SURAT KEPADA JEMAAT SARDIS (1): WAHYU 3:1-6

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
SURAT KEPADA JEMAAT SARDIS (1). -Wahyu 3:1-6 - “(Wahyu 3:1) ‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! (2) Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan AllahKu. (3) Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu. (4) Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu. (5) Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan BapaKu dan di hadapan para malaikatNya. (6) Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.’”.
SURAT KEPADA JEMAAT SARDIS (1)
gadget, otomotif, asuransi
Setelah mempelajari surat kepada 4 gereja dalam Wah 2, Herman Hoeksema menyimpulkan dan berkata sebagai berikut:

“We may say indeed, therefore, that there is a good deal of light in the picture of the church as we have studied her thus far, but also much darkness. And one who expects the church to be perfect in the world may well learn a lesson from the seven-fold picture of the church which we find in the Book of Revelation.” [= Karena itu, kita memang bisa berkata bahwa ada banyak terang dalam gambaran dari gereja yang telah kita pelajari sejauh ini, tetapi juga ada banyak kegelapan. Dan seseorang yang mengharapkan gereja yang sempurna dalam dunia bisa belajar dari gambar dengan 7 segi tentang gereja yang kita dapatkan dalam Kitab Wahyu.] - hal 111.

Catatan: untuk gereja Smirna, yang tidak dicela apapun oleh Yesus, Hoeksema berkata sebagai berikut: “she receives no rebuke from the Lord. She was spiritually rich. Her dark side consisted in this, that she was the church in tribulation: she was poor and held in disrepute by the world about her.” [= ia tidak menerima celaan dari Tuhan. Ia kaya secara rohani. Sisi gelapnya terdiri dari ini, bahwa ia adalah gereja dalam kesukaran / kesengsaraan: ia miskin dan dianggap hina / tidak dihormati oleh dunia di sekitarnya.] - hal 111.

Ia menambahkan lagi: “We must still call attention to three more of the churches in Asia Minor to whom the Lord addressed letters. Nor does the picture of the church in the world become brighter in these three letters. If we would expect, perhaps, that the Lord so arranged the order of these letters to the seven churches that the picture gradually becomes brighter, we will certainly meet with disappointment.” [= Kita harus tetap memperhatikan 3 gereja lagi di Asia Kecil kepada siapa Tuhan menujukan suratNya. Gambaran gereja dalam dunia tidak menjadi lebih terang dalam ketiga surat ini. Jika kita mengharapkan bahwa Tuhan mengatur urut-urutan dari surat-surat kepada ke 7 gereja ini sedemikian rupa sehingga gambarannya menjadi makin terang secara bertahap, kita pasti akan kecewa.] - hal 111.

Wahyu 3: 1: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!”.

1) ‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis:’.

a) Kota Sardis.

Leon Morris (Tyndale): “Sardis was an active commercial city and very wealthy. ... The city’s easy wealth seems to have made for slackness. It was captured by Cyrus the Persian (549 BC) and by Antiochus (218 BC), both times because of its slackness. The city was built on a hill so steep that its defences seemed impregnable. On both occasions enemy troops scaled the precipice by night and found that the over-confident Sardians had set no guard.” [= Sardis dulunya adalah kota perdagangan yang aktif dan sangat kaya. ... Kemudahan untuk mendapatkan kekayaan dari kota ini kelihatannya telah menimbulkan kemalasan / kelalaian. Kota ini direbut oleh Koresy, raja Persia (549 S.M.), dan oleh Antiochus (218 S.M.), dan keduanya terjadi karena kemalasan / kelalaian. Kota ini dibangun di atas sebuah bukit yang begitu terjal sehingga pertahanannya kelihatannya tak dapat dikalahkan. Dalam kedua peristiwa itu pasukan musuh mendaki tebing yang curam pada malam hari dan menemukan bahwa orang-orang Sardis yang terlalu percaya diri itu tidak menempatkan penjaga.] - hal 75.

Penerapan: kalau saudara cepat mendapatkan kekayaan / nilai yang bagus di sekolah, atau kalau saudara adalah anak orang kaya sehingga mudah untuk mendapatkan uang, atau kalau saudara mempunyai karunia yang hebat sehingga mudah berhasil dalam pelayanan, janganlah hal itu menyebabkan saudara menjadi malas! Ingat bahwa makin banyak yang saudara miliki, makin banyak saudara dituntut (Lukas 12:47-48 Mat 25:14-30).

