KETEKUNAN ORANG-ORANG KUDUS 1
PDT. BUDI ASALI, M.DIV.
1) Setiap orang membutuhkan keselamatan.
Mengapa?
a) Karena setiap orang adalah orang berdosa (Roma 3:23).
Roma 3:23 - “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,”.
Semua manusia bukan cuma sekedar berdosa sedikit tetapi sangat berdosa. Misalnya perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap kekuatan, segenap jiwa, mungkin sekali tidak ada yang pernah melakukan dengan sempurna. Itu berarti, ditinjau dari hukum itu saja, kita berbuat dosa setiap saat.
b) Perbuatan baik tidak bisa menyelamatkan kita. Mengapa?
1. Karena manusia di luar Kristus itu sama sekali tidak bisa berbuat baik.
Kita lahir sebagai orang yang berdosa, dan karena itu kita mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa. Ini bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Kejadian 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.
Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya,”.
Illustrasi: Makhluk yang lahir sebagai monyet akan secara otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh monyet. Demikian juga makhluk yang dilahirkan sebagai orang berdosa akan secara otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang berdosa.
Sebetulnya, manusia berdosa itu bukan hanya cenderung kepada dosa, tetapi bahkan sama sekali tidak bisa berbuat baik, dan selalu berbuat dosa saja. Ini sebetulnya sudah terlihat dari Kej 6:5 di atas, tetapi lebih terlihat lagi dari ayat-ayat ini:
Roma 3:12 - “Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.”.
Roma 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.”.
Titus 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.”.
Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan orang yang tidak beriman adalah dosa. Jadi, tindakan-tindakan yang kelihatannya baik sekalipun (seperti menolong orang miskin, dsb) tetap dianggap dosa. Mengapa?
a. Karena tindakan itu tidak dilakukan berdasarkan kasih kepada Allah / Yesus.
Yohanes 14:15 - “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu.”.
b. Karena tindakan itu tidak dilakukan untuk memuliakan Allah.
1Korintus 10:31: “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”.
Suatu ‘ketaatan / perbuatan baik’, yang dilakukan oleh orang yang tidak percaya kepada Yesus, dan dilakukan bukan karena hati yang mengasihi Tuhan, dan dilakukan bukan untuk kemuliaan Allah, pada dasarnya adalah ‘ketaatan / perbuatan baik’ yang dilakukan tanpa mempedulikan Allah. Sekarang pikirkan sendiri, bisakah perbuatan demikian disebut baik?
2. Kalaupun ia bisa berbuat baik, perbuatan baik itu tidak bisa menghapuskan dosa.
Bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16a,21b yang berbunyi: “(16a) Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. ... (21b) sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus.”.
Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
2) Yesus sudah memberikan jalan keselamatan kepada manusia berdosa itu, dengan jalan menjadi manusia, menderita dan mati di kayu salib, untuk menebus dosa-dosa manusia. Dengan itu Ia menjadi satu-satunya jalan keselamatan.
Yohanes 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”.
Kisah Para Rasul 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”.
1Yoh 5:11-12 - “(11) Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. (12) Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup.”.
Hanya orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.
Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal).
Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!
Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan hanya bagi orang kristen!
3) Kita bisa diselamatkan, karena ‘iman saja’ (Sola Fide / Only Faith), bukan karena ‘perbuatan baik’ atau karena ‘iman + perbuatan baik’.
Bahwa Kitab Suci memang mengajarkan bahwa perbuatan baik tidak punya andil dalam keselamatan, terlihat dari ayat-ayat di bawah ini
Gal 2:16 - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat.”.
Ro 9:30-32a - “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah memperoleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32a) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan.”.
Fil 3:7-9 - “(7) Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.”.
Karena iman itu sendiri adalah pemberian Allah (Fil 1:29), maka jelas bahwa seluruh keselamatan merupakan anugerah.
Fil 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,”.
Dan karena itu kita percaya bukan hanya kepada SOLA FIDE [= hanya iman], tetapi juga kepada SOLA GRATIA [= hanya kasih karunia], karena kedua hal itu berhubungan sangat dekat, dan sama-sama bertentangan dengan ajaran yang mempercayai adanya andil manusia dalam memperoleh keselamatan.
Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”.
Ro 3:24,27-28 - “(24) dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. ... (27) Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”.
Roma 4:2-5 - “(2) Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. (3) Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? ‘Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.’ (4) Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. (5) Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.”.
4) Orang Arminian juga percaya keselamatan karena iman saja!!!
a) Pdt. Jusuf B. S.
Pdt. Jusuf B. S.: “Kita menerima keselamatan dari Tuhan dengan cuma-cuma, bukan karena jasa, kebaikan, usaha atau pekerjaan kita.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 9.
Dan ia lalu mengutip Ef 2:8 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Memang ada beberapa orang yang tampaknya baik dan berusaha dengan kekuatannya sendiri untuk mendapatkan keselamatannya sendiri dengan hidup benar, tetapi tidak ada seorangpun dengan kebaikannya pantas dan dapat menerima keselamatan. Semua kebaikan manusia itu sia-sia.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 9.
Pdt. Jusuf B. S.: “Mungkin seorang baik, tetapi ada segi-segi lain yang bobrok. Dari luar mungkin tidak tampak, tetapi orang dekat tahu ada segi-segi lain yang jelek bahkan jahat. Apa lagi kalau dilihat di dalam pikirannya, sangat keji, najis dan sia-sia (Yer 17:9-10), seperti kain larah (= kotor) saja.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 9.
Ia lalu mengutip Yes 64:6 - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin.”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Keselamatan kita perolehan dari Allah sebagai anugerah yang diberikan oleh Allah bagi semua orang yang mau percaya kepada-Nya. Pada waktu kita percaya di dalam hati kita dan mengaku dengan mulut kita bahwa Tuhan Yesus itu Tuhan dan Juruselamat kita, maka kita beroleh selamat.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 10.
Ia lalu mengutip Ro 10:10 - “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.”.
b) Suhento Liauw.
Suhento Liauw (?): “Para Calvinis sukses menghancurkan nama Jakobus Arminius. Mereka menuduh bahwa Arminius mengajarkan masuk Sorga mengandalkan usaha manusia. Sedangkan Calvinis mengandalkan anugerah Tuhan. Padahal jika kita membaca tulisan Arminius, kita akan tahu bahwa tuduhan para Calvinis ternyata fitnah. Karena Arminius hanya tidak bisa terima bahwa dalam kekekalan Allah dalam sebuah dekrit telah memilih orang tertentu masuk Sorga dan membiarkan orang tertentu masuk Neraka. Arminius mengajarkan bahwa anugerah Allah tersedia bagi semua orang dan yang menerima anugerah tersebut akan masuk Sorga.” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Catatan: yang memfitnah bukan para Calvinist, tetapi Suhento Liauw sendiri. Tidak ada Calvinist yang mengatakan bahwa orang Arminian mempercayai keselamatan karena perbuatan baik / usaha manusia. Calvinist mempercayai bahwa orang-orang Arminian mengajarkan keselamatan hanya karena iman. Tetapi ajaran Arminian mempunyai konsekwensi bahwa usaha manusia mempunyai andil dalam keselamatan mereka.
Sebagai contoh:
1. Kalau tak ada predestinasi, dan manusia selamat atau tidak tergantung orangnya mau atau tidak mau percaya Yesus, maka mengapa orang yang satu mau dan orang yang lain tidak mau? Jelas bahwa orang yang mau lebih baik dari yang tidak mau. Ini tak pernah diakui oleh orang-orang Arminian, tetapi ini konsekwensi dari ajaran mereka yang menolak predestinasi.
2. Kalau keselamatan bisa hilang, mengapa orang Kristen yang satu kehilangan keselamatannya dan orang Kristen yang lain tidak? Jelas karena orang Kristen yang satu lebih baik dalam menjaga keselamatannya, dan orang Kristen yang lain lebih ceroboh dalam menjaga keselamatannya. Jadi, lagi-lagi usaha orang Kristen itu mempunyai andil dalam keselamatannya / menjaga keselamatannya. Dan lagi-lagi ini tidak pernah diakui oleh orang-orang Arminian, tetapi ini merupakan KONSEKWENSI dari ajaran mereka yang mengatakan bahwa orang kristen yang sejati bisa kehilangan keselamatan mereka.
Suhento Liauw (?): “Sebaliknya jika seseorang percaya bahwa keselamatan diperoleh melalui menerima tawaran kasih karunia Allah, maka sudah jelas bahwa yang bersangkutan masih tetap memiliki kebebasan untuk melepaskan anugerah itu.” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Suhento Liauw (?): “Biasanya baik kelompok Calvinis tulen hingga one point Calvinism (poin ke-5), akan menuduh orang yang tidak percaya once saved always saved sebagai diselamatkan melalui perbuatan atau kemampuan diri sendiri. Kadang penulis dibuat heran karena, apakah mereka salah faham atau membuat tuduhan yang disengaja agar tidak kalah malu?” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
c) Steven Liauw.
Steven Liauw: “1. Keselamatan adalah karena Kasih Karunia Allah, dan didapatkan melalui Iman ... Puji syukur pada Tuhan, mayoritas pembaca Alkitab yang masih waras, dapat melihat bahwa Allah menuntut tanggung jawab manusia untuk bertobat dan percaya pada Yesus Kristus sebagai syarat mendapatkan keselamatan yang telah Kristus sediakan karena kasih karuniaNya. Oleh sebab itulah, Efesus 2:8-9 menyatakan dua hal sebagai komponen kunci dalam keselamatan, yaitu kasih karunia dan iman. Kasih karunia adalah komponen dari pihak Allah, dan iman adalah komponen dari manusia. Agar seseorang diselamatkan, Allah harus memberikan kasih karuniaNya (yang sudah Ia lakukan), dan orang tersebut harus percaya atau dengan kata lain beriman. Ingat bahwa iman bukanlah ‘membantu Allah’ dalam proses keselamatan, tetapi adalah menerima kasih karunia Allah. 2. Iman adalah syarat keselamatan, bukan perbuatan. Kepala penjara Filipi bertanya, ‘apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ Paulus menjawab, ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus.’ Ini tidak berarti bahwa kita diselamatkan karena perbuatan atau pekerjaan. Seseorang harus percaya (beriman) untuk mendapatkan keselamatan. Keselamatan (termasuk di dalamnya pendamaian dari dosa, pembenaran, kelahiran kembali, dan seluruh paket keselamatan) disediakan untuk semua umat manusia oleh Kristus (1 Yohanes 2:2), tetapi hanya diterapkan kepada mereka yang percaya (Yoh. 3:16). Jadi, mengatakan bahwa ‘engkau harus percaya (beriman) untuk dapat diselamatkan,’ bukanlah Keselamatan-karena-usaha. Hal ini jelas terlihat dari Roma 4:2-9. Karena iman Abraham, Allah memperhitungkannya sebagai orang benar, dan iman ini tidak sama dengan ‘perbuatan.’ Harus diperjelas di sini, bahwa iman adalah syarat keselamatan bukan dasar keselamatan. Iman tidak membuat kita layak masuk surga, tetapi adalah syarat yang Allah sendiri tentukan untuk mendapatkan keselamatan yang berdasar pada kasih karuniaNya dan pekerjaan Yesus Kristus yang telah selesai di kayu salib.” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
d) Adam Clarke.
Adam Clarke (tentang Ef 2:8): “‘For by grace are ye saved, through faith.’ As ye are now brought into a state of salvation, your sins being all blotted out, and you made partakers of the Holy Spirit; and, having a hope full of immortality, you must not attribute this to any works or merit of yours; for when this Gospel reached you, you were all found dead in trespasses and dead in sins; therefore it was God’s free mercy to you, manifested through Christ, in whom ye were commanded to believe; and, having believed by the power of the Holy Spirit, ye received, and were sealed by, the Holy Spirit of promise; so that this salvation is in no sense of yourselves, but is the free gift of God; and not of any kind of works; so that no man can boast as having worked out his own salvation, or even contributed anything toward it. By grace are ye saved, through faith in Christ. This is a true doctrine, and continues to be essential to the salvation of man to the end of the world.” [= ‘Karena oleh kasih karunia kamu diselamatkan, melalui iman’. Karena / sebagaimana kamu sekarang dibawa ke dalam keadaan keselamatan, semua dosa-dosamu dihapuskan, dan kamu dijadikan pengambil-pengambil bagian dari Roh Kudus; dan mempunyai suatu pengharapan yang penuh tentang ketidakbinasaan / kekekalan, kamu tidak boleh menganggap ini berasal dari perbuatan / pekerjaan atau jasa apapun dari kamu; karena pada waktu Injil ini mencapai kamu, kamu semua didapati mati dalam pelanggaran dan mati dalam dosa; karena itu, itu adalah belas kasihan yang cuma-cuma dari Allah bagi kamu, dinyatakan melalui Kristus, kepada siapa kamu diperintahkan untuk percaya; dan setelah percaya oleh kuasa Roh Kudus, kamu menerima, dan dimeteraikan oleh, Roh Kudus yang dijanjikan; sehingga keselamatan ini dalam arti apapun bukanlah dari dirimu sendiri, tetapi itu adalah pemberian / anugerah cuma-cuma dari Allah; dan bukan dari jenis perbuatan apapun; sehingga tak seorangpun bisa bermegah karena telah mengerjakan keselamatannya sendiri, atau bahkan memberi sumbangsih apapun kepadanya. Oleh kasih karunia kamu diselamatkan, melalui iman kepada Kristus. Ini adalah doktrin yang benar, dan terus merupakan sesuatu yang hakiki bagi keselamatan manusia sampai akhir jaman.].
e) Lenski.
Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”.
Bagian yang saya garis-bawahi itu sebetulnya salah terjemahan. Bandingkan dengan terjemahan KJV ini.
KJV: ‘and that not of yourselves’ [= dan itu bukan dari dirimu sendiri].
Lenski (tentang Ef 2:8-9): “Faith is not something that we on our part produce and furnish toward our salvation but is produced in our hearts by God to accomplish his purpose in us. ... One often meets careless statements such as: ‘Grace is God’s part, faith ours.’ ... There is no self-produced faith; faith is wrought in us. Saving faith is wrought by the saving grace of God. Salvation is received ‘by means of faith.’ ... So important is this matter that Paul adds explanatory specifications: ‘and this not from yourselves.’ The neuter τοῦτο does not refer to πίστις or to χάρις, both of which are feminine, but to the divine act of saving us: this that you have been saved. Paul denies categorically that this is in any manner due to the Ephesians themselves. The source and origin (ἐκ) is not in you; it is wholly and only in God. As little as a dead man can do the least toward making himself alive, so little can the spiritually dead contribute the least toward obtaining spiritual life. ... ‘The gift’ (definite) = the salvation he has given to you. This is a ‘gift’ pure and simple, gratuitously, freely bestowed by abounding grace and mercy. Poor sinners are not even in a condition to go to God and to beg the gift from him; God devised all the means for appropriating the gift. Everything about us is a gift. ... ‘Not from works’ expounds ‘not from yourselves.’ If we were in any degree saved by ourselves, this could be possible only by some work or works we ourselves had done. But among all our works done before our quickening there was not one in which God could find pleasure, not one that could aid toward our salvation; all were wide of the mark, all were so damnable that it took infinite grace to save us. As grace would be excluded if our salvation came from ourselves, so faith and the gift would be excluded if our salvation were due to works. A salvation coming ‘from ourselves’ would, of course, exclude also faith just as a salvation obtained ‘from works’ would exclude grace. ... Works earn something, ‘the gift’ is unearned. ‘Works’ and ‘faith’ are exclusive of each other, even complete opposites. We may regard the aorist as ingressive: ‘in order that no one shall (ever) get to boast.’ The aorist also includes the fact that every boast of any kind is excluded. In our human way we may say that, when we consider what it cost God to save us by his grace through faith, namely the sacrifice of his Son on the cross, it should be plain why he wants all human boasting excluded. But there is more, namely the fact that God alone saved us, that we contributed absolutely nothing, that God is truth and could not possibly allow anyone by boasting to deny even in part that God alone saved him.” [= Iman bukanlah sesuatu yang kita hasilkan dan sediakan dari pihak kita kepada keselamatan kita, tetapi dihasilkan dalam hati kita oleh Allah untuk mencapai tujuan / rencanaNya di dalam kita. ... Orang sering menjumpai pernyataan-pernyataan ceroboh seperti: ‘Kasih karunia adalah bagian Allah, iman adalah bagian kita’. ... Tidak ada iman yang dihasilkan sendiri; iman dikerjakan di dalam kita. Iman yang menyelamatkan dikerjakan oleh kasih karunia yang menyelamatkan dari Allah. Keselamatan diterima ‘dengan menggunakan iman’. ... Begitu penting persoalan ini sehingga Paulus menambahkan perincian yang menjelaskan: ‘dan ini bukan dari dirimu sendiri’. Kata benda TOUTO (ini) berjenis kelamin neuter sehingga tidak menunjuk pada PISTIS (iman) atau pada KHARIS (kasih karunia), karena keduanya berjenis kelamin feminin, tetapi menunjuk pada tindakan ilahi menyelamatkan kita: ini sehingga kamu diselamatkan. Paulus menyangkal secara mutlak bahwa ini dengan cara apapun disebabkan oleh orang-orang Efesus sendiri. Sumber dan asal mulanya (EK) bukanlah dalam kamu; itu sepenuhnya dan hanya dalam Allah. Apa yang orang mati bisa lakukan untuk menghidupkan dirinya sendiri, sama sedikitnya dengan orang yang mati secara rohani memberikan sumbangsih untuk mendapatkan kehidupan rohani. ... ‘Pemberian’ (tertentu) = keselamatan yang telah Ia berikan kepadamu. Ini adalah suatu ‘pemberian / anugerah’ yang murni dan sederhana, bersifat kasih karunia / murah hati, diberikan dengan cuma-cuma oleh kasih karunia dan belas kasihan yang berlimpah-limpah. Orang-orang berdosa yang malang bahkan tidak berada dalam kondisi untuk pergi kepada Allah dan mengemis pemberian dari Dia; Allah memberikan semua cara untuk menerima pemberian. Segala sesuatu di sekitar kita adalah suatu pemberian. ... ‘Bukan dari pekerjaan / perbuatan’ menjelaskan ‘bukan dari dirimu sendiri’. Seandainya kita dalam tingkat apapun diselamatkan oleh diri kita sendiri, ini hanya dimungkinkan oleh perbuatan atau perbuatan-perbuatan yang kita sendiri telah lakukan. Tetapi di antara semua perbuatan-perbuatan kita yang dilakukan sebelum kita dihidupkan di sana tidak satupun dalam mana Allah bisa berkenan, tak satupun yang bisa membantu pada keselamatan kita; semua melenceng dari sasaran, semua begitu terkutuk sehingga membutuhkan kasih karunia yang tak terbatas untuk menyelamatkan kita. Sebagaimana kasih karunia akan dikeluarkan / dibuang seandainya keselamatan kita datang dari diri kita sendiri, demikian juga iman dan pemberian akan dikeluarkan / dibuang seandainya keselamatan kita disebabkan oleh perbuatan. Suatu keselamatan yang datang ‘dari diri kita sendiri’, tentu akan mengeluarkan / membuang iman juga seperti suatu keselamatan yang didapatkan ‘dari perbuatan’ akan mengeluarkan / membuang kasih karunia. ... Perbuatan berhak mendapatkan sesuatu, ‘pemberian’ tak berhak didapatkan. ‘Perbuatan’ dan ‘iman’ saling mengeluarkan / membuang satu sama lain, bahkan bertentangan sepenuhnya. Kita bisa menganggap kata kerja aorist itu sebagai ingresif (bersifat menyatakan permulaan dari suatu tindakan): ‘supaya tak seorangpun akan (pernah) memegahkan diri’. Bentuk aorist ini juga mencakup fakta bahwa setiap pembanggaan dari jenis apapun dikeluarkan / dibuang. Dengan cara manusia kita bisa mengatakan bahwa, pada waktu kita mempertimbangkan ongkos yang Allah keluarkan untuk menyelamatkan kita dengan kasih karuniaNya melalui iman, yaitu pengorbanan AnakNya di kayu salib, harus jelas mengapa Ia menginginkan semua kebanggaan manusia dikeluarkan / dibuang. Tetapi di sana ada lebih lagi, yaitu fakta bahwa Allah sendiri menyelamatkan kita, sehingga kita secara mutlak tak memberikan sumbangsih apapun, bahwa Allah adalah kebenaran dan tidak mungkin mengijinkan siapapun dengan bermegah menyangkal, bahkan sebagian, bahwa Allah saja menyelamatkan dia.].
Catatan: kata-kata ‘memegahkan diri’ (ay 9) dalam bahasa Yunani ada dalam bentuk aorist / lampau.
Catatan: baik Lenski maupun Adam Clarke adalah penafsir-penafsir kaliber dunia yg adalah orang-orang Arminian garis keras, dan akan banyak saya gunakan dlm pembahasan doktrin ini
5) Iman yang sejati / sungguh-sungguh memang harus diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup (Yak 2:17,26).
Yak 2:17,26 - “(17) Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. ... (26) Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.”.
Mengapa demikian? Karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus (Yoh 7:38-39 Ef 1:13-14), dan Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang itu (Gal 5:22-23).
Yoh 7:38-39 - “(38) Barangsiapa percaya kepadaKu, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.’ (39) Yang dimaksudkanNya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepadaNya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.”.
Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya.”.
Gal 5:22-23 - “(22) Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, (23) kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah sama sekali, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mempunyai Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.
Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan baiknya.
Illustrasi:
sakit ® obat ® sembuh ® olah raga / bekerja
dosa ® iman ® selamat ® taat / berbuat baik
Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang salah dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan imannya.
Juga kalau kita melihat pada garis waktu, maka akan terlihat dengan jelas bahwa imanlah, dan bukannya perbuatan baik, yang menyebabkan kita diselamatkan.
---------------------------------------------------------------------------------------
tak ada perbuatan baik ada perbuatan baik
(Ro 6:20)
selamat
Luk 19:9 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.”.
Keterangan gambar:
a) Sejak lahir sampai seseorang percaya kepada Yesus, ia tidak bisa berbuat baik SAMA SEKALI (Ro 3:10-12 Ro 6:20).
Ro 3:10-12 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.”.
Ro 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.”.
b) Kalau pada suatu saat ia percaya kepada Yesus, maka pada saat itu juga ia diselamatkan / mendapatkan keselamatan (Luk 19:9).
Luk 19:9 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.”.
Perhatikan perbedaan hal ini dengan kepercayaan dari agama-agama lain / sekte-sekte Kristen, yang mengandalkan perbuatan baik, dimana mereka berbuat baik dengan harapan AKHIRNYA mereka selamat.
c) Ia pasti pada saat itu juga mendapatkan Roh Kudus (Kis 2:38 Ef 1:13).
Kis 2:38 - “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.”.
Ef 1:13 - “Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu.”.
d) Roh Kudus itu akan mengeluarkan buah Roh (Gal 5:22-23), sehingga hidup orang itu secara sedikit demi sedikit akan dikuduskan.
Gal 5:22-23 - “(22) Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, (23) kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”.
Jadi terlihat dengan jelas bahwa imanlah, dan bukannya perbuatan baik, dan juga bukannya iman + perbuatan baik, yang menyebabkan kita diselamatkan, karena keselamatannya telah terjadi sebelum perbuatan baik itu mulai muncul.
Sudahkah saudara diselamatkan / mendapatkan keselamatan?? Sebelum saudara diselamatkan, bukan saja tidak ada gunanya saudara belajar apakah keselamatan bisa hilang atau tidak, itu bahkan membahayakan. Kalau saudara mendapati bahwa keselamatan tidak bisa hilang, saudara akan bersukacita karena doktrin itu, padahal sebetulnya saudara belum pernah mendapatkan keselamatan itu!!
Juga merupakan sesuatu yang sangat memungkinkan bahwa seseorang yakin dirinya sudah selamat, padahal sebetulnya tidak. Dengan kata lain, ia mempunyai keyakinan keselamatan yang palsu!
R. C. Sproul: “Since it is possible to have false assurance of salvation it is all the more urgent that we seek the Spirit’s testimony in and through the Word. False assurance usually proceeds from a faulty understanding of salvation. ... Therefore, we insist that right doctrine is a crucial element in acquiring a sound basis for assurance. It may even be a necessary condition, though it is by no means a sufficient condition. Without sound doctrine we will have an inadequate understanding of salvation. However, having a sound understanding of salvation is no guarantee that we have the salvation we so soundly understand.” [= Karena adalah mungkin untuk mempunyai keyakinan yang palsu tentang keselamatan, maka makin mendesak bahwa kita mencari kesaksian Roh di dalam dan melalui Firman. Keyakinan yang palsu biasanya keluar dari suatu pengertian yang salah tentang keselamatan. ... Karena itu, kami berkeras bahwa doktrin yang benar merupakan suatu elemen yang penting dalam mendapatkan suatu dasar yang sehat untuk keyakinan. Itu bahkan mungkin / bisa merupakan suatu syarat yang mutlak perlu, sekalipun itu sama sekali bukan merupakan suatu syarat yang cukup. Tanpa doktrin yang sehat, kita akan mempunyai suatu pengertian yang tidak memadai tentang keselamatan. Tetapi, mempunyai suatu pengertian yang sehat tentang keselamatan bukanlah jaminan bahwa kita mempunyai keselamatan yang kita mengerti dengan begitu sehat.] - ‘Doubt & Assurance’, chapter 7 (Libronix).
Charles Hodge: “The fruits of the Spirit are the only evidence of his presence; so that while those who experience and manifest those fruits may rejoice in the certainty of salvation, those who are destitute of them have no right to appropriate to themselves the consolation of this and similar declarations of the word of God.” [= Buah Roh adalah satu-satunya bukti dari kehadiranNya; sehingga sementara mereka yang mengalami dan mewujudkan buah itu boleh bersukacita dalam kepastian keselamatan, mereka yang tidak mempunyainya tidak berhak untuk mengambil bagi diri mereka sendiri penghiburan ini dan pernyataan-pernyataan yang serupa dari Firman Allah.] - ‘I & II Corinthians’, hal 401.
William Hendriksen (tentang Ro 2:13): “Good works have never saved anybody. Yet without them no one has a right to claim that he is a Christian.” [= Perbuatan baik tidak pernah menyelamatkan siapapun. Tetapi tanpa perbuatan baik tidak seorangpun mempunyai hak untuk mengclaim bahwa ia adalah orang Kristen.] - ‘Romans’, hal 114.
Karena itu kalau dalam hidup saudara belum ada buah Roh sama sekali, yang menunjukkan bahwa saudara belum sungguh-sungguh percaya kepada Yesus, cepatlah percaya kepadaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara. Maka semua penghiburan dan jaminan keselamatan tadi juga berlaku bagi saudara.
Bagi saudara yang memang sudah mendapatkan keselamatan, mari kita pelajari apakah keselamatan yang sungguh-sungguh sudah kita miliki itu bisa hilang atau tidak.
II) Apakah orang kristen yang sejati bisa kehilangan keselamatannya?
1) Pandangan Arminian.
a) Pandangan Yakobus Arminius sendiri.
Yakobus Arminius: “V. The Perseverance of the Saints. My sentiments respecting the perseverance of the Saints are, that those persons who have been grafted into Christ by true faith, and have thus been made partakers of his life-giving Spirit, possess sufficient powers (or strength) to fight against Satan, sin, the world and their own flesh, and to gain the victory over these enemies - yet not without the assistance of the grace of the same Holy Spirit. Jesus Christ also by his Spirit assists them in all their temptations, and affords them the ready aid of his hand; and, provided they stand prepared for the battle, implore his help, and be not wanting to themselves (?), Christ preserves them from falling. So that it is not possible for them, by any of the cunning craftiness or power of Satan, to be either seduced or dragged out of the hands of Christ. But I think it is useful and will be quite necessary in our first convention, (or Synod) to institute a diligent enquiry from the Scriptures, whether it is not possible for some individuals through negligence to desert the commencement of their existence in Christ, to cleave again to the present evil world, to decline from the sound doctrine which was once delivered to them, to lose a good conscience, and to cause Divine grace to be ineffectual. Though I here openly and ingenuously affirm, I never taught that a true believer can either totally or finally fall away from the faith, and perish; yet I will not conceal, that there are passages of Scripture which seem to me to wear this aspect; and those answers to them which I have been permitted to see, are not of such a kind as to approve themselves on ail (all?) points to my understanding. On the other hand, certain passages are produced for the contrary doctrine (of unconditional perseverance) which are worthy of much consideration.” [= V. Ketekunan orang-orang kudus. Pandangan saya berkenaan dengan ketekunan orang-orang kudus adalah, bahwa orang-orang itu, yang telah dicangkokkan ke dalam Kristus oleh iman yang benar, dan dengan demikian telah dibuat menjadi pengambil-pengambil bagian dari Roh pemberi kehidupanNya, memiliki kuasa atau kekuatan yang cukup untuk memerangi Iblis, dosa, dunia dan daging mereka sendiri, dan untuk memperoleh kemenangan atas musuh-musuh ini - tetapi bukannya tanpa pertolongan dari kasih karunia dari Roh Kudus yang sama. Juga Yesus Kristus, oleh RohNya, menolong mereka dalam semua pencobaan mereka, dan menyediakan mereka pertolongan yang siap dari tanganNya; dan, asal mereka berdiri / tetap siap untuk pertempuran, memohon pertolonganNya, dan tidak kekurangan bagi diri mereka sendiri (?), Kristus memelihara / menjaga mereka dari kejatuhan. Sehingga tidaklah mungkin bagi mereka, oleh keahlian / kelihaian yang licik atau kuasa apapun dari Iblis, atau dibujuk atau ditarik keluar dari tangan Kristus. Tetapi saya pikir adalah berguna dan cukup perlu dalam pertemuan pertama kita, (atau Sidang Gereja) untuk menetapkan suatu penyelidikan yang sungguh-sungguh dari Kitab Suci, apakah tidak memungkinkan bagi beberapa orang melalui kelalaian untuk meninggalkan pemulaian dari keberadaan mereka dalam Kristus, untuk berpegang erat-erat lagi pada dunia yang jahat sekarang ini, untuk turun dari doktrin yang sehat yang pernah sekali diberikan kepada mereka, untuk kehilangan hati nurani yang baik, dan untuk menyebabkan kasih karunia Ilahi menjadi tidak efektif. Sekalipun di sini saya secara terbuka dan jujur / sederhana menegaskan, saya tidak pernah berpikir bahwa seorang percaya yang sungguh-sungguh bisa secara total atau pada akhirnya murtad dari iman, dan binasa; tetapi saya tak mau menyembunyikan, bahwa di sana ada text-text Kitab Suci yang kelihatan bagi saya menunjukkan aspek ini; dan jawaban-jawaban terhadap text-text itu yang saya telah diijinkan untuk melihat, bukanlah dari jenis seperti itu sehingga membuktikan diri mereka sendiri pada semua pokok kepada pengertian saya. Di sisi lain, text-text tertentu ditawarkan / disediakan untuk doktrin yang bertentangan (tentang ketekunan yang tak bersyarat) yang layak untuk mendapatkan banyak pertimbangan.] - ‘The Works of Arminius’, vol 1, hal 254 (Libronix).
Catatan: Kelihatannya ia agak percaya bahwa keselamatan tidak bisa hilang, tetapi ada keragu-raguan karena adanya ayat-ayat yang pro dan kontra berkenaan dengan hal itu. Karena itu ia berpendapat bahwa hal ini harus diselidiki lebih lanjut.
Tetapi dari kata-kata ‘dan, asal mereka berdiri / tetap siap untuk pertempuran, memohon pertolonganNya, dan tidak kekurangan bagi diri mereka sendiri (?)’, dan juga dari kata-kata ‘melalui kelalaian’, jelas juga bahwa ia berpandangan bahwa peranan dari orang percaya itu sangat menentukan apakah keselamatannya bisa hilang atau tidak.
b) Pandangan dari orang-orang Remonstrants.
Roger Nicole: “In 1610, just one year after the death of James Arminius (a Dutch seminary professor) ‘five articles of faith’ based on his teachings were drawn up by his followers. The Arminians, as his followers came to be called, presented these five doctrines to the State of Holland in the form of a ‘Remonstrance’ (i.e., a protest). The Arminian party insisted that the Belgic Confession of Faith and the Heidelberg Catechism (the official expression of the doctrinal position of the Churches of Holland) be changed to conform to the doctrinal views contained in the Remonstrance. The Arminians objected to those doctrines upheld in both the Catechism and the Confession relating to divine sovereignty, human inability, unconditional election or predestination, particular redemption, irresistible grace, and the perseverance of the saints. It was in connection with these matters that they wanted the official standards of the Church of Holland revised.” [= Pada tahun 1610, hanya satu tahun setelah kematian dari Yakobus Arminius (seorang profesor seminary Belanda) ‘lima pokok iman’ yang didasarkan pada ajarannya diambil / disusun oleh pengikut-pengikutnya. Orang-orang Arminian, sebagaimana para pengikutnya disebut, mengajukan lima doktrin ini kepada Pemerintah Belanda dalam bentuk dari sebuah ‘Remonstrance’ (yaitu, suatu protes). Golongan Arminian berkeras supaya Pengakuan Iman Belgia dan Katekismus Heidelberg (pernyataan resmi dari pandangan doktrinal dari Gereja-gereja di Belanda) diubah untuk disesuaikan dengan pandangan-pandangan doktrinal yang diikuti / dipercayai dalam Remonstrance. Orang-orang Arminian keberatan terhadap doktrin-doktrin itu, yang didukung dalam baik Katekismus dan Pengakuan berkenaan dengan kedaulatan ilahi, ketidak-mampuan manusia, pemilihan yang tak bersyarat atau predestinasi, penebusan khusus, kasih karunia yang tak bisa ditolak, dan ketekunan orang-orang kudus. Berkenaan dengan hal-hal ini mereka ingin standard resmi dari Gereja Belanda direvisi.] - ‘The Five Points of Calvinism: Defined, Defended, Documented’, hal 13 (Libronix).
Roger Nicole lalu melanjutkan dengan menjelaskan bahwa protes dari kelompok Remonstrance ini yang menyebabkan munculnya Synod of Dort (1618-1619), yang membahas protes ini, lalu menolaknya, dan memunculkan 5 points Calvinisme.
R. C. Sproul: “The Remonstrants. In 1610 followers of Arminius and Episcopius, led by the statesman Johan van Oldenbarneveldt, drew up a statement of faith called The Remonstrance, which gave their party the name Remonstrants. The Remonstrants presented their views in a series of five articles that often appear under the title Articuli Arminiani sive remonstrantia. Roger Nicole summarizes these five articles as follows: 1. God elects or reproves on the basis of foreseen faith or unbelief. 2. Christ died for all men and for every man, although only believers are saved. 3. Man is so depraved that divine grace is necessary unto faith or any good deed. 4. This grace may be resisted. 5. Whether all who are truly regenerate will certainly persevere in the faith is a point which needs further investigation.” [= Orang-orang Remonstrants. Pada tahun 1610 para pengikut dari Arminius dan Episcopius, dipimpin oleh negarawan Johan van Oldenbarneveldt, menyusun suatu pernyataan iman yang disebut ‘The Remonstrance’, yang memberi kelompok mereka nama ‘Remonstrants’. The Remonstrants menyajikan pandangan-pandangan mereka dalam suatu seri dari lima artikel yang sering muncul di bawah judul ‘Articuli Arminiani sive remonstrantia’. Roger Nicole meringkas lima artikel ini sebagai berikut: 1. Allah memilih atau menolak berdasarkan iman atau ketidakpercayaan yang dilihat lebih dulu. 2. Kristus mati untuk semua manusia dan untuk setiap manusia, sekalipun hanya orang-orang percaya yang diselamatkan. 3. Manusia adalah begitu bejat sehingga kasih karunia ilahi adalah perlu untuk iman dan perbuatan baik. 4. Kasih karunia ini bisa ditolak. 5. Apakah semua yang betul-betul lahir baru akan pasti bertekun dalam iman adalah suatu hal / pokok yang membutuhkan penyelidikan lebih jauh.] - ‘Willing to Believe’, hal 135 (Libronix).
Roger Nicole: “The last article was later altered so as to definitely teach the possibility of the truly regenerate believer’s losing his faith and thus losing his salvation. Arminians however have not been in agreement on this point - some have held that all who are regenerated by the Spirit of God are eternally secure and can never perish.” [= Pokok yang terakhir belakangan diubah sehingga mengajar secara pasti kemungkinan dari orang percaya yang sungguh-sungguh lahir baru kehilangan imannya dan dengan demikian kehilangan keselamatannya. Tetapi orang-orang Arminian tidak / belum setuju tentang pokok ini - sebagian mempercayai bahwa semua orang yang dilahirbarukan oleh Roh Allah aman secara kekal dan tidak pernah bisa binasa.] - ‘The Five Points of Calvinism: Defined, Defended, Documented’, hal 13 (Libronix).
Catatan: saya tak tahu kapan saat yang Nicole maksudkan dengan ‘later’ / ‘belakangan’ itu.
c) Pandangan orang-orang Arminian jaman sekarang.
Boleh dikatakan semua orang Arminian jaman sekarang percaya keselamatan bisa hilang.
1. Contoh dari orang-orang itu adalah:
a. Pdt. Jusuf B. S.
Pdt. Jusuf B. S.: “Ada orang-orang lain mengatakan: Sekali selamat, tetap selamat! atau: Satu kali dalam anugerah (jadi selamat), tetap dalam anugerah (tetap selamat). SEMUA INI SALAH!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 22.
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang-orang beriman masih mungkin kehilangan keselamatannya dan kemungkinan inilah yang dipakai iblis baik-baik.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 27.
Pdt. Jusuf B. S.: “Keselamatan bisa hilang, sebab itu perlu dipelihara betul-betul supaya jangan orang yang sudah pernah mengenal Tuhan, binasa, hilang keselamatannya.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 50.
Pdt. Jusuf B. S.: “Perhatikan!: Keselamatan itu bisa hilang!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 51.
b. Suhento Liauw, Steven Liauw, Andrew Liauw dari GBIA Graphe.
(1)Mereka ini tidak mengakui diri mereka sebagai Arminian.
Suhento Liauw (?): “Sesungguhnya jika orang bertanya kepada penulis, apakah penulis seorang Arminianis, tentu penulis akan menjawab tidak, karena memang tidak semua pendapat Arminius penulis setujui.” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Tetapi saya menganggap ini sebagai suatu bentuk kebodohan. Mereka menolak semua 5 points Calvinisme, sehingga mereka harus dianggap / disebut sebagai Arminian. Siapa yang mengatakan bahwa seseorang baru bisa disebut sebagai Arminian kalau ia menerima semua ajaran Arminius / Arminianisme??? Saya sendiri mengaku diri sebagai seorang Calvinist padahal saya tidak menerima semua ajaran Calvin. C. H. Spurgeon juga menyebut diri sebagai seorang Calvinist padahal ia juga tidak menerima semua ajaran Calvin. Semua penafsir dan ahli theologia Reformed juga menyebut diri Calvinist tetapi pasti semua mempunyai ajaran-ajaran tertentu yang berbeda dengan ajaran Calvin.
(2)Mereka (para Liauw ini) tidak mengakui bahwa keselamatan bisa hilang karena dosa, tetapi mengakui bahwa orang percaya bisa kehilangan imannya, dan dengan demikian kehilangan keselamatannya.
Suhento Liauw (?): “Sekalipun kebanyakan mereka menolak dihubung-hubungkan dengan Calvinisme, namun argumentasi yang mereka pakai adalah argumentasi calvinistik, yaitu Allah yang memelihara orang tersebut tidak pernah gagal. Mereka lupa bahwa Allah memelihara orang yang percaya kepadaNya, bukan memelihara orang-orang yang sudah berubah menjadi tidak percaya kepadanya. Allah tidak berjanji akan memelihara agar orang yang telah percaya akan tetap percaya, melainkan memelihara bahkan menyelamatkan orang yang tetap percaya (Rom.9:33, 10:11).” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Suhento Liauw (?): “Kami bukan kelompok seperti kalangan Kharismatik yang percaya kalau seorang yang telah lahir baru sedang mencuri, tertangkap dan dipukul hingga mati, lalu tidak masuk Sorga. Kami percaya bahwa sekali seorang bertobat dan percaya Yesus dengan segenap hatinya maka semua dosanya (yang pertama hingga yang terakhir) sudah tertanggung pada salib Kristus. Orang ini tidak mengusahakan apapun untuk keselamatannya. Ia hanya perlu tetap dalam imannya. Namun ia bukan tertangkap, atau dijajah, ia tetap memiliki kebebasannya. Ia bisa membatalkan penanggungan dosanya atas Kristus dengan tidak mempercayaiNya lagi (Ibr.10:26,35,38).” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Suhento Liauw (?): “Kami sama sekali tidak pernah percaya bahwa orang yang telah diselamatkan perlu melakukan sesuatu untuk mempertahankan keselamatannya, melainkan bahwa orang yang telah diselamatkan masih memiliki kehendak bebas, dan masih bisa melepaskan imannya. Ia tidak perlu melakukan apapun, melainkan hanya tetap tinggal di dalam kasih karunia yang telah menyelamatkannya (II Yoh.9).” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Suhento Liauw (?): “Konsep Calvinisme ialah seseorang ditangkap oleh seorang konglomerat untuk dijadikan anak dan tinggal bersamanya di istananya yang supermewah dengan kapal pesiarnya yang sangat mewah. Ia tidak memiliki kebebasan untuk melepaskan diri atau membatalkan statusnya. Sebaliknya penulis lihat yang benar adalah seseorang berdosa yang miskin papa dikasihi oleh seorang yang kaya raya, dan ditawarkan untuk menjadi anaknya, mewarisi seluruh kekayaannya. Tentu kemudian ia menerima kasih itu, namun ia sama sekali tidak kehilangan kebebasanya. Secara akal sehat kita yakin tidak ada orang yang mau melepaskan kasih karunia yang sedemikian besar itu, namun sekali lagi ia tidak kehilangan kebebasannya. Bahkan penulis seringkali berkata bahwa yang melepaskan keselamatannya itu bagaikan menukarkan intannya dengan tahi anjing, namun ia tidak pernah kehilangan kebebasannya.” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Suhento Liauw (?): “Ia tidak pernah berjanji untuk tetap menyelamatkan orang yang menyangkaliNya. Ia hanya berjanji akan menyelamatkan orang yang setia kepadaNya. Untuk itu saya aman jika saya memegang teguh janjiNya. Saya memegang teguh InjilNya. Saya pasti masuk Sorga, bukan karena keyakinan yang belum pasti bahwa saya dipilih melainkan karena saya memegang teguh InjilNya, dan janji setiaNya.” - File ‘Graphe - Liauw 5’.
Suhento Liauw (?): “Ketika seseorang bertobat dan percaya bahwa Yesus Kristus telah menggantikannya terhukum di kayu salib, maka seluruh dosanya telah tertanggung. Konsepnya bukan ditanggung satu persatu dosa, melainkan Kristus menggantikannya. Saat itu juga ia menjadi orang kudus karena Kristus mengambil alih posisinya yang berdosa dan ia diberikan posisi Kristus yang kudus (Yoh.1:12, I Kor.1:2, Ef.1:1). Naturnya juga menjadi kudus karena Roh Kudus segera masuk ke dalam hatinya (Ef.1:13). Karena belum segera masuk Sorga melainkan masih tinggal di dunia dan melakukan berbagai kegiatan maka ia masih bisa jatuh ke dalam dosa, namun ia diperintahkan untuk membangun karakter yang kudus untuk menyempurnakan kekudusannya (II Kor 7:1). Posisi dan natur (hati) yang kudus adalah jaminannya untuk masuk Sorga, sedangkan karakter kudus yang harus dibangunnya adalah untuk bercahaya di dunia. Setiap kali ia jatuh ke dalam dosa, ia bersalah kepada Kristus yang telah menggantikannya dihukumkan, namun di hadapan Allah Bapa ia tetap orang kudus, karena ia menempati posisi Kristus. Jadi, seandainya orang Kristen yang telah diselamatkan jatuh ke dalam dosa, itu tidak akan menyebabkan ia batal masuk Sorga, melainkan hanya akan merusak nama baik Kristus dan akan menjadi batu sandungan pada orang-orang di sekelilingnya. Mungkin orang tuanya atau anaknya, atau saudara-saudarinya, teman-temanya yang sepatutnya bisa diselamatkan menjadi tersandung karena karakternya. Selama ia tetap di dalam iman sampai akhir hayatnya, ia pasti akan masuk Sorga. Tetapi jika ia melakukan dosa yang bersifat doktrinal (Ibr.10:26), atau Rasul Yohanes menyebut ‘dosa yang mendatangkan maut’ atau melepaskan kepercayaannya, maka tidak ada korban untuk penghapusan dosa lagi. Kristus tidak akan disalibkan sekali lagi untuk menanggung dosa-dosanya. Kristus sudah pernah menanggung dosa-dosanya dan telah dibatalkannya. Kalau ia mau kembali lagi maka itu yang dimaksud Rasul Paulus (penulis Ibrani) dengan menyalibkan Kristus kedua kali (Ibr.6:6).” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Steven Liauw: “Nah, orang-orang yang percaya ‘sekali selamat tetap selamat’ (SSTS, tanpa peduli orang itu beriman atau tidak), mereka akan mengatakan bahwa apa (ada?) yang percaya adalah ‘keselamatan karena usaha manusia.’ Tetapi hal ini tidak benar. Syarat keselamatan adalah iman, bukan usaha!! Dan Alkitab membedakan antara keduanya. Ada orang yang mengajarkan bahwa kalau anda jatuh dalam dosa, maka keselamatanmu hilang. Pengajaran ini juga bertentangan dengan Alkitab! Satu-satunya cara kehilangan keselamatan adalah dengan meninggalkan iman yang telah menyelamatkanmu!” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
Steven Liauw: “Tetapi, Allah menuntut iman agar pendamaian ini diterapkan pada setiap individu. Iman adalah syaratnya. Jika kita melangkah keluar dari iman, maka hak kepada hidup yang kekal dibatalkan, sebagaimana diajarkan dengan jelas dari perikop berikut:
• ‘Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.
Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat. Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia. Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan.’ (Gal. 5:1-5)
• ‘Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (Ibrani 10:38)
• ‘Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.’ (Ibrani 6:4-6)
• ‘yang telah menyimpang dari kebenaran dengan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang.’ (2 Tim. 2:18)
• ‘Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka. Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: ‘Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.’ (2 Petrus 2:20-22)
Jadi, penyelidikan yang jujur dan terbuka atas Firman Tuhan, menempatkan iman sebagai syarat mendapatkan dan terus di dalam keselamatan, dan hal ini membuka kemungkinan bagi mereka yang sudah selamat (sudah memiliki iman) untuk meninggalkan iman (dan terhilang).” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
Steven Liauw: “Pendukung SSTS suka menunjuk pada ayat-ayat yang mengandung janji-janji yang indah dari Allah, dan mengatakan bahwa pada ayat-ayat ini tidak tercantum adanya syarat. Sebenarnya, harus dimengerti bahwa Alkitab itu adalah satu kitab. Allah tidak perlu mengulangi hal yang sama dalam setiap ayat. Jika sudah jelas tercantum dalam ayat-ayat yang kita bahas di atas, bahwa tinggal dalam iman (tetap percaya Yesus) adalah syarat untuk keselamatan, maka Allah tidak perlu mengulangi syarat ini setiap kali Ia memberikan sebuah janji. Sekali syarat itu sudah dinyatakan dengan jelas di minimal satu perikop (dan dalam Alkitab terdapat banyak), maka syarat itu tentunya berlaku pada semua perikop dalam Alkitab.” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
c. Adam Clarke dan Lenski.
Di sini saya tidak memberi kutipan untuk membuktikan bahwa mereka mempunyai pandangan bahwa keselamatan bisa hilang, tetapi nanti di belakang akan ada banyak kutipan kata-kata mereka yang membuktikan hal itu.
2. Akibat dari kepercayaan Arminian ini (bahwa keselamatan bisa hilang):
Loraine Boettner: “A consistent Arminian, with his doctrine of free will and of falling from grace, can never in this life be certain of his eternal salvation. He may, indeed, have the assurance of his present salvation, but he can have only a hope of his final salvation. He may regard his final salvation as highly probable, but he cannot know it as a certainty. He has seen many of his fellow Christians backslide and perish after making a good start. Why may not he do the same thing?” [= Seorang Arminian yang konsisten, dengan doktrinnya tentang kehendak bebas dan tentang kejatuhan dari kasih karunia, tidak pernah bisa pasti / yakin dalam hidup ini tentang keselamatan kekalnya. Ia memang bisa mempunyai keyakinan tentang keselamatannya pada saat sekarang, tetapi ia hanya bisa mempunyai suatu pengharapan tentang keselamatan akhirnya. Ia bisa menganggap bahwa keselamatan akhirnya sebagai sangat memungkinkan, tetapi ia tidak bisa mengetahuinya sebagai suatu kepastian. Ia telah melihat banyak dari sesama Kristennya merosot dan binasa setelah membuat suatu start / permulaan yang bagus. Mengapa ia tidak mungkin melakukan hal yang sama?] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 193.
Perhatikan kata-kata terakhir dari kutipan di atas ini. ‘Mengapa ia tidak mungkin melakukan hal yang sama?’. Orang-orang Arminian, yang menganggap bahwa orang Kristen lain bisa mundur / meninggalkan iman dan binasa, tetapi secara tidak konsisten menganggap bahwa dirinya sendiri pasti tidak akan melakukan hal itu, pada hakekatnya menganggap dirinya lebih baik dari orang-orang yang mundur dan terhilang itu!!!
John Gertsner: “The Arminian view says that the Christian can and does have assurance of true eternal salvation but may lose that salvation. If the Holy Spirit testifies along with the spirit the Christian has eternal life - at that moment. The believer may, however, sin so as to lose that salvation at any future moment. Because the Arminian can never be sure before death that such fall(s) may not occur, the Arminian can never have more than momentary assurance of eternal life until he or she enters heaven and for the first time has assurance of eternal life. Nevertheless and alas, according to the Arminian view of ‘free will,’ the individual cannot have assurance of eternal life even in heaven. As long as ‘free will’ exists, and the Arminian considers free will essential to human nature, the individual must be able to choose for or against God. Can the Arminian have assurance? Obviously not on Arminian principles.” [= Pandangan Arminian berkata bahwa orang Kristen bisa dan memang mempunyai keyakinan keselamatan kekal yang benar tetapi bisa kehilangan keselamatan itu. Jika Roh Kudus bersaksi bersama-sama dengan roh, orang Kristen itu mempunyai hidup yang kekal - pada saat itu. Tetapi orang percaya bisa berdosa sehingga kehilangan keselamatan itu pada saat yang akan datang manapun. Karena orang Arminian tidak pernah bisa yakin sebelum kematian bahwa kejatuhan seperti itu tidak bisa terjadi, orang Arminian tidak pernah bisa mempunyai lebih dari keyakinan sementara dari hidup yang kekal sampai ia masuk surga dan untuk pertama kalinya mempunyai keyakinan hidup yang kekal. Tetapi aduh, menurut pandangan Arminian tentang ‘kehendak bebas’, orang itu tidak bisa mempunyai keyakinan hidup yang kekal bahkan di surga. Selama ‘kehendak bebas’ ada, dan orang Arminian menganggap kehendak bebas itu sebagai sesuatu yang hakiki bagi hakekat manusia, orang itu harus bisa memilih untuk pro kepada Allah atau menentang Allah. Bisakah orang Arminian mempunyai keyakinan? Pasti tidak berdasarkan prinsip-prinsip Arminian.] - R. C. Sproul (Editor), ‘Doubt & Assurance’, chapter 9 (Libronix).
John Gertsner: “Not even God can be sure whether the Arminian will be saved because if God knew beforehand, this Arminian would not be ‘free’” to change. If the mind does change, God’s knowledge ‘beforehand’ would be proven false.” [= Bahkan Allah tidak bisa yakin apakah orang Arminian akan diselamatkan, karena seandainya Allah tahu sebelumnya, orang Arminian ini tidak akan ‘bebas’ untuk berubah. Jika pikiran berubah, pengetahuan sebelumnya dari Allah akan terbukti salah.] - R. C. Sproul (Editor), ‘Doubt & Assurance’, chapter 9 (Libronix).
Roger Nicole: “Although Arminians seldom reason this way, it would appear that the best thing that could happen would be to die as soon as one accepts Christ. To continue to live is to expose oneself to the risk of losing salvation. This is certainly not Paul’s outlook in Phil. 1:22–26” [= Sekalipun orang-orang Arminian jarang berargumentasi dengan cara ini, akan terlihat bahwa hal terbaik yang bisa terjadi adalah untuk mati begitu seseorang menerima Kristus. ‘Terus hidup’ sama dengan membuka diri sendiri terhadap resiko kehilangan keselamatan. Ini jelas bukanlah pandangan Paulus dalam Fil 1:22-26:] - R. C. Sproul (Editor), ‘Doubt & Assurance’, chapter 8 (Libronix).
Fil 1:21-26 - “(21) Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. (22) Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. (23) Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus - itu memang jauh lebih baik; (24) tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu. (25) Dan dalam keyakinan ini tahulah aku: aku akan tinggal dan akan bersama-sama lagi dengan kamu sekalian supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman, (26) sehingga kemegahanmu dalam Kristus Yesus makin bertambah karena aku, apabila aku kembali kepada kamu.”.
Kalau memang keselamatan bisa hilang, maka merupakan sesuatu yang bodoh untuk mempertimbangkan mana yang lebih baik: ‘hidup’ atau ‘mati’; ‘tinggal’ atau ‘pergi’. Bahwa Paulus mengatakan bahwa ‘mati adalah keuntungan’ menunjukkan bahwa ia yakin akan keselamatannya pada saat itu. Dan bahwa ia mempertimbangkan mana yang lebih baik, ‘hidup’ atau ‘mati’, ‘tinggal’ atau ‘pergi’, menunjukkan bahwa ia juga yakin akan keselamatannya kapanpun ia mati.
Kita sudah melihat akibat / konsekwensi dari kepercayaan Arminian ini (bahwa keselamatan bisa hilang), tetapi nanti akan kita lihat bahwa orang-orang Arminian seperti Pdt. Jusuf B. S., Suhento Liauw, Stephen Liauw, Andrew Liauw, tidak mau mengakui hal itu, sehingga menunjukkan diri mereka sebagai orang-orang Arminian yang tidak konsisten / konsekwen.
Yang akan saya bahas panjang lebar dalam pembahasan saya dalam tulisan / buku ini, adalah pandangan orang-orang Arminian jaman sekarang.
2) Pandangan Calvin / Reformed.
Calvin dan orang-orang Reformed beranggapan bahwa sekali seseorang betul-betul percaya Yesus, maka ia diselamatkan, dan ia tidak bisa kehilangan keselamatannya.
Pandangan ini sering disebut dengan singkatan OSAS [= Once Saved, Always Saved (= sekali selamat / diselamatkan, selalu selamat / diselamatkan)], atau SSTS [= Sekali Selamat Tetap Selamat].
Westminster Confession of Faith, Chapter XVII, no 1-2:
1) “They, whom God hath accepted in His Beloved, effectually called, and sanctified by His Spirit, can neither totally nor finally fall away from the state of grace, but shall certainly persevere therein to the end, and be eternally saved.” [= Mereka, yang Allah telah terima dalam kekasihNya, dipanggil secara efektif, dan dikuduskan oleh RohNya, tidak bisa secara total atau pada akhirnya jatuh dari keadaan kasih karunia, tetapi akan dengan pasti bertekun di dalamnya sampai akhir, dan diselamatkan secara kekal.].
2) “This perseverance of the saints depends not upon their own free will, but upon the immutability of the decree of election, flowing from the free and unchangeable love of God the Father; upon the efficacy of the merit and intercession of Jesus Christ, the abiding of the Spirit, and of the seed of God within them, and of the nature of the covenant of grace: from all which ariseth also the certainty and infallibility thereof.” [= Ketekunan orang-orang kudus ini tergantung bukan pada kehendak bebas mereka sendiri, tetapi pada ketetapan pemilihan yang tak bisa berubah, yang mengalir dari kasih yang bebas dan tak berubah dari Allah Bapa; pada kemujaraban jasa dan pengantaraan / syafaat Yesus Kristus, penghunian oleh Roh, dan dari benih Allah di dalam mereka, dan dari sifat dasar / hakekat dari perjanjian kasih karunia: dari semua ini juga berasal kepastian dan ketidak-bisa-bersalahan darinya.].
Catatan: ‘Westminster Confession of Faith’ merupakan Pengakuan Iman dari Gereja-gereja Reformed di Amerika Serikat.
R. C. Sproul: “A Controversial Doctrine. ... the Roman Catholic Church denied that it is possible for a person to have assurance of salvation except in rare circumstances. Rome went on to teach that the only people who can rise to assurance of their salvation in this life are exceptional saints to whom God gives a special revelation of their status before Him. However, the average member of the church cannot expect to have assurance of salvation. ... It is not only the Roman Catholic Church that denies the doctrine of the assurance of salvation. Some Protestants believe that a person can have assurance of salvation for today but no assurance for tomorrow, because they accept the possibility that people who have faith at one time can fall away into faithlessness and lose their salvation. ... So whereas Rome says we cannot have assurance at all, these Protestants say we can have assurance for a limited time, but we cannot know what our ultimate state is going to be. Then there is Reformed theology, my own theological persuasion, which teaches that we not only can know today that we are in a state of grace, but that we can have full assurance that we still will be in a state of grace at the times of our deaths.” [= Suatu doktrin yang kontroversial. ... Gereja Roma Katolik menyangkal bahwa adalah mungkin bagi seseorang untuk mempunyai keyakinan keselamatan kecuali dalam keadaan-keadaan yang jarang. Roma mengajar lebih jauh bahwa satu-satunya orang-orang yang bisa naik / maju pada keyakinan keselamatan mereka dalam hidup ini adalah orang-orang suci yang menonjol kepada siapa Allah memberikan suatu wahyu khusus tentang status mereka di hadapanNya. Tetapi, anggota rata-rata dari gereja tidak bisa mengharapkan untuk mempunyai keyakinan keselamatan. ... Bukan hanya Gereja Roma Katolik yang menyangkal doktrin tentang keyakinan keselamatan. Sebagian Protestan percaya bahwa seseorang bisa mempunyai keselamatan untuk hari ini / saat ini tetapi tidak ada keyakinan / jaminan untuk besok, karena mereka menerima kemungkinan bahwa orang-orang yang mempunyai iman pada satu saat bisa murtad ke dalam keadaan tidak beriman dan kehilangan keselamatan mereka. ... Maka jika Roma berkata kita tidak bisa mempunyai keyakinan sama sekali, orang-orang Protestan ini berkata kita bisa mempunyai keyakinan untuk suatu waktu yang terbatas, tetapi kita tidak bisa tahu keadaan akhir akan menjadi apa / bagaimana. Lalu disana ada Theologia Reformed, pandangan theologia saya sendiri, yang mengajarkan bahwa kita bukan hanya bisa tahu hari ini / saat ini bahwa kita ada dalam keadaan kasih karunia, tetapi bahwa kita bisa mempunyai keyakinan penuh bahwa kita akan tetap ada dalam keadaan kasih karunia pada saat kematian kita.] - ‘Can I Be Sure I’m Saved?’, hal 6-7 (Libronix).
Loraine Boettner: “As long as the believer remains in this world his state is one of warfare. He suffers temporary reverses and may for a time appear to have lost all faith; yet if he has been once truly saved, he cannot fall away completely from grace. If once he has experienced the inner change which comes through regeneration he will sooner or later return to the fold and be saved. When he comes to himself he confesses his sins and asks forgiveness, never doubting that he is saved. His lapse into sin may have injured him severely and may have brought destruction to others; but so far as he is personally concerned it is only temporary.” [= Selama orang percaya itu tinggal dalam dunia ini keadaannya adalah keadaan perang. Ia mengalami kemunduran sementara dan bisa untuk suatu waktu kelihatannya telah kehilangan seluruh iman; tetapi jika ia telah sekali sungguh-sungguh diselamatkan, ia tidak bisa murtad sama sekali dari kasih karunia. Jika sekali ia pernah mengalami perubahan batin / di dalam yang datang melalui kelahiran baru, cepat atau lambat ia akan kembali pada kawanan dan diselamatkan. Pada waktu ia sadar ia mengaku dosa-dosanya dan meminta pengampunan, tak pernah meragukan bahwa ia diselamatkan. Penyimpangannya ke dalam dosa bisa melukai dia secara hebat dan bisa telah membawa kehancuran kepada orang-orang lain; tetapi sejauh ia sendiri yang dipersoalkan, itu hanya bersifat sementara.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 188.
Tetapi, ‘kehilangan keselamatan’ sangat berbeda dengan ‘kehilangan keyakinan keselamatan’!!! Orang Kristen sejati tidak bisa kehilangan keselamatannya, tetapi bisa kehilangan keyakinan keselamatannya, untuk sementara. Jadi yang hilang (itupun untuk sementara) adalah keyakinannya, bukan keselamatannya!
J. C. Ryle: “Finally, do not forget that assurance is a thing which may be lost for a season, even by the brightest Christians, unless they take care. ... The believer who follows the Lord most fully and aims at the highest degree of holiness will ordinarily enjoy the most assured hope and have the clearest persuasion of his own salvation.” [= Yang terakhir, jangan lupa bahwa keyakinan adalah sesuatu yang bisa hilang untuk suatu waktu, bahkan pada orang-orang Kristen yang paling cemerlang, kecuali mereka berhati-hati. ... Orang percaya yang mengikuti Tuhan dengan paling penuh dan mengarah pada tingkat yang tertinggi dari kekudusan biasanya akan menikmati pengharapan yang paling pasti dan mempunyai pandangan / keyakinan yang paling jelas tentang keselamatannya sendiri.] - ‘Holiness’, hal 119.
John Murray: “In other cases, however, the absence of full assurance ... is due to … disobedience to the commandments of God, backsliding, unwatchfulness, prayerlessness, excessive care for the things of this life, and worldliness. There are many sins which believers are prone to indulge and cause to stumble, with the result that their Father’s displeasure is manifest in the withdrawing of the light of his countenance, so that they are bereft of the joy of their salvation. Those who at one time enjoyed this assurance may lose it.” [= Tetapi, dalam kasus-kasus yang lain, absennya / tidak adanya keyakinan yang penuh ... disebabkan oleh ... ketidak-taatan pada perintah-perintah / hukum-hukum Allah, kemerosotan / kemunduran, ketidak-waspadaan, tidak berdoa, perhatian yang berlebihan untuk hal-hal dari hidup ini, dan keduniawian. Ada banyak dosa yang orang-orang percaya condong untuk memuaskan diri dan menyebabkan tersandung, dengan akibat bahwa ketidak-senangan Bapa dinyatakan dalam penarikan terang dari wajahNya, sehingga mereka kehilangan sukacita dari keselamatan mereka. Mereka yang pada satu waktu menikmati keyakinan ini bisa kehilangan keyakinan ini.] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 2, hal 266.
III) Keselamatan bisa hilang.
1) Ayat-ayat Kitab Suci yang memberikan peringatan supaya tidak murtad, atau ayat-ayat yang mendorong untuk bertekun sampai akhir.
Orang-orang Arminian menafsirkan bahwa ayat-ayat seperti ini berarti kalau orang kristen yang sejati bisa murtad atau tidak bertekun sampai akhir, dan mereka ini kehilangan keselamatannya.
Steven Liauw: “3. Karena Iman adalah Syarat untuk mendapatkan Keselamatan, maka Iman juga adalah Syarat untuk Tetap dalam Keselamatan. Pertanyaannya berpusat di poin ini. Alkitab cukup jelas, bahwa ada syarat untuk mendapatkan keselamatan - iman! Nah, kalau begitu, adakah syarat untuk tetap di dalam keselamatan ini? Jika kita menyelidiki Alkitab, maka jawabannya jelas: ada, yaitu - iman! Beberapa ayat Firman Tuhan yang mengajarkan hal ini dengan sangat jelas:
• ‘Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya.’ (1 Kor. 15:2)
• ‘tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang pada kepercayaan dan pengharapan yang kita megahkan.’ (Ibrani 3:6)
• ‘Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.’ (Ibrani 3:14)
• ‘Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (Ibrani 10:38)
• ‘sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.’ (Kol. 1:22-23)
Sungguh mengherankan bagi saya bahwa ada orang-orang yang berani berkata bahwa tidak ada syarat untuk mendapatkan janji-janji keselamatan Allah dan berkat-berkat dalam keselamatan! Alkitab sangat jelas. Kata ‘jika’ dan ‘asal’ tidak terlalu sulit dimengerti. Toh mereka hanya terdiri dari empat huruf, dan kata-kata itu mengindikasinya adanya suatu syarat!! 1 Korintus 15:2 berkata, ‘Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya.’ Bagian mana dari ayat ini yang sulit untuk dimengerti? Paulus mengajarkan bahwa orang Kristen harus tetap percaya pada Injil yang telah ia beritakan, agar keselamatan yang telah mereka terima tetap diterapkan pada mereka. Jika mereka tidak percaya lagi, maka kepercayaan mereka yang pertama akan sia-sia. Pengajaran ini sedemikian jelas, sehingga orang yang hendak menolaknya harus melakukan akrobatik penafsiran sedemikian rupa untuk memutarbalikkan artinya. Alkitab mengajarkan hal ini dengan begitu jelas, saya sering rindu semua doktrin diajarkan sejelas ini dalam Alkitab. Jadi, iman bukan hanya syarat untuk mendapatkan keselamatan, tetapi juga adalah syarat untuk tetap dalam keselamatan, dan menerima fase akhir dari keselamatan kita: kemuliaan di Surga bersama Kristus!” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
Steven Liauw: “Ijinkan saya untuk memotong sebentar di sini untuk menunjukkan suatu poin kebenaran yang sangat penting.
Dalam sebuah dokumen, katakanlah sebuah kontrak, atau surat persetujuan antara dua pihak, maka jika suatu syarat dinyatakan dengan jelas di salah satu bagian kontrak atau persetujuan tadi, syarat itu berlaku dan mengikat, walaupun hanya satu kali dinyatakan!!
Di bawah ini saya berikan suatu contoh fiktif, yaitu sebuah surat imajiner dari seorang raja kepada rakyatnya:
Rakyatku yang ku kasihi, saya menulis untuk memberitahukan kalian suatu kabar baik. Untuk memperingati ulang tahunku yang kelima puluh, yang akan jatuh satu bulan dari sekarang, saya telah memutuskan untuk membagikan banyak hadiah dan berkat. Hadiah dan berkat ini adalah bagi semua yang turut memperingati ulang tahunku. Anda harus memakai pita yang akan saya bagikan dalam satu bulan ini.
Barangsiapa yang memakai pita, maka ia berhak atas semua hadiah dalam pesta ulang tahun saya. Apa saja hadiah yang saya sediakan? Bagi semua kalian yang berhutang uang pada negara, maka saya telah mempersiapkan uang pribadi saya untuk melunasi hutangmu. Ketahuilah bahwa dana saya tidak terbatas, dan saya dapat membayar hutang semua orang. Selain itu, orang yang ikut merayakan ulang tahun saya juga akan saya pekerjakan di pabrik saya. Saya ingin tegaskan, bahwa saya akan memberi gaji yang sangat bagus untuk pekerja pabrik saya. Lowongan pekerjaan tidak akan habis. Ingat, jangan takut akan semua hutangmu, karena saya akan bayarkan itu semua. Hadiah saya juga termasuk hak untuk menikmati taman saya yang indah setiap hari. Kalian juga boleh memanggil saya dengan panggilan khusus, yaitu Tuan yang Baik. Sungguh, kalian mendapatkan hadiah yang sedemikian hebat. Ingat, bahwa kalian harus memakai pitaku hingga akhirnya, jika tidak sia-sia saja kalian mendapat pita. Tetapi saya menulis kepada semua pemakai pitaku, bahwa kalian dapat tahu dengan pasti, bahwa hutang kalian semua telah dibayarkan untuk selama-lamanya.
Nah, ini hanyalah suatu surat imajiner yang pendek. Saya bukan ingin mengatakan bahwa surat ini persis sama menggambarkan keselamatan yang kita terima dari Allah, tetapi surat fiktif ini membuat sebuah poin. Walaupun janji sang Raja banyak sekali, dan sangat indah dalam dokumen ini, juga ada syarat (memakai dan terus memakai pita) yang dinyatakan dengan jelas. Jadi, tidak peduli ada berapa janji yang diberikan dan diulangi lagi setelah ini, syarat itu berlaku, walaupun syarat mungkin tidak disebut ulang bersama tiap janji.
Hal yang sama terjadi dalam Alkitab. Alkitab adalah satu dokumen. Jika Allah dengan tegas menyatakan syarat keselamatan dalam minimal satu bagian Alkitab, maka syarat tersebut berlaku pada semua janji Alkitab mengenai keselamatan. Nyatanya, dalam Alkitab lebih indah lagi: Allah menyatakan syarat yang Ia tuntut untuk mendapatkan keselamatan yang Ia sediakan, bukan sekali, bukan dua kali, tetapi berulang-ulang kali. Syarat yang dimaksud adalah iman, dan bukan iman yang hanya bertahan satu detik, satu hari, satu tahun, tetapi iman yang terus sampai akhirnya. Juga, sama sekali tidak masuk akal untuk berkata, ‘ya, sekali saya beriman, saya tidak bisa kehilangan iman itu.’ Kalau demikian, mengapa Allah berulang kali memperingatkan orang percaya!! tentang tanggung jawab mereka untuk tetap tinggal dalam iman? Jika seorang percaya tidak dapat meninggalkan iman, maka sama sekali tidak perlu untuk memperingatkan dia tentang hal itu. Mengapa perlu memperingatkan seorang anak untuk tidak melompat terlalu tinggi hingga sampai ke bulan? Wah, itu hal yang konyol, anda berkata, mungkin bahkan dalam kategori membohongi anak kecil. Ya, memang benar demikian. Karena tidak mungkin ia melompat sampai ke bulan. Allah juga tidak menipu orang percaya dengan cara memperingatkan kita tentang hal yang tidak mungkin terjadi. Allah tidak memberikan peringatan palsu.” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
Steven Liauw: “D. Perikop yang memerintahkan kita untuk tinggal dalam Kristus atau memegang teguh iman kita (yang berarti ada kemungkinan tidak mentaati perintah ini)
• Yohanes 15:4-6
• Yudas 1:21
• Wahyu 2:10
• Matius. 10:22
• Ibrani 10:35” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
Steven Liauw: “E. Perikop yang menyatakan kekhawatiran Paulus bahwa jerih payahnya akan sia-sia (karena bahaya bahwa mereka yang telah ia menangkan bagi Kristus meninggalkan iman)
• Filipi 2:15-16
• 1 Tesalonika 3:5
• Galatia 1:6; 4:9-11” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
Steven Liauw: “Ada begitu banyak ayat yang jelas mengajarkan kemungkinan murtad, atau meninggalkan iman, atau menolak Kristus setelah pernah menerima Dia. Lalu mengapakah banyak orang menentang doktrin ini? Ya, sebenarnya karena mereka sudah diajarkan doktrin yang bertentangan. Mereka telah diajarkan berbagai ayat yang seolah-olah mendukung SSTS, dan SSTS sudah mendarah daging dalam diri mereka, sehingga mereka menolak untuk melihat bukti yang begitu banyak menentang SSTS.” - File ‘Graphe - Liauw - P’.
Catatan: ‘SSTS’ = Sekali Selamat, Tetap Selamat.
Pdt. Jusuf B. S.: “Tuhan berkata-kata kita harus bertekun sampai ke akhir.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 46.
Pdt. Jusuf B. S.: “Jangan sampai kena tipu daya setan. Ada banyak ayat-ayat yang memperingati kita supaya berjaga-jaga, supaya jangan sampai jatuh.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 47.
Pdt. Jusuf B. S.: “Selama masih hidup keadaan manusia masih bisa berubah. Pada waktu mati, semua keadaannya menjadi permanen, tetap, tidak berubah dan keadaan pada saat mati inilah yang akan menjadi patokan untuk keselamatannya bukan keadaan sebelumnya.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 70.
Ia lalu mengutip Mat 24:13 - “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”.
Sekarang, mari kita membahas ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk bertekun sampai akhir, atau yang menyatakan bahwa ketekunan sampai akhir adalah syarat keselamatan.
a) Mat 10:22 - “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”.
Adam Clarke (tentang Mat 10:22): “they who do not hold fast faith and a good conscience till death have no room to hope for an admission into the kingdom of God.” [= mereka yang tidak memegang teguh iman dan suatu hati nurani yang baik sampai mati tidak mempunyai tempat untuk berharap bagi suatu hak / ijin masuk ke dalam kerajaan Allah.].
Lenski (tentang Mat 10:22): “‘To the end’ must refer to death; ... Οὖτος (OUTOS) emphatically repeats the subject in the sense that he, he alone, shall be saved and not he that fails to endure;” [= ‘Sampai pada kesudahannya’ harus menunjuk pada kematian; ... OUTOS secara menekankan mengulang pokok itu dalam arti bahwa ia, ia saja, akan diselamatkan dan bukan ia yang gagal untuk bertahan;].
William Hendriksen (tentang Mat 10:22): “There is comfort, however, in the assurance, ‘But he that endures to the end, he will be saved.’ He who remains loyal to Christ throughout the period of persecution will enter into glory.” [= Tetapi di sana ada penghiburan dalam jaminan, ‘Tetapi ia yang bertahan sampai pada kesudahannya, ia akan diselamatkan’. Ia yang tetap setia kepada Kristus selama masa penganiayaan akan masuk ke dalam kemuliaan.].
Kata-kata William Hendriksen yang adalah orang Reformed ini menunjukkan bahwa Calvinist / Reformed juga mempercayai bahwa orang Kristen harus bertekun sampai akhir supaya selamat!!
Jadi, kalau Suhento Liauw (?) mengatakan bahwa karena Calvinist / Reformed mempercayai keselamatan tidak bisa hilang, maka Calvinist / Reformed percaya bahwa orang Kristen tetap selamat sekalipun mereka pindah agama, itu merupakan suatu fitnah, yang tak pernah diajarkan oleh Calvinist manapun!
Suhento Liauw (?): “Jadi, kesimpulan kita adalah, slogan kalvinistik once saved always saved adalah theologi yang salah menafsirkan ayat-ayat Alkitab. Dan ini sangat membahayakan kekristenan karena bisa menyebabkan orang Kristen tidak mewaspadai serangan penyesatan yang intensitasnya semakin tinggi menjelang kedatangan Kristus kedua kali. Orang Kristen akan kurang serius memperingatkan anggota keluarganya yang mendapat serangan ajaran sesat, bahkan merasa tidak berbahaya sekalipun anggota keluarganya pindah agama karena bisa berpikir toh nanti akan selamat juga.” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Suhento Liauw (?): “Ana-Baptis yang seharusnya berhaluan theologi yang menjunjung tinggi hati nurani dan kehendak bebas manusia tidak luput dari wabah Calvinisme. C.H. Spurgeon, seorang Gembala Tabernacle Baptist Metropolitan London, tidak sanggup melepaskan diri dari pengaruh ragi Calvinisme dan mengumumkan bahwa dirinya adalah two point Calvinist maksudnya ia adalah orang yang percaya dua poin dari lima poin Calvinis yang disingkat dengan TULIP. Spurgeon tidak sanggup lepas dari poin pertama (Total Depravity) yang mempercayai bahwa sejak kejatuhan manusia, maka manusia tidak sanggup memberi respon terhadap pemberitaan Injil, dan poin terakhir yaitu Perseverance of the Saint yang percaya bahwa sekali selamat sekalipun pindah agama akan tetap selamat.” - File ‘Graphe - Liauw 24’.
Catatan: pemfitnah satu ini mengatakan bahwa Spurgeon hanya mempercayai 2 dari 5 points Calvinisme! Ini omong kosong dan fitnah! Spurgeon mempercayai seluruh 5 points Calvinisme! Dan apakah Spurgeon mempercayai kalau orang Kristen pindah agama ia tetap selamat? Ini fitnah lagi!! Mari kita lihat dari komentar Spurgeon sendiri.
Spurgeon (tentang Mat 10:22): “Happy are they who can bear persecution, and hold on and hold out even ‘to the end’ of the trial - the close of life, or the termination of the dispensation. Such ‘shall be saved’ indeed; but those who can be overcome by opposition are lost.” [= Berbahagialah mereka yang bisa menanggung penganiayaan, dan berpegang erat-erat dan bertahan bahkan ‘sampai pada kesudahan’ dari pencobaan / ujian itu - akhir dari kehidupan, atau akhir dari jaman / masa itu. Orang-orang seperti itu memang ‘akan diselamatkan’; tetapi mereka yang bisa dikalahkan oleh oposisi terhilang.] - ‘The Gospel of the Kingdom: A Popular Exposition of the Gospel According to Matthew’ (Libronix).
Komentar Spurgeon tentang Mat 24:13 juga sama, tetapi ini akan saya masukkan dalam pembahasan tentang ayat itu.
Kalau demikian, apa yang membedakan Calvinist dan Arminian dalam hal ini? Calvinist dan Arminian sama-sama berpandangan bahwa orang Kristen harus bertekun sampai akhir supaya selamat. Sama-sama berpandangan bahwa orang yang tidak bertekun sampai akhir tidak selamat. Yang membedakan adalah bahwa Calvinist mempercayai bahwa orang Kristen sejati pasti akan dijaga oleh Tuhan sehingga ia pasti akan ikut Tuhan sampai akhir. Dalam Arminianisme jaminan ini tidak ada.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 10:22): “Since ‘drawing back unto perdition’ is merely the palpable evidence of the lack of ‘root’ from the first in the Christian profession (Luke 8:13), ‘enduring to the end’ is just the proper evidence of its reality and solidity.” [= Karena ‘mengundurkan diri pada kehancuran / kebinasaan’ semata-mata merupakan bukti yang jelas tentang tidak adanya ‘akar’ dari semula dalam pengakuan Kristen (Luk 8:13), ‘bertahan sampai pada kesudahannya’ hanyalah merupakan bukti yang tepat tentang kenyataannya dan kekokohannya.].
Catatan: Jamieson, Fausset & Brown sebetulnya bukan Calvinist / Reformed tetapi dalam hal ini pandangan mereka adalah pandangan Reformed.
Lukas 8:13 - “Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.”.
Memang orang Kristen yang murtad akan binasa, tetapi orang Kristen yang bisa murtad hanyalah orang kristen KTP!!
Bdk. 1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”.
Calvin (tentang Mat 10:22): “‘But he who endured to the end shall be saved.’ This single promise ought sufficiently to support the minds of the godly, though the whole world should rise against them: for they are assured that the result will be prosperous and happy. If those who fight under earthly commanders, and are uncertain as to the issue of the battle, are carried forward even to death by steadiness of purpose, shall those who are certain of victory hesitate to abide by the cause of Christ to the very last?” [= ‘Tetapi ia yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat / diselamatkan’. Janji tunggal ini seharusnya secara cukup menyokong pikiran dari orang-orang saleh, sekalipun seluruh dunia bangkit menentang mereka: karena mereka dijamin bahwa hasilnya akan makmur dan bahagia. Jika mereka yang bertempur di bawah komandan-komandan duniawi, dan tidak pasti berkenaan dengan hasil dari pertempuran, dibawa / bertahan terus sampai pada kematian oleh ketetapan dari tujuan, akankah mereka yang pasti tentang kemenangan ragu-ragu untuk bertahan pada perkara Kristus sampai akhir?].
Sekarang, mari kita melihat bagian paralel dari Mat 10:22 itu dalam Injil Lukas.
Luk 21:16-19 - “(16) Dan kamu akan diserahkan juga oleh orang tuamu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu dan sahabat-sahabatmu dan beberapa orang di antara kamu akan dibunuh (17) dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu. (18) Tetapi tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang. (19) Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.’”.
Berbeda dengan dalam Injil Matius yang hanya menekankan tanggung jawab, maka Lukas menambahkan janji / jaminan, yaitu dalam Luk 21:18!
Lenski (tentang Lukas 21:18): “When a disciple suffers persecution, even death through wicked men, let him not think that God has forgotten him - he is in God’s care and keeping to the last hair of his head. Nothing, absolutely nothing occurs to us without God’s own will. We do not need the allegorical interpretation, ‘hair perishing’ = losing the very least of the Messianic salvation;” [= Pada waktu seorang murid menderita penganiayaan, bahkan kematian melalui orang-orang jahat, hendaklah ia tidak berpikir bahwa Allah telah melupakan dia - ia ada dalam pemeliharaan dan penjagaan Allah sampai pada rambut terakhir dari kepalanya. Tidak ada apapun, tidak ada apapun secara mutlak terjadi kepada kita tanpa kehendak Allah sendiri. Kita tidak memerlukan penafsiran alegoris, ‘rambut binasa’ = kehilangan yang terkecil dari keselamatan Mesianik;].
Kalau bagian terakhir dari kutipan dari kata Lenski itu benar, lalu apa gunanya janji dalam Luk 21:18 itu????
William Hendriksen (tentang Luk 21:18-19): “The paragraph ends on a note of comfort: 18, 19. ‘But not a hair of your head will perish.’ By means of your endurance you will win your souls. But is not this a contradiction? After saying ‘They will put some of you to death’ (verse 16), how can Jesus almost immediately add, ‘But not a hair of your head will perish’ (verse 18)? But certainly Jesus would not, in one and the same breath, utter two violently conflicting sayings! And Luke did not think it necessary to offer an explanation. The solution, it would seem to me, is rather easy for anyone acquainted with the teaching of Jesus. All one has to do is to turn back to Matt. 10:29,30. He will then see that what Jesus meant was that nothing, not even our hairs, is excluded from the domain of God’s tender care, so that we may be assured that if any hair perishes it is by his will and for his purpose. And that purpose is always the promotion of our salvation, to God’s glory. See such passages as Rom. 8:28; Phil. 1:19; I Peter 4:11; 5:10. What is necessary, however, is that God’s children persevere. They must never lose courage, but should remain faithful no matter how fierce the persecution may get to be. Their endurance - by God’s strength-imparting grace, of course - is the instrument the Lord uses to give them the ultimate victory. Cf. Luke 18:1,8.” [= Paragrafnya berakhir pada suatu catatan penghiburan: ay 18,19. ‘Tetapi tidak sehelai rambut dari kepalamu akan binasa’. Melalui ketahananmu engkau akan memenangkan jiwamu. Tetapi apakah ini merupakan suatu kontradiksi? Setelah mengatakan ‘Mereka akan membunuh beberapa dari kamu’ (ay 16), bagaimana Yesus hampir segera menambahkan, ‘Tetapi tidak sehelai rambut dari kepalamu akan binasa’ (ay 18)? Tetapi pastilah Yesus tidak akan, dalam satu tarikan nafas yang sama, mengucapkan dua kata-kata yang bertentangan dengan begitu keras! Dan Lukas tidak menganggap perlu untuk memberikan suatu penjelasan. Solusinya, kelihatannya bagi saya, adalah mudah bagi siapapun yang akrab dengan ajaran Yesus. Semua yang seseorang harus lakukan adalah kembali pada Mat 10:29,30. Maka ia akan melihat bahwa apa yang Yesus maksudkan adalah bahwa tidak ada apapun, bahkan tidak rambut kita, dikeluarkan dari daerah perhatian yang lembut dari Allah, sehingga kita bisa yakin bahwa jika rambut manapun binasa, itu adalah oleh kehendakNya dan untuk tujuan / rencanaNya. Dan tujuan / rencana itu selalu merupakan promosi / kemajuan dari keselamatan kita, bagi kemuliaan Allah. Lihat text-text seperti Ro 8:28; Fil 1:19; 1Pet 4:11; 5:10. Tetapi apa yang perlu, adalah bahwa anak-anak Allah bertekun. Mereka tidak pernah boleh kehilangan keberanian, tetapi harus tetap setia tak peduli betapa kejamnya penganiayaan itu. Ketekunan mereka - oleh kasih karunia yang memberi kekuatan dari Allah, tentu saja - merupakan alat yang Tuhan gunakan untuk memberi mereka kemenangan akhir. Bdk. Luk 18:1,8.].
Mat 10:29-30 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya.”.
Roma 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”.
Filipi 1:19 - “karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.”.
1Petrus 4:11 - “Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.”.
1Pet 5:10 - “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaanNya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.”.
Luk 18:1,8 - “(1) Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. ... (8) Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?’”.
Kalau kita memperhatikan kata-kata William Hendriksen di atas ini maka terlihat bahwa ia menekankan 2 hal:
1. Kita (orang Kristen) harus bertekun sampai akhir.
2. Allah memberi kita (orang Kristen) kasih karunia yang memberi kekuatan untuk bertekun.
Point 1 sama dengan pandangan Arminian, tetapi point 2 tidak ada dalam ajaran Arminian!
Norval Geldenhuys / NICNT (tentang Luk 21:18): “But although they are to suffer physical pain and death, they can never be plucked from the protecting hand of God - nothing will happen to them outside His will, and He will make all things work together for their highest welfare and their eternal salvation, and at His second advent they will arise with glorified, celestial bodies in which there will be no defect or injury.” [= Tetapi sekalipun mereka akan / harus menderita rasa sakit dan kematian fisik, mereka tidak pernah bisa diambil dari tangan yang melindungi dari Allah - tak ada apapun akan terjadi kepada mereka di luar kehendakNya, dan Ia akan membuat segala sesuatu bekerja bersama-sama untuk kesejahteraan tertinggi mereka dan keselamatan kekal mereka, dan pada kedatanganNya yang kedua mereka akan dibangkitkan dengan tubuh surgawi yang mulia dalam mana disana tidak ada cacat atau kerusakan.].
Alfred Plummer (tentang Luk 21:18): “This proverbial expression of great security must here be understood spiritually; for it has just been declared (ver. 16) that some will be put to death. ‘Your souls will be absolutely safe; your eternal welfare shall in nowise suffer’” [= Ungkapan yang bersifat kiasan tentang keamanan yang besar ini di sini harus dimengerti secara rohani; karena baru dinyatakan (ay 16) bahwa beberapa akan dibunuh. ‘Jiwamu akan aman secara mutlak; kesejahteraan kekalmu sama sekali tidak akan menderita’] - ‘A CRITICAL AND EXEGETICAL COMMENTARY ON THE GOSPEL ACCORDING TO S. LUKE’ (Libronix).
b) Mat 24:12-13 - “(12) Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. (13) Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”.
Lenski (tentang Mat 24:12): “the love that flows from faith and evidences its presence and strength, ‘shall grow cold’ as though it had been struck by an icy blast. Its fervor and its strength depart. And that means that its root, faith, has withered and is dying or is dead.” [= kasih yang mengalir dari iman dan bukti-bukti kehadiran dan kekuatannya, ‘akan menjadi dingin’ seakan-akan itu telah dihantam oleh suatu angin yang sangat dingin. Semangat dan kekuatannya hilang. Dan itu berarti bahwa akarnya, iman, telah layu dan sekarat atau mati.].
Adam Clarke (tentang Mat 24:13): “‘But he that shall endure.’ The persecutions that shall come - unto the end; to the destruction of the Jewish polity, without growing cold or apostatizing - shall be saved, shall be delivered in all imminent dangers, and have his soul at last brought to an eternal glory.” [= ‘Tetapi ia yang bertahan / menahan’. Penganiayaan-penganiayaan yang akan datang - sampai akhir; untuk penghancuran dari organisasi politik Yahudi, tanpa menjadi dingin atau murtad - akan diselamatkan, akan dibebaskan dari semua bahaya-bahaya yang segera terjadi, dan mendapatkan jiwanya pada akhirnya dibawa pada suatu kemuliaan kekal.].
William Hendriksen (tentang Matius 24:13): “As in 10:22 so also here the meaning is: he who, in spite of all these disturbances and persecutions, remains loyal to Christ shall enter into glory.” [= Seperti dalam 10:22 begitu juga di sini artinya adalah: ia yang, sekalipun ada semua gangguan-gangguan dan penganiayaan-penganiayaan ini, tetap setia kepada Kristus akan masuk ke dalam kemuliaan.].
Calvin (tentang Matius 24:12): “‘Because iniquity will abound.’ ... Although, then, the charity of many, overwhelmed by the mass of iniquities, should give way, Christ warns believers that they must surmount this obstacle, lest, overcome by bad examples, they apostatize. And therefore he repeats the statement, that no man can be saved, ‘unless he strive lawfully,’ (2 Timothy 2:5,) so as to ‘persevere to the end.’” [= ‘Karena kejahatan akan bertambah banyak / berlimpah-limpah’. ... Maka, sekalipun kasih dari banyak orang, karena ditutupi / dikubur / kalah banyak dari jumlah kejahatan, harus menyerah, Kristus memperingati orang-orang percaya bahwa mereka harus mengalahkan halangan ini, supaya jangan, dikalahkan oleh teladan-teladan buruk, mereka murtad. Dan karena itu Ia mengulang pernyataan bahwa tak seorangpun bisa diselamatkan, ‘kecuali ia berjuang dengan cara yang sah’, (2Tim 2:5), sehingga ‘bertekun sampai akhir’.].
Catatan: Calvin tidak memberi komentar tentang Mat 24:13.
Lagi-lagi, dari komentar William Hendriksen dan Calvin di atas ini, kita bisa melihat bahwa Calvin / Calvinist tidak pernah mengatakan bahwa orang Kristen yang murtadpun (atau pindah agama) akan tetap diselamatkan.
Spurgeon (tentang Mat 24:13): “Again our Saviour reminded his disciples of the personal responsibility of each one of them in such a time of trial and testing as they were about to pass through. He would have them remember that it is not the man who starts in the race, but the one who runs to the goal, who wins the prize: ‘He that shall endure unto the end, the same shall be saved.’” [= Juruselamat kita mengingatkan lagi murid-muridNya tentang tanggung jawab pribadi dari setiap orang dari mereka dalam masa pencobaan dan ujian seperti itu yang akan mereka lalui. Ia mau mereka ingat bahwa bukanlah orang yang mulai dalam perlombaan, tetapi orang yang lari menuju tujuan, yang memenangkan hadiah: ‘Ia yang bertahan sampai akhir, akan selamat / diselamatkan’.] - ‘The Gospel of the Kingdom: A Popular Exposition of the Gospel According to Matthew’ (Libronix).
Catatan: perhatikan kata-kata ‘tanggung jawab pribadi’ itu. Ayat-ayat Alkitab yang menyuruh kita bertekun sampai akhir memang merupakan ayat-ayat yang menekankan tanggung jawab pribadi kita. Jadi, sekalipun ada jaminan bahwa keselamatan tidak bisa hilang, itu sama sekali tidak berarti tanggung jawab kita dibuang, atau bahwa kita boleh hidup seenak kita sendiri!!!
Ini lagi-lagi merupakan sesuatu yang penting, karena orang Arminian sering menuduh dengan tuduhan yang berbau fitnah, bahwa para Calvinist, karena dijamin keselamatannya, boleh hidup seenaknya sendiri.
Dalam komentarnya tentang Mat 24:13 ini, Spurgeon langsung menyambung kata-katanya yang di atas dengan kata-kata di bawah ini.
Spurgeon (tentang Mat 24:13): “If this doctrine were not supplemented by another, there would be but little good tidings for poor, tempted, tried, and struggling saints in such words as these. Who among us would persevere in running the heavenly race if God did not preserve us from falling, and give us persevering grace? But, blessed be his name, ‘The righteous shall hold on his way.’ ‘He which hath begun a good work in you will perform it until the day of Jesus Christ.’” [= Jika doktrin ini tidak ditambahi dengan yang lain, disana hanya ada sedikit kabar baik dalam kata-kata ini bagi orang-orang kudus yang malang, dicobai, diuji, dan bergumul. Siapa di antara kita akan bertekun dalam berlari dalam perlombaan lari surgawi jika Allah tidak menjaga kita dari kejatuhan, dan memberi kita kasih karunia untuk bertekun? Tetapi, terpujilah namaNya, ‘Orang benar akan memegang jalanNya’. ‘Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.’] - ‘The Gospel of the Kingdom: A Popular Exposition of the Gospel According to Matthew’ (Libronix).
Catatan: Spurgeon mengutip 2 ayat, ayat yang pertama dari Ayub 17:9, dan ayat yang kedua dari Fil 1:6.
Penekanan saya dengan kata-kata Spurgeon ini adalah: adanya jaminan bahwa orang kristen yang sejati akan bertekun, karena adanya penjagaan dari Allah. Jaminan seperti ini tidak ada dalam Arminianisme.
Jadi, kalau dalam Calvinisme ada tanggung jawab dan ada jaminan, maka dalam Arminianisme hanya ada tanggung jawab saja.
c) Yoh 15:1-10 - “(1) ‘Akulah pokok anggur yang benar dan BapaKulah pengusahanya. (2) Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotongNya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkanNya, supaya ia lebih banyak berbuah. (3) Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. (4) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. (6) Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. (7) Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. (8) Dalam hal inilah BapaKu dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-muridKu.’ (9) ‘Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasihKu itu. (10) Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNya.”.
