berkata, “Mereka yang memandang surga dengan mata iman akan berjalan di bumi dengan langkah kudus.” Dengan kata lain, pandangan tentang surga harus mempengaruhi cara kita bekerja, mengasihi, dan menderita di dunia ini.

Kita dipanggil untuk setia dalam iman, tekun dalam pelayanan, dan sabar dalam penderitaan, karena kita tahu bahwa “penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Roma 8:18).

Penutup: Kerinduan akan Rumah Surgawi

Surga bukanlah mitos atau impian kosong; ia adalah realitas yang dijanjikan Allah sendiri. Semua lambang Alkitab tentang surga adalah jendela kasih karunia yang menyingkapkan sedikit dari kemuliaan kekal yang menanti orang percaya.

Ketika kita merenungkan surga sebagai kota, rumah, kerajaan, pernikahan, istirahat, dan terang—semuanya mengarah pada satu pribadi: Yesus Kristus. Dialah pusat dan sukacita surga.

Seperti kata Jonathan Edwards, “Allah adalah surga bagi surga itu sendiri.” Artinya, tanpa Allah, surga tidak akan menjadi surga. Maka, biarlah kita hidup dalam iman, menantikan hari ketika kita akan melihat wajah-Nya, dan berkata bersama semua orang kudus, “Inilah rumahku, inilah rajaku, inilah sukacitaku yang kekal.”

Next Post Previous Post