Lukas 12:47-48 - “(47) Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. (48) Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.’”.

b) Gereja Sardis.

John Stott: “Nothing is known of the origins of the church in Sardis, nor of its early growth, except what may be gathered from this epistle.” [= Tidak ada yang diketahui tentang asal usul dari gereja di Sardis, ataupun tentang pertumbuhannya yang mula-mula, kecuali apa yang bisa dikumpulkan dari surat ini.] - hal 84.

2) ‘Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu’.

Istilah ‘7 roh’ menunjuk kepada Roh Kudus. Ini telah dibahas pada waktu membahas Wah 1:4, dan karena itu tidak akan diulang di sini. Kalau dikatakan bahwa Yesus memiliki Roh Kudus, itu bukan sebagai seseorang yang menerimaNya dari Bapa, tetapi sebagai seseorang yang dapat memberikan Roh Kudus itu.

Pulpit Commentary: “a Church sunk in spiritual deadness specially needs such a gift.” [= sebuah Gereja yang tenggelam dalam kematian rohani secara khusus membutuhkan pemberian / karunia seperti ini.] - hal 107.

3) ‘Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!’.

Ini tidak berarti mereka bukanlah gereja dalam pandangan Tuhan. Bahwa gereja ini tidak betul-betul mati terlihat dari ay 2-3.

Ada gereja mati / jelek yang betul-betul terlihat sebagai gereja yang mati / jelek. Tetapi tidak demikian dengan gereja ini.

Pulpit Commentary: “Laodicea deceived herself, thinking she was rich; but it is not said she deceived others. This Church, Sardis, did deceive others; she was reckoned by them to be really living, though in fact she was dead; and very probably she had deceived herself also.” [= Laodikia menipu dirinya sendiri, mengira bahwa ia kaya; tetapi tidak dikatakan bahwa ia menipu orang lain. Gereja ini, Sardis, menipu orang lain; ia dianggap oleh mereka sebagai betul-betul hidup, sekalipun sesungguhnya ia mati; dan sangat mungkin ia juga menipu dirinya sendiri.] - hal 125.

William Hendriksen: “Sardis enjoyed a good reputation but it did not deserve this reputation.” [= Sardis menikmati reputasi yang baik tetapi ia tidak layak menerima reputasi ini.] - hal 73.

Steve Gregg: “this is one of the two churches (Laodicea being the other) which receives no commendation from the Lord. The only thing good about the church as a whole (not considering the remnant of overcomers, vv. 4-5) was its reputation. The church had a name that it was alive, but in this respect was greatly overrated:” [= ini adalah satu dari dua gereja (yang satunya adalah Laodikia) yang tidak menerima pujian dari Tuhan. Satu-satunya hal yang baik tentang gereja ini secara keseluruhan (tanpa mempertimbangkan sisa yang menang, ay 4-5) adalah reputasinya. Gereja ini terkenal hidup, tetapi dalam hal ini dinilai sangat terlalu tinggi:] - hal 73.

Penerapan: karena itu jangan memandang suatu gereja hanya karena reputasinya. Apa gunanya mempunyai reputasi yang baik di hadapan manusia, kalau Tuhan menganggapnya mati?

Bagaimana kira-kira ciri-ciri gereja Sardis ini?

Herman Hoeksema mengatakan bahwa pertama-tama pendeta gereja Sardis ini adalah pendeta yang ‘mati’, yang tidak mempunyai penyerahan diri. Ia tidak belajar Kitab Suci. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar Kitab Suci / mempersiapkan khotbah ia habiskan dengan keluarganya atau teman-temannya, sehingga pada waktu ia naik ke mimbar pada hari Minggu, ia tidak mempunyai berita dari Tuhan. Khotbahnya tidak ada isinya, dan diberitakannya tanpa semangat yang muncul dari keyakinan. Pada waktu Ia mengakhiri khotbahnya dengan kata ‘Amin’, ia merasa senang bahwa khotbah itu telah berakhir. Ia juga tidak banyak berdoa. Ia tidak mempedulikan jemaatnya, tidak menghibur yang sedih / menderita, tidak mencari yang hilang. Ia tidak mempunyai semangat pelayanan, tetapi malas dan acuk tak acuh. Ia mencintai keduniawian, kesenangan dan kemewahan.