Adam Clarke (tentang Yoh 15:2): “‘He taketh away.’ As the vine-dresser will remove every unfruitful branch from the vine, so will my Father remove every unfruitful member from my mystical body - such as Judas, the unbelieving Jews, the apostatizing disciples, and all false and merely nominal Christians, who are attached to the vine by faith in the word and divine mission of Christ, while they live not in his life and Spirit, and bring forth no fruit to the glory of God; and also every branch which has been in him by true faith - such as have given way to iniquity, and made shipwreck of their faith and of their good conscience: all these he taketh away.” [= ‘dipotongNya’. Seperti pengusaha kebun anggur akan membuang setiap ranting yang tak berbuah dari pokok anggur, demikian juga BapaKu akan membuang setiap anggota yang tak berbuah dari tubuh mistikKu - seperti Yudas, orang-orang Yahudi yang tidak percaya, murid-murid yang murtad, dan semua orang kristen yang palsu dan semata-mata orang kristen KTP, yang melekat pada pokok anggur oleh iman dalam firman dan missi ilahi dari Kristus, sementara mereka tidak hidup dalam hidupNya dan RohNya, dan tidak mengeluarkan buah bagi kemuliaan Allah; dan juga setiap ranting yang telah berada di dalam Dia oleh iman yang benar - orang-orang yang telah menyerah pada kejahatan, dan kandas iman dan hati nuraninya: semua ini Ia potong.].
Adam Clarke (tentang Yoh 15:6): “‘If a man abide not in me.’ Our Lord in the plainest manner intimates that a person may as truly be united to him as the branch is to the tree that produces it, and yet be afterward cut off and cast into the fire; because he has not brought forth fruit to the glory of his God. No man can cut off a branch from a tree to which that branch was never united: it is absurd, and contrary to the letter and spirit of the metaphor, to talk of being seemingly in Christ - because this means nothing. If there was only a seeming union, there could be only a seeming excision:” [= ‘Jika seseorang tidak tinggal di dalam Aku’. Tuhan kita dengan cara yang paling jelas mengisyaratkan bahwa seseorang bisa sama sungguh-sungguhnya bersatu dengan Dia seperti ranting bersatu dengan pohon yang menghasilkannya, tetapi belakangan dipotong dan dibuang ke dalam api; karena ia tidak mengeluarkan buah bagi kemuliaan Allahnya. Tak seorangpun bisa memotong suatu ranting dari sebuah pohon pada mana ranting itu tidak pernah bersatu: itu konyol, dan bertentangan dengan huruf dan arti dari kiasannya, untuk berbicara tentang kelihatannya ada di dalam Kristus - karena ini tidak berarti apa-apa. Jika disana hanya kelihatannya ada persatuan, disana hanya bisa ada kelihatannya merupakan suatu pemotongan:].
Untuk kata-kata Clarke bagian akhir, saya menjawab bahwa ini merupakan suatu alegori, sehingga dalam menafsirkan tak bisa ditekankan dengan cara seperti itu.
Juga perlu diingat bahwa Alkitab sering menggambarkan bukan sesuai dengan faktanya tetapi sesuai dengan kelihatannya atau sesuai dengan pengakuan orangnya. Misalnya: penyebutan ‘murid’ dan ‘percaya’ padahal orangnya sesungguhnya ‘bukan murid’ dan ‘tidak percaya’. Contoh: Yoh 6:66 dan Kis 8:13.
Saya tidak bisa mengerti bagaimana Clarke bisa mengartikan ranting yang tidak berbuah sebagai orang yang sungguh-sungguh ada di dalam Kristus. Bagaimanapun logisnya kata-kata Adam Clarke di sini, itu tidak mungkin bisa diharmoniskan dengan Yak 2:14-26 yang menunjukkan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati!
Adam Clarke (tentang Yoh 15:6): “‘He is cast forth.’ Observe, that person who abides not in Christ, in a believing, loving, obedient spirit, is - 1. Cut off from Jesus, having no longer any right or title to him or to his salvation. 2. He is withered - deprived of all the influences of God’s grace and Spirit; loses all his heavenly unction; becomes indifferent, cold, and dead to every holy and spiritual word and work. 3. He is gathered - becomes (through the judgment of God) again united with backsliders like himself, and other workers of iniquity; and, being abandoned to his own heart and Satan, he is, 4. Cast into the fire - separated from God’s people, from God himself, and from the glory of his power. And, 5. He is burned - is eternally tormented with the Devil and his angels, and with all those who have lived and died in their iniquity. Reader! pray God that this may never be thy portion.” [= ‘Ia dibuang’. Perhatikan, bahwa orang yang tidak tinggal di dalam Kristus, dalam suatu roh / semangat yang percaya, mengasihi, taat, - 1. Dipotong dari Yesus, tak lagi mempunyai hak atau gelar apapun baginya dan bagi keselamatannya. 2. Ia layu - dihilangkan dari semua pengaruh dari kasih karunia dan Roh Allah; kehilangan semua pengurapan surgawinya; menjadi acuh tak acuh, dingin, dan mati bagi setiap firman dan pekerjaan yang kudus dan rohani. 3. Ia dikumpulkan - menjadi (melalui penghakiman Allah) satu lagi dengan orang-orang yang merosot / mundur seperti dirinya sendiri, dan pekerja-pekerja kejahatan yang lain; dan, setelah ditinggalkan pada hatinya sendiri dan Iblis, ia, 4. Dibuang ke dalam api - dipisahkan dari umat Allah, dari Allah sendiri, dan dari kemuliaan kekuatanNya. Dan, 5. Ia dibakar - disiksa secara kekal bersama dengan Setan / Iblis dan malaikat-malaikatnya, dan bersama dengan semua mereka yang telah hidup dan mati dalam kejahatan mereka. Pembaca! berdoalah kepada Allah supaya ini tidak pernah menjadi bagianmu.].
Adam Clarke (tentang Yoh 15:10): “‘If ye keep my commandments, ye shall abide in my love; even as I have kept my Father’s commandments, and abide in his love.’ Hence, we learn that it is impossible to retain a sense of God’s pardoning love, without continuing in the obedience of faith.” [= ‘Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNya.’. Maka kita belajar bahwa merupakan sesuatu yang mustahil untuk mempertahankan suatu arti dari kasih yang mengampuni dari Allah, tanpa terus ada dalam ketaatan iman.].
Lenski (tentang Yoh 15:2): “We need not puzzle about the unfruitful branches being ‘in me’; for evidently these are disciples whose hearts have lost the faith and the love that once dwelt in them and joined them to Christ, and who thus adhere to Christ only outwardly until even this connection is broken. It is idle to think of branches which are unfruitful from the start because Jesus uses this phrase ‘in me’; for no man becomes a branch unless fruitfulness is in him from the start. But he may lose his faith, and then he is promptly cast away.” [= Kita tidak perlu bingung tentang ranting-ranting tak berbuah yang ada ‘dalam Aku’; karena jelas bahwa ini adalah murid-murid yang hatinya telah kehilangan iman dan kasih yang pernah sekali tinggal di dalam mereka dan mempersatukan mereka dengan Kristus, dan yang karena itu melekat kepada Kristus hanya secara lahiriah sampai bahkan hubungan ini diputuskan. Merupakan sesuatu yang membuang waktu untuk memikirkan tentang ranting-ranting yang tidak berbuah dari awal karena Yesus menggunakan ungkapan ‘dalam Aku’; karena tak ada orang yang menjadi ranting kecuali keberbuahannya ada dalam Dia dari awal. Tetapi ia bisa kehilangan imannya, dan lalu ia segera dibuang.].
Bagi saya penafsiran Lenski di sini betul-betul merupakan penafsiran yang plin-plan dan membengkokkan ayat. Mula-mula ia mengatakan orang itu sungguh-sungguh pernah ada dalam Kristus, tetapi langsung disusul dengan pernyataannya bahwa orang itu hanya melekat secara lahiriah kepada Kristus. Lalu ia menafsirkan ranting yang ‘tidak berbuah’ sebagai berbuah dari awal. Ini betul-betul konyol!
Karena bagi saya Adam Clarke dan Lenski bertentangan dengan Yak 2:14-26, maka saya ingin tahu bagaimana mereka menafsirkan text itu.
Adam Clarke (tentang Yak 2:14): “He does not therefore teach that true faith can, but that it cannot, subsist without works.” [= Karena itu ia tidak mengajar bahwa iman yang benar bisa, tetapi bahwa iman yang benar tidak bisa, ada tanpa perbuatan / pekerjaan.].
Adam Clarke (tentang Yak 2:26): “‘For as the body without the spirit is dead.’ There can be no more a genuine faith without good works, than there can be a living human body without a soul. We shall never find a series of disinterested godly living without true faith. And we shall never find true faith without such a life. We may see works of apparent benevolence without faith: their principle is ostentation; and, as long as they can have the reward (human applause) which they seek, they may be continued. And yet the experience of all mankind shows how short-lived such works are; they want both principle and spring; they endure for a time, but soon wither away. Where true faith is, there is God; his Spirit gives life, and his love affords motives to righteous actions.” [= ‘Karena seperti tubuh tanpa roh adalah mati’. Di sana tidak bisa ada iman yang sejati tanpa perbuatan baik, sama seperti disana tidak bisa ada tubuh manusia yang hidup tanpa jiwa. Kita tidak akan pernah menemukan suatu seri dari kehidupan yang saleh yang bebas dari keegoisan tanpa iman yang benar. Dan kita tidak akan pernah menemukan iman yang benar tanpa kehidupan seperti itu. Kita bisa melihat pekerjaan-pekerjaan yang kelihatannya baik / murah hati tanpa iman: prinsip mereka adalah pameran; dan selama mereka bisa mendapatkan pahala (pujian manusia) yang mereka cari, mereka bisa terus berlanjut. Tetapi pengalaman dari semua umat manusia menunjukkan betapa singkatnya hidup dari pekerjaan-pekerjaan seperti itu; mereka tidak mempunyai prinsip maupun sumber; mereka bertahan untuk suatu waktu, tetapi segera layu. Dimana ada iman yang benar, di sana ada Allah; RohNya memberi kehidupan, dan kasihNya menyediakan motif kepada tindakan-tindakan yang benar.].
Lenski (tentang Yak 2:14): “Faith itself cannot be seen; it makes its presence known by a proper confession and by its proper and natural works. A tree is known by its fruits (Matt. 7:16–20). Now here there is a man who declares that he has true and proper ‘faith,’ but everybody sees, and, in fact, he himself must admit, that he has not the ‘works’ that belong to such a faith. He is like the man mentioned in 1:26 ‘who thinks that he is religious’; but this man says so and names faith as the ground of his claim. Yet he is one who has not works. ... The great question is: ‘Is that faith able to save him?’ In the expression ἡ πίστις the article is that of previous reference, ‘that faith’ which he says he has but fails to prove that he has no matter what faith he may actually have. James has used the expression ‘able to save your souls’ in 1:21 and now refers to the same salvation. As far as James is concerned, there is no question that true faith ‘saves,’ but only true faith and not a fruitless thing that one may call faith. ... James deals with gospel works, which ever evidence the presence of gospel faith, which, like this faith, glorify Christ alone, without which all claim of having true faith is spurious, a self-delusion.” [= Iman itu sendiri tak bisa dilihat; itu membuat kehadirannya diketahui oleh suatu pengakuan yang benar dan oleh pekerjaan-pekerjaannya yang benar dan alamiah. Suatu pohon dikenal dari buahnya (Mat 7:16-20). Sekarang di sini ada seseorang yang menyatakan bahwa ia mempunyai ‘iman’ yang sungguh-sungguh dan benar, tetapi setiap orang melihat, dan sebetulnya ia sendiri harus mengakui bahwa ia tidak mempunyai ‘pekerjaan / perbuatan’ yang cocok dengan / merupakan milik dari iman seperti itu. Ia seperti orang yang disebutkan dalam 1:26 ‘yang mengira dirinya relijius / beribadah’; tetapi orang ini berkata demikian dan menyebutkan iman sebagai dasar dari claimnya. Tetapi ia adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan / perbuatan. ... Pertanyaan yang besar adalah: ‘Apakah iman itu bisa menyelamatkannya?’ Dalam ungkapan HE PISTIS kata sandangnya adalah kata sandang dari referensi sebelumnya, ‘iman itu’ yang ia katakan ia punyai tetapi gagal untuk membuktikan bahwa ia mempunyainya tak peduli iman apa yang ia sungguh-sungguh punyai. Yakobus telah menggunakan ungkapan ‘bisa menyelamatkan jiwamu’ dalam 1:21 dan sekarang menunjuk pada keselamatan yang sama. Sejauh Yakobus yang dipersoalkan, tidak ada keraguan bahwa iman yang benar ‘menyelamatkan’, tetapi hanya iman yang benar dan bukan hal / sesuatu yang tidak berbuah yang seseorang bisa sebut ‘iman’. ... Yakobus menangani ‘pekerjaan / perbuatan injil’, yang selalu membuktikan kehadiran dari ‘iman injil’, yang seperti iman ini, memuliakan Kristus saja, tanpa mana semua claim tentang ‘mempunyai iman yang benar’ adalah palsu dan menipu diri sendiri.].
Dari komentar-komentar Adam Clarke dan Lenski tentang Yak 2:14-26 ini terlihat dengan jelas bahwa mereka menganggap bahwa harus ada buah yang sungguh-sungguh supaya iman itu bisa dianggap sebagai iman yang sungguh-sungguh. Bagaimana ini bisa diharmoniskan dengan tafsiran mereka tentang Yoh 15 dimana mereka menganggap ranting yang tidak berbuah itu sebagai orang kristen yang sejati???
Calvin (tentang Yoh 15:1): “First, let him remember the rule which ought to be observed in all parables; that we ought not to examine minutely every property of the vine, but only to take a general view of the object to which Christ applies that comparison. Now, there are three principal parts; first, that we have no power of doing good but what comes from himself; secondly, that we, having a root in him, are dressed and pruned by the Father; thirdly, that he removes the unfruitful branches, that they may be thrown into the fire and burned.” [= Pertama, hendaklah ia mengingat peraturan yang seharusnya diperhatikan dalam semua perumpamaan; bahwa kita tidak seharusnya memeriksa secara mendetail setiap sifat / hal yang dimiliki oleh pokok anggur, tetapi hanya mengambil pandangan umum dari obyek / tujuan pada mana Kristus menerapkan perbandingan itu. Sekarang, ada tiga bagian utama; pertama, bahwa kita tidak mempunyai kuasa / kekuatan untuk melakukan kebaikan kecuali apa yang datang dari diriNya sendiri; kedua, bahwa kita, setelah berakar di dalam Dia, dibersihkan oleh Bapa; ketiga, bahwa Ia membuang ranting-ranting yang tidak berbuah, supaya mereka bisa dibuang ke dalam api dan dibakar.].
Calvin (tentang Yoh 15:2): “‘Every branch in me that beareth not fruit.’ As some men corrupt the grace of God, others suppress it maliciously, and others choke it by carelessness, Christ intends by these words to awaken anxious inquiry, by declaring that all the branches which shall be unfruitful will be cut off from the vine. But here comes a question. Can any one who is engrafted into Christ be without fruit? I answer, many are supposed to be in the vine, according to the opinion of men, who actually have no root in the vine. Thus, in the writings of the prophets, the Lord calls the people of Israel his vine, because, by outward profession, they had the name of The Church.” [= ‘Setiap ranting dalam Aku yang tidak berbuah’. Karena sebagian orang merusak kasih karunia Allah, yang lain menekannya secara jahat, dan yang lain mencekiknya dengan sikap acuh tak acuh, Kristus memaksudkan dengan kata-kata ini untuk membangunkan pemeriksaan yang sungguh-sungguh / yang disertai kekuatiran, dengan menyatakan bahwa semua ranting yang tidak berbuah akan dipotong dari pokok anggur. Tetapi di sini muncul suatu pertanyaan. Bisakah siapapun yang dicangkokkan ke dalam Kristus berada tanpa buah? Saya menjawab, banyak orang dianggap / diduga sebagai ada di dalam pokok anggur, sesuai dengan pandangan manusia, yang sesungguhnya tak mempunyai akar dalam pokok anggur. Karena itu, dalam tulisan-tulisan nabi-nabi, Tuhan menyebut / memanggil bangsa Israel pokok anggurnya, karena, oleh pengakuan lahiriah, mereka mempunyai nama / sebutan dari Gereja.].
Contoh: Yes 5:1-7 - “(1) Aku hendak menyanyikan nyanyian tentang kekasihku, nyanyian kekasihku tentang kebun anggurnya: Kekasihku itu mempunyai kebun anggur di lereng bukit yang subur. (2) Ia mencangkulnya dan membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur pilihan; ia mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya dan menggali lobang tempat memeras anggur; lalu dinantinya supaya kebun itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya ialah buah anggur yang asam. (3) Maka sekarang, hai penduduk Yerusalem, dan orang Yehuda, adililah antara Aku dan kebun anggurKu itu. (4) Apatah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggurKu itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam? (5) Maka sekarang, Aku mau memberitahukan kepadamu apa yang hendak Kulakukan kepada kebun anggurKu itu: Aku akan menebang pagar durinya, sehingga kebun itu dimakan habis, dan melanda temboknya, sehingga kebun itu diinjak-injak; (6) Aku akan membuatnya ditumbuhi semak-semak, tidak dirantingi dan tidak disiangi, sehingga tumbuh puteri malu dan rumput; Aku akan memerintahkan awan-awan, supaya jangan diturunkannya hujan ke atasnya. (7) Sebab kebun anggur TUHAN semesta alam ialah kaum Israel, dan orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaranNya; dinantiNya keadilan, tetapi hanya ada kelaliman, dinantiNya kebenaran tetapi hanya ada keonaran.”.
Calvin (tentang Yohanes 15:6): “‘If any one abide not in me.’ He again lays before them the punishment of ingratitude, and, by doing so, excites and urges them to perseverance. It is indeed the gift of God, but the exhortation to fear is not uncalled for, lest our flesh, through too great indulgence, should root us out. ‘He is cast out, and withered, like a branch.’ Those who are cut off from Christ are said to ‘whither’ like a dead branch; because, as the commencement of strength is from him, so also is its uninterrupted continuance. Not that it ever happens that any one of the elect is dried up, but because there are many hypocrites who, in outward appearance, flourish and are green for a time, but who afterwards, when they ought to yield fruit, show the very opposite of that which the Lord expects and demands from his people.” [= ‘Jika siapapun tidak tinggal di dalam Aku’. Ia meletakkan lagi di depan mereka hukuman dari rasa tidak tahu terima kasih, dan dengan melakukan demikian, menggairahkan dan mendesak mereka pada ketekunan. Itu memang merupakan karunia dari Allah, tetapi peringatan / nasehat untuk takut bukannya tidak perlu, supaya jangan daging kita, melalui pemuasan yang terlalu besar, dibasmi. ‘Ia dibuang, dan layu / menjadi kering, seperti sebuah ranting’. Mereka yang dipotong dari Kristus dikatakan menjadi layu / kering seperti ranting yang mati; karena, sebagaimana pemulaian kekuatan adalah dari Dia, demikian juga kelanjutannya yang tak terputus-putus. Bukan bahwa pernah terjadi bahwa siapapun dari orang pilihan menjadi kering, tetapi karena disana ada banyak orang-orang munafik yang dalam penampilan lahiriah, bertumbuh dan hijau untuk suatu waktu, tetapi yang belakangan, pada waktu mereka seharusnya mengeluarkan buah, menunjukkan hal yang berlawanan dengan yang Tuhan harapkan dan tuntut dari umatNya.].
Calvin (tentang Yohanes 15:9): “The conclusion which some draw from these words, that there is no efficacy in the grace of God, unless it be aided by our steadfastness, is frivolous. For I do not admit that the Spirit demands from us no more than what is in our own power, but he shows us what we ought to do, that, if our strength be deficient, we may seek it from some other quarter. In like manner, when Christ exhorts us, in this passage, to perseverance, we must not rely on our own strength and industry, but we ought to pray to him who commands us, that he would confirm us in his love.” [= Kesimpulan yang beberapa orang tarik dari kata-kata ini, bahwa disana tidak ada kemujaraban dalam kasih karunia Allah, kecuali itu dibantu oleh kesetiaan kita, adalah tak berdasar. Karena saya tak mengakui bahwa Roh menuntut dari kita tidak lebih dari apa yang ada dalam kuasa / kekuatan kita sendiri, tetapi Ia menunjukkan kepada kita apa yang seharusnya kita lakukan, sehingga jika kekuatan kita kurang, kita bisa mencarinya dari bagian yang lain. Dengan cara yang sama, pada waktu Kristus menasehati kita, dalam text ini, pada ketekunan, kita tidak boleh bersandar pada kekuatan dan kerajinan kita sendiri, tetapi kita harus berdoa kepadaNya yang memerintahkan kita supaya Ia meneguhkan kita dalam kasihNya.].
Calvin (tentang Yohanes 15:10): “Christ does not reconcile believers to the Father, that they may indulge in wickedness without reserve, and without punishment; but that, governing them by his Spirit, he may keep them under the authority and dominion of his Father. Hence it follows, that the love of Christ is rejected by those who do not prove, by true obedience, that they are his disciples. If any one object that, in that case, the security of our salvation depends on ourselves, I reply, it is wrong to give such a meaning to Christ’s words; for the obedience which believers render to him is not the cause why he continues his love toward us, but is rather the effect of his love. For whence comes it that they answer to their calling, but because they are led by the Spirit of adoption of free grace?” [= Kristus tidak memperdamaikan orang-orang percaya dengan Bapa, supaya mereka bisa memuaskan diri dalam kejahatan tanpa pengekangan, dan tanpa hukuman; tetapi supaya, dengan memerintah mereka oleh RohNya, Ia bisa menjaga mereka di bawah otoritas dan kekuasaan dari BapaNya. Maka sebagai akibatnya, kasih Kristus ditolak oleh mereka yang tidak membuktikan, oleh ketaatan yang sungguh-sungguh, bahwa mereka adalah murid-muridNya. Jika siapapun keberatan bahwa dalam kasus itu keamanan dari keselamatan kita tergantung kepada diri kita sendiri, saya menjawab, adalah salah untuk memberi arti seperti itu pada kata-kata Kristus; karena ketaatan yang orang-orang percaya berikan kepadaNya bukanlah penyebab mengapa Ia melanjutkan kasihNya kepada kita, tetapi sebaliknya merupakan akibat / hasil dari kasihNya. Karena dari mana datangnya sehingga mereka menjawab pada panggilan mereka, kecuali karena mereka dibimbing oleh Roh dari pengadopsian kasih karunia yang cuma-cuma?].
William Hendriksen (tentang Yoh 15:1-11): “In no sense whatever do such passages as 15:2 and 15:6 suggest that there is a falling away from grace, as if those who were once actually saved finally perish. This allegory plainly teaches that the branches which are taken away and burned represent people who never once bore fruit, not even when they were ‘in’ Christ. Hence, they never were true believers; and for them the in-the-vine relationship, though close, was merely outward. ... The true believers of chapter 15 are represented by those branches which, abiding forever in the vine, bear fruit, more fruit, much fruit. They never perish!” [= Text seperti 15:2 dan 15:6 dalam arti apapun tidak berarti bahwa ada kemurtadan / kehilangan keselamatan, seakan-akan mereka yang pernah betul-betul diselamatkan akhirnya binasa. Allegory ini mengajar dengan jelas bahwa ranting-ranting yang dipotong dan dibakar menggambarkan orang-orang yang tidak pernah mengeluarkan buah, dan bahkan tidak berbuah pada saat mereka ada ‘dalam’ Kristus. Jadi mereka tidak pernah menjadi orang percaya yang sungguh-sungguh; dan bagi mereka hubungan dalam pokok anggur, sekalipun dekat, hanyalah bersifat lahiriah semata-mata. ... Orang-orang percaya yang sungguh-sungguh dari pasal 15 digambarkan oleh ranting-ranting yang tinggal selama-lamanya dalam pokok anggur, berbuah makin lama makin banyak. Mereka tidak pernah binasa!] - hal 296.
William Hendriksen (tentang Yoh 15:4): “the words, ‘Abide in me,’ do not constitute a condition which man must fulfill in his own power before Christ will do his part. Far from it. It is sovereign grace from start to finish, but the responsibility of abiding in Christ is placed squarely upon man’s shoulders, exactly where it belongs. Without exertion there is no salvation. But the power to exert oneself and to persevere is God-given! What is meant by abiding in Christ is explained in verses 7 and 9. This precept, even if it had been intended only for the eleven, is by no means in conflict with the assurance given in 10:28, to the effect that the sheep will never perish. On the contrary, there is beautiful harmony, for exactly by means of obedience to this ‘command’ the promise of 10:28 is fulfilled! The admonition, ‘Abide in me,’ is in agreement with numerous exhortations addressed to believers, warning them against apostasy and bidding them to abide in the faith. These warnings regard the matter from the side of man. They move on the plane of human responsibility (Col. 1:23; Heb. 2:1; 3:14; etc.). It is certainly true that once a man is truly saved, he remains saved forever; yet, God does not keep a man on the way of salvation without exertion, diligence, and watchfulness on man’s part. And the strength thus to persevere in the faith is ever from God, from him alone!” [= kata-kata, ‘Tinggallah di dalam Aku’, bukan merupakan suatu syarat yang harus manusia penuhi dengan kekuatannya sendiri sebelum Kristus melakukan bagianNya. Jauh dari itu. Itu merupakan kasih karunia yang berdaulat dari awal sampai akhir, tetapi tanggung jawab untuk tinggal di dalam Kristus ditempatkan tepat pada pundak manusia, persis dimana itu seharusnya ada. Tanpa pengerahan tenaga disana tidak ada keselamatan. Tetapi kekuatan seseorang untuk mengerahkan tenaganya sendiri dan untuk bertekun diberikan oleh Allah! Apa yang dimaksudkan dengan tinggal dalam Kristus dijelaskan dalam ayat 7 dan 9. Perintah ini, bahkan seandainya itu dimaksudkan hanya untuk 11 murid, sama sekali tidak bertentangan dengan jaminan yang diberikan dalam 10:28, yang berarti bahwa domba-domba tidak akan pernah binasa. Sebaliknya, disana ada suatu keharmonisan yang indah, karena justru dengan cara taat pada ‘perintah’ ini janji dari 10:28 itu digenapi! Nasehat / dorongan, ‘Tinggallah dalam Aku’, cocok dengan banyak desakan yang ditujukan kepada orang-orang percaya, yang memperingati mereka terhadap kemurtadan dan meminta mereka untuk tinggal dalam iman. Peringatan-peringatan ini memandang persoalan itu dari sisi manusia. Mereka bergerak pada dataran dari tanggung jawab manusia (Kol 1:23; Ibr 2:1; 3:14; dsb.). Memang pasti benar bahwa sekali seseorang sungguh-sungguh selamat, ia tetap selamat selama-lamanya; tetapi Allah tidak menjaga seseorang pada jalan keselamatan tanpa pengerahan tenaga, kerajinan dan sikap berjaga-jaga pada bagian manusia. Dan kekuatan untuk bertekun seperti itu dalam iman adalah selalu dari Allah, dari Dia saja!].
Yoh 10:28 - “dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu.”.
Kol 1:23 - “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.”.
Ibr 2:1 - “Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus.”.
Ibrani 3:14 - “Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.”.
William Hendriksen lalu memberi ilustrasi / contoh dari Kis 27.
William Hendriksen (tentang Yoh 15:4): “By way of illustration, one might point to an incident in the life of Paul. In connection with a storm and shipwreck in which Paul was involved God had given him the definite promise, ‘There will be no loss of life among you’ (Acts 27:22). Nevertheless, Paul says to the centurion and to the soldiers, ‘Unless these men remain in the ship, you cannot be saved’ (Acts 27:31). The word of warning did not in any way contradict the certainty that the men would actually be saved. The men heeded the warning and no life was lost.” [= Melalui ilustrasi, seseorang bisa menunjuk pada suatu kejadian dalam kehidupan Paulus. Berhubungan dengan suatu badai dan kecelakaan kapal dalam mana Paulus terlibat, Allah telah memberinya suatu janji tertentu, ‘Tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa’ (Kis 27:22). Tetapi Paulus berkata kepada perwira dan kepada prajurit-prajurit, ‘Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.’ (Kis 27:31). Kata-kata peringatan ini sama sekali tidak bertentangan dengan kepastian bahwa orang-orang itu akan sungguh-sungguh diselamatkan. Orang-orang itu memperhatikan peringatan itu dan tak ada yang binasa.].
Kis 27:22-34 - “(22) Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. (23) Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milikNya, berdiri di sisiku, (24) dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau. (25) Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku. (26) Namun kita harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau.’ (27) Malam yang keempat belas sudah tiba dan kami masih tetap terombang-ambing di laut Adria. Tetapi kira-kira tengah malam anak-anak kapal merasa, bahwa mereka telah dekat daratan. (28) Lalu mereka mengulurkan batu duga, dan ternyata air di situ dua puluh depa dalamnya. Setelah maju sedikit mereka menduga lagi dan ternyata lima belas depa. (29) Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap mudah-mudahan hari lekas siang. (30) Akan tetapi anak-anak kapal berusaha untuk melarikan diri dari kapal. Mereka menurunkan sekoci, dan berbuat seolah-olah mereka hendak melabuhkan beberapa sauh di haluan. (31) Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: ‘Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.’ (32) Lalu prajurit-prajurit itu memotong tali sekoci dan membiarkannya hanyut. (33) Ketika hari menjelang siang, Paulus mengajak semua orang untuk makan, katanya: ‘Sudah empat belas hari lamanya kamu menanti-nanti saja, menahan lapar dan tidak makan apa-apa. (34) Karena itu aku menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu. Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya.’”.
Jadi, cerita Kitab Suci ini menunjukkan bahwa Allah mengirim malaikat yang memberikan Firman Tuhan yang menjamin keselamatan (jasmani) semua mereka, kecuali kapalnya (ay 23-24). Dan Paulus percaya penuh akan Firman Tuhan yang telah ia terima itu (ay 22,25,34b), tetapi itu tidak menyebabkan Paulus hanya berdiam diri, beriman, berdoa saja! Sekalipun ada Firman Tuhan yang menjamin keselamatan mereka, tetapi Paulus tetap memberikan nasehat supaya Firman Tuhan / janji Tuhan itu terjadi.
1. Ay 26: Paulus menasehati mereka untuk mendamparkan kapal di salah 1 pulau. Perhatikan kata ‘namun’ dan ‘harus’ (ay 26).
2. Ay 31: Paulus menasehati perwira dan prajurit untuk tidak membiarkan anak-anak kapal melarikan diri. Perhatikan kata-kata ‘Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.’ (ay 31).
3. Ay 33-34: Paulus menasehati mereka untuk makan. Perhatikan bahwa sekalipun ia yakin akan keselamatan mereka (ay 34b), ia tetap berkata ‘Hal itu perlu untuk keselamatanmu.’ (ay 34a).
Leon Morris / NICNT (tentang Yoh 15:2): “Every fruitless branch he takes away (cf. Matt. 3:10). We should not regard this as a proof that true believers may fall away. It is part of the viticultural picture, and the point could not be made without it. The emphasis is on the bearing of fruit. ... In a vineyard fruitfulness is not simply desirable; it is imperative; that is the whole point of the vineyard; it is what the vineyard is for. ... The ‘fruit’ is not defined here, but we need not doubt that qualities of Christian character are in mind as elsewhere in the New Testament (Matt. 3:8; 7:20; Rom. 6:22; Gal. 5:22; Eph. 5:9; Phil. 1:11, etc.).” [= Setiap ranting yang tidak berbuah dipotongnya (bdk. Mat 3:10). Kita tidak boleh menganggap ini sebagai suatu bukti bahwa orang-orang percaya yang sungguh-sungguh bisa murtad. Itu merupakan bagian dari pengolahan anggur, dan point / tujuannya tidak bisa dibuat tanpanya. Penekanannya adalah pada pengeluaran buah. ... Dalam sebuah kebun anggur keberbuahan bukanlah sekedar sesuatu yang diinginkan; itu merupakan keharusan; itu adalah seluruh tujuan dari kebun anggur; itu adalah untuk apa kebun anggur itu. ... ‘Buah’ tidak didefinisikan disini, tetapi kita tidak perlu meragukan bahwa kwalitet dari karakter Kristen yang dimaksudkan seperti di tempat lain dalam Perjanjian Baru (Mat 3:8; 7:20; Ro 6:22; Gal 5:22; Ef 5:9; Fil 1:11, dsb.).].
Mat 3:8,10 - “(8) Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. ... (10) Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.”.
Mat 7:20 - “Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.”.
Ro 6:22 - “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.”.
Gal 5:22-23 - “(22) Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, (23) kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”.
Efesus 5:9 - “karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran,”.
Fil 1:11 - “penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.”.
Leon Morris / NICNT (tentang Yoh 15:4): “‘You must abide in me and I must abide in you.’ It could be a promise, ‘Abide in me, and I will abide in you.’ But it is perhaps more probable that it is a continuation of the command to the disciples, ‘Abide in me, and see that I abide in you.’ Jesus means that the disciples should live such lives that he will continue to abide in them. The two ‘abidings’ cannot be separated, and ‘abiding’ is the necessary prerequisite of fruitfulness. No branch bears fruit in isolation. Every fruitful branch has vital connection with the vine. So to abide in Christ is the necessary prerequisite of fruitfulness for the Christian. Fruitfulness doubtless includes both the production of Christian character and the winning of others to follow Christ; it includes everything that results from vital union with Christ (see on v. 2).” [= ‘Kamu harus tinggal di dalam Aku dan Aku harus tinggal di dalam kamu’. Ini bisa merupakan suatu janji, ‘Tinggallah di dalam Aku, dan Aku akan tinggal di dalam kamu’. Tetapi lebih memungkinkan bahwa itu merupakan suatu lanjutan dari perintah kepada murid-murid, ‘Tinggallah di dalam Aku, dan jagalah / usahakanlah supaya Aku tinggal di dalam kamu’. Yesus memaksudkan bahwa murid-murid harus menjalani suatu kehidupan sedemikian rupa sehingga Ia akan tetap tinggal di dalam mereka. Kedua ‘tinggal’ itu tidak bisa dipisahkan, dan ‘tinggal’ adalah syarat yang perlu untuk keberbuahan. Tak ada ranting mengeluarkan buah dalam kesendirian. Setiap ranting yang berbuah mempunyai hubungan yang hidup dengan pokok anggur. Jadi tinggal dalam Kristus merupakan syarat yang perlu untuk keberbuahan bagi orang Kristen. Keberbuahan tak diragukan mencakup baik produksi dari karakter Kristen maupun pemenangan orang-orang lain untuk mengikuti Kristus; itu mencakup segala sesuatu yang dihasilkan dari persatuan yang hidup dengan Kristus (lihat tentang ay 2).].
Leon Morris / NICNT (tentang Yoh 15:8): “their fruitfulness is evidence of the Father at work in them and thus it glorifies him.” [= keberbuahan mereka adalah bukti bahwa Bapa bekerja di dalam mereka dan dengan demikian itu memuliakan Dia.].
Leon Morris / NICNT (tentang Yoh 15:16): “It is possible that here the bearing of fruit includes the thought of service leading to the conversion of others (why else should they ‘go’?), as in 4:36.” [= Adalah mungkin bahwa di sini pengeluaran buah mencakup pemikiran tentang pelayanan yang membimbing pada pertobatan dari orang-orang lain (kalau tidak, untuk apa mereka harus ‘pergi’?), seperti dalam 4:36.].
Yoh 15:16 - “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu.”.
Yoh 4:36 - “Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita.”.
Bdk. 1Korintus 9:1 - “Bukankah aku rasul? Bukankah aku orang bebas? Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita? Bukankah kamu adalah buah pekerjaanku dalam Tuhan?”.
Matthew Henry (tentang Yoh 15:2): “The doom of the unfruitful (v. 2): They are taken away. (1.) It is here intimated that there are many who pass for branches in Christ who yet do not bear fruit. Were they really united to Christ by faith, they would bear fruit; but being only tied to him by the thread of an outward profession, though they seem to be branches, they will soon be seen to be dry ones. Unfruitful professors are unfaithful professors; professors, and no more. ... (2.) It is here threatened that they shall be taken away, in justice to them and in kindness to the rest of the branches. From him that has not real union with Christ, and fruit produced thereby, ‘shall be taken away even that which he seemed to have,’ Luke 8:18. Some think this refers primarily to Judas.” [= Nasib dari ranting yang tidak berbuah (ay 2): ‘Mereka akan dipotong’. (1.) Di sini ditunjukkan bahwa disana ada banyak yang dipandang sebagai ranting-ranting dalam Kristus yang tidak mengeluarkan buah. Seandainya mereka sungguh-sungguh bersatu dengan Kristus oleh iman, mereka akan mengeluarkan buah; tetapi karena mereka hanya diikat kepadaNya oleh benang dari suatu pengakuan lahiriah, sekalipun mereka kelihatan sebagai ranting-ranting, mereka akan segera terlihat sebagai ranting-ranting yang kering. Pengaku-pengaku yang tak berbuah adalah pengaku-pengaku yang tidak setia; pengaku-pengaku, dan tidak lebih. ... (2.) Di sini diancamkan bahwa mereka akan dipotong / dibuang, sebagai keadilan kepada mereka dan sebagai kebaikan kepada sisa dari ranting-ranting. Dari dia yang tidak mempunyai persatuan yang sungguh-sungguh dengan Kristus, dan buah yang dihasilkan olehnya, ‘akan diambil bahkan apapun yang kelihatannya ia punyai’, Luk 8:18. Beberapa orang menganggap ini menunjuk terutama kepada Yudas.].
Lukas 8:18 - “Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.’”.
RSV/NIV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia tetapi KJV menterjemahkan secara agak berbeda.
KJV: ‘and whosoever hath not, from him shall be taken even that which he seemeth to have.’ [= dan siapapun yang tidak mempunyainya, dari dia akan diambil bahkan itu yang kelihatannya ia punyai.].
Kalau dilihat dalam Bible Works 8 maka kedua arti memang memungkinkan.
Matthew Henry (tentang Yoh 15:6): “The fatal consequences of forsaking Christ (v. 6): ‘If any man abide not in me, he is cast forth as a branch.’ This is a description of the fearful state of hypocrites that are not in Christ, and of apostates that abide not in Christ. ... Those that abide not in Christ, though they may flourish awhile in a plausible, at least a passable profession, yet in a little time wither and come to nothing. ... Note, Those that bear no fruit, after while will bear no leaves.” [= Konsekwensi fatal dari meninggalkan Kristus (ay 6): ‘Jika siapapun tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang seperti sebuah ranting’. Ini merupakan suatu penggambaran tentang keadaan yang menakutkan dari orang-orang munafik yang tidak ada di dalam Kristus, dan tentang orang-orang murtad yang tidak tinggal di dalam Kristus. ... Mereka yang tidak tinggal di dalam Kristus, sekalipun mereka untuk suatu waktu bisa tumbuh dengan subur dalam suatu pengakuan yang bagus dari luar, setidaknya suatu pengakuan yang cukup baik, tetapi dalam waktu yang singkat layu dan menjadi tidak ada. ... Perhatikan, Mereka yang tidak mengeluarkan buah, setelah beberapa waktu akan tidak mengeluarkan daun.].
d) 1Korintus 15:2 - “Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu - kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya.”.
KJV: ‘By which also ye are saved, if ye keep in memory what I preached unto you, unless ye have believed in vain.’ [= oleh / dengan mana kamu juga diselamatkan, jika kamu mengingat apa yang aku khotbahkan kepadamu, kecuali engkau telah percaya dengan sia-sia.].
KJV salah terjemahan; RSV/NIV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.
Adam Clarke (tentang 1Kor 15:2): “Your future salvation, or being brought finally to glory, will now depend on your faithfulness to the grace that ye have received.” [= Keselamatanmu yang akan datang, atau akhirnya dibawa pada kemuliaan, akan tergantung sekarang pada kesetiaanmu pada kasih karunia yang telah kamu terima.].
Lenski (tentang 1Kor 15:2): “‘If you hold it fast,’ namely this statement of the gospel, merely raises the question, not as a doubt on Paul’s part, but as an intimation to the Corinthians to examine themselves on this point. With this condition of reality Paul on his part assumes, and for the entire purpose of his presentation must assume, that the Corinthians do continue to hold fast (of course, not in their memories merely but also in their hearts by faith) what he once preached to them, i.e., the gospel and in particular the statement which embodied the heart of that gospel. Paul thus says: ‘I take it that you do hold this fast.’ Paul sees but one possibility in keeping with which he could assume that the Corinthians no longer hold fast what he preached to them: ‘unless you believed in vain,’ ἐπιστεύσατε, an ingressive aorist, pointing to the time when the Corinthians first ‘came to believe.’ The adverb εἰκῆ, ‘in vain,’ means ‘at random,’ i.e., so that your believing led you nowhere, brought you nothing. In the case of a real believer such an assumption is an impossible idea. True faith always brings salvation and a thousand blessed effects connected with this salvation.” [= ‘Jika kamu berpegang teguh padanya’, yaitu pernyataan Injil ini, semata-mata menanyakan pertanyaan, bukan sebagai suatu keragu-raguan pada diri Paulus, tetapi sebagai suatu petunjuk kepada orang-orang Korintus untuk memeriksa diri mereka sendiri dalam hal ini. Dengan kondisi realita ini Paulus menganggap, dan untuk seluruh tujuan dari penyampaiannya harus menganggap, bahwa orang-orang Korintus memang terus berpegang teguh (tentu saja, bukan semata-mata dalam ingatan mereka tetapi juga di dalam hati mereka oleh iman) apa yang ia pernah sekali khotbahkan kepada mereka, yaitu injil dan secara khusus pernyataan yang mewujudkan hati / inti dari injil. Jadi Paulus berkata: ‘Aku menganggap bahwa kamu berpegang teguh padanya’. Paulus hanya melihat satu kemungkinan yang sesuai dengan anggapannya bahwa orang-orang Korintus tidak lagi berpegang teguh pada apa yang telah ia khotbahkan kepada mereka: ‘kecuali kamu telah percaya dengan sia-sia’, EPISTEUSATE, suatu aorist ingressive, menunjuk pada saat pada waktu orang-orang Korintus pertama-tama ‘menjadi percaya’. Kata keterangan EIKE, ‘dengan sia-sia’, berarti ‘dengan sembarangan’, yaitu sehingga kepercayaanmu tak membimbing kamu kemana-mana, tak membawa apa-apa kepadamu. Dalam kasus dari orang percaya yang sejati anggapan seperti itu adalah gagasan yang mustahil. Iman yang benar / sejati selalu membawa keselamatan dan seribu akibat yang diberkati berkenaan dengan keselamatan ini.].
Saya tak mengerti bagaimana Lenski yang Arminian ini bisa berkata seperti ini. Bagi saya kata-katanya di sini seperti kata-kata orang Reformed!
Calvin (tentang 1Kor 15:2): “‘If you keep in memory - unless in vain.’ These two expressions are very cutting. In the first, he reproves their carelessness or fickleness, because such a sudden fall was an evidence that they had never understood what had been delivered to them, or that their knowledge of it had been loose and floating, inasmuch as it had so quickly vanished. By the second, he warns them that they had needlessly and uselessly professed allegiance to Christ, if they did not hold fast this main doctrine.” [= ‘Jika kamu mengingatnya - kecuali dengan sia-sia’. Kedua pernyataan ini sangat menyinggung perasaan. Dalam pernyataan yang pertama, ia memarahi mereka karena kecerobohan atau sikap plin plan mereka, karena kejatuhan mendadak seperti itu merupakan suatu bukti bahwa mereka tidak pernah mengerti apa yang telah disampaikan kepada mereka, atau bahwa pengetahuan mereka tentangnya telah kendor / tak tertanam dengan baik dan mengambang, karena itu telah hilang dengan begitu cepat. Dengan pernyataan yang kedua, ia memperingati mereka bahwa mereka telah mengaku setia kepada Kristus secara tak perlu dan secara tak berguna, jika mereka tidak memegang teguh doktrin utama ini.].
Charles Hodge (tentang 1Kor 15:2): “Their salvation, however, is conditional on their perseverance. If they do not persevere, they will not only fail to consummate the work of salvation, but it becomes evident that they never were justified or renewed. ‘You are saved if you hold firmly.’ The word does not mean, ‘if you keep in mind.’ It simply means, ‘if you hold fast.’ Whether that is physically holding on or retaining in the memory or retaining in faith depends on the context. Here it is evident that the condition of salvation is not keeping in mind, but persevering in the faith.” [= Tetapi / bagaimanapun, keselamatan mereka, tergantung pada ketekunan mereka. Jika mereka tidak bertekun, mereka bukan hanya gagal untuk menyelesaikan pekerjaan keselamatan, tetapi menjadi jelas bahwa mereka tidak pernah dibenarkan atau diperbaharui. ‘Kamu diselamatkan JIKA KAMU BERPEGANG DENGAN TEGUH’. Kata itu tidak berarti, ‘jika kamu mengingatnya’. Itu sekedar berarti ‘jika kamu memegang teguh’. Apakah itu memegang teguh secara fisik atau mempertahankannya dalam ingatan atau mempertahankannya dalam iman tergantung pada kontextnya. Di sini adalah jelas bahwa syarat keselamatan bukanlah mengingat, tetapi bertekun dalam iman.].
e) Kolose 1:23 - “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.”.
Adam Clarke (tentang Kol 1:23): “‘If ye continue in the faith.’ This will be the case if you, who have already believed in Christ Jesus, continue in that faith, grounded in the knowledge and love of God, and settled - made firm and perseveringly steadfast, in that state of salvation. ‘And be not moved away.’ Not permitting yourselves to be seduced by false teachers.” [= ‘Jika kamu tetap / bertahan dalam iman’. Ini akan menjadi kasusnya jika kamu, yang telah percaya kepada Kristus Yesus, bertahan dalam iman itu, berdasarkan pada pengetahuan / pengenalan dan kasih Allah, dan diteguhkan, dibuat teguh dan setia dengan bertekun, dalam keadaan keselamatan itu. ‘Dan jangan digerakkan / digeser’. Tak mengijinkan dirimu sendiri untuk digoda oleh guru-guru palsu.].