Kedua, jemaat gereja Sardis sama ‘mati’nya seperti pendetanya. Daging mendominasi gereja Sardis. Mereka tidak peduli dengan Kerajaan Allah, mereka tidak belajar Kitab Suci dan tidak peduli dengan Kitab Suci maupun doktrin-doktrin, tidak berdoa setiap hari. Banyak dari jemaat yang tidak hadir dalam kebaktian, dan banyak jemaat yang hilang sama sekali. Mereka tidak mengaku dosa, tidak memberitakan Injil sehingga dunia hampir-hampir tidak tahu kalau ada gereja di Sardis, tidak mengajar anak-anak mereka supaya percaya kepada Kristus, tidak mempunyai kesabaran dalam menderita bagi Kristus, dan tidak mengasihi Allah maupun sesama saudara seiman.

Saya berpendapat bahwa apa yang dikatakan oleh Herman Hoeksema ini keterlaluan. Kalau gereja Sardis itu betul-betul begitu jeleknya, bagaimana mungkin mereka bisa mempunyai reputasi yang baik?

Gereja Sardis mempunyai reputasi sebagai gereja yang baik. Jadi, saya lebih condong untuk berpendapat bahwa gereja ini adalah gereja yang besar, dan juga merupakan gereja yang bertumbuh dalam hal jumlah, dan merupakan gereja yang aktif. Mungkin sekali gereja itu mempunyai pendeta yang kelihatannya penuh kasih dan rajin, penyanyi-penyanyi yang hebat, paduan suara yang besar dan hebat, alat musik yang baik, dan pujian jemaat yang baik. Jemaat mau memberikan persembahan yang banyak dan aktif dalam pelayanan, sehingga tidak ada kekurangan uang atau tenaga pelayanan. Ditinjau dari sudut pengajaran dan iman, di gereja ini tidak ada ajaran Bileam, Nikolaus maupun Izebel, seperti di gereja-gereja di Pergamus dan Tiatira.

Lalu apa yang menyebabkan gereja ini mati dalam pandangan Tuhan?

a) Dari Wahyu 3: 4 secara implicit terlihat bahwa sebagian besar dari jemaat telah mencemarkan pakaiannya, yang menunjukkan bahwa dosa sudah masuk ke gereja ini. Ada yang berpendapat bahwa dosa ini adalah dosa perzinahan yang sangat umum di kota itu pada saat itu. Stott berkata bahwa dosa ini pastilah tidak semenyolok dosa gereja Tiatira yang mengikuti bujukan Izebel, karena kalau demikian maka mereka pasti tidak bisa mempertahankan reputasi baik mereka.

John Stott: “So this death was dirt. Sin has crept into the church, less openly than in the case of Jezebel party in Thiatira, but its defiling influence had not been missed by the holy eyes of Christ.” [= Jadi kematian ini adalah kotoran. Dosa telah masuk ke dalam gereja, tidak secara terbuka seperti dalam kasus golongan Izebel di Tiatira, tetapi pengaruh mengotorinya tidak luput dari mata yang kudus dari Kristus.] - hal 86.

b) Kemunafikan (Yesaya 29:13 Mat 23:5,27-28 2Timotius 3:5).

Rasanya, supaya suatu gereja yang tidak baik bisa mempunyai reputasi yang baik, harus ada kemunafikan.

Yesaya 29:13 - “Dan Tuhan telah berfirman: ‘Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari padaKu, dan ibadahnya kepadaKu hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,”.

Matius 23:5,27-28 - “(5) Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; … (27) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. (28) Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.”.

2Tim 3:5 - “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”.

c) Hilangnya motivasi mula-mula.

Steve Gregg: “Once a church has a good reputation in the public eye, it is possible to mechanically continue in the same activities but lose the original motivation that made it great. The incentive to good works can shift from a desire to serve and please God to simply a desire to maintain the good public face that the church has come to enjoy.” [= Sekali suatu gereja mendapatkan reputasi yang baik di mata umum, adalah mungkin untuk secara mekanis meneruskan aktivitas yang sama tetapi kehilangan motivasi mula-mula yang membuatnya besar. Dorongan / motivasi untuk perbuatan baik bisa bergeser dari suatu keinginan untuk melayani dan menyenangkan Allah kepada sekedar suatu keinginan untuk mempertahankan penampilan umum yang baik yang telah dinikmati oleh gereja.] - hal 73.

d) Ada yang berpendapat bahwa tidak adanya permusuhan dari luar maupun perpecahan / penyesatan di dalam menyebabkan gereja ini menjadi seperti ini.

Homer Hailey: “Part of the problem may have been that there was no strong opposition, for meeting vigorous opposition develops character.” [= Bagian dari problem bisa karena di sana tidak ada permusuhan yang kuat, karena menghadapi permusuhan yang hebat mengembangkan / menghasilkan karakter / moral yang kuat.] - hal 145.

Pulpit Commentary: “it is possible that this deadness was a result of the absence of internal enemies.” [= adalah mungkin bahwa kematian ini merupakan akibat / hasil dari tidak adanya musuh di dalam.] - hal 107.

Tetapi ada yang tidak setuju dengan ini, karena mereka berpendapat sebaliknya. Karena gereja ini adalah gereja yang begitu jelek, maka setan tidak merasa perlu menyerangnya baik dari luar maupun dari dalam.

Pulpit Commentary: “We do not read of any opposition or tribulation of any kind that the Church at Sardis had to meet; - it was dead. And neither Satan nor any of his hosts will care to disturb either a dead Church or a dead pastor. Nothing would better please the powers of evil than to see a Church falling to pieces because there was no spirit to keep the bodily framework together!” [= Kita tidak membaca tentang permusuhan atau kesengsaraan dari jenis apapun yang harus dihadapi oleh gereja Sardis; gereja itu mati. Dan baik Setan maupun pasukannya tidak mau mengganggu sebuah gereja yang mati atau seorang pendeta yang mati. Tidak ada apapun yang lebih menyenangkan kuasa kejahatan dari pada melihat sebuah gereja hancur berkeping-keping karena di sana tidak ada semangat untuk menjaga kerangka tubuhnya untuk tetap bersatu!] - hal 119.

Robert H. Mounce (NICNT): “Like the fig tree of Matthew 21:19 it had leaves but no fruit. Caird calls Sardis ‘a perfect model of inoffensive Christianity’” [= Seperti pohon ara dari Matius 21:19 Sardis mempunyai daun tetapi tidak mempunyai buah. Caird menyebut Sardis ‘model yang sempurna tentang kekristenan yang tidak menyerang / menyakitkan hati’] - hal 109-110.

Catatan: bagian yang dikutip oleh Mounce dari Caird ini mungkin menunjukkan bahwa pemberitaan Firman dalam gereja ini tidak menegur dosa, dan gereja ini tidak pernah memberitakan Injil, apalagi menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, karena hal-hal inilah yang biasanya dianggap ‘menyerang’ / ‘menyakitkan hati’. Tidak adanya hal ini menyebabkan setan merasa tidak perlu menyerang mereka, dan gereja ini mengalami ‘damai’, dan beberapa penafsir mengatakan bahwa itu adalah damai seperti kuburan.

William Hendriksen: “Neither the Jews nor the Gentiles seem greatly to have troubled the people of Sardis. Sardis was a very ‘peaceful’ church. It enjoyed peace, but it was the peace of the cemetery!” [= Baik Yahudi maupun non Yahudi tidak kelihatan sangat mengganggu jemaat Sardis. Sardis adalah gereja yang sangat ‘damai’. Ia menikmati damai, tetapi itu adalah damai dari suatu pekuburan!] - hal 73.

Geoffrey B. Wilson: “No external opposition or internal heresy disturbed the church, which was as peaceful as the grave.” [= Tidak ada permusuhan di luar atau penyesatan di dalam yang mengganggu gereja, yang sama damainya seperti kuburan.] - hal 41.

e) Seorang penafsir mengatakan bahwa kemakmuran lahiriah sangat memungkinkan untuk menjadikan suatu gereja mengalami kondisi seperti gereja Sardis ini. Perlu diingat bahwa kemakmuran lahiriah sering mengakibatkan kecintaan pada uang dan hal-hal duniawi.