Lenski (tentang Kol 1:23): “Yet Paul does not fail to add the cautious condition: ‘ - if, indeed (εἴγε),’ etc. The Colossians were troubled by errorists. Would they resist them? Would they really? Would they abide by the great gospel facts regarding the person, work, and extent of work of the God-man? Paul voices no doubt regarding them. This ‘if’ contemplates reality, the reality that they will remain what they have been made. Yet the ‘if’ bids them examine and watch themselves. We should always have it in mind and especially when error is in the air. ... To be sure, ‘not moved away’ implies not leaving the faith on which the Colossians rest. ... What a loss: to have heard the true gospel, to have seen this great hope that the first-born will present us in glory as all-perfect before himself (v. 22) and then to let some errorists with foolish notions move us away from it all!” [= Tetapi Paulus tidak gagal untuk menambahkan syarat untuk hati-hati: ‘ - jika, memang (EIKE)’, dst. Orang-orang Kolose diganggu oleh orang-orang / pengajar-pengajar yang salah / sesat. Apakah mereka akan menolak mereka? Apakah mereka sungguh-sungguh akan menolak mereka? Apakah mereka akan mematuhi fakta-fakta besar dari injil berkenaan dengan pribadi, pekerjaan, dan luasnya pekerjaan dari Manusia-Allah? Paulus tidak menyatakan keragu-raguan berkenaan dengan mereka. Kata ‘jika’ ini memandang realita, realita bahwa mereka akan tetap menjadi seperti yang mereka telah dibuat. Tetapi kata ‘jika’ itu meminta mereka memeriksa dan menjaga diri mereka sendiri. Kita harus selalu mengingatnya dan khususnya pada waktu kesalahan merajalela. ... Tentu saja, ‘tidak digerakkan / digeser’ berarti tidak meninggalkan iman pada mana orang-orang Kolose bersandar. ... Betul-betul suatu kehilangan yang besar: telah mendengar injil yang benar, telah melihat pengharapan yang besar ini bahwa Yang Sulung akan menghadirkan kita dalam kemuliaan sebagai sempurna seluruhnya di hadapan diriNya sendiri (ay 22) dan lalu membiarkan beberapa pengajar salah / sesat dengan pandangan-pandangan bodoh menggeser kita darinya!].
Calvin (tentang Kol 1:23): “‘If ye continue.’ Here we have an exhortation to perseverance, by which he admonishes them that all the grace that had been conferred upon them hitherto would be vain, unless they persevered in the purity of the gospel. ... For faith is not like mere opinion, which is shaken by various movements, but has a firm steadfastness, which can withstand all the machinations of hell. Hence the whole system of Popish theology will never afford even the slightest taste of true faith, which holds it as a settled point, that we must always be in doubt respecting the present state of grace, as well as respecting final perseverance.” [= ‘Jika kamu bertahan / bertekun’. Di sini kita mempunyai suatu desakan / dorongan pada ketekunan, dengan mana ia menasehati mereka bahwa semua kasih karunia yang telah diberikan kepada mereka sampai saat ini akan sia-sia, kecuali mereka bertekun dalam kemurnian injil. ... Karena iman bukanlah seperti semata-mata suatu pandangan, yang digoncangkan oleh bermacam-macam pergerakan, tetapi mempunyai suatu keteguhan / kesetiaan, yang bisa menahan semua tipu daya dari neraka. Karena itu seluruh sistim dari teologia kepausan (Katolik) tidak akan pernah memberikan bahkan rasa yang paling sedikit dari iman yang benar, yang mempercayainya sebagai suatu hal yang sudah ditetapkan, bahwa kita harus selalu ada dalam keraguan berkenaan dengan keadaan sekarang dari kasih karunia, dan juga berkenaan dengan ketekunan akhir.].
William Hendriksen (tentang Kol 1:23): “Now in connection with this glorious presentation at the Lord’s return a condition must be fulfilled. Hence, Paul continues: ‘if, indeed, you continue in the faith, founded and firm.’… Divine preservation always presupposes human perseverance. Perseverance proves faith’s genuine character, and is therefore indispensable to salvation. To be sure, no one can continue in the faith in his own strength (John 15:5). The enabling grace of God is needed from start to finish (Phil. 2:12, 13). This, however, does not cancel human responsibility and activity.” [= Sekarang sehubungan dengan penghadiran yang mulia pada kembalinya Tuhan suatu syarat harus dipenuhi. Maka, Paulus melanjutkan: ‘Jika, kamu memang bertahan dalam iman, tetap teguh dan tak bergoncang’. ... Pemeliharaan ilahi selalu mensyaratkan ketekunan manusia. Ketekunan membuktikan karakter yang asli dari iman, dan karena itu merupakan sesuatu yang mutlak perlu bagi keselamatan. Sudah tentu, tak seorangpun bisa bertahan dalam iman dengan kekuatannya sendiri (Yoh 15:5). Kasih karunia Allah yang memampukan dibutuhkan dari awal sampai akhir (Fil 2:12,13). Tetapi ini tidak membatalkan tanggung jawab dan aktivitas manusia.].
Yohanes 15:5 - “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”.
Fil 2:12-13 - “(12) Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, (13) karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya.”.
Filipi 2:13 dalam terjemahan Indonesia kurang jelas. Bandingkan dengan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris.
KJV: “For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan dari kesenanganNya yang baik).
RSV: “for God is at work in you, both to will and to work for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik).
NASB: “for it is God who is at work in you, both to will and to work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik).
NIV: “for it is God who works in you to will and to act
according to his good purpose” (= karena Allahlah yang
bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat
menurut rencanaNya yang baik).
f) 1Yoh 3:7 - “Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar;”.
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘menyesatkan’ bisa diterjemahkan ‘menipu’.
NIV: ‘lead astray’ [= menyesatkan].
KJV/RSV/NASB: ‘deceive’ [= menipu].
Bible Knowledge Commentary: “The Gr. verb ‘lead astray,’ planao, used also in 2:26, is the same word rendered ‘deceive’ in 1:8.” [= Kata kerja Yunani ‘menyesatkan’, PLANAO, yang digunakan juga dalam 2:26, adalah kata yang sama dengan kata yang diterjemahkan ‘menipu’ dalam 1:8.].
1Yoh 2:26 - “Semua itu kutulis kepadamu, yaitu mengenai orang-orang yang berusaha menyesatkan kamu.”.
1Yoh 1:8 - “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.”.
Adam Clarke (tentang 1Yoh 3:7): “‘Let no man deceive you.’ Either by asserting that ‘you cannot be saved from sin in this life,’ or ‘that sin will do you no harm and cannot alter your state, if you are adopted into the family of God; for sin cannot annul this adoption.’” [= ‘Jangan membiarkan seorangpun menyesatkan kamu’. Atau dengan menegaskan bahwa ‘kamu tidak bisa diselamatkan dari dosa dalam hidup ini’, atau ‘bahwa dosa tidak akan merugikan / membahayakan / mencelakakan kamu dan tidak bisa mengubah keadaanmu, jika kamu diadopsi ke dalam keluarga Allah; karena dosa tidak bisa membatalkan pengadopsian ini’.].
Bagian yang saya garis-bawahi itu, yang sebetulnya merupakan ajaran yang benar, dianggap oleh Clarke sebagai suatu penyesatan! Memang kita tidak boleh menganggap dosa itu tidak apa-apa, tetapi saya tidak percaya bahwa dosa bisa membatalkan pengadopsian orang percaya sebagai anak Allah.
Lenski (tentang 1Yohanes 3:7): “The admonition shows why John is writing this. There are antichristian deceivers (2:18, 19) who were seeking to deceive or lead astray (πλανάω, 1:8) the readers. What they claimed about not having sin 1:8 indicates. ... Yet from 1:6 plus 2:29 and now 3:7 we safely conclude that they thought that they were righteous without doing the righteousness. ... It is a mistake to think that the fact of being a Christian is proof against cunning deceivers. The young, the inexperienced, the unfortified are not proof of this.” [= Nasehat ini menunjukkan mengapa Yohanes menuliskan ini. Ada penipu-penipu yang anti Kristen di sana (2:18,19) yang sedang berusaha untuk menipu atau menyesatkan (PLANAO, 1:8) para pembaca. Apa yang mereka claim tentang tidak mempunyai dosa ditunjukkan oleh 1:8. ... Tetapi dari 1:6 ditambah 2:29 dan sekarang 3:7 kita dengan aman menyimpulkan bahwa mereka berpikir bahwa mereka adalah benar tanpa melakukan kebenaran. ... Merupakan suatu kesalahan untuk berpikir bahwa fakta tentang keberadaan sebagai seorang Kristen tahan terhadap penipu-penipu yang licik. Orang Kristen yang muda, tak berpengalaman, tak dibentengi tidak tahan terhadap ini.].
Saya berpendapat tidak ada apa-apa dalam ayat ini yang menunjukkan bahwa orang kristen yang sejati bisa betul-betul disesatkan. Ayat ini hanya memberi tanggung jawab kepada orang-orang Kristen untuk berusaha agar tidak disesatkan. Kalau orang kristen yang sejati bisa disesatkan, maka itu bertentangan dengan ayat ini:
Mat 24:24 - “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.”.
Kata yang diterjemahkan ‘menyesatkan’ di sini adalah kata Yunani yang sama dengan yang digunakan dalam 1Yoh 3:7.
Kata-kata ‘sekiranya mungkin’ menunjukkan ketidak-mungkinan!
Adam Clarke tidak memberikan komentar apapun tentang Mat 24:24!
Lenski (tentang Mat 24:24): “Then this statement would mean that these Christs and these prophets intended to deceive ‘even the elect,’ which, however, was impossible. ... ‘If possible’ denies the possibility objectively. However many others the great signs and prodigies offered (δώσουσι) by these deceivers to substantiate their claims may deceive, they will fail in the case of the elect. ... If the elect could be actually and permanently deceived, they, of course, would not be the elect.” [= Maka pernyataan ini berarti bahwa kristus-kristus dan nabi-nabi ini bermaksud untuk menipu ‘bahkan orang-orang pilihan’, tetapi yang adalah mustahil. ... ‘Jika mungkin’ menyangkal kemungkinan secara obyektif. Bagaimanapun banyaknya tanda-tanda dan hal-hal yang luar biasa yang lain yang ditawarkan (DOSOUSI) oleh penipu-penipu ini untuk membenarkan / meneguhkan claim mereka bisa menipu, mereka akan gagal dalam kasus orang pilihan. ... Seandainya orang pilihan bisa sungguh-sungguh dan secara permanen ditipu, mereka, tentu saja, bukanlah orang pilihan.].
g) 2Yoh 8 - “Waspadalah, supaya kamu jangan kehilangan apa yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya.”.
Catatan: kata ‘mu’ yang saya coret itu sebetulnya tidak ada.
NASB: ‘you ... we ... you’ [= kamu ... kami ... kamu].
KJV: ‘we ... we ... we’ [= kami ... kami ... kami].
RSV: ‘you ... you ... (you)’ [= kamu ... kamu ... (kamu)].
NIV: ‘you ... you ... you’ [= kamu ... kamu ... kamu].
Adanya perbedaan manuscript menyebabkan terjadinya bermacam-macam versi tentang ayat ini, dan para penafsir saling bertentangan berkenaan dengan ayat ini.
Untuk kata pertama dan ketiga, Bruce Metzger menganggap yang benar adalah ‘kamu’, bukan ‘kami’. Untuk kata yang kedua, Jamieson, Fausset & Brown memilih ‘kami’. Kalau semua ini benar, maka yang benar adalah terjemahan Kitab Suci Indonesia dan NASB. Pulpit Commentary juga setuju dengan terjemahan ini.
Adam Clarke dan Lenski memilih terjemahan seperti dalam RSV/NIV (semuanya ‘kamu’).
Tetapi Bible Knowledge Commentary mempertahankan terjemahan KJV (semuanya ‘kami’).
Adam Clarke (tentang 2Yoh 8): “We find that if these persons did not keep on their guard they might lose their salvation, and the apostles their rejoicing in the day of the Lord Jesus. ... Had the apostle said ye cannot finally fall, what a different effect would it have produced!” [= Kami mendapati bahwa jika orang-orang ini tidak berjaga-jaga mereka bisa kehilangan keselamatan mereka, dan sang rasul bisa kehilangan sukacita mereka pada hari Tuhan Yesus. ... Seandainya sang rasul berkata kamu tak bisa jatuh sampai akhir, alangkah berbedanya hasil yang akan dihasilkannya!].
Lenski (tentang 2Yoh 8): “John refers to the heavenly reward or pay, the word matches the idea of having worked. ... The eternal reward is at stake and no less.” [= Yohanes menunjuk pada pahala atau upah surgawi, kata itu cocok dengan gagasan tentang ‘telah bekerja’. ... Pahala kekal dipertaruhkan dan tidak kurang dari itu.].
Barnes’ Notes (tentang 2Yoh 8): “The truth which is taught here is one of interest to all Christians - that it is possible for even genuine Christians, by suffering themselves to be led into error, or by failure in duty, to lose a part of the reward which they might have obtained.” [= Kebenaran yang diajarkan di sini adalah salah satu urusan bagi semua orang Kristen - bahwa adalah mungkin bahkan untuk orang-orang Kristen yang sejati, dengan membiarkan diri mereka sendiri untuk dibimbing ke dalam kesalahan, atau dengan kegagalan dalam kewajiban, kehilangan sebagian dari pahala yang bisa telah mereka dapatkan.].
Bible Knowledge Commentary (tentang 2Yoh 8): “The danger is not loss of salvation, of course, but loss of reward. ... It should be noted that the phrase be ‘rewarded fully’ shows that failure by the readers would not totally deprive them of reward. God would not forget what they had done for Him (cf. Heb 6:10). But the fullness of their reward (cf. 1 Cor 3:11-15) was threatened by the subversion of the antichrists.” [= Bahayanya bukanlah kehilangan keselamatan, tentu saja, tetapi kehilangan pahala. ... Harus diperhatikan bahwa ungkapan ‘diberi pahala sepenuhnya’ menunjukkan bahwa kegagalan oleh pembaca tidak akan menghilangkan pahala mereka secara total. Allah tidak akan melupakan apa yang telah mereka lakukan bagiNya (bdk. Ibr 6:10). Tetapi kepenuhan dari pahala mereka (bdk. 1Kor 3:11-15) diancam oleh perusakan dari para anti Kristus.].
Ibr 6:10 - “Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap namaNya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang.”.
1Kor 3:11-15 - “(11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.
Matthew Henry (tentang 2Yoh 8): “The way to attain the full reward is to abide true to Christ, and constant in religion to the end.” [= Cara / jalan untuk mencapai / mendapatkan pahala yang penuh adalah tetap benar terhadap / kepada Kristus, dan konstan dalam agama sampai akhir.].
Kalau ini mempersoalkan pahala / upah, maka ayat ini sebetulnya tidak ada urusannya dengan kehilangan keselamatan. Yang hilang / berkurang hanya pahalanya, bukan keselamatannya. Dengan demikian terlihat jelas bahwa tafsiran Clarke di atas adalah salah!
h) 2Yoh 9 - “Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak.”.
Adam Clarke tak memberi komentar yang ada hubungannya dengan apa yang sedang kita bahas.
Lenski (tentang 2Yoh 9): “No matter in what direction one goes forward and does not remain in the doctrine of Christ, ‘he has not God’ although he may shout ever so loudly, ‘I know him!’ (1 John 2:4). This is the great delusion. 1 John 2:23. God, the real God (1 John 5:20), is found only in Christ (John 14:9, 11; 10:30), hence only in the doctrine of Christ (John 1:18). John does not need to add ‘and has not Christ’ because he who forsakes Christ’s doctrine certainly also forsakes Christ. The one remaining in the doctrine, this one (οὗτος), this one alone, ‘has both the Father and the Son.’ By having the one he has the other; a separation of the two is impossible. To have them is to have salvation.” [= Tak peduli ke arah mana seseorang pergi / maju dan tidak tinggal dalam ajaran Kristus, ‘ia tidak mempunyai Allah’ sekalipun ia bisa berteriak dengan begitu keras, ‘Aku mengenal Dia!’ (1Yoh 2:4). Ini merupakan khayalan / tipuan yang besar. 1Yoh 2:23. Allah, Allah yang benar (1Yoh 5:20), ditemukan hanya di dalam Kristus (Yoh 14:9,11; 10:30), dan karena itu hanya di dalam ajaran Kristus (Yoh 1:18). Yohanes tidak perlu menambahkan ‘dan tidak mempunyai Kristus’ karena ia yang meninggalkan ajaran Kristus pasti juga meninggalkan Kristus. Orang yang tinggal dalam ajaran ini, orang ini (HOUTOS), orang ini saja, ‘mempunyai baik Bapa maupun Anak’. Dengan mempunyai yang satu ia mempunyai yang lain; suatu pemisahan dari keduanya merupakan kemustahilan. Mempunyai Mereka adalah mempunyai keselamatan.].
1Yoh 2:4 - “Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintahNya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran.”.
Barnes’ Notes (tentang 2Yoh 9): “he makes the remark general, that if anyone did not hold the true doctrine respecting the Saviour, he had no real knowledge of God.” [= ia membuat kata-kata yang umum, bahwa jika siapapun tidak memegang ajaran yang benar berkenaan dengan sang Juruselamat, ia tidak mempunyai pengetahuan / pengenalan yang benar tentang Allah.].
2Yoh 9 ini sejalan dengan ayat-ayat ini:
1. 1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”.
Catatan: penekanan pada ay 19nya, dan kalau saudara menggunakan ayat ini tekankan secara khusus bagian yang saya cetak dengan huruf besar.
Adam Clarke (tentang 1Yohanes 2:19): “if they had been of us - if they had been apostles, and continued in the firm belief of the Christian doctrines, they would not have departed from us to form a sect of themselves.” [= jika / seandainya mereka adalah dari kita - jika / seandainya mereka adalah rasul-rasul, dan terus dalam kepercayaan yang teguh tentang ajaran-ajaran / doktrin-doktrin Kristen, mereka tidak akan sudah meninggalkan kita untuk membentuk suatu sekte dari mereka sendiri.].
Catatan: ini tafsiran konyol! Bagaimana mungkin kata ‘kita’ diartikan sebagai ‘rasul-rasul’ padahal rasul Yohanes menuliskan surat ini kepada orang-orang Kristen biasa, dan pada saat ia menuliskan surat ini, ia adalah satu-satunya rasul yang tersisa! Bahkan kalau ditafsirkan secara konyol begini, ini tak cocok dengan Yudas Iskariot, yang adalah rasul, tetapi tetap meninggalkan mereka!
Herschel H. Hobbs (tentang 1Yoh 2:19): “We should not see these as true Christians who were lost again. Rather, they were not Christians at all, but merely pretended to be such. One mark of true discipleship is perseverance in the faith. Failure to continue proves the falsity of one’s profession.” [= Kita tidak boleh menganggap mereka ini sebagai orang-orang kristen sejati yang terhilang kembali. Sebaliknya, mereka bukan Kristen sama sekali, tetapi semata-mata berpura-pura untuk menjadi orang kristen. Salah satu tanda / ciri dari kemuridan yang sejati adalah ketekunan dalam iman. Kegagalan untuk meneruskan membuktikan kepalsuan dari pengakuan seseorang.] - hal 65.
Calvin (tentang 1Yoh 2:19): “He plainly declares that those who fell away had never been members of the Church.” [= Ia dengan jelas menyatakan bahwa mereka yang murtad tidak pernah adalah anggota-anggota dari Gereja.].
Catatan: tentang ayat ini nanti akan ada pembahasan secara khusus, jadi di sini saya hanya membahas sedikit saja.
2. Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
Adam Clarke (tentang Yoh 8:31): “It is not enough to receive God’s truth - we must retain and walk in it. And it is only when we receive the truth, love it, keep it, and walk in it, that we are the genuine disciples of Christ.” [= Tidaklah cukup untuk menerima kebenaran Allah - kita harus mempertahankannya dan berjalan di dalamnya. Dan hanya pada waktu kita menerima kebenaran, mengasihinya, mempertahankannya, dan berjalan di dalamnya, maka kita adalah murid-murid yang sejati / asli dari Kristus.].
Kata-kata Clarke yang saya garis-bawahi itu seperti kata-kata orang Reformed. Saya tak mengerti bagaimana dengan mempercayai kata-kata itu, ia bisa percaya bahwa orang kristen yang sejati bisa murtad, terhilang, dan binasa!
Lenski (tentang Yoh 8:31): “Jesus implies that these believers are already his disciples; ... Yet there is a difference between being disciples and being truly disciples. ... All are disciples of Jesus who in any way believe his word, but those are truly disciples who once for all become fixed in his word. Hence also the ‘if.’ Beginners, however genuine their beginning, may drop off again; but once they become fixed definitely to remain in the word, they will never drop off again. ... Thus to remain is not only a mark of discipleship but its very essence.” [= Yesus secara implicit mengatakan bahwa orang-orang percaya ini sudah adalah murid-muridNya; ... Tetapi disana ada suatu perbedaan antara murid-murid dan murid-murid yang sungguh-sungguh. ... Semua adalah murid-murid Yesus yang dengan cara apapun percaya firmanNya, tetapi mereka adalah sungguh-sungguh murid-murid yang pernah sekali terpancang dalam firmanNya. Karena itu juga ada kata ‘jikalau’. Pemula-pemula, bagaimanapun aslinya permulaan mereka, bisa turun lagi; tetapi sekali mereka terpancang dengan pasti untuk tinggal dalam firman, mereka tidak akan pernah turun lagi. ... Jadi ‘tinggal’ bukan hanya merupakan suatu tanda dari kemuridan tetapi hakekatnya.].
Kata-kata Lenski ini saling bertentangan sendiri. Saya setuju dengan katanya yang saya beri garis bawah ganda.
Tetapi kata-kata Lenski yang saya beri garis bawah tunggal kelihatannya mirip dengan ajaran Pdt. Jusuf B. S. tentang orang Kristen halaman, orang Kristen ruang suci, dan orang Kristen ruang maha suci (‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 52-53,68-70).
Pdt. Jusuf B. S.: “Ada tiga tingkatan pertumbuhan iman berdasarkan Kemah Suci.
· Tingkat halaman, inilah tingkat permulaan waktu masuk iman.
· Tingkat Ruangan Suci, secepatnya sesudah percaya. Memang ada yang langsung hari itu juga sampai dalam tingkatan ini, ada yang sesudah beberapa hari sampai tingkatan ini, ini yang normal. Tetapi ada juga yang sesudah berminggu-minggu atau berbulan-bulan baru masuk dalam tingkatan ini, bahkan ada yang macet sama sekali sehingga tidak sampai tingkatan ini. Ini tidak betul dan pasti ada sebabnya. Tingkatan Ruangan Suci adalah orang-orang yang penuh dan dipimpin Roh; ia selalu berjalan dalam Roh, bertumbuh di dalam kesucian sesuai dengan Firman Tuhan.
· Tingkatan Ruangan Maha Suci. Di sini orang itu mutlak tidak dapat berbuat dosa lagi. Tingkatan ini sudah sempurna seperti Kristus.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 52-53.
Pdt. Jusuf B. S.: “1. Orang Luar Halaman adalah orang-orang berdosa, belum percaya Tuhan Yesus atau orang-orang yang murtad dari Tuhan. 2. Kristen Halaman adalah orang Kristen yang tetap tinggal kanak-kanak, tidak tumbuh, terus jatuh bangun dalam dosa. Inilah orang Kristen duniawi, yang tidak sungguh-sungguh bertobat atau suam. 3. Kristen Ruangan Suci adalah orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh seperti carang yang terus tinggal di dalam pokok yang benar (Yoh 15:1-8) yang selalu hidup dengan Allah, dipimpin Roh senantiasa. 4. Kristen Ruangan Maha Suci adalah orang-orang Kristen yang sempurna, yang mutlak tidak lagi bisa berbuat dosa. Orang-orang ini langsung naik ke tahta Allah.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 68.
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang Kristen Halaman itu terus berubah-ubah, sebentar dingin, sebentar panas. Ia terus tertuduh oleh dosa-dosanya, yang tidak kunjung lepas, sebab itu juga kepastian keselamatannya itu masih goyah, kadang-kadang yakin sudah selamat, kadang-kadang tertuduh dan ragu-ragu. Memang Roh Kudus tidak bisa meyakinkan dengan kuat keselamatannya kalau hidupnya melawan Roh. Sebab itu orang-orang Kristen yang terus tinggal di Halaman seringkali keyakinannya goyah. Tetapi kalau ia tumbuh terus biasanya keyakinan akan keselamatannya akan tetap mantap.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 68.
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang Kristen Ruangan Suci yakin pasti selamat. Orang-orang di sini dapat berkata ‘Keselamatan bisa hilang, tetapi keselamatan saya tidak akan hilang, tetap selamat selama-lamanya’” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 68-69.
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang Kristen Ruangan Maha Suci: Mutlak selamat.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 69.
Pdt. Jusuf B. S.: “Golongan Halaman ini memang rawan, seperti Israel yang terus menerus beredar-edar di padang gurun sebab keras hati, bersungut-sungut, tinggal dalam dosa, tinggal kanak-kanak rohani. Kanak-kanak rohani ini memang mudah terpengaruh ajaran sesat Ef 4:14, mudah kena godaan dunia, sering berkelahi seperti 1Kor 3:3, mudah terpancing sehingga ditewaskan oleh kejahatan. Jadi masa depan orang-orang Halaman itu tidak tentu. Sulit mengatakan tentang orang-orang Halaman, apakah mereka bisa setia sampai ke akhir, sedangkan ‘hari ini’ saja hatinya masih bercabang. Sebab itu jangan tinggal kanak-kanak rohani, tetapi meningkatlah lebih tinggi.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 69.
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang-orang yang sudah lahir baru, penuh dan dipimpin Roh itu lebih stabil. Dalam tingkatan ini (Ruangan Suci), keyakinan selamat orang-orang ini kokoh, pada umumnya mereka pasti selamat. Biasanya orang-orang ini bisa berkata bahwa ia pasti selamat, kapan saja ia dipanggil Tuhan.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 69.
Pdt. Jusuf B. S. menuliskan ‘Keselamatan tidak dapat hilang’ dan ini ia beri tanda silang (salah), lalu ia menuliskan ‘Keselamatan saya tidak dapat hilang’ dan ini ia beri tanda benar! - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 69.
Pdt. Jusuf B. S.: “Memang orang-orang yang belum mengerti seringkali masih ragu-ragu, sebab itu perlu belajar / diajar betul-betul dari Firman Tuhan. Makin tinggi rohaninya, makin dekat dengan Tuhan, makin penuh dengan pengurapan Allah, keyakinan akan keselamatannya terus meningkat sampai mutlak.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 70.
Pdt. Jusuf B. S.: “Selama masih hidup keadaan manusia masih bisa berubah. Pada waktu mati, semua keadaannya menjadi permanen, tetap, tidak berubah dan keadaan pada saat mati inilah yang akan menjadi patokan untuk keselamatannya bukan keadaan sebelumnya.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 70.
Ia lalu mengutip Mat 24:13 - “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”.
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang yang di dalam Ruangan Suci masih bisa turun kembali ke Halaman, tetapi lebih tinggi ia meningkat, lebih kecil kemungkinan berbalik, sekalipun kemungkinan itu masih tetap ada. Ini sebabnya keselamatan itu harus dipelihara, dikerjakan baik-baik, supaya terus tumbuh!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 70.
Ini jelas salah. Mengalegorikan Halaman, Ruang Suci, dan Ruang Maha Suci, sehingga 3 jenis orang Kristen, merupakan suatu penafsiran yang salah sama sekali.
Alkitab tak pernah mengajar ada 2 jenis orang kristen yang sejati, yang satu bisa terhilang, yang lain terpancang teguh dan tidak bisa hilang.
i) Wah 2:10-11 - “(10) Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. (11) Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua.’”.
Adam Clarke (tentang Wahyu 2:10): “‘Be thou faithful unto death.’ Be firm, hold fast the faith, confess Christ to the last, and at all hazards, and thou shalt have a crown of life - thou shalt be crowned with life, have an eternal happy existence, though thou suffer a temporal death.” [= ‘Hendaklah engkau setia sampai mati’. Teguhlah, peganglah erat-erat iman, akuilah Kristus sampai akhir, dan dengan resiko apapun, dan engkau akan mendapatkan mahkota kehidupan - engkau akan dimahkotai dengan kehidupan, mempunyai keberadaan bahagia yang kekal, sekalipun engkau menderita kematian sementara.].
Adam Clarke (tentang Wahyu 2:11): “‘He that overcometh.’ The conqueror who has stood firm in every trial, and vanquished all his adversaries. ‘Shall not be hurt of the second death.’ That is, an eternal separation from God and the glory of his power; as what we commonly mean by final perdition. This is another rabbinical mode of speech in very frequent use, and by it they understand the punishment of hell in a future life.” [= ‘Ia yang menang’. Sang pemenang yang telah berdiri teguh dalam setiap ujian, dan mengalahkan semua musuh-musuhnya. ‘Tidak akan dilukai oleh kematian yang kedua’. Artinya, suatu perpisahan kekal dari Allah dan kemuliaan kekuatanNya; seperti apa yang biasanya kita maksudkan dengan neraka / kehancuran akhir. Ini merupakan cara rabi-rabi yang lain dalam berbicara dan sangat sering digunakan, dan dengannya mereka memaksudkan hukuman neraka dalam suatu kehidupan yang akan datang.].
Lenski (tentang Wah 2:10): “‘The crown of the life’ has the epexegetical or appositional genitive: the life = the crown. This is the life of glory in heaven which is symbolized by a glorious crown.” [= ‘Mahkota kehidupan’ mempunyai genitif yang bersifat menerangkan: kehidupan = mahkota. Ini adalah kehidupan kemuliaan di surga yang disimbolkan oleh suatu mahkota yang mulia.].
Lenski (tentang Wahyu 2:11): “‘The one conquering (see v. 7) shall in no way receive damage from the second death.’ The passive is to be taken in the sense of ‘to be hurt,’ and ἐκ states from what source the hurt cannot come. The second death (20:6, 14; 21:8) is defined in 21:8; it is eternal damnation in the lake that burns with fire and brimstone. The crown of the life and the hurt caused by the second death are opposites. To shrink from physical death under persecution is to plunge into the second death. To save the physical life under persecution is to forfeit the eternal crown of the life.” [= ‘Orang yang menang (lihat ay 7) tidak akan dengan cara apapun menerima kerugian dari kematian yang kedua.’ Bentuk pasif diartikan dalam arti ‘dilukai / disakiti / dirugikan’, dan kata Yunani EK menyatakan dari sumber apa hal itu tidak bisa datang. Kematian yang kedua (20:6,14; 21:8) didefinisikan dalam 21:8; itu adalah hukuman / kutukan kekal dalam danau / lautan yang menyala dengan api dan belerang. Mahkota kehidupan adalah lawan kata dari kerugian yang disebabkan oleh kematian yang kedua. Mengkerut / mundur dari kematian jasmani di bawah penganiayaan berarti masuk ke dalam kematian yang kedua. Menyelamatkan kehidupan jasmani di bawah penganiayaan berarti kehilangan mahkota kehidupan yang kekal.].
Matthew Henry (tentang Wah 2:10): “By proposing and promising a glorious reward to their fidelity: ‘Be thou faithful to death, and I will give thee a crown of life.’ Observe, First, The sureness of the reward: ‘I will give thee.’ He has said it that is able to do it; and he has undertaken that he will do it. They shall have the reward from his own hand, and none of their enemies shall be able to wrest it out of his hand, or to pull it from their heads. Secondly, The suitableness of it. 1. ‘A crown,’ to reward their poverty, their fidelity, and their conflict. 2. ‘A crown of life,’ to reward those who are faithful even unto death, who are faithful till they die, and who part with life itself in fidelity to Christ. The life so worn out in his service, or laid down in his cause, shall be rewarded with another and a much better life that shall be eternal.” [= Dengan menawarkan dan menjanjikan suatu upah yang mulia bagi kesetiaan mereka. ‘Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan memberimu mahkota kehidupan’. Perhatikan, Pertama, Kepastian dari upah itu. ‘Aku akan memberimu’. Ia telah mengatakannya bahwa Ia bisa melakukannya; dan Ia telah menjamin bahwa Ia akan melakukannya. Mereka akan mendapatkan upah / pahala dari tanganNya sendiri, dan tak seorangpun dari musuh-musuh mereka akan bisa merebutnya dari tanganNya, atau menariknya dari kepala mereka. Kedua, Kesesuaian darinya. 1. ‘Suatu mahkota’, untuk mengupahi kemiskinan mereka, kesetiaan mereka, dan konflik mereka. 2. ‘Suatu mahkota kehidupan’, untuk mengupahi mereka yang setia bahkan sampai mati, yang setia sampai mereka mati, dan yang berpisah dengan kehidupan sendiri dalam kesetiaan kepada Kristus. Kehidupan yang digunakan sampai begitu capai dalam pelayananNya, atau diletakkan dalam perkaraNya, akan diupahi dengan kehidupan lain dan jauh lebih baik yang akan bersifat kekal.].
Sama seperti tafsiran Arminian, Matthew Henry juga mengatakan orang Kristen harus setia sampai mati untuk memperoleh mahkota itu, tetapi berbeda dengan tafsiran Arminian, Matthew Henry memberikan jaminan bahwa orang Kristen pasti akan mendapatkan mahkota itu.
William Hendriksen (tentang Wah 2:10-11): “To those who are faithful is promised the wreath of victory, namely, the life of glory in heaven. Even though believers may be put to death, namely, the first death, they are not going to be hurt by the second death, that is, they will not be cast, body and soul, into the lake of fire at Christ’s second coming (Rev. 20:14).” [= Kepada mereka yang setia dijanjikan rangkaian bunga berbentuk lingkaran dari kemenangan, yaitu, kehidupan kemuliaan di surga. Sekalipun orang percaya bisa dibunuh, yaitu kematian pertama, mereka tidak akan dirugikan oleh kematian yang kedua, yaitu, mereka tidak akan dibuang, tubuh dan jiwa, ke dalam lautan api pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya (Wah 20:14).] - ‘More Than Conquerors’, hal 66.
John Stott: “Here was an appeal to be faithful and not to be afraid. ... True, here the call is to faithfulness rather than to faith, but we need to remember that faith and faithfulness are the same word in Greek. This is understandable because it is from faith that faithfulness springs. Trust in Christ, and we shall ourselves be trustworthy. Rely on Christ, and we shall be reliable. Depend on Christ, and we shall be dependable. Have faith in Christ, and we shall be faithful - faithful if necessary even unto death.” [= Di sini ada seruan untuk setia dan tidak takut. ... Memang benar bahwa di sini seruan itu adalah untuk setia dan bukannya untuk beriman, tetapi kita perlu mengingat bahwa ‘iman’ dan ‘kesetiaan’ adalah kata yang sama dalam bahasa Yunani. Ini bisa dimengerti karena kesetiaan muncul dari iman. Percayakanlah dirimu kepada Kristus, dan kita sendiri akan bisa dipercaya. Bersandarlah kepada Kristus, dan kita akan bisa diandalkan. Bergantunglah kepada Kristus, dan kita akan bisa dipercayai. Berimanlah kepada Kristus, dan kita akan setia - setia kalau perlu bahkan sampai mati.] - ‘What Christ Thinks of the Church’, hal 45-46.
John Stott: “He is generous. He promises a rich reward to the Christian who is steadfast through suffering. ‘Be faithful unto death, and I will give you the crown of life.’ ... ‘I will give’, He says. It is not a merit award; it is a gift.” [= Ia murah hati. Ia menjanjikan suatu pahala yang kaya kepada orang Kristen yang setia melalui penderitaan. ‘Setialah sampai mati, dan Aku akan memberimu mahkota kehidupan’. ... ‘Aku akan memberi / mengaruniakan’, kataNya. Itu bukan hadiah / pemberian karena kita berjasa / layak; itu adalah suatu pemberian.] - ‘What Christ Thinks of the Church’, hal 49.
John Stott: “If we endure, He says, and by our endurance prove the genuineness of our Christian profession, we shall escape the hell which is the second death (v. 11) and enter heaven which is ‘the crown of life’ (v. 10).” [= Jika kita bertahan / bertekun, Ia berkata, dan oleh ketahanan / ketekunan kita membuktikan keaslian dari pengakuan Kristen kita, kita akan lolos dari neraka yang adalah kematian yang kedua (ay 11) dan masuk surga yang adalah ‘mahkota kehidupan’ (ay 10).] - ‘What Christ Thinks of the Church’, hal 50.
1Yoh 2:19 - “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”.
James B. Ramsey: “The tender love of our Lord is not shown here so much by removing external evils, as by sustaining His people under them, and by making them occasions of larger spiritual attainments, and means of working out a brighter reward.” [= Kasih yang lembut dari Tuhan kita tidak ditunjukkan di sini dengan menyingkirkan hal-hal jelek itu, tetapi dengan menopang umatNya di bawah hal-hal itu, dan dengan membuat bagi mereka kesempatan untuk pencapaian rohani yang lebih besar, dan cara / jalan untuk mengerjakan upah yang lebih cemerlang.] - hal 137.
James B. Ramsey: “the ground of our hope and source of our victory in this conflict, are entirely in the conflict and victory of our divine Head. ‘Even as I also overcame’. ‘In the world ye shall have tribulation; but be of good cheer, I have overcome the world.’ ‘This is the victory that overcometh the world, even our faith. Who is he that overcometh the world, but he that believeth that Jesus is the Son of God.’ It is only because Christ has overcome, that such a conflict is possible; and His victory renders that of the believers sure. It was achieved for His people. By that victory He quenched the curse; He wrought out an everlasting righteousness; He destroyed death and him that hath the power of it: he has ascended His meditorial throne, and is thence dispensing the infinite resources of the Almighty Spirit to all believers. Though a personal and individual conflict, it can never be carried on by personal and individual strength. Nothing but the mighty, the omnipotent resources of the meditorial kingdom can ever enable a feeble saint to win the victory over sin, the world, and the devil.” [= dasar dari pengharapan kita dan sumber dari kemenangan kita dalam konflik ini, sepenuhnya ada di dalam konflik dan kemenangan dari Kepala Ilahi kita. ‘Sama seperti Aku juga menang’. ‘Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia’. ‘Inilah kemenangan yang mengalahkan dunia, yaitu iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah.’. Hanya karena Kristus sudah menang, maka konflik seperti itu dimungkinkan; dan kemenanganNya menyebabkan kemenangan dari orang-orang percaya pasti. Itu dicapai untuk umatNya. Oleh kemenangan itu Ia memadamkan kutuk; Ia mengerjakan suatu kebenaran kekal; Ia menghancurkan kematian dan dia yang mempunyai kuasa atasnya: Ia telah naik ke tahta pengantaraanNya, dan dari sana menyebarkan sumber-sumber yang tak terbatas dari Roh yang maha kuasa kepada semua orang-orang percaya. Sekalipun itu adalah suatu konflik yang bersifat pribadi dan individuil, itu tidak pernah bisa dilakukan dengan kekuatan pribadi dan individuil. Tak ada apapun kecuali sumber-sumber yang kuat dan maha kuasa dari kerajaan pengantara bisa memampukan seorang kudus yang lemah untuk memenangkan kemenangan atas dosa, dunia dan setan.] - hal 199-200.
Wah 3:21 - “Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya.”.
Yoh 16:33 - “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.’”.
1Yoh 5:4-5 - “(4) sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. (5) Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?”.
Pulpit Commentary: “As there is a life beyond the present life, so there is a death beyond the present death. He who is born twice can die only once, but he who is born only once will die twice. But if the first death were extinction, a second would be impossible; and if the first death had no notion of extinction in it, so neither may the second.” [= Sebagaimana disana ada suatu kehidupan setelah kehidupan sekarang ini, begitu juga disana ada suatu kematian setelah kematian sekarang ini. Ia yang dilahirkan dua kali bisa mati hanya satu kali, tetapi ia yang dilahirkan hanya satu kali akan mati dua kali. Tetapi jika kematian pertama adalah pemusnahan, kematian kedua akan merupakan kemustahilan; dan jika kematian pertama tak mempunyai arti pemusnahan di dalamnya, begitu juga kematian yang kedua.].
Semua orang percaya pasti sudah pernah mengalami kelahiran kembali, tanpa mana mereka tidak mungkin bisa percaya. Dan penafsir ini mengatakan orang yang dilahirkan 2 x hanya mati 1 x!!
Pulpit Commentary: “And, by the help of God, we may be ‘faithful;’ and this is all that is required of us. We are but imperfect servants at the best, but we need not be unfaithful. Our position may not be one of ease, but we can be faithful.” [= Dan, oleh pertolongan Allah, kita bisa ‘setia’; dan ini adalah semua yang dituntut dari kita. Sebaik-baiknya, kita hanya adalah pelayan-pelayan yang tidak sempurna, tetapi kita tidak perlu tidak setia. Posisi kita mungkin / bisa bukan posisi yang mudah, tetapi kita bisa setia.].
Jadi, Wah 2:10-11 tidak terlalu berbeda dengan Mat 10:22 dan Mat 24:13. Ini tidak berarti keselamatan bisa hilang, atau bahwa orang kristen yang sejati sejati bisa tidak setia sampai mati. Ayat ini hanya menekankan tanggung jawab. Sekalipun keselamatan kita dijamin, kita tetap bertanggung jawab untuk setia kepada Tuhan sampai mati / sekalipun harus mati karena hal itu.
Bdk. Wah 2:11 dengan ayat-ayat di bawah ini:
Ro 8:37 - “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.”.
1Kor 15:57 - “Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.”.
2Kor 2:14a - “Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenanganNya.”.
Jadi, sekalipun ‘menang’ merupakan syarat, tetapi bagi orang percaya syarat itu pasti terpenuhi. Tuhan yang akan membuat kita menang.
l) 2Tim 2:12-13 - “(12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Ada 2 serangan menggunakan text ini:
1. Ay 12b: “jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;”.
Jelas bahwa ayat ini, bersama-sama dengan text-text seperti Mat 10:32-33, bisa digunakan untuk mengatakan bahwa kalau orang Kristen menyangkal Yesus, ia akan kehilangan keselamatannya.
Matthew Henry: “It is at our peril if we prove unfaithful to him: If we deny him, he also will deny us. If we deny him before man, he will deny us before his Father, Matt 10:33. And that man must needs be for ever miserable whom Christ disowns at last.” [= Merupakan resiko kita jika kita terbukti tidak setia kepadaNya: Jika kita menyangkalNya, Ia juga akan menyangkal kita. Jika kita menyangkalNya di depan manusia, Ia akan menyangkal kita di depan BapaNya, Mat 10:33. Dan orang yang tidak diakui oleh Kristus pada akhirnya itu pasti akan menyedihkan / sengsara selama-lamanya.].
Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.
Adam Clarke tak memberi komentar apapun tentang ayat ini.
Lenski (tentang 2Tim 2:12): “Paul has no more restriction in the verb than Jesus has in Matt. 10:33: denial is fatal whatever its form. The two ἐκεῖνος are very emphatic: ‘also he on his part will deny us’ before his Father in heaven. In Mark 8:38; Luke 9:26 Jesus used also the word ‘to be ashamed of’ (see it in 1:8, 12, 16). No retribution could be more just. Only one who has confessed can turn about and deny. He who by denial now cuts himself off from Christ and so faces him on the last day must not expect that Christ will be equally false and will then confess where he ought to deny.” [= Paulus tidak mempunyai lebih banyak pembatasan dalam kata kerja ini dari pada yang Yesus punyai dalam Mat 10:33: penyangkalan adalah fatal bagaimanapun bentuknya. Kedua EKEINOS sangat menekankan: ‘Ia juga dari pihakNya akan menyangkal kita’ di hadapan BapaNya di surga. Dalam Mark 8:38; Luk 9:26 Yesus juga menggunakan kata ‘malu karena / tentang’ (lihat itu dalam 1:8,12,16). Tak ada pembalasan bisa lebih adil. Hanya orang yang telah mengaku bisa berbalik dan menyangkal. Ia yang oleh penyangkalan sekarang memotong dirinya sendiri dari Kristus dan menghadapiNya seperti itu pada hari terakhir tidak boleh mengharapkan bahwa Kristus akan tidak benar / setia secara sama dan pada saat itu akan mengakui dimana Ia seharusnya menyangkal.].
Tetapi pada bagian awalnya, Lenski berkata sebagai berikut:
Lenski (tentang 2Tim 2:12): “Permanent denial is referred to; Peter repented of his denial.” [= Penyangkalan yang permanen yang ditunjuk; Petrus bertobat dari penyangkalannya.].
Wycliffe Bible Commentary (tentang Mat 10:33): “Whosoever shall deny me (cf. 2 Tim 2:12). The Greek tense (aorist, constative) refers not to one moment of denial (e. g., Peter’s), but to the life in its entirety,” [= Barangsiapa menyangkal Aku (bdk. 2Tim 2:12). Tensa bahasa Yunani (aorist, constative) tidak menunjuk pada penyangkalan sesaat (misalnya, penyangkalan Petrus), tetapi kepada seluruh kehidupan,].
Catatan: saya tidak yakin bahwa penafsiran Wycliffe yang menggunakan gramatika bahasa Yunani ini bisa dibenarkan. Kata ARNESETAI, yang diterjemahkan ‘menyangkal’, adalah suatu aorist subjunctive. Ada 2 tense / tensa untuk subjunctive, yaitu present dan aorist. Dan tentang penggunaannya, lihat kutipan di bawah ini.
Gresham Machen: “The aorist subjunctive refers to the action without saying anything about its continuance or repetition, while the present subjunctive refers to it as continuing or as being repeated.” [= Aorist subjunctive menunjuk kepada suatu tindakan tanpa mengatakan apapun tentang keberlanjutan atau pengulangan tindakan tersebut, sedangkan present subjunctive menunjuk kepadanya sebagai berlanjut atau diulangi.] - ‘New Testament Greek For Beginners’, hal 131.
Catatan: ada 3 macam mood dalam bahasa Yunani:
a. Subjunctive digunakan untuk menyatakan kemungkinan, anggapan, keinginan, dugaan.
b. Indicative digunakan untuk menyatakan suatu fakta.
c. Imperative digunakan untuk menyatakan perintah.
Tetapi memang tidak mungkin kita menafsirkan bahwa sekali seseorang menyangkal Yesus, maka nanti ia pasti akan disangkal oleh Yesus di depan Bapa di surga, karena kalau demikian maka Petrus pasti masuk neraka.
Ada penafsiran lain tentang hal ini, yang menafsirkan penyangkalan ini sebagai suatu kemurtadan.
Word Biblical Commentary (tentang Mat 10:33): “The verb ἀρνεῖσθαι, ‘deny,’ means strongly to repudiate or disown and thus connotes apostasy (BAGD, 107).” [= Kata kerja ἀρνεῖσθαι / ARNEISTHAI, ‘menyangkal’ berarti menyangkal atau tidak mengakui secara kuat, dan dengan demikian mengandung arti kemurtadan (BAGD, 107).].
Bible Knowledge Commentary (tentang 2Tim 2:12): “If ‘we disown’ Him, He will ‘also disown us’ speaks of the possibility of apostasy (cf. 1 Tim 4:1; Heb 10:38-39; 2 John 9) and the Lord’s ultimate rejection of those who professed Christ only temporarily (cf. Matt 10:33). Instead of identifying with Christ, the apostate finally dissociates himself with Christ.” [= Jika ‘kita menyangkal’ Dia, Ia akan ‘juga menyangkal kita’ berbicara tentang kemungkinan kemurtadan (bdk. 1Tim 4:1; Ibr 10:38-39; 2Yoh 9) dan penolakan akhir Tuhan tentang mereka yang mengakui Kristus hanya secara sementara (bdk. Mat 10:33). Bukannya meneguhkan kesatuan dengan Kristus, orang murtad itu akhirnya memisahkan dirinya sendiri dengan Kristus.].
Saya berpendapat, penyangkalan secara permanen / kemurtadan ini yang harus ditekankan. Orang kristen yang sejati bisa saja menyangkal Yesus, tetapi tidak mungkin ia menyangkal Yesus secara permanen / terus menerus, atau dengan kata lain, ia murtad. Penyangkalan sementara, seperti yang dilakukan Petrus, tentu bisa diampuni. Penyangkalan terus menerus / murtad hanya bisa dilakukan oleh orang kristen KTP (tentang hal ini akan kita pelajari dengan lebih mendetail belakangan)! Karena itu, ini tidak menunjukkan bahwa keselamatan orang itu hilang, tetapi menunjukkan bahwa orang itu tidak pernah diselamatkan.
2. Ay 13b: “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
a. Pertama-tama saya akan membahas terjemahan dari bagian awal dari ayat / bagian ini.
“jika kita tidak setia, Dia tetap setia,” (ay 13a).
KJV: ‘If we believe not, yet he abideth faithful’ [= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia:].
RSV: ‘if we are faithless, he remains faithful’ [= Jika kita tidak beriman / tidak setia, Ia tetap setia]. NIV/NASB ≈ RSV.
Kata Yunani yang digunakan adalah APISTOUMEN, yang berasal dari kata dasar APISTEO, yang menurut Bible Works 7 bisa diartikan ‘tidak percaya’ atau ‘tidak setia’. Mungkin itu sebabnya RSV/NIV/NASB sengaja menterjemahkan ‘faithless’, yang bisa diartikan sebagai ‘tidak beriman / tidak mempunyai iman’ ataupun ‘tidak setia’ (kontras dengan ‘faithful’ / setia).
Saya berpendapat bahwa kata-kata ‘Ia tetap setia’ menyebabkan tidak mungkin kita menterjemahkan ‘Jika kita tidak percaya’ seperti dalam terjemahan KJV. Jadi bagian awalnya harus diterjemahkan ‘Jika kita tidak setia’ seperti dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia.
William Hendriksen (tentang 2Tim 2:13): “The parallelism and also the conclusion - ‘he … remains faithful’ - show that here the meaning of the verb used in the original cannot be: to be unbelieving.” [= Paralelisme dan juga kesimpulannya - ‘Ia ... tetap setia’ - menunjukkan bahwa di sini arti dari kata kerja yang digunakan dalam bahasa aslinya tidak bisa adalah: ‘tidak percaya’.].
UBS New Testament Handbook Series: “‘Faithless’ is better translated in English as ‘unfaithful’ (compare TEV and CEV), with Christ as the implicit object of the unfaithfulness. This would make clear that ‘unfaithful’ is parallel to ‘deny’ in the previous verse, since to disown Christ is equivalent to being unfaithful to him. So one may translate ‘If we are unfaithful to him’ or ‘If we turn our backs on him.’” [= Kata ‘faithless’ lebih baik diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘tidak setia’ (bandingkan dengan TEV dan CEV), dengan Kristus sebagai obyek implicit / tidak langsung dari ketidak-setiaan. Ini akan membuat jelas bahwa ‘tidak setia’ paralel dengan ‘menyangkal’ dalam ayat sebelumnya, karena menyangkal / tidak mengakui Kristus adalah sama dengan tidak setia kepadaNya. Jadi seseorang bisa menterjemahkan ‘Jika kita tidak setia kepadaNya’ atau ‘Jika kita membelakangi Dia’.].
Wuest’s Word Studies From the Greek New Testament: “The words, ‘believe not,’ are apisteuo, and refer here, not to the act of believing, but to unfaithfulness. ‘If we are untrue to the Lord Jesus in our Christian lives,’ is the idea. He abides faithful.” [= Kata-kata ‘tidak percaya’ (KJV) adalah APISTEUO, dan di sini menunjuk, bukan pada tindakan percaya, tetapi pada ketidak-setiaan. ‘Jika kita tidak setia kepada Tuhan Yesus dalam kehidupan Kristen kita’, adalah gagasannya. Ia tetap setia.].
Gordon D. Fee: “‘If we are faithless’ (and the context demands this meaning of the verb apistoumen, not ‘unbelieving,’ as KJV, et al.),” [= ‘Jika kita tidak setia’ (dan kontext menuntut arti ini dari kata kerja APISTOUMEN, bukanlah ‘tidak percaya’, seperti KJV, dll.),] - ‘The New International Biblical Commentary’ (Libronix).
b. Sekarang kita melihat tafsiran tentang seluruh bagian ini, tetapi konsentrasi perhatian kita adalah pada bagian ‘Dia tetap setia’.
Ay 13: “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Problem dari bagian ini adalah, pada waktu dikatakan ‘Dia tetap setia’, maksudnya ‘Dia tetap setia pada apa / kepada siapa?’ Ada 2 penafsiran tentang bagian ini:
(1)Ia tetap setia kepada diriNya, pada janji-janjiNya maupun ancaman-ancamanNya.
Adam Clarke (tentang 2Tim 2:13): “‘If we believe not.’ Should we deny the faith and apostatize, he is the same, as true to his threatenings as to his promises; he cannot deny - act contrary to, himself.” [= ‘Jika kita tidak percaya’. Kalau kita menyangkal iman dan murtad, Ia tetap sama, benar berkenaan dengan ancamanNya seperti pada janjiNya; Ia tidak bisa menyangkal - bertindak bertentangan dengan, diriNya sendiri.].
Lenski (tentang 2Timotius 2:13): “‘if we are faithless’ (R. V.), which is better than: ‘if we believe not’ (A. V.) because of the context: ‘he on his part remains faithful.’ Yet to be faithless is to give up believing, to be ‘faithless’ in this fatal way. ... Though we are false, no matter when or where or how, ‘he on his part’ remains ever absolutely faithful and true. This means more than that he keeps his word in promise and in threat; this speaks of his very character and nature.” [= ‘jika kita faithless’ (RV), yang lebih baik dari pada: ‘jika kita tidak percaya’ (AV) karena kontextnya: ‘Ia pada pihakNya tetap setia’. Tetapi menjadi faithless berarti berhenti percaya, menjadi faithless dengan cara yang fatal ini. ... Sekalipun kita palsu, tak peduli kapan atau dimana atau bagaimana, ‘Ia pada pihakNya’ tetap selalu setia dan benar secara mutlak. Ini berarti lebih dari pada bahwa Ia memegang firmanNya dalam janji dan dalam ancaman; ini berbicara tentang karakter dan sifat dasar / hakekatNya.].
Bukan hanya orang Arminian, tetapi bahkan orang Reformedpun banyak yang menafsirkan seperti ini.
Matthew Henry: “If we believe not, yet he abideth faithful; he cannot deny himself. He is faithful to his threatenings, faithful to his promises; neither one nor the other shall fall to the ground, no, not the least, jot nor tittle of them. If we be faithful to Christ, he will certainly be faithful to us. If we be false to him, he will be faithful to his threatenings: he cannot deny himself, cannot recede from any word that he hath spoken, for he is yea, and amen, the faithful witness. ... If we deny him, out of fear, or shame, or for the sake of some temporal advantage, he will deny and disown us, and will not deny himself, but will continue faithful to his word when he threatens as well as when he promises” [= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri. Ia setia pada ancaman-ancamanNya, setia pada janji-janjiNya; tidak ada yang satu maupun yang lain yang jatuh ke tanah, tidak, tidak yang terkecil, iota atau titik / coretan dari mereka. Jika kita setia kepada Kristus, Ia pasti akan setia kepada kita. Jika kita tidak setia kepada Dia, Ia akan setia pada ancaman-ancamanNya: Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri, tidak bisa mundur dari firman manapun yang telah Ia katakan, karena Ia adalah ya dan amin, saksi yang setia. ... Jika kita menyangkalNya, karena takut, atau malu, atau demi suatu keuntungan sementara, Ia akan menyangkal kita dan tidak mengakui kita, dan tidak akan menyangkal diriNya sendiri, tetapi akan terus setia pada firmanNya pada waktu Ia mengancam maupun pada waktu Ia berjanji].
2Kor 1:20 - “Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah.”.
Wah 1:5 - “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya-”.
Wah 3:14 - “‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:”.
Barnes’ Notes: “‘If we believe not, yet he abideth faithful.’ This cannot mean that, if we live in sin, he will certainly save us, as if he had made any promise to the elect, or formed any purpose that he would save them, whatever might be their conduct; because: (1) he had just said that if we deny him he will deny us; and (2) there is no such promise in the Bible, and no such purpose has been formed. The promise is, that he that is a believer shall be saved, and there is no purpose to save any but such as lead holy lives. The meaning must be, that if we are unbelieving and unfaithful, Christ will remain true to his word, and we cannot hope to be saved. The object of the apostle evidently is, to excite Timothy to fidelity in the performance of duty, and to encourage him to bear trials, by the assurance that we cannot hope to escape if we are not faithful to the cause of the Saviour. This interpretation accords with the design which he had in view.” [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Ini tidak bisa berarti bahwa jika kita hidup dalam dosa, Ia akan tetap menyelamatkan kita, seakan-akan Ia telah membuat janji apapun kepada orang-orang pilihan, atau membentuk tujuan / rencana apapun bahwa Ia akan menyelamatkan mereka, bagaimanapun tingkah laku mereka; karena: (1) Ia baru saja mengatakan bahwa jika kita menyangkalNya Ia akan menyangkal kita; dan (2) Tidak ada janji seperti itu dalam Alkitab, dan tidak ada tujuan / rencana seperti itu telah dibentuk. Janjinya adalah, bahwa ia yang adalah seorang percaya akan diselamatkan, dan tidak ada rencana / tujuan untuk menyelamatkan siapapun kecuali orang-orang seperti itu yang menjalani kehidupan yang kudus. Artinya haruslah, bahwa jika kita tidak percaya dan tidak setia, Kristus akan tetap benar pada firmanNya, dan kita tidak dapat berharap untuk diselamatkan. Tujuan dari sang rasul jelas adalah, untuk menggairahkan Timotius pada kesetiaan dalam pelaksanaan kewajiban, dan untuk mendorongnya untuk memikul / menahan pencobaan-pencobaan, dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa berharap untuk lolos jika kita tidak setia pada perkara dari sang Juruselamat. Penafsiran ini sesuai dengan rancangan yang ada dalam pandangannya.].
Calvin: “‘If we are unbelieving, he remaineth faithful.’ The meaning is, that our base desertion takes nothing from the Son of God or from his glory; because, having everything in himself, he stands in no need of our confession. As if he had said, ‘Let them desert Christ who will, yet they take nothing from him; for when they perish, he remaineth unchanged.’” [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Artinya adalah, bahwa pembelotan kita yang hina tidak mengambil apapun dari Anak Allah atau dari kemuliaanNya; karena, mempunyai segala sesuatu dalam diriNya sendiri, Ia berdiri tanpa kebutuhan apapun tentang pengakuan kita. Seakan-akan ia berkata, ‘Biarlah mereka yang mau, meninggalkan Kristus, tetapi mereka tidak mengambil apapun dari Dia; karena pada waktu mereka binasa, Ia tetap tidak berubah’.].
IVP Bible Background Commentary: “Although God’s character is immutable, his dealings with people depend on their response to him (2 Chron 15:2; Ps 18:25-27). The faithfulness of God to his covenant is not suspended by the breach of that covenant by the unfaithful; but those individuals who break his covenant are not saved (see comment on Rom 3:3).” [= Sekalipun karakter Allah tidak berubah, tetapi penangananNya terhadap umatNya tergantung pada tanggapan mereka kepada Dia (2Taw 15:2; Maz 18:26-28). Kesetiaan Allah pada perjanjianNya tidak ditangguhkan / dihentikan oleh pelanggaran terhadap perjanjian itu oleh orang-orang yang tidak setia; tetapi pribadi-pribadi yang melanggar perjanjianNya itu tidak diselamatkan (lihat komentar tentang Ro 3:3).].
2Taw 15:2 - “Ia pergi menemui Asa dan berkata kepadanya: ‘Dengarlah kepadaku, Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu beserta dengan Dia. Bilamana kamu mencariNya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkanNya, kamu akan ditinggalkanNya”.
Maz 18:26-28 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit. (28) Karena Engkaulah yang menyelamatkan bangsa yang tertindas, tetapi orang yang memandang dengan congkak Kaurendahkan”.
Ro 3:3-4 - “(3) Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? (4) Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: ‘Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firmanMu, dan menang, jika Engkau dihakimi.’”.
IVP Bible Background Commentary (tentang Ro 3:3): “God’s faithfulness to his covenant was good long-term news for Israel as a whole; as in the Old Testament (e.g., in Moses’ generation, contrary to some Jewish tradition), however, it did not save individual Israelites who broke covenant with him.” [= Kesetiaan Allah pada perjanjianNya merupakan kabar baik jangka panjang bagi Israel sebagai suatu keseluruhan; seperti dalam Perjanjian Lama (misalnya, dalam generasi Musa, bertentangan dengan beberapa tradisi Yahudi), tetapi itu tidak menyelamatkan individu-individu Israel yang melanggar perjanjian dengan Dia.].
Catatan: perhatikan bahwa semua penafsir-penafsir di atas menafsirkan bagian awal ayat ini bukan sebagai ‘tidak setia’ tetapi ‘tidak percaya’, seperti dalam terjemahan KJV.
Lenski, sekalipun mengatakan bahwa yang benar adalah ‘faithless’, tetapi ia mengartikan itu sebagai ‘berhenti beriman’, sehingga akhirnya menjadi tak terlalu berbeda dengan terjemahan KJV.
Karena itu tidak heran mereka terpaksa menafsirkan ‘Dia / Allah tetap setia’ sebagai ‘tetap setia pada ancaman / janjiNya’! Tetapi saya sudah menjelaskan di atas bahwa terjemahan ‘tidak percaya’ ini tidak memungkinkan, karena sambungannya adalah ‘Dia tetap setia’. Maka terjemahan yang benar adalah ‘Jika kita tidak setia’! Dan ini tidak diartikan sebagai murtad, tetapi sebagai jatuh dalam berbagai macam dosa
John Stott: “This other pair of epigrams envisages the dreadful possibility of our denying Christ and proving faithless. The first phrase ‘if we deny him, he also will deny us’ seems to be an echo of our Lord’s own warning: ‘whoever denies me before men, I also will deny before my Father who is in heaven’ (Mt. 10:33). What then of the second phrase ‘if we are faithless, he remains faithful’? It has often been taken as a comforting assurance that, even if we turn away from Christ, he will not turn away from us, for he will never be faithless as we are. And it is true, of course, that God never exhibits the fickleness or the faithlessness of man. Yet the logic of the Christian hymn, with its two pairs of balancing epigrams, really demands a different interpretation. ‘If we deny him’ and ‘if we are faithless’ are parallels, which requires that ‘he will deny us’ and ‘he remains faithful’ be parallels also. In this case his ‘faithfulness’ when we are faithless will be faithfulness to his warnings. As William Hendriksen puts it: ‘Faithfulness on his part means carrying out his threats … as well as his promises.’ So he will deny us, as the earlier epigram asserts. Indeed, if he did not deny us (in faithfulness to his plain warnings), he would then deny himself. But one thing is certain about God beyond any doubt or uncertainty whatever, and that is ‘he cannot deny himself’.” [= Pasangan yang lain dari syair pendek ini menggambarkan kemungkinan yang menakutkan tentang penyangkalan kita terhadap Kristus dan membuktikan / menyatakan bahwa kita tidak setia. Ungkapan pertama ‘jika kita menyangkal Dia, Dia juga akan menyangkal kita’ kelihatannya merupakan suatu gema dari peringatan Tuhan kita sendiri: ‘Barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di surga’ (Mat 10:33). Lalu bagaimana dengan ungkapan kedua ‘jika kita tidak setia, Ia tetap setia’? Itu sering diartikan sebagai suatu jaminan yang bersifat menghibur bahwa, bahkan jika kita berbalik dari Kristus, Ia tidak akan berbalik dari kita, karena Ia tidak akan pernah tidak setia seperti kita. Dan tentu saja adalah benar bahwa Allah tidak pernah menunjukkan sikap plin plan atau ketidak-setiaan manusia. Tetapi logika dari nyanyian pujian Kristen itu, dengan dua pasangannya dari syair pendek yang seimbang, betul-betul menuntut suatu penafsiran yang berbeda. ‘Jika kita menyangkal Dia’ dan ‘jika kita tidak setia’ adalah kalimat-kalimat yang paralel, yang menuntut bahwa ‘Ia akan menyangkal kita’ dan ‘Ia tetap setia’ juga adalah kalimat-kalimat yang paralel. Dalam kasus ini ‘kesetiaan’Nya pada waktu kita tidak setia adalah ‘kesetiaanNya pada peringatan-peringatanNya’. Seperti William Hendriksen menyatakannya: ‘Kesetiaan pada sisiNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya ... maupun janji-janjiNya’. Maka Ia akan menyangkal kita, seperti ditegaskan / dinyatakan oleh bagian yang lebih awal dari syair itu. Memang, jika Ia tidak menyangkal kita (dalam kesetiaan terhadap peringatan-peringatanNya yang jelas), maka Ia akan menyangkal diriNya sendiri. Tetapi satu hal yang pasti tentang Allah melampaui keraguan atau ketidak-pastian apapun, dan itu adalah ‘Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’.].
Jadi, John Stott (dan juga William Hendriksen di bawah) menganggap bahwa kata-kata ini merupakan 2 pasang anak kalimat yang paralel. Anak kalimat 1 paralel dengan anak kalimat 2, sedangkan anak kalimat 3 paralel dengan anak kalimat 4.
1. Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia;
2. jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia;
3. jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;
4. jika kita tidak setia, Dia tetap setia,
Karena itu, kata-kata ‘Diapun akan menyangkal kita’ (no 3) paralel dengan ‘Dia tetap setia’ (no 4), dan karena itu tidak bisa diartikan bahwa ‘Ia tetap setia kepada kita’, tetapi harus diartikan bahwa ‘Ia tetap setia pada janji-janji dan ancaman-ancamanNya’.
William Hendriksen: “In the first two lines the if-clause describes the attitude-and-action which proceeds from loyalty to Christ: we have died with (him), we endure (remain stedfast). In the last two lines the if-clause describes the attitude-and-action which proceeds from disloyalty. The first two lines are clearly illustrations of synthetic or constructive parallelism. They do not express an identical thought, but there is progressive correspondence between the two propositions. As to the if-clauses, the persons who are assumed to have died with Christ are also the ones who endure, being faithful to death. And as to the conclusions, not only will such persons live with Christ, but they will also reign with him. These two go together. Note that in all the four clauses of these two lines the subject is ‘we’ (‘we … we …; we … we’). The last two lines, describing the course of disloyalty, differ in form from the first two. Here we have not ‘we … we,’ but twice ‘we … he.’” [= Dalam 2 baris pertama, anak kalimat menggunakan kata ‘jika’ itu menggambarkan sikap dan tindakan yang keluar dari kesetiaan kepada Kristus: kita telah mati dengan (Dia), kita bertahan / bertekun (tetap setia). Dalam 2 baris yang terakhir, anak kalimat menggunakan ‘jika’ menggambarkan sikap dan tindakan yang keluar dari ketidak-setiaan. Dua baris pertama secara jelas merupakan ilustrasi dari paralelisme yang berhubungan. Mereka tidak menyatakan suatu pemikiran yang identik, tetapi di sana ada hubungan / kemiripan yang bersifat progresif di antara kedua pernyataan. Berkenaan dengan anak kalimat menggunakan ‘jika’, orang-orang yang dianggap telah mati dengan / bersama Kristus juga adalah orang-orang yang bertahan / bertekun, setia sampai mati. Dan berkenaan dengan kesimpulannya, bukan hanya orang-orang seperti itu akan hidup dengan Kristus, tetapi mereka juga akan memerintah bersama Dia. Kedua hal ini berjalan bersama-sama. Perhatikan bahwa dalam semua 4 anak kalimat dari kedua baris ini, subyeknya adalah ‘kita’ (‘kita ... kita; kita ... kita’). Dua baris terakhir, menggambarkan jalan dari ketidak-setiaan, berbeda dalam bentuk dengan dua baris pertama. Di sini kita bukan mempunyai ‘kita ... kita’, tetapi dua kali ‘kita ... Ia.’].
2Tim 2:11-13 - “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
William Hendriksen: “In the third line (‘If we shall deny him, he on his part will also deny us’), the conclusion is the expected one (just as in lines one and two). In the fourth line, however, the conclusion comes as somewhat of a surprise. It takes careful reflection before we realize that the surprising conclusion is, after all, the only possible one. Once we grasp its meaning, we understand that also lines three and four express a parallel thought, and are illustrations of synthetic parallelism. ... To deny Christ means to be faithless. ... Hence, the hymn continues: ‘If we are faithless, he on his part …,’ but obviously the continuation cannot be ‘will also be faithless.’ One can say, ‘If we shall deny him, he on his part will also deny us,’ but one cannot say, ‘If we are faithless, he on his part will also be faithless.’” [= Dalam baris ketiga (‘Jika kita menyangkal Dia, di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’), kesimpulannya adalah kesimpulan yang diharapkan (persis seperti dalam baris satu dan dua). Tetapi dalam baris 4, kesimpulannya datang dengan agak mengejutkan. Baris 4 itu memerlukan pemikiran / perenungan sebelum kita menyadari bahwa kesimpulan yang mengejutkan itu bagaimanapun juga adalah satu-satunya yang memungkinkan. Satu kali kita mengerti artinya, kita mengerti bahwa baris 3 dan 4 juga menyatakan pemikiran yang paralel, dan merupakan ilustrasi dari paralelisme yang sintetis. ... ‘Menyangkal Kristus’ berarti ‘tidak setia’. ... Maka, nyanyian pujian itu berlanjut: ‘Jika kita tidak setia, di pihakNya Ia ...’, tetapi jelas bahwa lanjutannya tidak bisa adalah ‘juga akan tidak setia’. Orang bisa berkata, ‘Jika kita menyangkal Dia, di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’, tetapi orang tidak bisa berkata, ‘Jika kita tidak setia, di pihakNya Ia juga akan tidak setia’.].
Catatan: saya tidak melihat alasan mengapa orang bisa mengatakan ‘Ia juga akan menyangkal kita’ tetapi tidak bisa mengatakan ‘Ia juga akan tidak setia’! Apa alasannya yang menyebabkan tidak bisa? Coba bandingkan dengan ayat di bawah ini.
Maz 18:26-27 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit.”.
Ada 2 hal yang saya ingin saudara perhatikan dari text ini.
(a)Dalam text ini juga ada 4 baris / anak kalimat; baris 1 paralel dengan baris 2, sedangkan baris 3 kontras dengan baris 4 (hanya saja di sini ada kata ‘tetapi’). Lalu mengapa hal seperti ini tidak mungkin terjadi dalam text yang sedang kita bahas?
(b)Perhatikan dua kata yang saya beri garis bawah tunggal dan garis bawah ganda.
KJV: ‘the froward ... froward’ [= keras kepala ... keras kepala].
RSV: ‘the crooked ... perverse’ [= bengkok / tak jujur ... jahat / menyimpang].
NIV: ‘the crooked ... shrewd’ [= bengkok / tak jujur ... licik].
NASB: ‘the crooked ... astute’ [= bengkok / tak jujur ... lihai / licik].
Kalau ayat ini bisa menyebut Allah sebagai ‘belat-belit’, ‘froward’ / ‘keras kepala’, ‘perverse’ / ‘jahat / menyimpang’, ‘shrewd’ / ‘licik’, ‘astute’ / ‘lihai / licik’, lalu mengapa tidak boleh menyebut Allah ‘tidak setia’? Kita bukan sekedar menyebut Allah ‘tidak setia’, tetapi ‘Ia tidak setia kepada orang yang tidak setia’. Saya tidak melihat masalah dengan kata-kata itu, bahkan saya beranggapan, bahwa kalau memang maksud Paulus adalah seperti yang ditafsirkan oleh William Hendriksen, John Stott dsb, mengapa ia tidak menggunakan kata-kata ‘tidak setia’ saja supaya jangan ada salah pengertian?
William Hendriksen: “Nevertheless, the conclusion of the fourth line corresponds in thought with that of its parallel, the third line; for, the clause ‘he on his part remains faithful’ (line four) is, after all, the same (even more forcefully expressed!) as, ‘he on his part will also deny us,’ for faithfulness on his part means carrying out his threats (Matt. 10:33) as well as his promises (Matt. 10:32)! Divine faithfulness is a wonderful comfort for those who are loyal (I Thess. 5:24; II Thess. 3:3; cf. I Cor. 1:9; 10:13; II Cor. 1:18; Phil. 1:6; Heb. 10:23). It is a very earnest warning for those who might be inclined to become disloyal. It is hardly necessary to add that the meaning of the last line cannot be, ‘If we are faithless and deny him, nevertheless he, remaining faithful to his promise, will give us everlasting life.’ Aside from being wrong for other reasons, such an interpretation destroys the evident implication of the parallelism between lines three and four.” [= Bagaimanapun, kesimpulan dari baris ke 4 cocok dengan pemikiran dari baris paralelnya, baris ke 3; karena, anak kalimat ‘pada pihakNya Dia tetap setia’ (baris ke 4) bagaimanapun juga adalah sama (bahkan dinyatakan dengan lebih kuat!) seperti, ‘di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’, karena kesetiaan di pihakNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya (Mat 10:33) maupun janji-janjiNya (Mat 10:32)! Kesetiaan ilahi adalah suatu penghiburan yang luar biasa bagi mereka yang setia (1Tes 5:24; 2Tes 3:3; bdk. 1Kor 1:9; 10:13; 2Kor 1:18; Fil 1:6; Ibr 10:23). Itu adalah suatu peringatan yang sangat sungguh-sungguh bagi mereka yang cenderung untuk menjadi tidak setia. Hampir tak perlu ditambahkan bahwa arti dari baris terakhir tidak bisa adalah, ‘Jika kita tidak setia, dan menyangkalNya, bagaimanapun Ia, karena tetap setia kepada janjiNya, akan memberikan kita hidup yang kekal’. Disamping itu merupakan sesuatu yang salah karena alasan-alasan lain, penafsiran seperti itu menghancurkan maksud / pengertian yang jelas dari paralelisme antara baris ke 3 dan ke 4.].
Pertanyaan saya adalah: Apakah benar kalimat ke 3 dan 4 merupakan kalimat paralel? Bagaimana dengan adanya kata-kata ‘karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’ pada akhir dari ay 13? Bukankah ini menunjukkan bahwa kalimat 3 dan 4 tidak paralel? Mari kita baca lagi bagian itu.
Ay 11b-13: “(11b) ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Perhatikan jawaban William Hendriksen di bawah ini.
William Hendriksen: “The final clause of verse 13 is probably to be regarded as a comment by Paul himself (not a part of the hymn): … ‘for to deny himself he is not able.’ If Christ failed to remain faithful to his threat as well as to his promise, he would be denying himself, for in that case he would cease to be The Truth. ... But for him to deny himself is, of course, impossible. If it were possible, he would no longer be God!” [= Anak kalimat terakhir dari ayat 13 mungkin harus dianggap sebagai suatu komentar oleh Paulus sendiri (bukan suatu bagian dari nyanyian pujian): ... ‘Karena Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’. Jika Kristus gagal untuk tetap setia pada ancamanNya maupun pada janjiNya, Ia akan menyangkal diriNya sendiri, karena dalam kasus itu Ia akan berhenti sebagai Sang Kebenaran. ... Tetapi untuk Dia, tentu saja menyangkal diriNya sendiri adalah mustahil. Seandainya itu memungkinkan, Ia bukanlah Allah lagi!].
Catatan:
a. Pertama-tama perlu diketahui bahwa ada pro kontra yang sangat hebat tentang apakah dalam bagian ini Paulus memang mengutip suatu nyanyian pujian atau tidak.
b. Dan kalau Paulus memang mengutip suatu nyanyian pujian, masih ada persoalan lain. Persoalannya adalah: apakah benar anak kalimat terakhir itu merupakan tambahan dari Paulus sendiri, dan bukan merupakan bagian dari kutipan dari nyanyian pujian itu? Sekalipun memungkinkan, tetapi tidak ada kepastian dalam hal ini. Dan kalau anak kalimat terakhir itu termasuk dalam nyanyian pujian itu, itu menghancurkan keparalelannya.
c. Pertanyaan yang sudah saya nyatakan di atas: Apakah benar dua kalimat itu paralel? Tidak mungkinkah dua kalimat itu justru bersifat mengkontraskan (antithesis)? Contoh:
(1)Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.
(2)Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.
(3)Ro 5:15-19 - “(15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.”.
(4)1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”.
(5)1Kor 15:47-48 - “(47) Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. (48) Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia yang berasal dari sorga.”.
Catatan: sekalipun dalam suatu pengkontrasan biasanya ada kata ‘tetapi’ (seperti dalam Mat 10:32-33 Yoh 3:36 Ro 5:16), tetapi tidak selalu (seperti dalam Ro 5:15,17-19 1Kor 15:21-22 1Kor 15:47-48).
(2)Ia tetap setia kepada kita.
Bible Knowledge Commentary: “‘If we are faithless, He will remain faithful’ speaks not of the apostate, but of a true child of God who nevertheless proves unfaithful (cf. 2 Tim 1:15). Christ cannot disown Himself; therefore He will not deny even unprofitable members of His own body. True children of God cannot become something other than children, even when disobedient and weak. Christ’s faithfulness to Christians is not contingent on their faithfulness to Him.” [= Kata-kata ‘Jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia’, tidak berbicara tentang seorang yang murtad, tetapi tentang seorang anak Allah yang sejati, yang bagaimanapun terbukti tidak setia (bdk. 2Tim 1:15). Kristus tidak bisa tidak mengakui diriNya sendiri; karena itu Ia tidak akan menyangkal bahkan anggota-anggota tubuhNya sendiri yang tidak menguntungkan. Anak-anak Allah yang sejati tidak bisa menjadi sesuatu yang lain dari anak-anak, bahkan pada saat tidak taat dan lemah. Kesetiaan Kristus kepada orang-orang Kristen tidaklah tergantung pada kesetiaan mereka kepada Dia.].
2Tim 1:15 - “Engkau tahu bahwa semua mereka yang di daerah Asia Kecil berpaling dari padaku; termasuk Figelus dan Hermogenes.”.
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “But Paul makes it clear (2 Tim 2:13) that even our own doubt and unbelief cannot change Him: ‘He abideth faithful; He cannot deny Himself.’ We do not put faith in our faith or in our feelings because they will change and fail. We put our faith in Christ. The great missionary, J. Hudson Taylor, often said, ‘It is not by trying to be faithful, but in looking to the Faithful One, that we win the victory.’” [= Tetapi Paulus membuat jelas (2Tim 2:13) bahwa bahkan keraguan dan ketidak-percayaan kita sendiri tidak bisa mengubahNya: ‘Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’. Kita tidak beriman pada iman kita atau pada perasaan kita karena hal-hal itu akan berubah dan gagal. Kita beriman kepada Kristus. Misionaris yang besar / agung, J. Hudson Taylor, sering berkata, ‘Bukan dengan berusaha menjadi setia, tetapi dengan memandang kepada Yang Setia, maka kita memenangkan kemenangan’.].
Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey): “2:12-13 can seem contradictory; this is one possible interpretation: (1) If we ‘deny’ Christ, that is, if we deny him first place in our lives, he will also ‘deny’ us, that is, we will suffer the loss of our rewards at his judgment seat (see exposition on 1 Cor 3:10-17). (2) But no matter how ‘unfaithful’ we are, that is, no matter how much we fail him, he will remain ‘faithful’ and will never ‘deny himself,’ that is, he will never go back on his promise to save us (see 2:19; 2 Cor 1:19-22; Eph 1:13-14; 1 Peter 1:3-5).” [= 2:12-13 bisa kelihatan bertentangan; ini merupakan salah satu penafsiran yang memungkinkan: (1) Jika kita ‘menyangkal’ Kristus, artinya, jika kita menyangkal / menolak untuk memberikan Dia tempat pertama dalam hidup kita, Ia juga akan ‘menyangkal’ kita, artinya, kita akan mengalami kehilangan pahala kita pada kursi penghakimanNya (lihat exposisi tentang 1Kor 3:10-17). (2) Tetapi tak peduli bagaimanapun ‘tidak setianya’ kita, artinya, tak peduli bagaimanapun banyaknya kita melupakan / melalaikan Dia, Ia akan tetap ‘setia’ dan tidak akan pernah ‘menyangkal diriNya sendiri’, artinya, Ia tidak akan pernah mundur dari janjiNya untuk menyelamatkan kita (lihat 2:19; 2Kor 1:19-22; Ef 1:13-14; 1Pet 1:3-5).].
2Tim 2:19 - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
2Kor 1:19-22 - “(19) Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah ‘ya’ dan ‘tidak’, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada ‘ya’. (20) Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah. (21) Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.”.
Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya.”.
1Pet 1:3-5 - “(3) Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmatNya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, (4) untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. (5) Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.”.
UBS New Testament Handbook Series: “‘Faithless’ is better translated in English as ‘unfaithful’ (compare TEV and CEV), with Christ as the implicit object of the unfaithfulness. This would make clear that ‘unfaithful’ is parallel to ‘deny’ in the previous verse, since to disown Christ is equivalent to being unfaithful to him. So one may translate ‘If we are unfaithful to him’ or ‘If we turn our backs on him.’ The second part of this verse is not what we expect it to be, considering the previous verse. So here we would have expected ‘he will also be unfaithful.’ In fact some scholars have suggested that the meaning of ‘he remains faithful’ is that Christ remains faithful to his sense of justice and will therefore pronounce judgment on those who are unfaithful to him. ... Attractive as this explanation may be, it is more likely that the object of faithfulness here is not Christ but the believers, that is, ‘he remains faithful to us.’ ‘He cannot be false to himself’ then means that Christ cannot turn his back on his true nature as the Savior who remains faithful to those who trust in him.” [= Kata ‘faithless’ lebih baik diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘tidak setia’ (bandingkan dengan TEV dan CEV), dengan Kristus sebagai obyek implicit / tidak langsung dari ketidak-setiaan. Ini akan membuat jelas bahwa ‘tidak setia’ paralel dengan ‘menyangkal’ dalam ayat sebelumnya, karena menyangkal / tidak mengakui Kristus adalah sama dengan tidak setia kepadaNya. Jadi seseorang bisa menterjemahkan ‘Jika kita tidak setia kepadaNya’ atau ‘Jika kita membelakangi Dia’. Bagian kedua dari ayat ini tidaklah seperti yang kita harapkan, kalau kita mempertimbangkan ayat sebelumnya. Jadi, di sini kita akan mengharapkan ‘Ia juga akan tidak setia’. Dalam faktanya / sebetulnya, beberapa sarjana telah mengusulkan bahwa arti dari ‘Ia tetap setia’ adalah bahwa Kristus tetap setia pada perasaan / pendirian tentang keadilan dan karena itu Ia akan mengumumkan penghakiman kepada mereka yang tidak setia kepadaNya. ... Sekalipun penjelasan ini menarik, adalah lebih memungkinkan bahwa obyek dari kesetiaan di sini bukanlah Kristus tetapi orang-orang percaya, yaitu, ‘Ia tetap setia kepada kita’. Jadi, ‘Ia tidak bisa tidak setia kepada diriNya sendiri’ artinya adalah bahwa Kristus tidak bisa membelakangi sifat dasarNya yang sejati sebagai Juruselamat yang tetap setia kepada mereka yang percaya kepadaNya.].
Ay 12b-13: “(12b) jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Dalam kalimat pertama, kata-kata ‘Diapun akan menyangkal kita’ merupakan sikap Kristus terhadap kita. Kalau dalam kalimat kedua kata-kata ‘Dia tetap setia’ diartikan Dia setia terhadap janji-janji dan ancaman-ancamanNya, bagi saya rasanya aneh dan tidak cocok, dan tidak memungkinkan untuk menganggap kalimat-kalimat itu sebagai kalimat-kalimat yang paralel. Lebih cocok, sama seperti dalam kalimat pertama, ini diartikan Dia tetap setia terhadap kita!
The IVP New Testament Commentary Series: “While Paul does not go into the questions whether such apostates ever really ‘believed’ in Christ or what constitutes unfaithfulness to the point of denial, verse 13 may sound a note of hope intended for the church that has experienced defection and perhaps for the individual who has experienced defeat: ‘if we are faithless, he will remain faithful.’ The change from denial to ‘faithless’ (or ‘unfaithfulness’) marks a change in atmosphere (though the warning issued in verse 12 is no less real). ... Paul’s point may be that no matter what, God’s promise to save his people will not fail because some prove to be false. Or from a more personal point of view, it is possible that this is a promise that God will preserve even the weakest believer (Peter’s restoration in Jn 21:15-19 comes to mind). God must keep his promises, for they are grounded in his own being and ‘he cannot deny himself.’” [= Sementara Paulus tidak masuk ke dalam pertanyaan-pertanyaan apakah orang-orang murtad seperti itu pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus atau apa yang merupakan / membentuk ketidak-percayaan kepada titik penyangkalan, ay 13 bisa membunyikan / mengucapkan suatu nada pengharapan yang dimaksudkan untuk gereja yang telah mengalami kegagalan dan mungkin untuk individu yang telah mengalami kekalahan: ‘jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia’. Perubahan dari penyangkalan kepada ‘tidak setia’ (atau ‘ketidaksetiaan’) menandai suatu perubahan dalam suasana (sekalipun peringatan yang dikeluarkan dalam ay 12 tidak kurang sungguh-sungguhnya). ... maksud Paulus bisa adalah bahwa tak peduli apapun yang terjadi, janji Allah untuk menyelamatkan umatNya tidak akan gagal karena / sekalipun sebagian umat terbukti tidak setia. Atau dari sudut pandang yang lebih pribadi, adalah mungkin bahwa ini adalah suatu janji bahwa Allah akan memelihara / menjaga / melindungi bahkan orang percaya yang paling lemah (pemulihan Petrus dalam Yoh 21:15-19 bisa diingat). Allah pasti memegang janji-janjiNya, karena mereka didasarkan pada diriNya / keberadaanNya sendiri, dan ‘Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’.] - Libronix.
Matt Proctor: “The fourth stanza is God’s response to a believer’s failure. ‘Faithless’ here does not refer to a complete lack of faith, but a wavering faith (see Mark 9:24). Stanza 3 dealt with a person’s permanent rejection of God, but this fourth stanza deals with a believer’s temporary lapse into disobedience. If stanza 3 describes Judas’s once-for-all betrayal, stanza 4 describes Peter’s momentary denial. God promises here to be faithful to such a person, despite their failings. As 1John 1:9 says, ‘If we confess our sins, he is faithful and just and will forgive us our sins and purify us from all unrighteousness.’ If a prodigal son returns, God welcomes him back with open arms.” [= Bait ke 4 adalah tanggapan Allah terhadap kegagalan seorang percaya. ‘Faithless’ di sini tidak menunjuk pada sama sekali tidak adanya iman, tetapi suatu iman yang ragu-ragu / goncang (lihat Mark 9:24). Bait ke 3 menangani penolakan permanen dari seseorang terhadap Allah, tetapi bait ke 4 menangani orang percaya yang tergelincir ke dalam ketidaktaatan untuk sementara. Jika bait ke 3 menggambarkan pengkhianatan sekali dan selamanya dari Yudas, bait ke 4 menggambarkan penyangkalan sementara dari Petrus. Allah menjanjikan di sini untuk setia kepada orang seperti itu, sekalipun ada kegagalan-kegagalan mereka. Seperti 1Yoh 1:9 katakan, ‘Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.’. Jika anak yang hilang kembali, Allah menerimanya kembali dengan tangan terbuka.] - Libronix.
Mark 9:24 - “Segera ayah anak itu berteriak: ‘Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!’”.
Douglas J. W. Milne: “The final lines of the hymn give the assurance that ‘if we are faithless, he will remain faithful, for he cannot disown himself’ (verse 13). This could mean that the Lord will uphold his judicial threats against those who deny him, and that he will never be untrue to his own holiness and justice against those who defect from his side. But it can also mean that for the true believer united to Christ in the enduring bonds of the gospel covenant, the occasional or periodic lapse into sin does not negate the Saviour’s commitment to them. Jesus is grieved by the failures of his people, but his love for them endures. By their more serious sins believers may lose the enjoyment of Christ’s love, through wounding their conscience and grieving his Holy Spirit, but they can never lose their salvation (John 10:28f.; 1 Cor. 3:15). To the penitent disciple Christ promises his pardoning grace, and immediately works to restore the damage done to faith through sinning (Luke 22:31–34, 54–62; John 21:15–17). To do otherwise would be to deny himself as each Christian’s faithful Friend and Brother. This is something that ethically he cannot do.” [= Baris terakhir dari nyanyian pujian memberi jaminan / kepastian bahwa ‘jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia, karena Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’ (ayat 13). Ini bisa berarti bahwa Tuhan akan memegang / menegakkan ancaman-ancaman penghakimanNya terhadap mereka yang menyangkalNya, dan bahwa Ia tidak akan pernah tidak benar kepada kekudusanNya dan keadilanNya sendiri terhadap mereka yang meninggalkan pihakNya. Tetapi itu juga bisa berarti bahwa untuk orang percaya yang sejati, yang dipersatukan dengan Kristus dalam ikatan yang bertahan dari perjanjian injil, penyelewengan yang kadang-kadang atau berkala ke dalam dosa tidaklah meniadakan komitmen dari sang Juruselamat kepada mereka. Yesus disedihkan oleh kegagalan-kegagalan umatNya, tetapi kasihNya untuk mereka bertahan. Oleh dosa-dosa mereka yang lebih serius, orang-orang percaya bisa kehilangan penikmatan kasih Kristus, melalui pelukaan hati nurani mereka dan tindakan mendukakan Roh Kudus, tetapi mereka tidak pernah bisa kehilangan keselamatan mereka (Yoh 10:28-dst; 1Kor 3:15). Kepada murid yang menyesal Kristus menjanjikan kasih karuniaNya yang mengampuni, dan dengan segera bekerja untuk memulihkan kerusakan yang dilakukan terhadap iman melalui tindakan-tindakan berdosa (Luk 22:31–34,54–62; Yoh 21:15–17). Melakukan yang sebaliknya / yang berbeda akan berarti menyangkal diriNya sendiri sebagai Sahabat dan Saudara yang setia dari setiap orang Kristen. Ini adalah sesuatu yang secara etis tidak bisa Ia lakukan.] - Libronix.
Gordon D. Fee: “Line 4: ‘If we are faithless, he will remain faithful’ (cf. Rom. 3:3). This line is full of surprises, and it is also the one for which sharp differences of opinion exist regarding its interpretation. Some see it as a negative, corresponding to line 3. ‘If we are faithless’ (i.e., if we commit apostasy), God must be ‘faithful’ to himself and mete out judgment. Although such an understanding is possible, it seems highly improbable that this is what Paul himself intended. After all, that could have been said plainly. The lack of a future verb with the adverb ‘also,’ as well as the fact that God’s faithfulness in the NT is always in behalf of his people, also tend to speak out against this view. What seems to have happened is that, in a rather typical way (cf., e.g., 1 Cor. 8:3), Paul could not bring himself to finish a sentence as it began. It is possible for us to prove faithless; but Paul could not possibly say that God would then be faithless toward us. Indeed, quite the opposite. ‘If we are faithless’ (and the context demands this meaning of the verb apistoumen, not ‘unbelieving,’ as KJV, et al.), this does not in any way affect God’s own faithfulness to his people. This can mean either that God will override our infidelity with his grace (as most commentators) or that his overall faithfulness to his gracious gift of eschatological salvation for his people is not negated by the faithlessness of some. This latter seems more in keeping with Paul and the immediate context. Some have proved faithless, but God’s saving faithfulness has not been diminished thereby. ... The final coda simply explains why the final apodosis stands as it does: ‘because he cannot disown himself.’ To do so would mean that God had ceased to be. Hence eschatological salvation is for Paul ultimately rooted in the character of God.” [= Baris 4: ‘Jika kita tidak setia, Ia akan tetap setia’ (bdk. Ro 3:3). Baris ini penuh dengan kejutan-kejutan, dan itu juga satu baris untuk mana ada perbedaan-perbedaan pandangan yang tajam berkenaan dengan penafsirannya. Sebagian orang melihatnya sebagai sesuatu yang negatif, sesuai dengan baris 3. ‘Jika kita tidak beriman / percaya’ (artinya, jika kita murtad), Allah pasti ‘setia’ kepada diriNya sendiri dan memberikan penghakiman secara adil. Sekalipun pengertian seperti itu bisa saja, kelihatannya sangat tidak mungkin bahwa ini adalah apa yang Paulus sendiri maksudkan. Bagaimanapun juga, itu bisa saja dikatakan dengan jelas. Tidak adanya kata kerja bentuk akan datang dengan kata keterangan ‘juga’, maupun fakta bahwa kesetiaan Allah dalam PB selalu adalah demi umatNya, juga cenderung untuk berkata dengan tegas menentang pandangan ini. Apa yang kelihatannya telah terjadi adalah bahwa, dalam suatu cara yang agak khas (bdk. sebagai contoh, 1Kor 8:3), Paulus tidak bisa menyelesaikan suatu kalimat yang ia mulai. Adalah mungkin bagi kita untuk ternyata tidak setia; tetapi Paulus tidak mungkin bisa mengatakan bahwa Allah lalu akan tidak setia terhadap kita. Yang terjadi, justru adalah apa yang sebaliknya. ‘Jika kita tidak setia’ (dan kontext menuntut arti ini dari kata kerja APISTOUMEN, bukanlah ‘tidak percaya’, seperti KJV, dll.), ini tidaklah dengan cara apapun mempengaruhi kesetiaan Allah sendiri kepada umatNya. Ini bisa berarti, atau bahwa Allah akan melindas ketidak-setiaan kita dengan kasih karuniaNya (seperti kebanyakan penafsir) atau bahwa kesetiaanNya yang menyeluruh / mencakup segala sesuatu pada anugerahNya yang penuh kasih karunia dari keselamatan yang bersifat eskatologi untuk umatNya, tidak akan ditiadakan oleh ketidak-setiaan dari sebagian umatNya. Yang belakangan ini kelihatannya lebih sesuai dengan Paulus dan kontext yang paling dekat. Sebagian orang ternyata tidak setia, tetapi kesetiaan yang menyelamatkan dari Allah tidaklah dikurangi karenanya. ... Bagian terakhir / penutup sekedar menjelaskan mengapa kesimpulan terakhir ada sebagai ia ada: ‘karena Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’. Melakukan seperti itu akan berarti bahwa Allah telah berhenti sebagai Allah / berhenti ada. Jadi, keselamatan yang bersifat eskatologi bagi Paulus berakar pada akhirnya pada / dalam karakter dari Allah.] - ‘The New International Biblical Commentary’ (Libronix).