James B. Ramsey: “This is a most sad and perilous condition for any church to be found in; and yet it is a very frequent state of churches outwardly prosperous.” [= Ini adalah kondisi yang paling menyedihkan dan membahayakan bagi gereja manapun yang ada di dalamnya; tetapi seringkali ini merupakan keadaan dari gereja-gereja yang makmur secara lahiriah.] - hal 165.


James B. Ramsey: “Let every church standing high in the estimation of others, and prosperous in her external circumstances, remember that while men are praising, Christ may be frowning, and His judgments impending, as a thief in the night. Human eyes may detect no flaw, where the eye of Jesus sees only death.” [= Biarlah setiap gereja yang menonjol dalam penilaian orang lain, dan makmur dalam keadaan lahiriahnya, mengingat bahwa sementara manusia sedang memuji, Kristus bisa mengerutkan dahi, dan penghakimanNya sedang mendekat, seperti seorang pencuri pada waktu malam. Mata manusia bisa tidak mendeteksi adanya cacat, dimana mata Kristus hanya melihat kematian.] - hal 166.

f) Reputasi baiknya membuat gereja ini tidak mencurigai penyakitnya, sehingga makin lama makin berat.

James B. Ramsey: “Such a church is asleep, and all its fancied prosperity is but the dreams of the spiritual sleeper. Such a soul never once seriously suspects its real condition, or if at any time a fear arises, it is quickly repelled by the thought of its unstained Christian reputation. This insensibility is the most alarming feature of this condition.” [= Gereja seperti itu sedang tidur, dan semua kemakmuran yang dikhayalkan hanyalah merupakan mimpi dari orang yang tidur secara rohani. Jiwa seperti itu tidak pernah sekalipun mencurigai secara serius kondisinya yang sesungguhnya, atau jika pada suatu saat ada rasa takut yang muncul, itu dengan cepat ditolak oleh pikiran tentang reputasi kristennya yang tak bercacat. Ketidakpekaan ini merupakan ciri yang paling menguatirkan dari kondisi ini.] - hal 167.

g) Saat Teduh saya tanggal 26 September yang lalu menunjukkan bagaimana seseorang bisa kelihatannya hidup padahal mati.

John Henry Jowett: “MY LORD AS MY BREAD. John 6:26-35. Our life’s bread is a Person. We may have much to do with Christianity and nothing to do with Christ. The other day I was in a great and wonderful bakery, but I never ate or touched a morsel of bread. I touched the machinery. I was absorbingly interested in the processes, but I ate no bread! And I may be deeply interested in the means of grace, I may be familiar with all ‘the ins and outs’ of ecclesiastical machinery, and I may never handle or taste ‘the bread of God.’ Our religion is dead and burdensome until it becomes a personal relation, and we have vital communion with Christ. ‘Thou, O Christ, art all I want.’ We find everything in Him. Everything else is preliminary, preparatory, subordinate, and to be in the long run dropped and forgotten. A ritual is only a way to ‘the bread,’ and by no means essential, and very often undesirable. The heart can find the Lord with a look, with a cry, and needs no obtrusion of ritual or priest. But how pathetic! To be contented to potter about among the ritual and never to find the Bread! To be in the house and never to see the Host! ‘Ye search the Scriptures ... and ye will not come to Me.’” [= TUHANKU SEBAGAI ROTIKU. Yoh 6:26-35. Roti dari kehidupan kita adalah seorang Pribadi. Kita bisa mempunyai banyak urusan / hubungan dengan kekristenan tetapi sama sekali tidak mempunyai urusan / hubungan dengan Kristus. Suatu hari saya berada di toko / perusahaan roti yang besar dan hebat, tetapi saya tidak pernah memakan atau menyentuh sepotong rotipun. Saya menyentuh mesin-mesinnya. Saya sangat tertarik dengan proses pembuatan roti itu, tetapi saya tidak memakan rotinya! Dan saya bisa sangat tertarik pada cara / jalan / alat dari kasih karunia, saya bisa saja akrab dengan ‘seluk beluk’ dari mesin-mesin kegerejaan, tetapi saya tak pernah memegang atau mencicipi / merasakan ‘roti Allah’. AGAMA KITA MATI DAN MENJADI BEBAN SAMPAI / KECUALI ITU MENJADI SUATU HUBUNGAN PRIBADI, DAN KITA MEMPUNYAI HUBUNGAN / PERSEKUTUAN YANG HIDUP DENGAN KRISTUS. ‘Engkau, ya Kristus, adalah semua yang aku inginkan’. Kita mendapatkan segala sesuatu di dalam Dia. Segala sesuatu yang lain adalah pendahuluan, persiapan, lebih rendah tingkatnya, dan pada akhirnya dijatuhkan dan dilupakan. Upacara hanyalah merupakan jalan kepada ‘roti’, dan sama sekali tidak merupakan hal yang sangat penting, dan seringkali tidak diinginkan. Hati bisa menemukan Tuhan dengan suatu pandangan, dengan suatu jeritan, dan tidak membutuhkan penonjolan diri / pemunculan dari upacara atau imam. Tetapi alangkah menyedihkannya! Puas / senang untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan tetapi tidak penting di antara upacara dan tidak pernah menemukan Roti itu! Ada di dalam rumah dan tidak pernah melihat Tuan Rumah! ‘Kamu menyelidiki Kitab Suci ... namun kamu tidak mau datang kepadaKu’.] - ‘Springs of Living Water’, September 26.

Catatan: bagian terakhir dikutip dari Yohanes 5:39-40 - “(39) Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, (40) namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu.”.

Jelas bahwa jaman sekarang ada banyak gereja yang kondisinya seperti gereja Sardis. Apakah gereja saudara sendiri juga seperti itu? Mungkin kutipan di bawah ini bisa membantu saudara dalam menganalisa gereja saudara sendiri.


Theodore H. Epp: “Ada seorang yang berkata bahwa kita dapat mengetahui kepopuleran sebuah gereja dengan melihat berapa banyak orang yang hadir dalam kebaktian pada hari Minggu pagi. Mereka yang hadir dalam kebaktian sore hari menunjukkan kepopuleran si pengkhotbah di gereja itu. Dan kepopuleran Tuhan dapat diketahui dari jumlah anggota yang hadir dalam kebaktian doa pada pertengahan minggu.” - hal 85-86.

Catatan: Orang ini berbicara sesuai dengan kontex Amerika, dimana kebaktian pagi / siang sajalah yang dianggap sebagai betul-betul suatu kebaktian. Kebaktian sore biasanya sangat tidak formil (semacam persekutuan), dan yang hadir jauh lebih sedikit dari kebaktian pagi.


Penerapan: bukan hanya persekutuan doa yang perlu diperhatikan, tetapi juga acara doa syafaat dalam Kebaktian Minggu. Saya mendengar ada chairman yang kalau acara doa syafaat dalam kebaktian, tidak ikut doa dan bahkan ngobrol.

Bagaimana membetulkan gereja seperti gereja Sardis ini?

William Hendriksen: “Sardis was sinking into spiritual stupor. This explains Christ’s self-description: ‘the One who has the seven - life-giving - spirits.’ He also has in His right hand the seven stars. By means of the ministers of the Word and their message the life-giving spirits are able to revive a dead church.” [= Sardis sedang tenggelam ke dalam keadaan pingsan secara rohani. Ini menjelaskan penggambaran Kristus tentang diriNya sendiri: ‘yang memiliki ketujuh Roh, yang memberi hidup’. Di tanganNya Ia juga mempunyai ketujuh bintang. Melalui para pelayan Firman dan pemberitaan mereka, Roh pemberi hidup itu bisa menghidupkan gereja yang mati.] - hal 73.

Jadi, Roh Kudus dan Pendeta yang memberitakan Firman Tuhan, ini merupakan 2 hal yang dibutuhkan untuk membangunkan gereja yang mati / tidur!. SURAT KEPADA JEMAAT SARDIS (1)

-bersambung
Next Post Previous Post