1Kor 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah.”.
Catatan: Saya tidak mengerti apa maksudnya ia memberikan 1Kor 8:3 ini sebagai referensi / contoh.
Penafsir ini memberikan beberapa argumentasi yang bagus / menarik mengapa ia memilih pandangan kedua. Argumentasinya (bagian yang saya garis-bawahi) adalah:
a. Kalau Paulus memang memaksudkan bahwa Allah akan setia pada ancaman-ancamanNya dan menghukum orang yang tidak setia itu, ia bisa mengatakannya dengan jelas, sehingga tidak ada keraguan tentang apa yang ia maksudkan.
b. Tidak ada kata kerja dalam bentuk future / akan datang, dan tidak adanya kata ‘also’ [= juga] dalam bagian itu.
KJV: ‘(11b) For if we be dead with him, we shall also live with him: (12) If we suffer, we shall also reign with him: if we deny him, he also will deny us: (13) If we believe not, yet he abideth faithful: he cannot deny himself.’.
Ay 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun (also / juga) akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun (also / juga) akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun (also / juga) akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Catatan: dalam ay 11-12 kata ‘also’ [= juga], yang diterjemahkan dari kata Yunani KAI (biasanya diterjemahkan ‘dan’, atau ‘tetapi’, tetapi bisa juga diterjemahkan ‘also’ / ‘juga’ - Bible Works 7), seharusnya muncul 3 x (ini ada dalam KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV). Tetapi dalam ay 13 kata ‘also’ [= juga] itu tidak ada! Mengapa tidak ada? Karena kata-kata ‘jika kita tidak setia’ memang kontras dengan kata-kata ‘Dia tetap setia’! Karena itu, menurut saya ini semua menunjukkan bahwa di sini terjadi bukan keparalelan, tetapi pengkontrasan!
c. Dalam Perjanjian Baru kesetiaan Allah selalu diartikan bagi umatNya!
Memang pada waktu saya sendiri melihat kata ‘setia’ dalam konkordansi, maka dalam seluruh Alkitab (dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), tidak pernah kata ‘setia’, pada waktu diterapkan kepada Allah, diartikan sebagai ‘setia pada janji-janji / ancaman-ancamanNya’!
Saya ingin menambahkan bahwa kalau yang dimaksudkan adalah ‘Allah setia pada firman / janji / ancamanNya’, Alkitab selalu menuliskan secara jelas / explicit seperti dalam contoh-contoh di bawah ini.
(1)Ul 7:9 - “Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setiaNya terhadap orang yang kasih kepadaNya dan berpegang pada perintahNya, sampai kepada beribu-ribu keturunan,”.
(2)Ul 7:12 - “‘Dan akan terjadi, karena kamu mendengarkan peraturan-peraturan itu serta melakukannya dengan setia, maka terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setiaNya yang diikrarkanNya dengan sumpah kepada nenek moyangmu.”.
(3)Maz 145:13 - “KerajaanMu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahanMu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataanNya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatanNya.”.
(4)Dan 9:4 - “Maka aku memohon kepada TUHAN, Allahku, dan mengaku dosaku, demikian: ‘Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintahMu!”.
Alasan-alasan lain bagi saya untuk memilih arti ke 2 adalah:
a. Mari kita memperhatikan dan menganalisa kata-kata ‘jika kita tidak setia’.
Pada waktu saya melihat dalam konkordansi, maka kata-kata ‘tidak setia’ pada waktu ditujukan kepada manusia dalam hubungannya dengan Allah, pada umumnya / hampir semua menunjukkan ketidak-percayaan (tidak adanya iman yang sejati). Jadi, biasanya kata-kata ini ditujukan kepada orang yang tidak percaya / orang kristen KTP.
Misalnya:
(1)1Taw 10:13 - “Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah,”.
(2)Maz 78:8 - “dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah.”.
Dalam kasus dimana yang ‘tidak setia’ adalah orang yang tidak percaya / orang kristen KTP, maka jelas tidak mungkin kita menafsirkan bahwa dalam keadaan seperti ini Yesus akan tetap setia kepada mereka. Maka kita harus mengambil penafsiran pertama, yaitu bahwa Ia tetap setia pada ancaman-ancaman dan janji-janjiNya.
Bdk. Yer 16:3-6 - “(3) Sebab beginilah firman TUHAN tentang anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan yang lahir di tempat ini, tentang ibu-ibu mereka yang melahirkan mereka dan tentang bapa-bapa mereka yang memperanakkan mereka di negeri ini: (4) Mereka akan mati karena penyakit-penyakit yang membawa maut; mereka tidak akan diratapi dan tidak akan dikuburkan; mereka akan menjadi pupuk di ladang; mereka akan habis oleh pedang dan kelaparan; mayat mereka akan menjadi makanan burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi. (5) Sungguh, beginilah firman TUHAN: Janganlah masuk ke rumah perkabungan, dan janganlah pergi meratap dan janganlah turut berdukacita dengan mereka, sebab Aku telah menarik damai sejahtera pemberianKu dari pada bangsa ini, demikianlah firman TUHAN, juga kasih setia dan belas kasihanKu. (6) Besar kecil akan mati di negeri ini; mereka tidak akan dikuburkan, dan tidak ada orang yang akan meratapi mereka; tidak ada orang yang akan menoreh-noreh diri dan yang akan menggundul kepala karena mereka.”.
Tetapi dalam Alkitab jelas juga ada kata-kata ‘tidak setia’ yang diterapkan kepada orang-orang percaya yang sungguh-sungguh yang jatuh ke dalam dosa. Contoh:
(1)Im 5:15-16 - “(15) ‘Apabila seseorang berubah setia dan tidak sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal kudus yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salahnya seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, dinilai menurut syikal perak, yakni menurut syikal kudus, menjadi korban penebus salah. (16) Hal kudus yang menyebabkan orang itu berdosa, haruslah dibayar gantinya dengan menambah seperlima, lalu menyerahkannya kepada imam. Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu dengan domba jantan korban penebus salah itu, sehingga ia menerima pengampunan.”.
Catatan: kata-kata ‘berubah setia’ dalam Im 5:15 diterjemahkan bermacam-macam oleh Kitab Suci bahasa Inggris, tetapi Bible Works 7 mengatakan bahwa kata itu terjemahannya memang adalah ‘bertindak dengan tidak setia’. Terjemahan NASB juga menterjemahkan seperti itu. Hal yang sama muncul dalam Im 6:2 (baca sampai dengan ay 7nya), Im 26:40 (baca sampai dengan ay 45nya), Bil 5:6 (baca sampai dengan ay 7). Text ini kelihatannya menunjuk kepada orang percaya yang sungguh-sungguh yang jatuh ke dalam dosa, karena ada pendamaian dan pengampunan bagi dia.
(2)Ezra 9-10, kita lihat beberapa ayat saja.
Ezr 9:2,4 - “(2) Karena mereka telah mengambil isteri dari antara anak perempuan orang-orang itu untuk diri sendiri dan untuk anak-anak mereka, sehingga bercampurlah benih yang kudus dengan penduduk negeri, bahkan para pemuka dan penguasalah yang lebih dahulu melakukan perbuatan tidak setia itu.’ ... (4) Lalu berkumpullah kepadaku semua orang yang gemetar karena firman Allah Israel, oleh sebab perbuatan tidak setia orang-orang buangan itu, tetapi aku tetap duduk tertegun sampai korban petang.”.
Ezr 10:2,6,10 - “(2) Maka berbicaralah Sekhanya bin Yehiel, dari bani Elam, katanya kepada Ezra: ‘Kami telah melakukan perbuatan tidak setia terhadap Allah kita, oleh karena kami telah memperisteri perempuan asing dari antara penduduk negeri. Namun demikian sekarang juga masih ada harapan bagi Israel. ... (6) Sesudah itu Ezra pergi dari depan rumah Allah menuju bilik Yohanan bin Elyasib, dan di sana ia bermalam dengan tidak makan roti dan minum air, sebab ia berkabung karena orang-orang buangan itu telah melakukan perbuatan tidak setia. ... (10) Maka bangkitlah imam Ezra, lalu berkata kepada mereka: ‘Kamu telah melakukan perbuatan tidak setia, karena kamu memperisteri perempuan asing dan dengan demikian menambah kesalahan orang Israel.”.
Sederetan ayat dalam kitab Ezra ini menunjukkan bahwa orang-orang Israel itu tidak setia dalam arti mereka jatuh ke dalam dosa (mengambil istri asing), tetapi kelihatannya mereka adalah orang-orang percaya karena akhirnya mereka bertobat dari dosa itu.
Bdk. Ezra 10:44 - “Mereka sekalian mengambil sebagai isteri perempuan asing; maka mereka menyuruh pergi isteri-isteri itu dengan anak-anaknya.”.
Tetapi ayat yang paling jelas yang berbicara tentang orang-orang percaya yang tidak setia adalah ayat di bawah ini, karena ayat ini berbicara tentang Musa dan Harun, yang pasti adalah orang percaya.
Ul 32:51 - “oleh sebab kamu telah berubah setia terhadap Aku di tengah-tengah orang Israel, dekat mata air Meriba di Kadesh di padang gurun Zin, dan oleh sebab kamu tidak menghormati kekudusanKu di tengah-tengah orang Israel.”.
Catatan: Kata ‘kamu’ yang saya beri garis bawah ganda ada dalam bentuk jamak, dan karena itu menunjuk bukan kepada Musa saja, tetapi kepada Musa dan Harun.
Dalam kasus seperti ini (orang kristen sejati yang tidak setia), bisa dipastikan bahwa kata-kata ‘Dia tetap setia’ diberi obyek ‘orang percaya / orang Kristen’ (penafsiran kedua). Jadi seluruh kalimat artinya menjadi, ‘Jika kita (orang Kristen) tidak setia, Dia akan tetap setia (kepada kita)’. Ia tidak akan membuang kita / memasukkan kita ke dalam neraka.
Bdk. Yer 31:3 - “Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setiaKu kepadamu.”.
Catatan: baca Yer 30 yang menunjukkan bahwa tadinya mereka dihajar oleh Tuhan karena dosa-dosa mereka!
Kesukaran dalam menafsirkan 2Tim 2:13 ini adalah: Paulus tidak menjelaskan orang yang ‘tidak setia’ itu orang kristen yang sejati atau orang kristen KTP.
b. Arti ke 2 ini cocok dengan banyak ayat Alkitab seperti di bawah ini:
(1)2Sam 7:14-15 - “(14) Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. (15) Tetapi kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu.”.
(2)Yes 54:5-8,10 - “(5) Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam namaNya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi. (6) Sebab seperti isteri yang ditinggalkan dan yang bersusah hati TUHAN memanggil engkau kembali; masakan isteri dari masa muda akan tetap ditolak? firman Allahmu. (7) Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali. (8) Dalam murka yang meluap Aku telah menyembunyikan wajahKu terhadap engkau sesaat lamanya, tetapi dalam kasih setia abadi Aku telah mengasihani engkau, firman TUHAN, Penebusmu. ... (10) Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setiaKu tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damaiKu tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau.”.
(3)Rat 3:31-33 - “(31) Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. (32) Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setiaNya. (33) Karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia.”.
Ada penafsir-penafsir yang kelihatannya menggabungkan kedua arti di atas.
Barclay: “Jesus Christ cannot vouch in eternity for a man who has refused to have anything to do with him in time; but he is for ever true to the man who, however much he has failed, has tried to be true to him.” [= Yesus Kristus tidak bisa menjamin dalam kekekalan bagi seseorang yang telah menolak untuk mempunyai urusan apapun dengan Dia dalam waktu; tetapi Ia selama-lamanya setia kepada orang yang bagaimanapun hebatnya ia telah gagal, telah berusaha untuk setia kepada Dia.] - hal 170.
The Preacher’s Commentary Series (vol 32): “We would expect the hymn to repeat the parallel in its conclusion to the effect that if we are faithless, God is faithless. But notice the dramatic shift: ‘If we are faithless, He remains faithful; He cannot deny Himself.’ Because of this shift, the meaning is not easy to pin down. On the one hand, it might appear that God’s faithfulness, ‘no matter what,’ offsets the fear engendered by the thought of Jesus’ denial of us. If pressed, this leads to a concept of unconditional love on God’s part in which, ultimately, our actions have no lasting consequence. God will always tidy up our messes. On the other hand, this statement can be read as a statement of dreadful finality. His faithfulness is to Himself. Thus, as our denial of Him results in His denial of us, so our faithlessness to Him results in His faithfulness to Himself - which is to judge us for our infidelity. I don’t think we have to get pressed to either extreme. Don’t forget that this was likely a hymn, not a theological treatise. I’m satisfied that both notes need to be sounded. Denial and infidelity, in their many forms, must be taken seriously. Grace and unconditional love must never be distorted to mean that our actions do not have meaning or consequences. We must be responsible for our conduct - with God and with others. In this sense God’s faithfulness must mean that He cannot contradict Himself. The God of love and mercy is also the God of justice and righteousness. The prophet Hosea is the classic spokesman to this problem. He saw clearly the denial and faithlessness of the people of God. He boldly portrayed Israel’s behavior in terms of his own unfaithful wife. God is seen both as bringing judgment upon Israel and as finally wooing and winning her back. ‘How can I give you up, Ephraim? How can I hand you over, Israel?… I will not execute the fierceness of My anger… for I am God, and not man’ (Hos. 11:8–9). Paul’s words to the Corinthians seem to say the same thing. In 1 Corinthians 3:11–15, he portrays the Christian life as building upon the foundation which is Jesus Christ. The deeds of our lives are likened to ‘gold, silver, precious stones, wood, hay, straw.’ In our final accounting to God, our works will be tested by fire - some will endure, some will be consumed as worthless. But Paul’s conclusion affirms God’s ultimate mercy: ‘If anyone’s work is burned, he will suffer loss; but he himself will be saved, yet so as through fire’ (1 Cor. 3:15). I take this to be bad news and good news. For God to be faithful to Himself, our behavior must have meaning, and that means that our actions have consequences that God Himself will not abridge. But God also promises us salvation in Christ. Whether or not our works endure the test of fire, in Christ we will be saved. The central motive for faithfulness to God is not the fear of being rejected by God. The driving force for fidelity to God is the positive desire to please the One who loves us so!” [= Kita akan mengharapkan nyanyian pujian ini untuk mengulang keparalelan dalam kesimpulannya kira-kira dengan sesuatu yang berarti bahwa jika kita tidak setia, Allah juga tidak setia. Tetapi perhatikan pergeseran yang dramatis: ‘Jika kita tidak setia, Ia tetap setia; Ia tidak dapat menyangkal diriNya sendiri’. Karena pergeseran ini, artinya tidak mudah untuk dipastikan. Di satu pihak, bisa terlihat bahwa kesetiaan Allah, ‘tak peduli apapun yang terjadi’, mengimbangi rasa takut yang ditimbulkan oleh pemikiran tentang penyangkalan Yesus terhadap kita. Jika ditekankan, ini membimbing pada suatu konsep tentang kasih yang tak bersyarat di pihak Allah dalam mana, pada akhirnya, tindakan-tindakan kita tidak mempunyai konsekwensi yang abadi. Allah akan selalu membereskan kekacauan-kekacauan kita. Di lain pihak, pernyataan ini bisa dibaca sebagai suatu pernyataan tentang akhir yang menakutkan. KesetiaanNya adalah kepada diriNya sendiri. Jadi, seperti penyangkalan kita terhadap Dia mengakibatkan penyangkalanNya terhadap kita, demikianlah ketidak-setiaan kita kepadaNya mengakibatkan dalam kesetiaanNya kepada diriNya sendiri - yang harus menghakimi kita untuk ketidak-setiaan kita. Saya tidak berpikir / menganggap kita harus menekankan extrim yang manapun. Jangan lupa bahwa ini mungkin sekali adalah suatu nyanyian pujian, bukan suatu buku / karangan theologia. Saya yakin bahwa kedua catatan perlu untuk dibunyikan. Penyangkalan dan ketidak-setiaan, dalam bentuk-bentuk mereka yang banyak, harus dipandang secara serius. Kasih karunia dan kasih yang tak bersyarat tidak pernah boleh diubah / disimpangkan untuk berarti bahwa tindakan-tindakan kita tidak mempunyai arti atau konsekwensi-konsekwensi. Kita harus bertanggung jawab untuk tingkah laku kita - dengan Allah dan dengan orang-orang lain. Dalam arti ini kesetiaan Allah harus berarti bahwa Ia tidak bisa menentang diriNya sendiri. Allah dari kasih dan belas kasihan juga adalah Allah dari keadilan dan kebenaran. Nabi Hosea adalah jurubicara klasik bagi problem ini. Ia melihat dengan jelas penyangkalan dan ketidak-setiaan dari umat Allah. Ia dengan berani menggambarkan kelakuan Israel dalam istilah-istilah dari istrinya sendiri yang tidak setia. Allah terlihat baik sebagai membawa penghakiman atas Israel dan akhirnya sebagai membujuk dan memenangkan ia kembali. ‘Bagaimana Aku bisa menyerahkan engkau, Efraim? Bagaimana Aku bisa menyerahkan engkau, Israel? ... Aku tidak akan melaksanakan keganasan murkaKu ... sebab Aku ini Allah, dan bukan manusia’ (Hos 11:8-9). Kata-kata Paulus kepada orang-orang / jemaat Korintus kelihatannya mengatakan hal yang sama. Dalam 1Kor 3:11-15, ia menggambarkan kehidupan Kristen seperti membangun di atas fondasi yang adalah Yesus Kristus. Tindakan-tindakan / perbuatan-perbuatan dari kehidupan kita disamakan dengan ‘emas, perak, batu-batu berharga, kayu, rumput kering, jerami’. Dalam pertanggungan jawab akhir kita kepada Allah, pekerjaan-pekerjaan kita akan diuji dengan api - sebagian akan bertahan, sebagian akan dihabiskan sebagai tidak berharga. Tetapi kesimpulan Paulus menegaskan belas kasihan terakhir dari Allah: ‘Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.’ (1Kor 3:15). Saya mengartikan ini sebagai kabar buruk dan kabar baik. Bagi Allah untuk setia kepada diriNya sendiri, kelakuan kita harus mempunyai arti, dan itu berarti bahwa tindakan-tindakan kita mempunyai konsekwensi-konsekwensi yang Allah sendiri tidak akan / mau mengurangi. Tetapi Allah juga menjanjikan kita keselamatan dalam Kristus. Apakah pekerjaan-pekerjaan kita bertahan dari ujian api itu, dalam Kristus kita akan diselamatkan. Motivasi sentral untuk kesetiaan kepada Allah bukanlah rasa takut untuk ditolak oleh Allah. Kekuatan yang mendorong untuk kesetiaan kepada Allah adalah keinginan yang positif untuk menyenangkan Dia yang mengasihi kita seperti itu!] - hal 268-269 (Libronix).
Hos 11:8-9 - “(8) Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel? Masakan Aku membiarkan engkau seperti Adma, membuat engkau seperti Zeboim? HatiKu berbalik dalam diriKu, belas kasihanKu bangkit serentak. (9) Aku tidak akan melaksanakan murkaKu yang bernyala-nyala itu, tidak akan membinasakan Efraim kembali. Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan.”.
1Kor 3:11-15 - “(11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.
Saya tidak setuju dengan tafsiran yang menggabungkan kedua pandangan itu seperti ini. Saya berpendapat Paulus pasti memaksudkan pandangan yang pertama atau yang kedua. Tidak mungkin keduanya. Dan saya memilih yang kedua. Dengan demikian text ini (2Tim 2:13) bukannya menentang doktrin ‘Perseverance of the Saints’ [= Ketekunan orang-orang kudus], tetapi malah mendukungnya!!!
Satu hal yang harus saya tambahkan adalah: bahkan William Hendriksen (dan banyak orang lain) yang mempercayai tafsiran pertama, tidak mempercayai bahwa ayat ini menunjukkan kalau keselamatan bisa hilang. Ia menganggap bahwa orang-orang yang tidak setia itu tidak pernah percaya dengan sungguh-sungguh. Mereka bukan kehilangan keselamatan mereka, tetapi mereka tidak pernah diselamatkan!
William Hendriksen: “Having stated in the first two lines what will happen to those who endure or are willing to endure hardship even to violent death, the last two lines of the quoted portion of the hymn take up the case of those who, having confessed Christ (at least with the lips), become disloyal to him. ‘If we shall deny (cf. I Tim. 5:8) him, he on his part will also deny us.’ When a person, because of unwillingness to suffer hardship for the sake of Christ and his cause, disowns the Lord (‘I do not know the man!’), then, unless he repents, he will be disowned by the Lord in the great day of judgment (‘I do not know you’).” [= Setelah menyatakan dalam dua baris pertama apa yang akan terjadi dengan mereka yang bertahan atau mau menahan kesukaran bahkan sampai pada kematian yang hebat / bengis, dua baris terakhir dari bagian kutipan nyanyian pujian itu membahas kasus dari mereka yang, setelah mengakui Kristus (sedikitnya dengan bibir), menjadi tidak setia kepadaNya. ‘Jika kita menyangkal (bdk. 1Tim 5:8) Dia, Ia juga akan menyangkal kita’. Pada waktu seseorang, karena ketidakmauan untuk menderita kesukaran / kekerasan demi Kristus dan perkaraNya, menyangkal Tuhan (‘Aku tidak mengenal Orang itu!’), maka, kecuali ia bertobat, ia akan disangkal oleh Tuhan pada hari penghakiman yang besar (‘Aku tidak mengenal kamu’).].
Orang yang menyangkal Kristus secara permanen tidak mungkin adalah orang kristen yang sejati!
g) Ibr 2:1-4 - “(1) Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus. (2) Sebab kalau firman yang dikatakan dengan perantaraan malaikat-malaikat tetap berlaku, dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, (3) bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya, kepada kita dengan cara yang dapat dipercayai, sedangkan (4) Allah meneguhkan kesaksian mereka oleh tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh berbagai-bagai penyataan kekuasaan dan karena Roh Kudus, yang dibagi-bagikanNya menurut kehendakNya.”.
Kata ‘menyia-nyiakan’ dalam ay 3 diterjemahkan:
KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV: ‘neglect’ [= mengabaikan].
NIV: ‘ignore’ [= mengabaikan].
Sebetulnya ini sudah menunjukkan bahwa ayat ini tidak berbicara tentang orang kristen yang sejati yang lalu terhilang, tetapi berbicara tentang orang yang memperhatikan Injil dengan tidak sungguh-sungguh, dan mengabaikannya!!! Ia bukan kehilangan keselamatan, tetapi tidak pernah selamat.
Tetapi mari kita melihat bagaimana Pdt. Jusuf B. S. menafsirkan text ini.
Pdt. Jusuf B. S.: “Jangan melalaikan kesempatan yang sudah didapat. Ibr 2:3 - ‘Bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu (ada kesempatan, keselamatan tidak ditentukan lebih dahulu), yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya, kepada kita dengan cara yang dapat dipercayai.’ Benih Firman Tuhan yang masuk dan sudah tumbuh itu berarti sudah selamat! Tetapi benih iman yang sudah tumbuh jadi besar dan segar bisa mati kembali! Sebab itu kesempatan ini janganlah disia-siakan.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 46.
Saya tak bisa melihat dari text itu dari mana ia mengatakan benih Firman Tuhan itu masuk dan sudah tumbuh, dan ia artikan itu sebagai ‘sudah selamat’! Ay 3 memang mengatakan ‘telah mendengarnya’, tetapi peringatan untuk memperhatikan dengan lebih teliti dalam ay 1, dan juga kata-kata ‘menyia-nyiakan / mengabaikan keselamatan yang sebesar itu’ dalam ay 3, jelas mengharuskan kita untuk menafsirkan bahwa orang itu mendengar firman dengan tidak sungguh-sungguh / tidak serius! Bahkan Adam Clarke dan Lenski, yang adalah orang-orang Arminian, menafsirkan seperti ini!
Adam Clarke (tentang Ibr 2:1): “Superficial hearers lose the benefit of the word preached, as the unseasoned vessel does its fluid; nor can anyone hear to the saving of his soul, unless he give most earnest heed, which he will not do unless he consider the dignity of the speaker, the importance of the subject, and the absolute necessity of the salvation of his soul.” [= Pendengar-pendengar yang dangkal / luaran kehilangan manfaat dari firman yang diberitakan, seperti bejana yang tak dibumbui (?) kehilangan cairannya; juga siapapun tidak bisa mendengar sehingga menyelamatkan jiwanya, kecuali ia memberikan perhatian yang sungguh-sungguh, yang ia tidak akan lakukan, kecuali ia mempertimbangkan kewibawaan dari si pembicara, kepentingan dari pokok itu, dan kebutuhan mutlak dari keselamatan jiwanya.].
Adam Clarke (tentang Ibr 2:3): “Those who neglect it, ameleesantes, are not only they who oppose or persecute it, but they who pay no regard to it; who do not meddle with it, do not concern themselves about it, do not lay it to heart, and consequently do not get their hearts changed by it. Now these cannot escape the coming judgments of God; not merely because they oppose his will and commandment, but because they sin against the very cause and means of their deliverance. As there is but one remedy by which their diseased souls can be saved, so by refusing to apply that one remedy they must necessarily perish.” [= Mereka yang mengabaikannya, AMELESANTES, bukanlah hanya mereka yang menentang atau menganiayanya, tetapi juga mereka yang tidak menghargainya; yang tidak mau tahu dengannya, tidak mempedulikannya, tidak memasukkannya ke dalam hati, dan karena itu tidak mendapatkan hati yang diubahkan olehnya. Orang-orang ini tidak bisa lolos dari penghakiman Allah yang mendatang; bukan semata-mata karena mereka menentang kehendak dan perintah / hukumNya, tetapi karena mereka berdosa terhadap penyebab dan jalan / cara dari pembebasan mereka. Karena disana hanya ada satu obat dengan mana jiwa mereka yang sakit bisa diselamatkan, maka dengan menolak untuk menggunakan obat yang satu itu mereka pasti binasa.].
Lenski (tentang Ibr 2:1): “The writer lets the facts concerning the incomparable greatness of the Son (chapter 1) merge into a strong warning for his readers. This is a warning and not merely an admonition. His word grips the hearts with the same firmness with which he grips the facts. The warning is only somewhat softened by the inclusion of himself, for the readers and not he are showing signs of defection.” [= Penulis membiarkan fakta-fakta berkenaan dengan kebesaran yang tak tertandingi dari Anak (pasal 1) bersatu / bercampur ke dalam suatu peringatan yang kuat bagi para pembacanya. Ini adalah suatu peringatan dan bukan semata-mata suatu nasehat. Kata-katanya mencengkeram hati dengan keteguhan yang sama dengan mana ia mencengkeram fakta-fakta. Peringatan ini hanya agak dilunakkan dengan pemasukan dirinya sendiri, karena para pembaca dan bukan dia, yang di sini sedang menunjukkan tanda-tanda penyimpangan.].
Lenski (tentang Ibr 2:1): “‘For this reason (presented at length in chapter 1) it is necessary the more earnestly to give heed to the things that were heard (by us) lest we ever get to be drifted past (them).’ This danger calls for the warning. ‘The more earnestly’ (abundantly) = because these things were spoken to us by God, not only in the person of his prophets, but also in the person of his Son (1:1, 2), and because the danger of drifting past them has already appeared.” [= ‘Karena alasan ini (diberikan panjang lebar dalam pasal 1) adalah perlu untuk dengan lebih sungguh-sungguh memperhatikan pada hal-hal yang telah didengar (oleh kita) supaya jangan kita hanyut melewati (mereka)’. Bahaya ini memerlukan peringatan. ‘Dengan lebih sungguh-sungguh’ (secara berlimpah-limpah) = karena hal-hal ini diucapkan kepada kita oleh Allah, bukan hanya melalui nabi-nabiNya, tetapi juga melalui AnakNya (1:1,2), dan karena bahaya dari hanyut melewati mereka telah terlihat.].
Pulpit Commentary: “To drift away from Christ is fearfully possible. It is so: 1. Because the soul is not always moored to Christ when it is brought to Christ. We regard it a doctrine of the New Testament that the true believer cannot be lost, that the salvation which on faith in Christ he receives is for ever, the might of Christ to supply all that is necessary to salvation being the warrant of it. Why, then, are these professing Christians warned against drifting away from Christ? It is possible to be brought to Christ without being anchored to him. A number of influences may lead one close to the Redeemer, between whom and Christ there is, nevertheless, no vital union, and as long as the tide runs that way his safety may not be suspected even by himself, but let the tide turn and his lack of union becomes apparent and he may drift away and be lost. 2. Because powerful adverse currents tend to carry the soul from the Saviour. Sometimes the current leads toward Christ. ... But it is not always that way; difficulties occur, winds of temptation blow, the tide of worldly custom runs high, the unseen force of depraved inclination gathers power; and then, however strong the cable, however firmly it may bind shore and ship together, it will creak and strain, and every fibre of it be needed to hold the ship in safety. But what if there be no cable, no vital faith, in that day? Then the soul will inevitably part company with Christ, leaving the harbour where it has lain so long, and be seen drifting away. 3. Because the departure of the soul from Christ may be for some time imperceptible. Drifting away is a departure silent, gradual, unnoticeable. At sunset the ship is close to shore and all is safe; without a warning it drops into the tide, and swings round, and with no sound but the ripple of the water is carried down the stream to the open sea, and the crew may sleep through it all. So, departure from Christ may be as involuntary and quiet as that; a silent, ceaseless, unconscious creeping back to old habits. There is its danger. Drifting away means leaving Christ without knowing it, till we find ourselves far out at sea, and a tide we cannot resist bearing us still further away. You have seen men who were once close to Christ, but whilst they slept they have unconsciously glided away, and by the current of worldliness been carried into the rapids and whirled along faster and faster, only waking to stare wildly at their helplessness, and close hands and eyes in despair for the final plunge into the eternal gulf.” [= Hanyut dari Kristus adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Ini disebabkan: 1. Karena seseorang tidak selalu tertambat kepada Kristus pada waktu ia dibawa kepada Kristus. Kami menganggap ini sebagai doktrin dari Perjanjian Baru bahwa orang percaya yang sejati tidak bisa terhilang, bahwa keselamatan yang ia terima karena iman dalam Kristus adalah untuk selamanya, kekuatan Kristus untuk menyuplai semua yang diperlukan untuk keselamatan merupakan jaminan untuk hal itu. Lalu mengapa orang-orang yang mengaku Kristen ini diperingatkan supaya tidak hanyut dari Kristus? Adalah mungkin untuk dibawa kepada Kristus tanpa dijangkarkan kepada Dia. Banyak pengaruh bisa membawa seseorang dekat kepada Sang Penebus sekalipun antara dia dan Kristus tidak ada persatuan yang hidup, dan selama air pasang mendorongnya ke arah itu keselamatannya tidak akan dicurigai bahkan oleh dirinya sendiri, tetapi pada waktu air surut maka ketidakadaan persatuan ini akan menjadi nyata dan ia akan hanyut dan terhilang. 2. Karena arus kuat yang melawan cenderung memisahkan seseorang dari Sang Juruselamat. Kadang-kadang arus membawa kepada Kristus. ... Tetapi tidak selalu seperti itu; kesukaran-kesukaran terjadi, angin pencobaan bertiup, air pasang dari kebiasaan duniawi naik, kekuatan yang tak terlihat dari kecenderungan yang bejat mengumpulkan kekuatan; dan lalu, betapapun kuat kabelnya, betapapun teguhnya kabel itu mengikatkan kapal ke pantai, kabel itu akan berderik-derik dan menegang, dan setiap serat dari kabel itu dibutuhkan untuk menahan kapal itu dengan aman. Tetapi bagaimana jika di sana tidak ada kabel, tidak ada iman yang hidup, pada saat itu? Maka tidak bisa tidak orang itu akan terpisah dari Kristus, meninggalkan pelabuhan dimana ia sudah terletak begitu lama, dan terlihat hanyut. 3. Karena tindakan meninggalkan dari seseorang terhadap Kristus bisa untuk beberapa waktu tidak kelihatan / tidak terasa. Hanyut adalah suatu kepergian yang tenang, perlahan-lahan, tak terlihat. Pada saat matahari terbenam kapal dekat dengan pantai dan semua aman; tanpa peringatan kapal itu masuk ke dalam air pasang, dan terombang-ambing, dan tanpa ada bunyi kecuali riak dari air, ia dibawa arus ke laut lepas, dan anak buah kapal mungkin tidur selama itu. Begitu juga, meninggalkan Kristus bisa sama tak disengajanya dan sama tenangnya seperti itu; tindakan merangkak yang tenang, terus menerus, tak disadari, mengembalikan kita kepada kebiasaan-kebiasaan lama. Itulah bahayanya. Hanyut dari Kristus berarti meninggalkan Kristus tanpa mengetahuinya, sampai kita mendapatkan diri kita jauh di laut, dan air pasang yang tak bisa kita lawan membawa kita lebih jauh lagi. Engkau telah melihat orang-orang yang suatu saat pernah dekat dengan Kristus, tetapi sementara mereka tidur secara tak disadari mereka meluncur pergi, dan oleh arus keduniawian dibawa ke dalam aliran yang deras dan dihanyutkan makin lama makin cepat, dan pada waktu mereka bangun mereka memandang dengan bingung pada keadaan mereka yang tanpa harapan, dan melipat tangan dan menutup mata dalam keputus-asaan untuk loncatan terakhir ke dalam jurang yang kekal.] - hal 68.
Jelas bahwa penulis dari Pulpit Commentary di atas ini mengatakan orang kristen yang sejati tidak mungkin hanyut. Yang bisa hanyut hanyalah orang-orang yang kelihatannya saja kristen.
Matthew Henry (tentang Ibrani 2:1): “‘Therefore we ought to give the more diligent heed to the things which we have heard,’ v. 1. This is the first way by which we are to show our esteem of Christ and of the gospel. It is the great concern of every one under the gospel to give the most earnest heed to all gospel discoveries and directions, to prize them highly in his judgment as matters of the greatest importance, to hearken to them diligently in all the opportunities he has for that purpose, to read them frequently, to meditate on them closely, and to mix faith with them. We must embrace them in our hearts and affections, retain them in our memories, and finally regulate our words and actions according to them. ... This consideration should be a strong motive both to our attention to the gospel and our retention of it; and indeed, if we do not well attend, we shall not long retain the word of God; inattentive hearers will soon be forgetful hearers.” [= ‘Karena itu kita harus memperhatikan dengan lebih rajin pada hal-hal yang telah kita dengar’, ay 1. Ini adalah cara pertama dengan mana kita harus menunjukkan penghargaan kita terhadap Kristus dan terhadap injil. Ini adalah perhatian / urusan besar dari setiap orang di bawah injil untuk memberi perhatian yang paling sungguh-sungguh pada semua penyingkapan dan pengarahan injil, untuk menghargai mereka dengan tinggi dalam penilaiannya sebagai persoalan-persoalan yang terpenting, untuk mendengarkan mereka dengan rajin dalam semua kesempatan-kesempatan yang ia punyai untuk tujuan itu, untuk membaca mereka dengan sering, untuk merenungkan mereka dengan teliti, dan mencampur / menghubungkan iman dengan mereka. Kita harus memeluk / mempercayai mereka dalam hati dan perasaan kita, mempertahankan mereka dalam ingatan kita, dan akhirnya mengarahkan kata-kata dan tindakan-tindakan kita sesuai dengan mereka. ... Pertimbangan ini harus merupakan suatu motivasi yang kuat baik untuk perhatian kita pada injil maupun untuk tindakan kita mempertahankannya; dan memang, jika kita tidak memperhatikan dengan baik, kita tidak akan lama mempertahankan firman Allah; pendengar-pendengar yang tidak perhatian akan segera menjadi pendengar-pendengar yang pelupa.].
Sebelum kita membaca tafsiran Albert Barnes tentang ayat ini mari kita melihat lagi Ibr 2:1 dan ayat itu dalam versi KJV.
Ibr 2:1 - “Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus.”.
Ibr 2:1 (KJV): ‘Therefore we ought to give the more earnest heed to the things which we have heard, lest at any time we should let them slip.’ [= Karena itu, kita harus memberi perhatian yang lebih sungguh-sungguh pada hal-hal yang telah kita dengar, supaya jangan pada saat manapun kita membiarkan mereka lolos dari ingatan.].
Barnes’ Notes (tentang Ibr 2:1): “‘Lest at any time.’ We ought to attend to those things at all times. We ought never to forget them; never to be indifferent to them. We are sometimes interested in them, and then we feel indifferent to them; sometimes at leisure to attend to them, and then the cares of the world, or a heaviness and dullness of mind, or a cold and languid state of the affections, renders us indifferent to them, and they are suffered to pass out of the mind without concern. Paul says, that this ought NEVER to be done. At no time should we be indifferent to those things. They are always important to us, and we should never be in a state of mind when they would be uninteresting. At all times; in all places; and in every situation of life, we should feel that the truths of religion are of more importance to us than all other truths, and nothing should be suffered to efface their image from the heart.” [= ‘Supaya jangan pada saat manapun’. Kita harus memperhatikan hal-hal itu pada semua waktu / saat. Kita tidak pernah boleh melupakan mereka; tidak pernah boleh menjadi acuh tak acuh terhadap mereka. Kita kadang-kadang berminat / tertarik pada mereka, dan lalu kita merasa acuh tak acuh pada mereka; kadang-kadang meluangkan waktu untuk memperhatikan mereka, dan lalu perhatian terhadap dunia, atau suatu perasaan berat atau tumpul dari pikiran, atau suatu keadaan dingin dan lesu / tak bersemangat dari perasaan, membuat kita menjadi acuh tak acuh terhadap mereka, dan mereka dibiarkan untuk lewat dari pikiran tanpa kepedulian. Paulus berkata, bahwa ini tidak pernah boleh dilakukan. Pada saat manapun kita tidak boleh menjadi acuh tak acuh pada hal-hal itu. Mereka selalu penting bagi kita, dan kita tidak pernah boleh berada dalam keadaan pikiran dimana mereka menjadi tidak menarik. Pada semua waktu; di semua tempat; dan dalam setiap situasi dari kehidupan, kita harus merasa bahwa kebenaran-kebenaran agama adalah lebih penting bagi kita dari pada semua kebenaran-kebenaran yang lain, dan tak ada apapun boleh dibiarkan untuk menghilangkan gambaran / pengertian tentang mereka dari hati.].
Catatan: Albert Barnes, dan banyak penafsir-penafsir kuno, beranggapan bahwa Paulus adalah penulis surat Ibrani, tetapi ini pasti salah.
Barnes’ Notes (tentang Ibr 2:1): “‘We should let them slip.’ ... After all that has been said on the meaning of the word here ..., it seems to me that the true sense of the expression is that of flowing, or gliding by - as a river; and that the meaning here is, that we should be very cautious that the important truths spoken by the Redeemer and his apostles should not be suffered to ‘glide by’ us without attention, or without profit. We should not allow them to be like a stream that glides on by us without benefiting us; that is, we should endeavor to secure and retain them as our own. The truth taught, is that there is great danger, now that the true system of religion has been revealed, that it will not profit us, but that we shall lose all the benefit of it.” [= ‘Kita tidak boleh membiarkan mereka lewat’. ... Setelah semua yang telah dikatakan tentang arti dari kata itu di sini ..., kelihatan bagi saya bahwa arti yang benar dari ungkapan itu adalah itu yang mengalir, atau berlalu - seperti sebuah sungai; dan bahwa artinya di sini adalah, bahwa kita harus sangat berhati-hati supaya kebenaran-kebenaran penting yang diucapkan oleh sang Penebus dan rasul-rasulNya jangan dibiarkan melewati / melalui kita tanpa perhatian, atau tanpa manfaat. Kita tidak boleh mengijinkan mereka menjadi seperti suatu sungai / aliran yang melalui kita tanpa memberi manfaat kepada kita; artinya, kita harus berusaha untuk memastikan dan mempertahankan mereka sebagai milik kita. Kebenaran yang diajarkan, adalah bahwa disana ada bahaya yang besar, setelah sekarang sistim agama yang benar telah dinyatakan, bahwa itu tidak akan berguna bagi kita, tetapi bahwa kita akan kehilangan semua manfaat darinya.].
Barnes’ Notes (tentang Ibr 2:1): “This danger may arise from many sources - some of which are the following: (1) We may not feel that the truths revealed are important - and before their importance is felt, they may be beyond our reach. So we are often deceived in regard to the importance of objects - and before we perceive their value they are irrecoverably gone. So it is often with time, and with the opportunities of obtaining an education, or of accomplishing any object which is of value. The opportunity is gone before we perceive its importance. So the young suffer the most important period of life to glide away before they perceive its value, and the opportunity of making much of their talents is lost because they did not embrace the suitable opportunities. (2) By being engrossed in business. We feel that THAT is now the most important thing. That claims all our attention. We have no time to pray, to read the Bible, to think of religion, for the cares of the world engross all the time - and the opportunities of salvation glide insensibly away, until it is too late. (3) By being attracted by the pleasures of life. We attend to them now, and are drawn along from one to another, until religion is suffered to glide away with all its hopes and consolations, and we perceive, too late, that we have let the opportunity of salvation slip forever. Allured by those pleasures, the young neglect it; and new pleasures starting up in future life carry on the delusion, until every favorable opportunity for salvation has passed away. (4) We suffer favorable opportunities to pass by without improving them. Youth is by far the best time, as it is the most appropriate time, to become a Christian - and yet how easy is it to allow that period to slip away without becoming interested in the Saviour! One day glides on after another, and one week, and one month, one year passes away after another - like a gently - flowing stream - until all the precious time of youth has gone, and we are still not Christians. So a revival of religion is a favorable time - and yet many suffer this to pass by without becoming interested in it. Others are converted, and the heavenly influences descend all around us, but we are unaffected, and the season so full of happy and heavenly influences is gone - to return no more. (5) We let the favorable season slip, because we design to attend to it at some future period of life. So youth defers it to manhood - manhood to old age - old age to a death-bed - and then neglects it - until the whole of life has glided away, and the soul is not saved. Paul knew man. He knew how prone he was to let the things of religion slip out of the mind - and hence, the earnestness of his caution that we should give heed to the subject now - lest the opportunity of salvation should soon glide away. When once passed, it can never be recalled.” [= Bahaya ini bisa muncul dari banyak sumber - beberapa darinya adalah yang berikut ini: (1) Kita mungkin / bisa tidak merasakan bahwa kebenaran-kebenaran yang dinyatakan adalah penting - dan sebelum kepentingan mereka dirasakan, mereka mungkin / bisa sudah berada di luar jangkauan kita. Begitulah kita sering ditipu berkenaan dengan kepentingan dari obyek-obyek - dan sebelum kita menyadari nilai mereka, mereka hilang dan tak bisa dikembalikan. Begitulah sering terjadi dengan waktu, dan dengan kesempatan-kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, atau untuk mencapai tujuan apapun yang bernilai. Kesempatannya hilang sebelum kita menyadari kepentingannya. Begitulah orang-orang muda membiarkan masa kehidupan yang paling penting lewat / hilang sebelum mereka menyadari nilainya, dan kesempatan untuk berbuat banyak dengan talenta-talenta mereka hilang karena mereka tidak mengambil kesempatan-kesempatan yang cocok. (2) Dengan terpikat / aysik dalam bisnis / kesibukan. Kita merasa bahwa ITU sekarang adalah hal yang terpenting. Itu menuntut semua perhatian kita. Kita tidak mempunyai waktu untuk berdoa, untuk membaca Alkitab, untuk berpikir tentang agama, karena perhatian dunia mengambil semua waktu - dan kesempatan-kesempatan keselamatan hilang secara bodoh / tak disadari, sampai sudah terlambat. (3) Dengan tertarik oleh kesenangan-kesenangan hidup. Kita memperhatikan mereka sekarang, dan kita ditarik dari yang satu ke yang lain, sampai agama dibiarkan berlalu dengan semua pengharapan-pengharapan dan penghiburan-penghiburannya, dan kita menyadari terlalu lambat bahwa kita telah membiarkan kesempatan keselamatan luput selama-lamanya. Dipikat oleh kesenangan-kesenangan itu, orang-orang muda mengabaikannya; dan kesenangan-kesenangan yang baru mulai dalam kehidupan yang akan datang melanjutkan khayalan itu, sampai setiap kesempatan yang baik telah berlalu. (4) Kita membiarkan kesempatan-kesempatan yang baik untuk berlalu tanpa memanfaatkan mereka. Masa muda pasti adalah waktu yang terbaik, dan itu juga adalah waktu yang paling cocok, untuk menjadi seorang Kristen - tetapi betapa mudah untuk mengijinkan masa itu untuk berlalu tanpa menjadi tertarik kepada sang Juruselamat! Sehari demi sehari berlalu - seperti sebuah sungai yang mengalir secara lembut sampai seluruh masa muda yang berharga telah hilang, dan kita tetap bukan / belum menjadi orang-orang Kristen. Juga suatu kebangunan agama adalah waktu yang baik - tetapi banyak orang membiarkan ini berlalu tanpa menjadi tertarik kepadanya. Orang-orang lain bertobat, dan pengaruh-pengaruh surgawi turun di sekeliling kita, tetapi kita tidak terpengaruh, dan musim yang begitu penuh dengan pengaruh-pengaruh yang bahagia dan surgawi hilang untuk tidak kembali lagi. (5) Kita membiarkan musim yang baik lewat / berlalu, karena kita merencanakan untuk menghadiri / memperhatikan / mencarinya pada masa yang akan datang dari kehidupan. Demikianlah orang-orang muda menundanya sampai pada masa dewasa - masa dewasa menunda sampai masa tua - masa tua menunda sampai pada ranjang kematian - dan lalu mengabaikannya - sampai seluruh kehidupan telah lewat / berlalu, dan jiwa tidak diselamatkan. Paulus mengenal manusia. Ia tahu betapa condong manusia untuk membiarkan hal-hal tentang agama hilang dari pikiran - dan karena itu, kesungguhan dari peringatannya supaya kita memberi perhatian terhadap pokok itu sekarang - supaya jangan kesempatan keselamatan segera lewat / hilang. Sekali itu hilang, itu tidak pernah bisa dipanggil kembali.].
Barnes’ Notes (tentang Ibr 2:1): “Hence, learn: (1) the truths of religion will not benefit us unless we give heed to them. It will not save us that the Lord Jesus has come and spoken to people, unless we are disposed to listen. It will not benefit us that the sun shines, unless we open our eyes. Books will not benefit us, unless we read them; medicine, unless we take it; nor will the fruits of the earth sustain our lives, however rich and abundant they may be, if we disregard and neglect them. So with the truths of religion. There is truth enough to save the world - but the world disregards and despises it. (2) It needs not great sins to destroy the soul. Simple ‘neglect’ will do it as certainly as atrocious crimes. Every person has a sinful heart that will destroy him unless he makes an effort to be saved; and it is not merely the great sinner, therefore, who is in danger. It is the man who ‘neglects’ his soul - whether a moral or an immoral man - a daughter of amiableness, or a daughter of vanity and vice.” [= Jadi, maka, pelajarilah: (1) kebenaran-kebenaran dari agama tidak akan bermanfaat bagi kita kecuali kita memberi perhatian pada mereka. Itu tidak akan menyelamatkan kita bahwa Tuhan Yesus telah datang dan berbicara kepada orang-orang, kecuali kita ingin / cenderung / menentukan untuk mendengar. Itu tidak akan memberi manfaat kepada kita bahwa matahari bersinar, kecuali kita membuka mata kita. Buku-buku tidak akan memberi manfaat kepada kita, kecuali kita membaca mereka; obat juga demikian kecuali kita meminumnya; juga buah-buahan dari bumi tak akan menopang hidup kita, betapapun kaya dan berlimpah-limpah, jika kita tak mempedulikan dan mengabaikan mereka. Begitu juga dengan kebenaran-kebenaran dari agama. Disana ada kebenaran yang cukup untuk menyelamatkan dunia - tetapi dunia tidak mempedulikan dan meremehkannya. (2) Tidak dibutuhkan dosa-dosa yang besar untuk menghancurkan jiwa. Suatu pengabaian semata-mata akan menghancurkannya dengan sama pastinya seperti kejahatan-kejahatan yang kejam / mengerikan. Setiap orang mempunyai hati yang berdosa yang akan menghancurkannya, kecuali ia melakukan usaha untuk diselamatkan. Dan karena itu, bukan hanya orang-orang yang sangat berdosa saja yang ada dalam bahaya. Yang ada dalam bahaya adalah orang yang mengabaikan jiwanya - apakah ia seorang laki-laki bermoral atau tidak bermoral, seorang perempuan yang ramah atau seorang perempuan yang melakukan kesia-siaan dan kejahatan.].
Catatan: ‘usaha untuk diselamatkan’ maksudnya bukan ‘berbuat baik supaya selamat’, tetapi ‘datang kepada Kristus
supaya diselamatkan’
Barnes’ Notes (tentang Ibr 2:3): “‘If we neglect.’ It is not merely if we commit great sins. Not, if we are murderers, adulterers, thieves, infidels, atheists, scoffers. It is, if we merely ‘neglect’ this salvation - if we do not embrace it - if we suffer it to pass unimproved. ‘Neglect’ is enough to ruin a man. A man who is in business need not commit forgery or robbery to ruin himself; he has only to ‘neglect’ his business, and his ruin is certain. A man who is lying on a bed of sickness, need not cut his throat to destroy himself; he has only to ‘neglect’ the means of restoration, and he will be ruined. A man floating in a skiff above Niagara, need not move an oar or make an effort to destroy himself; he has only to ‘neglect’ using the oar at the proper time, and he will certainly be carried over the cataract. Most of the calamities of life are caused by simple ‘neglect.’ By neglect of education children grow up in ignorance; by neglect a farm grows up to weeds and briars; by neglect a house goes to decay; by neglect of sowing, a man will have no harvest; by neglect of reaping, the harvest would rot in the fields. No worldly interest can prosper where there is neglect; and why may it not be so in religion? There is nothing in earthly affairs that is valuable that will not be ruined if it is not attended to - and why may it not be so with the concerns of the soul? Let no one infer, therefore, that because he is not a drunkard, or an adulterer, or a murderer, that, therefore, he will be saved. Such an inference would be as irrational as it would be for a man to infer that BECAUSE he is not a murderer his farm will produce a harvest, or that BECAUSE he is not an adulterer THEREFORE his merchandise will take care of itself. Salvation would be worth nothing if it cost no effort - and there will be NO salvation where no effort is put forth.” [= ‘Jika kita mengabaikannya’. Bukan semata-mata jika kita melakukan dosa-dosa besar. Bukan, jika kita adalah pembunuh-pembunuh, pezinah-pezinah, pencuri-pencuri, orang-orang kafir, atheis-atheis, pengejek-pengejek. Itu adalah, jika kita semata-mata ‘mengabaikan’ keselamatan ini - jika kita tidak memeluk / mempercayainya - jika kita membiarkannya lewat tanpa mendapatkan manfaat darinya. ‘Pengabaian’ adalah cukup untuk menghancurkan seorang manusia. Seseorang yang ada dalam bisnis tidak perlu melakukan pemalsuan atau perampokan untuk menghancurkan dirinya sendiri; ia hanya harus / perlu untuk mengabaikan bisnisnya, dan kehancurannya adalah pasti. Seseorang yang berbaring di ranjang penyakit, tidak perlu memotong tenggorokannya untuk menghancurkan dirinya sendiri; ia hanya harus / perlu untuk mengabaikan cara pemulihan, dan ia akan dihancurkan. Seseorang yang mengapung dalam sebuah perahu di atas Niagara, tidak perlu menggerakkan sebuah dayung atau berusaha untuk menghancurkan dirinya sendiri; ia hanya harus / perlu untuk mengabaikan penggunaan dayung itu pada waktu yang tepat, dan ia pasti akan dihanyutkan melewati air terjun itu. Banyak bencana-bencana dari kehidupan disebabkan semata-mata oleh pengabaian. Oleh pengabaian pendidikan anak-anak bertumbuh dalam ketidaktahuan; oleh pengabaian suatu pertanian bertumbuh menjadi rumput liar dan tanaman berduri; oleh pengabaian suatu rumah menjadi rusak; oleh pengabaian penaburan, seseorang tidak akan mendapatkan hasil penuaian; oleh pengabaian penuaian, hasil penuaian akan membusuk di ladang. Tak ada kepentingan duniawi bisa berhasil dimana disana ada pengabaian; dan mengapa itu tidak bisa seperti itu dalam agama? Tidak ada apapun dalam urusan-urusan duniawi yang berharga yang tidak akan dihancurkan jika itu tidak diperhatikan - dan mengapa itu tidak bisa demikian dengan kepentingan / urusan jiwa? Karena itu, jangan seorangpun menyimpulkan bahwa karena ia bukan seorang pemabuk, atau seorang pezinah, atau seorang pembunuh, maka karena itu ia akan diselamatkan. Kesimpulan seperti itu sama tidak rasionilnya dengan kalau seseorang menyimpulkan bahwa KARENA ia bukan seorang pembunuh pertaniannya akan menghasilkan panen, atau bahwa KARENA ia bukan seorang pezinah KARENA ITU perdagangannya akan mengurus dirinya sendiri. Keselamatan tidak ada harganya jika itu tidak membutuhkan usaha - dan tidak akan ada keselamatan dimana tidak dikeluarkan usaha.].
Catatan: hati-hati dengan kalimat terakhir dari kutipan ini. Ini sama sekali tak menunjukkan bahwa Barnes mempercayai keselamatan karena usaha / perbuatan baik. Kontext dari kata-katanya menunjukkan bahwa yang ia maksudkan dengan ‘usaha’ adalah ‘tindakan memperhatikan injil’.
Calvin (tentang Ibr 2:1): “The import of the whole is this, that the higher the dignity of Christ is than that of angels, the more reverence is due to the Gospel than to the Law.” [= Maksud dari seluruhnya adalah bahwa martabat Kristus yang lebih tinggi dari malaikat mengharuskan hormat yang lebih besar terhadap Injil dari pada terhadap hukum Taurat.] - hal 51.
Calvin (tentang Ibrani 2:3): “‘If we neglect so great a salvation,’ etc. Not only the rejection of the Gospel, but also its neglect, deserves the heaviest punishment, ... God would indeed have his gifts valued by us according to their worth. Then the more precious they are, the baser is our ingratitude when we do not value them. In a word, in proportion to the greatness of Christ will be the severity of God’s vengeance on all the despisers of his Gospel.” [= ‘Jika kita mengabaikan keselamatan yang begitu besar’, dst. Bukan hanya penolakan terhadap Injil, tetapi juga pengabaiannya, layak mendapat hukuman yang terberat, ... Allah memang menghendaki karuniaNya dinilai oleh kita menurut nilainya. Makin berharga karunia itu, makin jelek / hina rasa tidak berterima kasih kita pada saat kita tidak menghargainya. Singkatnya, kerasnya pembalasan Allah terhadap semua orang yang menghina / memandang rendah Injil, akan sebanding dengan kebesaran Kristus.] - hal 53.
Editor dari Calvin’s Commentary menambahkan bahwa ‘menyia-nyiakan’ berarti ‘not to care for’ [= tidak mempedulikan / mengurus]. Tidak mempedulikan / tidak mengurus keselamatan kita berarti menyia-nyiakan / mengabaikannya.
John Owen (tentang Ibr 2:1): “the design of the apostle in those verses is to prove that they shall deservedly and assuredly perish who should neglect the gospel.” [= rancangan dari sang rasul dalam ayat-ayat itu adalah untuk membuktikan bahwa mereka, yang mengabaikan injil, akan binasa secara layak dan pasti.].
John Owen (tentang Ibr 2:3): “‘If we neglect,’ - that is, if we continue not in a diligent observation of all those duties which are indispensably necessary unto a holy, useful, profitable profession of the gospel.” [= ‘Jika kita mengabaikan’, - artinya, jika kita tidak terus menerus dalam suatu tindakan memperhatikan yang rajin dari semua kewajiban-kewajiban itu yang adalah mutlak perlu untuk suatu pengakuan yang kudus, berguna, bermanfaat dari Injil.].
John Owen (tentang Ibr 2:3): “There is a punishment intimated upon this sinful neglect of the gospel:” [= Disana ada suatu hukuman yang dinyatakan secara tak langsung pada pengabaian yang berdosa dari injil ini.].
Jadi, jelas bahwa boleh dikatakan semua penafsir, baik Reformed maupun Arminian beranggapan bahwa Ibr 2:1-3 ini berbicara tentang orang-orang yang mengabaikan keselamatan atau injil, bukan orang yang sudah selamat yang lalu kehilangan keselamatannya!!
i) Ibr 3:6,12,14 - “(6) tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumahNya; dan rumahNya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang pada kepercayaan dan pengharapan yang kita megahkan. ... (12) Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. ... (14) Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.”.
Ay 6: ‘kepercayaan’.
KJV/RSV/NASB: ‘confidence’ [= keyakinan].
NIV: ‘courage’ [= keberanian].
Adam Clarke (tentang Ibr 3:6): “‘If we hold fast the confidence.’ We are now his church, and shall continue to be such, and be acknowledged by him as we maintain our Christian profession, teen parreesian, that liberty of access to God, which we now have, and the rejoicing of the hope, i.e. of eternal life which we shall receive at the resurrection of the dead. The word parreesia, which is here translated confidence, and which signifies freedom of speech, liberty of access, etc., seems to be used here to distinguish an important Christian privilege. Under the old testament no man was permitted to approach to God: even the very mountain on which God published his laws must not be touched by man nor beast; and only the high priest was permitted to enter the holy of holies, and that only once a year, on the great day of atonement; and even then he must have the blood of the victim to propitiate the divine justice. Under the Christian dispensation the way to the holiest is now laid open; and we have parreesian, liberty, of access, even to the holiest, by the blood of Jesus. Having such access unto God, by such a Mediator, we may obtain all that grace which is necessary to fit us for eternal glory; and, having the witness of his Spirit in our heart, we have a well grounded hope of endless felicity, and exult in the enjoyment of that hope. But if we retain not the grace, we shall not inherit the glory.” [= ‘Jika kita memegang teguh keyakinan’. Sekarang kita ada dalam gerejaNya, dan akan terus seperti itu, dan diakui olehNya selama kita mempertahankan pengakuan Kristen kita, TEN PARRESIAN (the confidence / keyakinan), kebebasan masuk kepada Allah itu, yang kita sekarang punyai, dan sukacita dari pengharapan, artinya tentang hidup yang kekal yang akan kita terima pada kebangkitan orang mati. Kata PARRESIA, yang di sini diterjemahkan keyakinan, dan yang berarti kebebasan berbicara, kebebasan untuk masuk, dsb., kelihatannya digunakan di sini untuk membedakan suatu hak Kristen yang penting. Di bawah Perjanjian Lama tak ada orang yang diijinkan untuk mendekati Allah: bahkan gunung dimana Allah menyatakan / mengumumkan hukum-hukumNya tidak boleh disentuh oleh orang ataupun binatang; dan hanya imam besar diijinkan untuk masuk ke Ruang Maha Suci, dan itu hanya sekali setahun, pada hari besar penebusan; dan bahkan pada saat itu ia harus mempunyai darah dari korban untuk menenangkan keadilan ilahi. Pada jaman Kristen jalan kepada yang paling suci sekarang terbuka; dan kita mempunyai PARRESIAN, kebebasan masuk, bahkan kepada yang paling suci, oleh darah Yesus. Setelah mendapat jalan masuk kepada Allah, oleh Pengantara seperti itu, kita bisa mendapatkan semua kasih karunia itu yang perlu untuk menyesuaikan kita untuk kemuliaan kekal; dan setelah mendapatkan kesaksian dari RohNya dalam hati kita, kita mempunyai suatu pengharapan yang mempunyai dasar / fondasi yang baik dari kebahagiaan tanpa akhir, dan bersukacita dalam penikmatan dari pengharapan itu. Tetapi jika kita tidak mempertahankan kasih karunia, kita tidak akan mewarisi kemuliaan.].
Adam Clarke (tentang Ibr 3:12): “‘Take heed, brethren, lest there be in any of you.’ Take warning by those disobedient Israelites; they were brought out of the house of bondage, and had the fullest promise of a land of prosperity and rest. By their disobedience they came short of it, and fell in the wilderness. Ye have been brought from the bondage of sin, and have a most gracious promise of an everlasting inheritance among the saints in light; through unbelief and disobedience they lost their rest, through the same ye may lose yours. An evil heart of unbelief will lead away from the living God. What was possible in their case, is possible in yours.” [= ‘Waspadalah saudara-saudara, supaya jangan di antara kamu’. Ambillah peringatan oleh orang-orang Israel yang tidak taat itu; mereka dibawa keluar dari rumah belenggu / perbudakan, dan mendapatkan janji yang paling penuh tentang suatu negeri dari kemakmuran dan istirahat. Oleh ketidak-taatan mereka, mereka tidak mencapainya, dan jatuh / mati di padang gurun. Kamu telah dibawa dari belenggu / perbudakan dosa, dan mempunyai suatu janji yang paling murah hati / bersifat kasih karunia dari suatu warisan kekal di antara orang-orang kudus dalam terang; melalui ketidak-percayaan dan ketidak-taatan mereka kehilangan istirahat mereka, melalui hal yang sama kamu bisa kehilangan kepunyaanmu. Suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan akan membimbingmu menjauhi Allah yang hidup. Apa yang mungkin terjadi dalam kasus mereka, mungkin terjadi dalam kasusmu.].
Bdk. Ibr 3:7-11,15-19 - “(7) Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: ‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNya, (8) janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, (9) di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatanKu, empat puluh tahun lamanya. (10) Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalanKu, (11) sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu.’ ... (15) Tetapi apabila pernah dikatakan: ‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman,’ (16) siapakah mereka yang membangkitkan amarah Allah, sekalipun mereka mendengar suaraNya? Bukankah mereka semua yang keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa? (17) Dan siapakah yang Ia murkai empat puluh tahun lamanya? Bukankah mereka yang berbuat dosa dan yang mayatnya bergelimpangan di padang gurun? (18) Dan siapakah yang telah Ia sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentianNya? Bukankah mereka yang tidak taat? (19) Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka.”.
Jawaban saya: Siapa yang mengatakan, dan dimana dalam text ini dikatakan, bahwa SEMUA orang Israel yang keluar dari Mesir itu adalah orang-orang percaya yang sungguh-sungguh?
Ro 9:6-8 - “(6) Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel, (7) dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: ‘Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu.’ (8) Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar.”.
Orang-orang Israel yang dihukum mati oleh Tuhan, hanyalah orang-orang yang kelihatannya saja adalah orang-orang percaya! Pada jaman sekarang, ini identik dengan orang-orang kristen KTP.
Adam Clarke (tentang Ibrani 3:12): “The apostle shows here five degrees of apostasy: 1. Consenting to sin, being deceived by its solicitations. 2. Hardness of heart, through giving way to sin. 3. Unbelief in consequence of this hardness which leads them to call even the truth of the Gospel in question. 4. This unbelief causing them to speak evil of the Gospel, and the provision God has made for the salvation of their souls. 5. Apostasy itself, or falling off from the living God; and thus extinguishing all the light that was in them, and finally grieving the Spirit of God, so that he takes his flight, and leaves them to a seared conscience and reprobate mind. ... He who begins to give the least way to sin is in danger of final apostasy; the best remedy against this is to get the evil heart removed, as one murderer in the house is more to be dreaded than ten without.” [= Sang rasul menunjukkan di sini lima tingkat dari kemurtadan: 1. Setuju untuk berbuat dosa, setelah ditipu oleh bujukannya. 2. Kekerasan hati, melalui pemberian jalan kepada dosa. 3. Ketidak-percayaan sebagai konsekwensi dari kekerasan ini yang membimbing mereka untuk mempertanyakan bahkan kebenaran dari Injil. 4. Ketidak-percayaan ini menyebabkan mereka untuk berbicara jahat tentang Injil dan persediaan yang telah Allah buat untuk keselamatan jiwa-jiwa mereka. 5. Kemurtadan itu sendiri, atau kemerosotan dari Allah yang hidup; dan dengan demikian memadamkan semua terang yang ada di dalam mereka, dan akhirnya mendukakan Roh Allah, sehingga Ia pergi, dan meninggalkan mereka pada suatu hati nurani yang layu dan pikiran yang jahat. ... Ia yang mulai memberi jalan yang terkecil pada dosa ada dalam bahaya dari kemurtadan akhir; obat yang terbaik terhadap hal ini adalah dengan mengeluarkan hati yang jahat, karena seorang pembunuh di dalam rumah harus lebih ditakuti dari sepuluh di luar.].
Jawaban saya: dalam Perjanjian Baru, ada janji bahwa Roh Kudus akan tinggal selama-lamanya dalam diri orang percaya. Lalu bagaimana Ia bisa meninggalkan orang percaya?
Yoh 14:16 - “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya,”.
Adam Clarke (tentang Ibr 3:14): “‘For we are made partakers of Christ.’ Having believed in Christ as the promised Messiah, and embraced the whole Christian system, they were consequently made partakers of all its benefits in this life, and entitled to the fulfillment of all its exceeding great and precious promises relative to the glories of the eternal world. The former they actually possessed, the latter they could have only in case of their perseverance; therefore the apostle says, If we hold fast the beginning of our confidence steadfast unto the end, i.e. of our life. For our participation of glory depends on our continuing steadfast in the faith, to the end of our Christian race. The word hupostasis, which we here translate confidence, from hupo, under, and histeemi, to place or stand, signifies properly a basis or foundation; that on which something else is builded, and by which it is supported. Their faith in Christ Jesus was this hypostasis or foundation; on that all their peace, comfort, and salvation were builded. If this were not held fast to the end, Christ, in his saving influences, could not be held fast; and no Christ, no heaven. He who has Christ in him, has the well-founded hope of glory; and he who is found in the great day with Christ in his heart will have an abundant entrance into eternal glory.” [= ‘Karena kita dibuat menjadi pengambil-pengambil bagian dari Kristus’. Setelah percaya kepada Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan, dan memeluk / mempercayai seluruh sistim Kristen, konsekwensinya mereka dibuat menjadi pengambil-pengambil bagian dari semua manfaat-manfaatnya dalam kehidupan ini, dan berhak atas penggenapan dari semua janji-janji yang sangat besar dan berharga berkenaan dengan kemuliaan dari dunia yang kekal. Yang pertama mereka miliki dengan sungguh-sungguh, yang terakhir mereka bisa miliki hanya dalam kasus ketekunan mereka; karena itu sang rasul berkata, ‘Jika kita memegang teguh permulaan dari keyakinan kita sampai akhir’, yaitu dari kehidupan kita. Karena partisipasi kemuliaan kita tergantung pada keteguhan / kesetiaan kita yang terus menerus dalam iman, sampai akhir dari perlombaan Kristen kita. Kata HUPOSTASIS, yang di sini kami terjemahkan ‘keyakinan’, dari HUPO, ‘di bawah’, dan HISTEMI, ‘menempatkan atau berdiri’, sebetulnya berarti suatu dasar atau fondasi; di atas mana sesuatu yang lain didirikan, dan dengan mana itu ditopang. Iman mereka kepada Yesus Kristus adalah HUPOSTASIS atau fondasi ini; pada itu semua damai, penghiburan, dan keselamatan mereka dibangun. Jika ini tidak dipegang teguh sampai akhir, Kristus, dalam pengaruh-pengaruh penyelamatanNya, tidak bisa dipegang teguh; dan tanpa Kristus, tak ada surga. Ia yang mempunyai Kristus di dalam dirinya, mempunyai pengharapan kemuliaan yang mempunyai dasar yang baik; dan ia yang didapati pada hari yang besar itu dengan Kristus dalam hatinya akan mempunyai jalan masuk yang berlimpah-limpah ke dalam kemuliaan kekal.].
Lenski (tentang Ibr 3:6): “Many people feel firmly confident and assured and do a lot of hoping in their hearts but lack the actual divine realities; an awful disappointment awaits them in the end. Not so we; we have the realities if only, as one should expect (ἐάν), we hold them fast.” [= Banyak orang merasa yakin dan terjamin dengan teguh dan sangat berharap dalam hati mereka tetapi kekurangan realita-realita ilahi yang sungguh-sungguh; suatu kekecewaan yang sangat besar menanti mereka pada akhirnya. Kita tidak demikian; kita mempunyai realita-realita jika saja, seperti orang harapkan (EAN) kita memegang mereka dengan teguh.].
Catatan: EAN = if only = jika saja / hanya jika.
Lenski (tentang Ibr 3:12): “‘A wicked heart of unbelief in apostatizing from the living God’ is plain language. ... The trouble of unbelief is always in the heart, the seat of the will. Both the adjective ‘wicked’ and the stronger attributive genitive ‘of unbelief’ characterize ‘heart.’ Note well that ‘a heart of unbelief’ is ever wicked, for no greater wickedness exists than unbelief, a fact which so many fail to perceive. ‘See to it’ = watch over each other; it would be terrible if someone among you should have such a heart. The ἐν clause defines the unbelief as to its making the heart so wicked; it states wherein the wickedness of the heart consists: ‘in apostatizing from the living God.’ That is what ἀποστῆναι means; the noun is ἀποστασία, ‘apostasy’ (see 2 Thess. 2:3). The aorist infinitive expresses actuality, definiteness. ‘Unbelief’ is thus understood in the sense of once having believed in the living God and then having turned away from him.” [= ‘Suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan dalam murtad dari Allah yang hidup’ merupakan bahasa yang jelas. ... Problem dengan ketidak-percayaan selalu ada dalam hati, kedudukan / pusat dari kehendak. Baik kata sifat ‘jahat’ maupun genitif pemodifikasi yang lebih kuat ‘dari ketidakpercayaan’ merupakan ciri dari ‘hati’. Perhatikan dengan baik bahwa ‘suatu hati dari ketidak-percayaan’ selalu adalah jahat, karena tak ada kejahatan yang ada yang lebih besar dari pada ketidak-percayaan, suatu fakta yang begitu banyak orang gagal untuk mengerti. ‘Waspadalah / perhatikanlah / usahakanlah’ = berjaga-jagalah satu terhadap yang lain; akan merupakan sesuatu yang sangat buruk jika seseorang dari kamu mempunyai hati seperti itu. Anak kalimat EN menunjukkan ketidakpercayaan sehingga itu membuat hati begitu jahat; itu menyatakan dalam mana kejahatan dari hati itu ada: ‘dalam / dengan murtad dari Allah yang hidup’. Itu adalah arti dari APOSTENAI; kata bendanya adalah APOSTASIA, ‘kemurtadan’ (lihat 2Tes 2:3). Infinitif bentuk lampau menyatakan sesuatu yang sungguh-sungguh, kepastian / ketertentuan. Jadi ‘ketidakpercayaan’ dimengerti dalam arti sekali pernah percaya kepada Allah yang hidup dan lalu berbalik / murtad dari Dia.].
Lenski (tentang Ibr 3:14): “‘Hold fast as firm to the end’ repeats this wording from v. 6. The thing to hold fast is ‘the beginning of the confidence’ which made us and still makes us sharers with Christ. ... The idea is that of the true and noble beginning and of an equal end. If the end truly matches the beginning, we shall then be what we are now. ... The saddest thing in the world is to see a noble beginning made in the Christian faith and then to have this lost before the end arrives.” [= ‘Memegang teguh sampai akhir’ mengulangi cara menyatakan kata-kata dari ay 6. Hal yang harus dipegang teguh adalah ‘permulaan dari keyakinan’ yang membuat kita dan tetap membuat kita pengambil-pengambil bagian dengan Kristus. ... Gagasannya adalah tentang permulaan yang benar dan mulia dan tentang suatu akhir yang setara / sama. Jika akhirnya sungguh-sungguh cocok dengan permulaannya, maka kita akan menjadi seperti apa kita sekarang. ... Hal yang paling menyedihkan di dunia adalah melihat suatu permulaan yang mulia dibuat dalam iman Kristen dan lalu kehilangan ini sebelum akhir itu tiba.].
Barnes’ Notes (tentang Ibr 3:6): “‘If we hold fast.’ A leading object of this Epistle is to guard those to whom it was addressed against the danger of apostasy. Hence, this is introduced on all suitable occasions, and the apostle here says, that the only evidence which they could have that they belonged to the family of Christ, would be that they held fast the confidence which they had unto the end. If they did not do that, it would demonstrate that they never belonged to his family, for evidence of having belonged to his household was to be furnished only by perseverance to the end.” [= ‘Jika kita berpegang teguh’. Suatu tujuan yang utama / penting dari Surat ini adalah menjaga mereka bagi siapa surat ini ditujukan terhadap bahaya kemurtadan. Jadi, ini dinyatakan pada semua kesempatan yang cocok, dan di sini sang rasul berkata bahwa satu-satunya bukti yang bisa mereka punyai bahwa mereka termasuk dalam keluarga Kristus, adalah bahwa mereka memegang teguh keyakinan yang mereka miliki sampai akhir. Jika mereka tidak melakukan itu, itu menunjukkan bahwa mereka tidak pernah termasuk dalam keluargaNya, karena bukti tentang telah termasuk dalam keluargaNya harus diberikan hanya dengan ketekunan sampai akhir.].
Barnes’ Notes (tentang Ibr 3:12): “‘An evil heart of unbelief.’ ... An unbelieving heart was the cause of ‘their’ apostasy, and what worked their ruin will produce ours. The root of their evil was ‘a want of confidence in God’ - and this is what is meant here by a heart of unbelief. The great difficulty on earth everywhere is a ‘want of confidence in God’ - and this has produced all the ills that man has ever suffered. It led to the first apostasy; and it has led to every other apostasy - and will continue to produce the same effects to the end of the world. ... ‘In departing from the living God.’ Manifested in departing from him; or leading to a departure from him. The idea is, that such a heart of unbelief would be connected with apostasy from God. All apostasy first exists in the heart, and then is manifested in the life. They who indulge in unbelief in any form, or in regard to any subject, should remember that this is the great source of all alienation from God, and that if indulged it will lead to complete apostasy.” [= ‘Suatu hati yang jahat dari ketidakpercayaan’. ... Suatu hati yang tidak percaya adalah penyebab dari kemurtadan mereka, dan apa yang mengerjakan kehancuran mereka akan menghasilkan kehancuran kita. Akar dari kejahatan mereka adalah ‘suatu kekurangan tentang keyakinan kepada Allah’ - dan ini adalah apa yang dimaksudkan di sini dengan suatu hati dari ketidakpercayaan. Kesukaran yang besar di bumi dimana-mana adalah suatu ‘kekurangan keyakinan kepada Allah’ - dan ini telah menghasilkan semua hal buruk yang pernah manusia alami. Itu membimbing pada kemurtadan yang pertama; dan itu telah membimbing pada setiap kemurtadan yang lain - dan itu akan terus menghasilkan hasil yang sama sampai akhir jaman. ... ‘Dalam kepergian / kemurtadan dari Allah yang hidup’. Dinyatakan dalam meninggalkan dari Dia; atau mengarah pada suatu kepergian / kemurtadan dari Dia. Gagasannya adalah, bahwa suatu hati dari ketidakpercayaan seperti itu berhubungan dengan kemurtadan dari Allah. Semua kemurtadan pertama-tama ada dalam hati, dan lalu dinyatakan dalam kehidupan. Mereka yang menuruti / membiarkan ketidakpercayaan dalam bentuk apapun, atau berkenaan dengan pokok apapun, harus mengingat bahwa ini adalah sumber yang besar dari semua tindakan mengasingkan diri dari Allah, dan bahwa jika dituruti / dibiarkan itu akan membimbing pada kemurtadan sepenuhnya.].
Barnes’ Notes (tentang Ibrani 3:14): “‘If we hold the beginning of our confidence steadfast.’ ... If we continue to maintain the same confidence which we had in the beginning, or which we showed at the commencement of our Christian life. At first, they had been firm in the Christian hope. They evinced true and strong attachment to the Redeemer. They were ardent and devoted to his cause. If they continued to maintain that to the end, that is, the end of life; if in the midst of all temptations and trials they adhered inflexibly to the cause of the Saviour, they would show that they were true Christians, and would partake of the blessedness of the heavenly world with the Redeemer. The idea is, that it is only perseverance in the ways of religion that constitutes certain evidence of piety. Where piety is manifested through life, or where there is an untiring devotion to the cause of God, there the evidence is clear and undoubted. But where there is at first great ardor, zeal, and confidence, which soon dies away, then it is clear that they never had any real attachment to him and his cause. It may be remarked here, that the ‘beginning of the confidence’ of those who are deceived, and who know nothing about religion at heart, is often as bold as where there is true piety. The hypocrite makes up in ardor what he lacks in sincerity; and he who is really deceived, is usually deceived under the influence of some strong and vivid emotion, which he mistakes for true religion. Often the sincere convert is calm, though decided, and sometimes is even timorous and doubting; while the self-deceiver is noisy in profession, and clamorous in his zeal, and much disposed to blame the lukewarmness of others. Evidence of piety, therefore, should not be built on that early zeal; nor should it be concluded that because there is ardor, there is of necessity genuine religion. Ardor is valuable, and true religion is ardent; but there is other ardor than what the gospel inspires. The evidence of genuine piety is to be found in what will bear us up under trials, and endure amidst persecution and opposition. The doctrine here is, that it is necessary to persevere if we would have the evidence of true piety.” [= ‘Jika kita memegang teguh permulaan dari keyakinan kita’. ... Jika kita terus mempertahankan keyakinan yang sama yang kita miliki pada permulaan, atau yang kita tunjukkan pada permulaan dari kehidupan Kristen kita. Mula-mula, mereka telah teguh dalam pengharapan Kristen. Mereka membuktikan kedekatan / kesetiaan yang benar dan kuat kepada sang Penebus. Mereka bersemangat / berkobar-kobar dan berbakti pada perkaraNya. Jika mereka terus mempertahankan itu sampai akhir, yaitu akhir dari kehidupan; jika di tengah-tengah semua pencobaan dan ujian mereka melekat dengan tidak menyerah pada perkara dari sang Juruselamat, mereka menunjukkan bahwa mereka sungguh-sungguh adalah orang-orang Kristen, dan akan ikut ambil bagian dari kebahagiaan / keadaan diberkati dari dunia surgawi bersama dengan sang Penebus. Gagasannya adalah, bahwa hanya ketekunan dalam jalan-jalan agama yang membentuk bukti tertentu dari kesalehan. Dimana kesalehan dinyatakan melalui kehidupan, atau dimana di sana ada suatu pembaktian yang tak kenal lelah pada perkara dari Allah, di sana buktinya adalah jelas dan tak diragukan. Tetapi dimana di sana pertama-tama ada kehangatan, semangat, dan keyakinan yang besar, yang segera mati / lenyap, maka adalah jelas bahwa mereka tidak pernah mempunyai kedekatan yang sungguh-sungguh apapun kepadaNya dan perkaraNya. Bisa diperhatikan di sini, bahwa ‘permulaan dari keyakinan’ dari mereka yang ditipu, dan yang tak mengetahui apapun tentang agama dalam hati, sering sama beraninya seperti dimana di sana ada kesalehan yang benar. Orang munafik membuat-buat dalam kehangatan / semangat apa yang ia tidak miliki dalam ketulusan; dan ia yang betul-betul ditipu, biasanya ditipu di bawah pengaruh dari emosi yang kuat dan kelihatannya hidup, yang ia salah pahami sebagai agama yang benar. Seringkali petobat yang tulus bersikap tenang, sekalipun pasti / jelas, dan kadang-kadang bahkan takut-takut dan ragu-ragu; sedangkan penipu diri sendiri ribut dalam pengakuan, dan ribut dalam semangat, dan sangat condong untuk menyalahkan kesuaman dari orang-orang lain. Karena itu, bukti dari kesalehan tidak boleh dibangun pada semangat awal itu; atau disimpulkan bahwa karena di sana ada semangat, di sana pasti ada agama yang asli. Semangat itu berharga, dan agama yang benar bersemangat; tetapi di sana ada semangat yang lain dari pada yang diberikan / dibangkitkan oleh injil. Bukti dari kesalehan yang asli harus ditemukan dalam apa yang akan menahan kita di bawah ujian-ujian / pencobaan-pencobaan, dan bertekun di tengah-tengah penganiayaan dan oposisi. Doktrin / ajaran di sini adalah, bahwa adalah perlu untuk bertekun jika kita mempunyai bukti dari kesalehan yang benar.].
Matthew Henry (tentang Ibr 3:6): “‘If we hold fast the confidence, and the rejoicing of the hope, firmly to the end;’ ... there must not only be a setting out well in the ways of Christ, but a stedfastness and perseverance therein unto the end.” [= ‘Jika kita memegang teguh keyakinan, dan sukacita dari pengharapan, dengan teguh sampai akhir’; ... di sana tidak boleh hanya ada suatu keberangkatan yang baik dalam jalan-jalan dari Kristus, tetapi (juga) suatu kesetiaan dan ketekunan di dalamnya sampai akhir.].
Matthew Henry (tentang Ibr 3:12): “‘Take heed, brethren, lest there be in any of you an evil heart of unbelief in departing from the living God.’ ... An evil heart of unbelief is at the bottom of all our sinful departures from God; it is a leading step to apostasy; if once we allow ourselves to distrust God, we may soon desert him.” [= ‘Waspadalah, saudara-saudara, supaya jangan ada dalam yang manapun dari kamu suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan dengan meninggalkan / murtad dari Allah yang hidup’. ... Suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan ada pada dasar dari semua kepergian kita yang berdosa dari Allah; itu adalah suatu langkah utama pada kemurtadan; jika sekali kita mengijinkan diri kita sendiri untuk tidak mempercayai Allah, kita bisa segera meninggalkan Dia.].
Matthew Henry (tentang Ibr 3:14): “The condition on which they hold that privilege, namely, their perseverance in the bold and open profession and practice of Christ and Christianity unto the end. Not but they shall persevere, being kept by the mighty power of God through faith to salvation, but to be pressed thus to it is one means by which Christ helps his people to persevere. This tends to make them watchful and diligent, and so keeps them from apostasy. ... There are a great many who in the beginning of their profession show a great deal of courage and confidence, but do not hold them fast to the end. ... Perseverance in faith is the best evidence of the sincerity of our faith.” [= Syarat pada mana mereka memegang hak itu, yaitu, ketekunan mereka dalam pengakuan dari Kristus dan kekristenan yang berani dan terbuka sampai pada akhirnya. Hanya mereka yang akan bertekun, karena dijaga oleh kuasa yang hebat dari Allah melalui iman pada keselamatan, tetapi ditekan / didorong seperti itu padanya merupakan suatu jalan / cara dengan mana Kristus menolong umatNya untuk bertekun. Ini cenderung untuk membuat mereka berjaga-jaga dan rajin, dan dengan demikian menjaga mereka dari kemurtadan. ... Disana ada banyak orang yang pada awal dari pengakuan mereka menunjukkan keberanian dan keyakinan yang besar / banyak, tetapi tidak memegang teguh hal-hal itu sampai akhir. ... Ketekunan dalam iman adalah bukti yang terbaik dari ketulusan iman kita.].
Calvin (tentang Ibr 3:6): “He had said before that God’s house was subject to the authority of Christ. Suitably to this declaration is added the admonition that they would then have a place in God’s family when they obeyed Christ. But as they had already embraced the gospel, he mentions their condition if they persevered in the faith. For the word ‘hope’ I take for faith; and indeed hope is nothing else but the constancy of faith. He mentions ‘confidence’ and ‘rejoicing,’ or glorying, in order to express more fully the power of faith. And we hence conclude that those who assent to the Gospel doubtfully and like those who vacillate, do not truly and really believe; for faith cannot be without a settled peace of mind, from which proceeds the bold confidence of rejoicing. And so these two things, confidence and rejoicing, are ever the effects of faith, as we stated in explaining Romans the 5th chapter, and Ephesians the 3rd chapter.” [= Ia telah mengatakan sebelumnya bahwa rumah Allah tunduk pada otoritas dari Kristus. Sesuai dengan pernyataan ini ditambahkan nasehat bahwa mereka akan mempunyai suatu tempat dalam keluarga Allah pada waktu mereka mentaati Kristus. Tetapi karena mereka telah mempercayai injil, ia menyebutkan keadaan mereka jika mereka bertekun dalam iman. Untuk kata ‘pengharapan’ saya mengartikan sebagai ‘iman’; dan memang pengharapan bukan lain dari kekonstanan dari iman. Ia menyebutkan ‘keyakinan’ dan ‘bersukacita’, atau ‘bermegah’, supaya menyatakan dengan lebih penuh kuasa dari iman. Maka kami menyimpulkan bahwa mereka yang menyetujui Injil dengan ragu-ragu dan seperti mereka yang bimbang / terombang-ambing, tidak benar-benar dan sungguh-sungguh percaya; karena iman tidak bisa ada tanpa suatu damai yang menetap / teguh dari pikiran, dari mana keluar keyakinan yang berani dari sukacita. Maka kedua hal ini, keyakinan dan sukacita, selalu adalah hasil dari iman, seperti kami nyatakan dalam menjelaskan Roma pasal 5, dan Efesus pasal 3.].
Calvin (tentang Ibr 3:12): “‘Take heed, (or See,) brethren, lest there be at any time in any of you a wicked heart of unbelief,’ etc. I have preferred to retain literally what the Apostle states, rather than to give a paraphrase as to the wicked or depraved heart of unbelief, by which he intimates that unbelief would be connected with depravity or wickedness, if after having received the knowledge of Christ they departed from his faith. For he addressed them who had been imbued with the elements of Christianity; hence he immediately added, By departing; for the sin of defection is accompanied with perfidy.” [= ‘Waspadalah, (atau Jagalah,) saudara-saudara, supaya di sana jangan ada pada saat manapun di dalam siapapun dari kamu suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan’, dst. Saya lebih memilih untuk mempertahankan secara hurufiah apa yang sang Rasul nyatakan dari pada memberikan suatu parafrase berkenaan dengan suatu hati yang jahat atau bejat dari ketidak-percayaan, dengan mana ia mengisyaratkan bahwa ketidak-percayaan berhubungan dengan kebejatan atau kejahatan, jika setelah menerima pengetahuan tentang Kristus mereka meninggalkan imannya. Karena ia menujukan kepada mereka yang telah dikaruniai dengan elemen-elemen dari kekristenan; maka ia langsung menambahkan, ‘Dengan meninggalkan (karena ia murtad)’; karena dosa meninggalkan disertai dengan ketidak-setiaan / pengkhianatan.].
Calvin (tentang Ibr 3:14): “‘For we are made partakers,’ etc. He commends them for having begun well; but lest, under the pretext of the grace which they had obtained, they should indulge themselves in carnal security, he says that there was need of perseverance; for many having only tasted the Gospel, do not think of any progress as though they had reached the summit. Thus it is that they not only stop in the middle of their race, yea, nigh the starting-posts, but turn another way. Plausible indeed is this objection, ‘What can we wish more after having found Christ?’ But if he is possessed by faith, we must persevere in it, so that he may be our perpetual possession. Christ then has given himself to be enjoyed by us on this condition, that by the same faith by which we have been admitted into a participation of him, we are to preserve so great a blessing even to death. Hence he says ‘beginning,’ intimating that their faith was only begun. As ‘hypostasis’ sometimes means ‘confidence,’ it may be so taken here; yet the term ‘substance,’ as some have rendered it, I do not dislike, though I explain it in a way somewhat different. They think that faith is thus called, because the whole of what man may have without it is nothing but vanity; but I so regard it, because we recumb on it alone, as there is no other support on which we can rely. And suitable to this view is the word ‘steadfast’ or firm; for we shall be firmly fixed and beyond the danger of vacillating, provided faith be our foundation. The sum of the whole then is, that faith whose beginnings only appear in us, is to make constant and steady progress to the end.” [= ‘Karena kami dibuat menjadi pengambil-pengambil bagian’, dst. Ia memuji mereka karena telah memulai dengan baik; tetapi supaya jangan, di bawah dalih dari kasih karunia yang telah mereka dapatkan, mereka memuaskan diri mereka sendiri dalam keamanan yang bersifat daging, ia berkata bahwa di sana ada kebutuhan akan ketekunan; karena banyak orang yang setelah hanya mengecap Injil, tidak memikirkan kemajuan apapun seakan-akan mereka telah mencapai puncak. Demikianlah bahwa mereka bukan hanya berhenti di tengah-tengah perlombaan mereka, ya, dekat dengan tempat start, tetapi berbelok ke jalan / arah yang lain. Kelihatannya memang masuk akal keberatan ini, ‘Apa lagi yang yang bisa kita inginkan setelah menemukan Kristus?’ Tetapi jika Ia (Yesus) dimiliki oleh iman, kita harus bertekun di dalamnya, sehingga Ia bisa menjadi milik kita secara terus menerus / kekal. Maka Kristus telah memberikan diriNya sendiri untuk dinikmati oleh kita dengan syarat ini, bahwa oleh iman yang sama dengan mana kita telah diijinkan untuk masuk ke dalam suatu partisipasi dari Dia, kita harus menjaga berkat yang begitu besar bahkan sampai mati. Karena itu ia berkata ‘permulaan’, menunjukkan bahwa iman mereka hanya dimulai. Karena ‘HUPOSTASIS’ kadang-kadang berarti ‘keyakinan’, itu bisa diartikan demikian di sini; tetapi istilah ‘zat’, seperti beberapa orang telah menterjemahkannya, saya bukannya tidak menyukainya, sekalipun saya menjelaskannya dengan suatu cara yang agak berbeda. Mereka berpikir bahwa iman disebut demikian, karena seluruh dari apa yang manusia punyai tanpa itu adalah semata-mata kesia-siaan; tetapi saya menganggapnya demikian, karena kita bersandar padanya saja, karena di sana tidak ada penopang yang lain pada mana kita bisa bersandar. Dan cocok dengan pandangan ini adalah kata ‘setia’ atau ‘teguh’; karena kita akan dipancangkan dengan teguh dan di luar bahaya dari kebimbangan, asal iman adalah fondasi kita. Jadi, ringkasan dari semua ini adalah, bahwa iman yang permulaannya hanya kelihatannya di dalam kita, harus membuat kemajuan yang konstan dan tetap sampai akhir.].
John Owen (tentang Ibr 3:6): “‘If we hold fast our confidence and the glorying of hope firm unto the end.’ These words may have a double sense: First, to express the condition on which the truth of the former assertion doth depend: ‘We are his house, but on this condition, that we hold fast,’ etc. Secondly, to express a description of the persons who are so the house of Christ, by a limitation and distinction amongst professors, showing that in the former assertion he intends only those who hold fast their confidence firm to the end.” [= ‘Jika kita memegang keyakinan kita dan memegahkan pengharapan dengan teguh sampai akhir’. Kata-kata ini bisa mempunyai arti ganda: Pertama, untuk menyatakan syarat pada mana kebenaran dari pernyataan yang terdahulu tergantung: ‘Kita adalah rumahNya, tetapi dengan kondisi / syarat ini, bahwa kita memegang teguh’, dst. Kedua, untuk menyatakan suatu penggambaran tentang orang-orang yang adalah rumah Kristus, oleh suatu pembatasan dan pembedaan di antara pengaku-pengaku, yang menunjukkan bahwa dalam pernyataan yang terdahulu ia memaksudkan hanya mereka yang memegang keyakinan mereka dengan teguh sampai akhir.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 91 (ages).
John Owen (tentang Ibr 3:6): “According unto these several interpretations the words are severally employed. Those who embrace the first sense make use of them to prove a possibility of the falling away of true believers, and that totally and finally, from Christ; for, say they, without the supposition thereof, the words are superfluous and useless. Those who cleave to the latter sense suppose the words irrefragably to confirm the certain permanency in the faith of those who are truly the house of Christ, they being such alone as whose faith hath the adjuncts of permanency and stability annexed unto it. For others, whatever they may profess, they are never truly or really the house of Christ; whence it undeniably follows that all true believers do certainly persevere unto the end.” [= Menurut beberapa penafsiran ini kata-kata itu digunakan secara terpisah / berbeda. Mereka yang mempercayai arti pertama menggunakan mereka untuk membuktikan suatu kemungkinan murtad dari orang-orang percaya yang sejati, dan itu secara total dan final, dari Kristus; karena mereka berkata, tanpa anggapan itu, kata-kata itu berlebihan dan tak berguna. Mereka yang mempercayai arti yang terakhir menganggap kata-kata itu secara tidak bisa dibantah meneguhkan kepermanenan yang pasti dalam iman dari mereka yang sungguh-sungguh adalah rumah Kristus, hanya mereka yang adalah seperti itu saja yang imannya mempunyai tambahan-tambahan kepermanenan dan kestabilan yang dihubungkan dengannya. Untuk orang-orang lain, apapun yang mereka akui, mereka tidak pernah dengan benar atau dengan sungguh-sungguh rumah Kristus; dari mana secara pasti mengikuti bahwa semua orang-orang percaya yang sejati pasti bertekun sampai akhir.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 91 (ages).
John Owen (tentang Ibrani 3:6): “as to the first sense contended for, I shall briefly observe, - first, that the supposition urged proves not the inference intended; and, secondly, that the argument from this place is not suited unto the hypothesis of them that make use of it. For, as Paul puts himself among the number of those who are spoken of, whose faith yet none will thence contend to have been liable unto a total failure; so such conditional expressions of gospel-comminations, although they have a peculiar use and efficacy towards believers in the course of their obedience, as manifesting God’s detestation of sin, and the certain connection that there is by God’s eternal law between unbelief and punishment, yet they do not include any assertion that the persons of believers may at any time, all things considered, on the part of God as well as of themselves, actually fall under those penalties, as hath been at large elsewhere evinced. Again, this argument suits not the hypothesis that it is produced in the confirmation of; for if it be the condition of the foregoing assertion, whereon the truth of it doth depend, then are none at present the house of God, but upon a supposition of their perseverance unto the end. But their opinion requires that persons may be really this house by virtue of their present faith and obedience, although they afterwards utterly fall from both, and perish for evermore. This, then, cannot be the sense of the words according to their principles who make use of them for their ends: for they say that men may be the house of Christ although they hold not fast their confidence unto the end; which is directly to contradict the apostle, and to render his exhortation vain and useless.” [= berkenaan dengan arti pertama yang diperdebatkan, saya akan meninjau secara singkat, - pertama, bahwa anggapan yang dinyatakan tidak membuktikan kesimpulan yang dimaksudkan; dan kedua, bahwa argumentasi dari tempat ini tidak cocok dengan anggapan dari mereka yang menggunakannya. Karena Paulus meletakkan dirinya sendiri di antara sejumlah orang / kelompok dari mereka yang dibicarakan, dan tak akan ada orang yang dari hal ini akan memperdebatkan apakah imannya (iman Paulus) bisa menjadi gagal total; maka ungkapan-ungkapan bersyarat seperti itu dari ancaman-ancaman injil, sekalipun mereka mempunyai manfaat dan kemujaraban khusus terhadap orang-orang percaya dalam jalan ketaatan mereka, karena menyatakan kebencian Allah terhadap dosa, dan hubungan tertentu yang ada di sana oleh hukum yang kekal dari Allah di antara ketidak-percayaan dan hukuman, tetapi mereka tidak mencakup penegasan / pernyataan bahwa orang-orang percaya bisa pada saat manapun, dengan mempertimbangkan segala sesuatu, di pihak Allah maupun diri mereka sendiri, secara sungguh-sungguh jatuh ke bawah hukuman-hukuman itu, seperti telah dibuktikan secara panjang lebar di tempat lain. Selanjutnya, argumentasi ini tidak sesuai dengan anggapan bahwa itu dihasilkan dalam peneguhannya; karena jika itu adalah syarat dari peneguhan / pernyataan sebelumnya, pada mana kebenaran dari / tentangnya tergantung, maka tidak ada dari yang ada sekarang yang adalah rumah Allah, kecuali pada anggapan tentang ketekunan mereka sampai akhir. Tetapi pandangan mereka menuntut bahwa orang-orang bisa sungguh-sungguh adalah rumah ini berdasarkan iman dan ketaatan mereka sekarang ini, sekalipun mereka belakangan jatuh / murtad secara total dari keduanya, dan binasa selama-lamanya. Maka, ini tidak bisa adalah arti dari kata-kata itu sesuai dengan prinsip / pendirian mereka yang menggunakan kata-kata itu untuk tujuan mereka: karena mereka berkata bahwa orang-orang bisa adalah rumah Kristus sekalipun mereka tidak memegang teguh keyakinan mereka sampai akhir; yang secara langsung menentang sang rasul, dan menyebabkan / menjadikan nasehat / peringatannya sia-sia dan tak berguna.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 91-92 (ages).
Catatan: John Owen sama seperti penafsir-penafsir kuno pada umumnya juga secara salah menganggap Paulus sebagai penulis surat Ibrani.
Bandingkan kata-kata Owen pada bagian bawah dari kutipan di atas ini dengan komentar Adam Clarke tentang Ibr 3:6 yang telah saya berikan di atas, yang menganggap bahwa orang Kristen adalah gereja Allah / rumah Allah sekarang inI!
John Owen (tentang Ibr 3:6): “The words, therefore, are a description of the persons who are the house of Christ, from a certain effect or adjunct of that faith whereby they become so to be. They are such, and only such, as ‘hold fast their confidence and glorying of hope firm unto the end,’ whereby they are distinguished from temporary professors, who may fall away.” [= Karena itu, kata-kata ini adalah suatu penggambaran tentang orang-orang yang adalah rumah Kristus, dari suatu hasil tertentu atau tambahan dari iman itu dengan mana mereka menjadi demikian. Mereka adalah sedemikian rupa, dan hanya sedemikian rupa, yang ‘memegang keyakinan mereka dan memegahkan pengharapan dengan teguh sampai akhir’, dengan mana mereka dibedakan dari pengaku-pengaku sementara, yang bisa murtad.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 92 (ages).
John Owen (tentang Ibr 3:12): “There is need of great care, heedfulness, watchfulness, and circumspection, for a due continuance in our profession, to the glory of God and advantage of our own souls. A careless profession will issue in apostasy open or secret, or great distress, Matthew 13:5,6, Song of Solomon 3:1,5. Our course is a warfare; and those who take not heed, who are not circumspect in war, will assuredly be a prey to their enemies. Be their strength never so great, one time or other they will not avoid a fatal surprisal.” [= Di sana ada kebutuhan tentang pemeliharaan, perhatian, kewaspadaan, dan kehati-hatian, untuk suatu kelanjutan dalam pengakuan kita, bagi kemuliaan Allah dan manfaat / keuntungan dari jiwa kita sendiri. Suatu pengakuan yang ceroboh akan menghasilkan kemurtadan yang terbuka atau diam-diam / rahasia, atau keadaan yang sangat berbahaya, Mat 13:5-6, Kidung 3:1,5. Jalan kita adalah suatu peperangan; dan mereka yang tidak memperhatikan, yang tidak berhati-hati dalam perang, pasti akan menjadi mangsa bagi musuh-musuh mereka. Sebesar apapun kekuatan mereka, satu saat atau saat yang lain mereka tidak akan menghindari sesuatu yang mengejutkan.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 226-227 (ages).
Mat 13:5-6,20-21 - “(5) Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. (6) Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. ... (20) Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. (21) Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.”.
Kidung 3:1,5 - “(1) Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. ... (5) Kusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem, demi kijang-kijang atau demi rusa-rusa betina di padang: jangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!”.
John Owen (tentang Ibr 3:12): “Any one defect is enough to denominate an action evil; but unto that which is good there must be a concurrence of all necessary circumstances. See Ephesians 5:15,16. And who is sufficient for these things? God alone by his Spirit and grace can enable us hereunto. But he works these things by us as well as in us, and gives heedful diligence where he gives success.” [= Satu cacat manapun adalah cukup untuk menyebut / menyatakan suatu tindakan sebagai jahat; tetapi kepada apa yang baik di sana harus ada suatu persetujuan / kerja sama dari semua keadaan yang perlu. Lihat Ef 5:15,16. Dan siapa yang cukup untuk hal-hal ini? Allah saja oleh Roh dan kasih karuniaNya bisa memampukan kita pada hal ini. Tetapi Ia mengerjakan hal-hal ini oleh kita maupun di dalam kita, dan memberi kerajinan / ketekunan yang memperhatikan dimana Ia memberi kesuksesan.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 227 (ages).
Ef 5:15-16 - “(15) Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, (16) dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”.
John Owen (tentang Ibr 3:12): “There is an especial evil in the days wherein we live, which we cannot avoid without great circumspection. ... He that walks the midst of mares and serpents, and goes on confidently, without consideration of his danger, as if his paths were all smooth and safe, will one time or other be entangled or bitten. Blind confidence in a course of profession, as if the whole of it were a dangerless road, is a ruining principle, 1 Peter 1:17; Proverbs 28:14; ‘A prudent man foreseeth the evil, and hideth himself; but the simple pass on, and are punished,’ Proverbs 22:3. It is the highest folly not to look out after dangers, and which usually ends in sorrow, trouble, and punishment. Fear is necessary in continual exercise; not a fear of distrust or diffidence, of anxious scrupulosity, but of care, duty, and diligence.” [= Di sana ada suatu kejahatan khusus pada hari-hari dimana kita hidup, yang tidak bisa kita hindari tanpa kehati-hatian yang besar. ... Ia yang berjalan di tengah-tengah kuda-kuda betina dan ular-ular, dan berjalan dengan yakin, tanpa pertimbangan tentang bahayanya, seakan-akan jalannya seluruhnya mulus dan aman, akan pada satu saat atau saat yang lain terbelit / terjerat atau digigit. Keyakinan yang buta dalam jalan dari pengakuan, seakan-akan seluruhnya adalah suatu jalan yang tidak mempunyai bahaya, merupakan suatu prinsip yang menghancurkan, 1Pet 1:17; Amsal 28:14; ‘Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka’, Amsal 22:3. Merupakan suatu kebodohan yang terbesar untuk tidak berhati-hati terhadap bahaya-bahaya, dan yang biasanya berakhir dalam kesedihan, kesukaran, dan hukuman. Rasa takut adalah perlu dalam penggunaan terus menerus; bukan suatu rasa takut dari ketidak-percayaan atau keragu-raguan, dari kehati-hatian yang kuatir / cemas, tetapi dari perhatian, kewajiban, dan kerajinan / usaha yang hati-hati.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 227 (ages).
1Pet 1:17 - “Dan jika kamu menyebutNya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.”.
Amsal 28:14 - “Berbahagialah orang yang senantiasa takut akan TUHAN, tetapi orang yang mengeraskan hatinya akan jatuh ke dalam malapetaka.”.
Amsal 22:3 - “Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.”.
Dari kata-kata John Owen di atas ini terlihat bahwa orang Reformed tidak mengajar bahwa “karena keselamatan tidak bisa hilang, maka kita boleh hidup ceroboh / tak hati-hati”, sebagaimana yang difitnahkan / dituduhkan oleh orang-orang Arminian! Kalau ada orang Reformed yang seperti itu, maka itu adalah kesalahan oknum, bukan kesalahan ajarannya. Semua orang Reformed yang sejati, percaya adanya jaminan dari Allah, tetapi juga mempercayai bahwa manusia tetap bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
John Owen (tentang Ibr 3:12): “As for unbelief, it is usually distinguished into that which is negative and that which is privative. 1st. Negative unbelief is whenever any man or men believe not, or have not faith, although they never had the means of believing granted unto them. ... So the apostle calls him an unbeliever who comes in accidentally to the assembly of the church, who never heard the word preached before, 1 Corinthians 14:23,24. In this sense, all those persons and nations who have never had as yet the gospel preached unto them are infidels, or unbelievers; that is, they are so negatively, - they believe not, but yet cannot be said to have in them ‘an evil heart of unbelief.’ 2dly. It is privative, when men believe not, although they enjoy the means of faith or believing. And herein consists the highest acting of the depraved nature of man. And it is on many accounts the greatest provocation of God that a creature can make himself guilty of. ... Now this privative unbelief is twofold: - (1st.) In refusing to believe when it is required; (2dly.) In rejecting the faith after it hath been received.” [= Tentang ketidak-percayaan, biasanya dibedakan menjadi ketidak-percayaan yang negatif dan ketidak-percayaan yang bersifat privatif. Pertama, Ketidak-percayaan yang negatif adalah pada waktu siapapun tidak percaya, atau tidak mempunyai iman, sekalipun mereka tak pernah mempunyai cara / jalan untuk percaya yang diberikan kepada mereka. ... Karena itu sang rasul menyebut dia seorang yang tidak percaya yang datang / masuk secara kebetulan dalam pertemuan dari gereja, yang tidak pernah mendengar firman dikhotbahkan / diberitakan sebelumnya, 1Kor 14:23-24. Dalam arti ini, semua orang-orang dan bangsa-bangsa itu yang belum pernah mendapatkan injil diberitakan kepada mereka adalah orang-orang kafir, atau orang-orang yang tidak percaya; artinya mereka adalah demikian secara negatif, - mereka tidak percaya, tetapi tidak bisa dikatakan mempunyai di dalam mereka ‘suatu hati yang jahat dari ketidakpercayaan’. Kedua, Itu bersifat privatif, pada waktu orang-orang tidak percaya, sekalipun mereka menikmati cara / jalan dari iman atau percaya. Dan di sini terdapat tindakan tertinggi dari hakekat manusia yang bejat. Dan adalah dalam banyak cerita / laporan provokasi terbesar terhadap Allah bahwa seorang makhluk bisa membuat dirinya sendiri bersalah tentangnya. ... Ketidak-percayaan yang bersifat privatif ini ada dua: - (1) Dalam menolak untuk percaya pada waktu itu dituntut / diminta; (2) Dalam menolak iman setelah itu diterima.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 234-235 (ages).
1Kor 14:23-24 - “(23) Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? (24) Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua;”.
John Owen (tentang Ibr 3:12): “Now, the unbelief here intended by the apostle is this privative unbelief, consisting in the rejection of the truth of the gospel after it hath been received and professed. And this also may be considered two ways: - [1st.] Initially, as to some degrees of it; [2dly.] As it may be finished and completed. Of these our apostle treateth severally and distinctly. Of the former in this place, and Hebrews 4:11-13, Hebrews 12:15,16; of the latter, Hebrews 6:4-6, Hebrews 10:26,27. The first consists in any declension of heart from Christ and the gospel. This may be in various degrees and on several accounts. The latter is a total renunciation of the gospel, of which we spake before. It is the former that the apostle here intends, and therein a prevention of the latter:” [= Orang-orang yang tidak percaya yang dimaksudkan di sini (dalam Ibr 3:12 ini) oleh sang rasul adalah ketidak-percayaan yang bersifat privatif ini, yang terdiri dari penolakan dari kebenaran injil setelah itu diterima dan diakui. Dan ini juga bisa dipikirkan dalam dua cara: - (1.) Pada permulaannya, berkenaan dengan tingkatnya; (2.) Pada waktu itu diselesaikan dan dilengkapkan / disempurnakan. Tentang hal-hal ini rasul kita membahas secara terpisah dan berbeda. Tentang yang terdahulu di tempat ini, dan Ibr 4:11-13, Ibr 12:15,16; tentang yang belakangan, Ibr 6:4-6, Ibr 10:26,27. Yang pertama terdiri dari penurunan apapun dari hati dari Kristus dan injil. Ini bisa ada dalam bermacam-macam tingkat dan pada beberapa catatan / cerita. Yang belakangan adalah suatu penyangkalan total dari injil, tentang mana kita berbicara sebelumnya. Adalah yang terdahulu yang sang rasul maksudkan di sini, dan di sana ada suatu pencegahan terhadap yang belakangan:] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 240 (ages).
Ibr 4:11-13 - “(11) Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorangpun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga. (12) Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. (13) Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapanNya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepadaNya kita harus memberikan pertanggungan jawab.”.
Ibr 12:15-16 - “(15) Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang. (16) Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan.”.
Ibr 6:4-6 - “(4) Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, (5) dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, (6) namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghinaNya di muka umum.”.
Ibr 10:26-27 - “(26) Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. (27) Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka.”.
Dengan demikian, inti dari apa yang John Owen katakan tentang Ibr 3:12 adalah bahwa ini hanya menunjuk pada orang-orang Kristen yang sedang menurun dalam iman / kerohanian, dan Ibr 3:12 ini diberikan supaya jangan terjadi kemurtadan total.
John Owen (tentang Ibr 3:14): “As to its coherence with the verses foregoing, it containeth an enforcement of the general exhortation unto perseverance, and the avoidance of backsliding or apostasy in all the causes and tendencies unto it, ... he lets them know that all their interest in Christ, and all the benefits they did expect or might be made partakers of by him, did depend upon their answering his exhortation unto constancy and perseverance in their profession;” [= Berkenaan dengan hubungannya dengan ayat-ayat sebelumnya, ini mengandung suatu desakan / penguatan tentang desakan / nasehat umum pada ketekunan, dan penghindaran dari kemerosotan atau kemurtadan dalam semua penyebab dan kecenderungan kepadanya, ... ia membiarkan mereka tahu bahwa semua kepentingan mereka dalam Kristus, dan semua manfaat yang mereka harapkan atau bisa dibuat menjadi pengambil-pengambil bagian olehNya, tergantung pada tanggapan mereka terhadap desakan / nasehat pada kekonstanan dan ketekunan dalam pengakuan mereka.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 273 (ages).
Kata-kata John Owen di atas ini lagi-lagi menunjukkan bahwa theologia Reformed mempercayai bahwa orang kristen yang sejati memang harus bertekun sampai akhir!!!
John Owen (tentang Ibrani 3:14): “‘We are made partakers of Christ, if we hold fast the beginning of our confidence;’ that is, we are so thereby, either causally and formally, or interpretatively and declaratively. If in the first sense, then our participation of Christ depends on our perseverance unto the end, nor can we come unto the one until we have attained the other. But this is contrary to the text, which supposeth us actually instated in that participation, as the words necessarily require. If it be in the latter sense, then our perseverance is enjoined as an evidence of our participation of Christ, that whereby it may be tried whether it be true and genuine, - which if it be, it will be producing this effect; as James requires that we should try or evidence and manifest our faith by our works, of what sort it is.” [= ‘Kita dibuat jadi pengambil-pengambil bagian dari Kristus jika kita memegang teguh permulaan dari keyakinan kita’; artinya, kita adalah demikian olehnya, atau secara causal dan formal, atau secara interpretatif dan deklaratif. Jika dalam arti pertama, maka partisipasi kita dari Kristus tergantung pada ketekunan kita sampai akhir, dan kita tidak bisa datang pada yang satu sampai kita telah mencapai yang lain. Tetapi ini bertentangan dengan textnya, yang menganggap kita sungguh-sungguh diteguhkan dalam partisipasi itu, seperti yang harus dituntut oleh kata-kata itu. Jika itu ada dalam arti yang belakangan, maka ketekunan kita digabungkan sebagai suatu bukti dari partisipasi kita dari Kristus, sehingga dengan demikian itu bisa diuji apakah itu benar dan asli, - yang jika partisipasi itu benar, itu akan menghasilkan hasil ini; seperti Yakobus tuntut bahwa kita harus membuktikan dan menyatakan iman kita dengan / oleh perbuatan kita, dari jenis apa iman kita itu.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 274 (ages).
John Owen (tentang Ibr 3:14): “‘What is it to be partakers of Christ? He and we are made one he the head, we the body, co-heirs and incorporated with him. We are one body with him, as he speaks, of his flesh and bones.’ ... The trial and evidence hereof is declared in the last words, ... - ‘If so be that we hold fast’ (or ‘steadfast’) ‘the beginning of our confidence unto the end.’” [= Apa artinya menjadi pengambil-pengambil bagian dari Kristus? Ia dan kita disatukan, Dia adalah kepala, kita adalah tubuh, rekan pewaris dan bergabung dengan Dia. Kita adalah satu tubuh dengan Dia, seperti Ia katakan’ ‘dari daging dan tulangNya’. ... Ujian dan bukti tentang ini dinyatakan dalam kata-kata terakhir, ... - ‘Jika kita memegang teguh’ (atau ‘setia’) ‘permulaan dari keyakinan kita sampai akhir’.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 275 (ages).
John Owen (tentang Ibr 3:14): “Constancy and steadfastness in believing is the great touchstone, trial, and evidence of union with Christ, or a participation of him. So it is here proposed by the apostle. We are ‘partakers of Christ,’ - that is, declared, manifested, and evidenced so to be, - ‘if we hold fast the beginning of our subsistence in him firm unto the end.’ ... It is enduring faith that is true faith, and which evidenceth us indeed to be partakers of Christ. And he gives it as a mark of a false profession, that it ‘but dureth for a while,’ Matthew 13:21.” [= Kekonstanan dan keteguhan / kesetiaan dalam percaya adalah batu penguji, ujian, dan bukti dari persatuan dengan Kristus, atau suatu partisipasi dariNya. Demikianlah itu di sini dikemukakan oleh sang rasul. Kita adalah ‘pengambil-pengambil bagian dari Kristus’, - artinya, diumumkan, dinyatakan dan dibuktikan sebagai demikian, - ‘jika kita memegang teguh permulaan dari keyakinan kita dalam Dia sampai akhir’. ... Adalah iman yang bertekun / bertahan yang adalah iman yang benar, dan yang membuktikan bahwa kita memang adalah pengambil-pengambil bagian dari Kristus. Dan Ia memberinya sebagai suatu tanda dari suatu pengakuan yang palsu, bahwa itu bertahan untuk sementara / suatu waktu’, Mat 13:21.] - ‘Hebrews’, vol 3, hal 285 (ages).
j) Ibr 6:11-12 - “(11) Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, (12) agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.”.
Terjemahan Kitab Suci Indonesia untuk ay 11 salah.
KJV: ‘And we desire that every one of you do shew the same diligence to the full assurance of hope unto the end:’ [= Dan kami ingin supaya setiap kamu menunjukkan kesungguhan / kerajinan yang sama sampai pada kepastian penuh tentang pengharapan sampai akhir:].
RSV: ‘And we desire each one of you to show the same earnestness in realizing the full assurance of hope until the end,’ [= Dan kami ingin setiap kamu menunjukkan kesungguhan yang sama dalam merealisasikan kepastian penuh tentang pengharapan sampai akhir;].
NIV: ‘We want each of you to show this same diligence to the very end, in order to make your hope sure.’ [= Kami mau setiap kamu menunjukkan kesungguhan / kerajinan yang sama sampai akhir, supaya membuat pengharapanmu pasti.].
NASB: ‘And we desire that each one of you show the same diligence so as to realize the full assurance of hope until the end,’ [= Dan kami ingin supaya setiap kamu menunjukkan kesungguhan / kerajinan yang sama sehingga merealisasikan kepastian penuh tentang pengharapan sampai akhir;].
Adam Clarke (tentang Ibr 6:11): “All that is said here must be understood as still implying the absolute necessity of continuing in the same degree of grace from which this full assurance of hope is derived. This full assurance, therefore, does not imply that the man will absolutely persevere to the end; but that, if he do persevere in this same grace, he shall infallibly have an eternal glory. There is no unconditional perseverance in the Scripture, nor can there be such in a state of probation.” [= Semua yang dikatakan di sini harus dimengerti sebagai tetap menunjukkan keharusan mutlak untuk terus dalam tingkat yang sama dari kasih karunia dari mana kepastian pengharapan ini didapatkan. Karena itu, kepastian penuh ini tidak menunjukkan bahwa manusia akan secara mutlak bertekun sampai akhir; tetapi bahwa, jika ia memang bertekun dalam kasih karunia yang sama ini, ia akan secara tak bisa salah mendapatkan suatu kemuliaan kekal. Di sana tidak ada suatu ketekunan tak bersyarat dalam Kitab Suci, juga di sana tidak bisa ada yang seperti itu dalam suatu keadaan percobaan.].
Kata-kata ini jelas bertentangan frontal dengan 1Yoh 2:19 - “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”.
Adam Clarke (tentang Ibr 6:12): “‘That ye be not slothful.’ This shows how the full assurance of hope is to be regulated and maintained. They must be diligent; slothfulness will deprive them both of hope and faith. That faith which worketh by love will maintain hope in its full and due exercise. ‘Followers of them.’ ... That ye be mimics or imitators of them who are inheriting the promises. And they inherited these promises by faith in him who is invisible, and who, they knew, could not lie; and they patiently endured, through difficulties and adversities of every kind, and persevered unto death.” [= ‘Supaya kamu jangan menjadi lamban / malas’. Ini menunjukkan betapa kepastian penuh dari pengharapan itu harus diarahkan / dikendalikan dan dipertahankan. Mereka harus rajin / sungguh-sungguh; kemalasan / kelambanan akan menghilangkan dari mereka pengharapan dan iman. Iman itu yang bekerja oleh kasih akan mempertahankan pengharapan dalam pelaksanaannya yang penuh dan benar. ‘Penurut-penurut / peniru-peniru mereka’. ... Supaya kamu menjadi peniru-peniru mereka yang sedang mewarisi janji-janji. Dan mereka mewarisi janji-janji ini oleh iman kepadaNya yang tak kelihatan, dan yang mereka tahu tidak bisa berdusta; dan mereka bertahan / bertekun dengan sabar, melalui kesukaran-kesukaran dan kesengsaraan-kesengsaraan dari setiap jenis, dan bertekun sampai mati.].
Berbeda dengan Adam Clarke, Lenski kelihatannya tidak menggunakan text ini untuk menentang doktrin KESELAMATAN TIDAK BISA HILANG ini.
Lenski (tentang Ibr 6:11): “To exercise diligence in regard to the full assurance of that hope is with all diligence to examine the divine grounds on which our assurance rests. This will make us sure and certain, fully so in all respects, and will thus make our hope strong like a flame that blazes up steadily to full height. ‘Up to the end’ the writer desires this diligence to be displayed, i. e., until the end of the life of each one of his readers.” [= Melaksanakan kerajinan / kesungguhan berkenaan dengan kepastian penuh tentang pengharapan itu berarti dengan seluruh kerajinan / kesungguhan memeriksa / menguji dasar-dasar ilahi pada mana kepastian kita bersandar / terletak. Ini akan membuat kita pasti, pasti secara penuh dalam semua hal, dan dengan demikian akan membuat pengharapan kita kuat seperti suatu nyala api yang membara dengan tetap sampai ketinggian yang penuh. ‘Sampai akhir’. Sang penulis ingin kerajinan / kesungguhan ini ditunjukkan, yaitu sampai akhir dari kehidupan dari setiap pembacanya.].
Lenski (tentang Ibr 6:12): “From 5:11 we know that the readers ‘have become sluggish as regards their hearing.’ While it is not said that they have become sluggish also as regards their hope, this is implied; for the diligence that is required to keep the full assurance of their hope is none other than diligent hearing and heeding the gospel with its assurance in regard to what Christ has done and will do. Thus the present reference to sluggishness is an advance on 5:11. Not sluggish ‘but imitators of those who through faith and longsuffering are inheriting the promises.’ This unrolls before the eyes of the readers the example of their many fellow Christians who are faithful to the end. ... Many have already inherited the promises, others are now entering on their inheritance and heavenly salvation. The readers surely do not want to lose their inheritance after God has made them heirs (v. 4–8). ... The writer says: ‘See how those others are getting the inheritance through faith that is unshaken by what men do to them. Imitate them, beloved, and let no one break down your faith and make you forfeit your inheritance!’” [= Dari 5:11 kita tahu bahwa para pembaca ‘telah menjadi lamban berkenaan dengan pendengaran mereka (terhadap firman)’. Sekalipun tidak dikatakan bahwa mereka telah juga menjadi lamban berkenaan dengan pengharapan mereka, ini ada secara implicit; karena kerajinan / kesungguhan yang dibutuhkan untuk menjaga kepastian penuh dari pengharapan bukan lain dari tindakan mendengar dan memperhatikan yang rajin / sungguh-sungguh terhadap injil dengan kepastiannya berkenaan dengan apa yang Kristus telah lakukan dan akan lakukan. Jadi referensi tentang kelambanan di sini merupakan suatu lanjutan dari 5:11. Bukan lamban ‘tetapi peniru-peniru dari mereka yang melalui iman dan kesabaran sedang mewarisi janji-janji’. Ini menyatakan di depan mata dari para pembaca teladan dari banyak sesama Kristen mereka yang setia sampai akhir. ... Banyak orang telah mewarisi janji-janji, orang-orang lain sekarang sedang memasuki warisan dan keselamatan surgawi mereka. Para pembaca pasti tidak ingin kehilangan warisan mereka setelah Allah membuat mereka pewaris-pewaris (ay 4-8). ... Sang penulis berkata: ‘Lihatlah bagaimana orang-orang lain itu sedang mendapatkan warisan itu melalui iman yang tak tergoyahkan oleh apa yang orang-orang lakukan kepada mereka. Tirulah mereka, kekasih, dan jangan biarkan seorangpun menghancurkan imanmu dan membuat kamu kehilangan warisanmu!’].
Ibr 5:11 - “Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan.”.
j) Ibr 6:11-12 - “(11) Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, (12) agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.”.
Terjemahan Kitab Suci Indonesia untuk ay 11 salah.
KJV: ‘And we desire that every one of you do shew the same diligence to the full assurance of hope unto the end:’ [= Dan kami ingin supaya setiap kamu menunjukkan kesungguhan / kerajinan yang sama sampai pada kepastian penuh tentang pengharapan sampai akhir:].
RSV: ‘And we desire each one of you to show the same earnestness in realizing the full assurance of hope until the end,’ [= Dan kami ingin setiap kamu menunjukkan kesungguhan yang sama dalam mencapai / mendapat kepastian penuh tentang pengharapan sampai akhir;].
NIV: ‘We want each of you to show this same diligence to the very end, in order to make your hope sure.’ [= Kami mau setiap kamu menunjukkan kesungguhan / kerajinan yang sama sampai akhir, supaya membuat pengharapanmu pasti.].
NASB: ‘And we desire that each one of you show the same diligence so as to realize the full assurance of hope until the end,’ [= Dan kami ingin supaya setiap kamu menunjukkan kesungguhan / kerajinan yang sama sehingga mencapai / mendapat kepastian penuh tentang pengharapan sampai akhir;].
Adam Clarke (tentang Ibr 6:11): “All that is said here must be understood as still implying the absolute necessity of continuing in the same degree of grace from which this full assurance of hope is derived. This full assurance, therefore, does not imply that the man will absolutely persevere to the end; but that, if he do persevere in this same grace, he shall infallibly have an eternal glory. There is no unconditional perseverance in the Scripture, nor can there be such in a state of probation.” [= Semua yang dikatakan di sini harus dimengerti sebagai tetap menunjukkan keharusan mutlak untuk terus dalam tingkat yang sama dari kasih karunia dari mana kepastian pengharapan ini didapatkan. Karena itu, kepastian penuh ini tidak menunjukkan bahwa manusia akan secara mutlak bertekun sampai akhir; tetapi bahwa, jika ia memang bertekun dalam kasih karunia yang sama ini, ia akan secara tak bisa salah mendapatkan suatu kemuliaan kekal. Di sana tidak ada suatu ketekunan tak bersyarat dalam Kitab Suci, juga di sana tidak bisa ada yang seperti itu dalam suatu keadaan percobaan.].
Adam Clarke (tentang Ibr 6:12): “‘That ye be not slothful.’ This shows how the full assurance of hope is to be regulated and maintained. They must be diligent; slothfulness will deprive them both of hope and faith. That faith which worketh by love will maintain hope in its full and due exercise. ‘Followers of them.’ ... That ye be mimics or imitators of them who are inheriting the promises. And they inherited these promises by faith in him who is invisible, and who, they knew, could not lie; and they patiently endured, through difficulties and adversities of every kind, and persevered unto death.” [= ‘Supaya kamu jangan menjadi lamban / malas’. Ini menunjukkan betapa kepastian penuh dari pengharapan itu harus diarahkan / dikendalikan dan dipertahankan. Mereka harus rajin / sungguh-sungguh; kemalasan / kelambanan akan menghilangkan dari mereka pengharapan dan iman. Iman itu yang bekerja oleh kasih akan mempertahankan pengharapan dalam pelaksanaannya yang penuh dan benar. ‘Penurut-penurut / peniru-peniru mereka’. ... Supaya kamu menjadi peniru-peniru mereka yang sedang mewarisi janji-janji. Dan mereka mewarisi janji-janji ini oleh iman kepadaNya yang tak kelihatan, dan yang mereka tahu tidak bisa berdusta; dan mereka bertahan / bertekun dengan sabar, melalui kesukaran-kesukaran dan kesengsaraan-kesengsaraan dari setiap jenis, dan bertekun sampai mati.].
Penafsiran Adam Clarke ini jelas bertentangan frontal dengan 1Yoh 2:19 - “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”.
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa yang bisa murtad / kehilangan iman hanyalah mereka yang tidak sungguh-sungguh. Mereka yang sungguh-sungguh, pasti akan tetap beriman.
Berbeda dengan Adam Clarke, Lenski kelihatannya tidak menggunakan text ini untuk menentang doktrin KESELAMATAN TIDAK BISA HILANG ini.
Lenski (tentang Ibr 6:11): “To exercise diligence in regard to the full assurance of that hope is with all diligence to examine the divine grounds on which our assurance rests. This will make us sure and certain, fully so in all respects, and will thus make our hope strong like a flame that blazes up steadily to full height. ‘Up to the end’ the writer desires this diligence to be displayed, i. e., until the end of the life of each one of his readers.” [= Melaksanakan kerajinan / kesungguhan berkenaan dengan kepastian penuh tentang pengharapan itu berarti dengan seluruh kerajinan / kesungguhan memeriksa / menguji dasar-dasar ilahi pada mana kepastian kita bersandar / terletak. Ini akan membuat kita pasti, pasti secara penuh dalam semua hal, dan dengan demikian akan membuat pengharapan kita kuat seperti suatu nyala api yang membara dengan tetap sampai ketinggian yang penuh. ‘Sampai akhir’. Sang penulis ingin kerajinan / kesungguhan ini ditunjukkan, yaitu sampai akhir dari kehidupan dari setiap pembacanya.].
Lenski (tentang Ibr 6:12): “From 5:11 we know that the readers ‘have become sluggish as regards their hearing.’ While it is not said that they have become sluggish also as regards their hope, this is implied; for the diligence that is required to keep the full assurance of their hope is none other than diligent hearing and heeding the gospel with its assurance in regard to what Christ has done and will do. Thus the present reference to sluggishness is an advance on 5:11. Not sluggish ‘but imitators of those who through faith and longsuffering are inheriting the promises.’ This unrolls before the eyes of the readers the example of their many fellow Christians who are faithful to the end. ... Many have already inherited the promises, others are now entering on their inheritance and heavenly salvation. The readers surely do not want to lose their inheritance after God has made them heirs (v. 4–8). ... The writer says: ‘See how those others are getting the inheritance through faith that is unshaken by what men do to them. Imitate them, beloved, and let no one break down your faith and make you forfeit your inheritance!’” [= Dari 5:11 kita tahu bahwa para pembaca ‘telah menjadi lamban berkenaan dengan pendengaran mereka (terhadap firman)’. Sekalipun tidak dikatakan bahwa mereka telah juga menjadi lamban berkenaan dengan pengharapan mereka, ini ada secara implicit; karena kerajinan / kesungguhan yang dibutuhkan untuk menjaga kepastian penuh dari pengharapan, tidak lain dari tindakan mendengar dan memperhatikan yang rajin / sungguh-sungguh terhadap injil dengan kepastiannya berkenaan dengan apa yang Kristus telah lakukan dan akan lakukan. Jadi referensi tentang kelambanan di sini merupakan suatu lanjutan dari 5:11. Bukan lamban ‘tetapi peniru-peniru dari mereka yang melalui iman dan kesabaran sedang mewarisi janji-janji’. Ini menyatakan di depan mata dari para pembaca teladan dari banyak sesama Kristen mereka, yang setia sampai akhir. ... Banyak orang telah mewarisi janji-janji, orang-orang lain sekarang sedang memasuki warisan dan keselamatan surgawi mereka. Para pembaca pasti tidak ingin kehilangan warisan mereka setelah Allah membuat mereka pewaris-pewaris (ay 4-8). ... Sang penulis berkata: ‘Lihatlah bagaimana orang-orang lain itu sedang mendapatkan warisan itu melalui iman yang tak tergoyahkan oleh apa yang orang-orang lakukan kepada mereka. Tirulah mereka, saudara-saudara yang kekasih, dan jangan biarkan seorangpun menghancurkan imanmu dan membuat kamu kehilangan warisanmu!’].
Ibr 5:11 - “Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan.”.
Jadi, Lenski menafsirkan bahwa text ini berarti bahwa orang-orang itu disuruh untuk berusaha supaya bisa mempunyai pengharapan yang pasti tentang keselamatan mereka.
Kita sudah melihat komentar-komentar dari penafsir-penafsir Arminian. Sekarang kita melihat komentar-komentar dari penafsir-penafsir Reformed.
Untuk komentar dari Matthew Henry, saya mulai membahasnya dari ayat-ayat sebelumnya, yaitu Ibr 6:9.
Ibr 6:9 - “(9) Tetapi, hai saudara-saudaraku yang kekasih, sekalipun kami berkata demikian tentang kamu, kami yakin, bahwa kamu memiliki sesuatu yang lebih baik, yang mengandung keselamatan.”.
Catatan:
1. Kata ‘Tetapi’ pada awal ay 9 ini merupakan suatu pengkontrasan dengan text sebelumnya, yaitu Ibr 6:4-8, yang berbicara tentang orang-orang Kristen (KTP) yang murtad.
2. Bagian akhir dari ay 9, terjemahan dari LAI kurang baik.
RSV: ‘that belong to salvation’ [= yang merupakan milik / bagian dari keselamatan].
KJV/NIV/NASB: ‘that accompany salvation’ [= yang menyertai keselamatan].
Matthew Henry (tentang Ibr 6:9): “He freely and openly declares the good hope he had concerning them, that they would endure to the end: ‘But beloved, we are persuaded better things of you,’ v. 9. Observe, 1. There are things that accompany salvation, things that are never separated from salvation, things that show the person to be in a state of salvation, and will issue in eternal salvation. 2. The things that accompany salvation are better things than ever any hypocrite or apostate enjoyed. They are better in their nature and in their issue.” [= Ia secara terang-terangan dan terbuka menyatakan pengharapan yang baik yang ia miliki berkenaan dengan mereka, bahwa mereka akan bertahan sampai akhir: ‘Tetapi saudara-saudara yang kekasih, kami diyakinkan tentang hal-hal yang lebih baik dari / tentang kamu’, ay 9. Perhatikan, 1. Di sana ada hal-hal yang menyertai keselamatan, hal-hal yang tidak pernah terpisah dari keselamatan, hal-hal yang menunjukkan bahwa seseorang ada dalam suatu keadaan keselamatan, dan akan pada akhirnya menghasilkan keselamatan kekal. 2. Hal-hal yang menyertai keselamatan adalah hal-hal yang lebih baik dari pada hal-hal yang pernah dinikmati oleh orang-orang munafik dan orang-orang murtad. Hal-hal itu lebih baik dalam sifat mereka dan dalam hasil mereka.].
Matthew Henry (tentang Ibr 6:11): “Those who persevere in a diligent discharge of their duty shall attain to the full assurance of hope in the end. Observe, (1.) Full assurance is a higher degree of hope, is full assurance of hope; they differ not in nature, but only in degree. (2.) Full assurance is attainable by great diligence and perseverance to the end.” [= Mereka yang bertekun dalam suatu pelaksanaan yang rajin dari kewajiban mereka akan mencapai kepastian penuh tentang pengharapan akhir. Perhatikan, (1.) Kepastian penuh adalah suatu tingkat pengharapan yang lebih tinggi, adalah kepastian yang penuh dari pengharapan; mereka tidak berbeda dalam sifatnya / hakekatnya, tetapi hanya dalam tingkatnya. (2.) Kepastian penuh bisa dicapai dengan kerajinan dan ketekunan yang besar sampai akhir.].
Matthew Henry (tentang Ibr 6:12): “He proceeds to set before them caution and counsel how to attain this full assurance of hope to the end. 1. That they should not be slothful. Slothfulness will clothe a man with rags: they must not love their ease, nor lose their opportunities. 2. That they would follow the good examples of those who had gone before, v. 12.” [= Ia melanjutkan dengan menaruh di depan mereka peringatan dan nasehat bagaimana untuk mencapai keyakinan yang penuh dari pengharapan sampai akhir. 1. Bahwa mereka tidak boleh malas. Kemalasan akan memakaiani seseorang dengan kain buruk / compang camping: mereka tidak boleh mengasihi kesenangan / ketenteraman mereka, ataupun kehilangan kesempatan-kesempatan mereka. 2. Bahwa mereka akan mengikuti teladan-teladan yang baik dari mereka yang mendahului mereka, ay 12.].
Jadi, Matthew Henry menganggap bahwa Ibr 6:11-12 tak berurusan dengan orang yang murtad / kehilangan keselamatan. Text ini hanya menyuruh orang-orang Kristen berusaha supaya kepastian keselamatan mereka ditingkatkan sampai penuh / tingkat yang lebih tinggi.
Barnes’ Notes (tentang Ibr 6:11): “‘To the full assurance of hope.’ In order to obtain the full assurance of hope. The word rendered ‘full assurance,’ means firm persuasion, and refers to a state of mind where there is the fullest conviction, or where there is no doubt; see Col 2:2; 1 Thess 1:5; Heb 10:22; compare Luke 1:1; Rom 4:21; 14:5; 2 Tim 4:5,17, where the same word, in different forms, occurs. Hope is a compound emotion (see the note on Eph 2:12), made up of an earnest ‘desire’ for an object, and a corresponding ‘expectation’ of obtaining it. The hope of heaven is made up of an earnest ‘wish’ to reach heaven, and a corresponding ‘expectation’ of it, or ‘reason to believe’ that it will be ours. The full assurance of that hope exists where there is the highest desire of heaven, and such corresponding evidence of personal piety as to leave no doubt that it will be ours. ‘To the end.’ To the end of life. The apostle wished that they would persevere in such acts of piety to the end of their course, as to have their hope of heaven fully established, and to leave no doubt on the mind that they were sincere Christians.” [= ‘Sampai pada kepastian penuh tentang pengharapan’. Untuk mendapatkan kepastian yang penuh dari / tentang pengharapan. Kata yang diterjemahkan ‘kepastian yang penuh’, berarti kepercayaan yang teguh, atau dimana di sana tidak ada keraguan; lihat Kol 2:2; 1Tes 1:5; Ibr 10:22; bandingkan Luk 1:1; Ro 4:21; 14:5; 2Tim 4:5,17, dimana kata yang sama muncul dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Pengharapan adalah suatu emosi / perasaan gabungan (lihat catatan tentang Ef 2:12), terdiri dari suatu ‘keinginan’ sungguh-sungguh untuk suatu obyek, dan suatu ‘pengharapan’ yang sesuai untuk mendapatkannya. Pengharapan tentang surga terdiri dari suatu ‘keinginan’ yang sungguh-sungguh untuk mencapai surga, dan suatu ‘pengharapan’ yang sesuai tentangnya, atau ‘alasan untuk percaya’ bahwa itu akan menjadi milik kita. Kepastian penuh tentang pengharapan itu ada dimana di sana ada keinginan yang tertinggi tentang surga, dan bukti kesalehan pribadi yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan keragu-raguan bahwa itu akan menjadi milik kita. ‘Sampai pada akhirnya’. Sampai akhir hidup. Sang rasul ingin bahwa mereka akan bertekun dalam tindakan-tindakan kesalehan seperti itu sampai akhir dari jalan hidup mereka, sehingga pengharapan mereka tentang surga diteguhkan sepenuhnya, dan tidak meninggalkan keragu-raguan pada pikiran mereka bahwa mereka adalah orang-orang Kristen yang tulus / sungguh-sungguh.].
Barnes’ Notes (tentang Ibr 6:12): “‘That ye be not slothful.’ Indolent; inactive. This was what he was especially desirous of guarding them against. By diligent and strenuous effort only could they secure themselves from the danger of apostasy.” [= ‘Supaya jangan kamu menjadi malas’. Lamban / malas, tidak aktif. Ini adalah apa yang ia secara khusus ingin supaya mereka berjaga-jaga terhadapnya. Hanya dengan usaha yang rajin dan keras mereka bisa mengamankan diri mereka sendiri dari bahaya kemurtadan.].
Calvin (tentang Ibr 6:11): “‘To the full assurance of hope,’ or, to the certainty of hope, etc. As they who professed the Christian faith were distracted by various opinions, or were as yet entangled in many superstitions, he bids them to be so fixed in firm faith, as no longer to vacillate nor be driven here and there, suspended between alternate winds of doubts. This injunction is, however, applicable to all; for, as the truth of God is unchangeably fixed, so faith, which relies on him, when it is true, ought to be certain, surmounting every doubt. It is a full assurance, πληροφορία, an undoubting persuasion, when the godly mind settles it with itself, that it is not right to call in question what God, who cannot deceive or lie, has spoken.” [= ‘Sampai pada kepastian penuh tentang pengharapan’, atau, sampai pada kepastian pengharapan, dst. Karena mereka yang mengakui iman Kristen dibingungkan / dikacaukan pikirannya oleh bermacam-macam pandangan, atau masih terlibat / terjerat dalam banyak takhyul, ia meminta mereka untuk begitu diteguhkan dalam iman yang teguh, sehingga tidak lagi terombang-ambing ataupun didorong kesana kemari, tergantung di antara angin keraguan yang berubah-ubah. Tetapi perintah ini cocok untuk diterapkan kepada semua orang; karena, sebagaimana kebenaran Allah tetap secara tak bisa berubah, demikian juga iman, yang bersandar kepada Dia, pada waktu iman itu benar, harus pasti, mengatasi setiap keraguan. Itu adalah suatu kepastian yang penuh, πληροφορία (PLEROPHORIA), suatu kepercayaan yang tidak ragu-ragu, pada waktu pikiran orang saleh membereskan dirinya sendiri, bahwa tidaklah benar untuk mempertanyakan apa yang Allah, yang tidak bisa menipu atau berdusta, telah berbicara.].
Calvin (tentang Ibr 6:11): “The word ‘hope,’ is here to be taken for ‘faith,’ because of its affinity to it. The Apostle, however, seems to have designedly used it, because he was speaking of perseverance. And we may hence conclude how far short of faith is that general knowledge which the ungodly and the devils have in common; for they also believe that God is just and true, yet they derive hence no good hope, for they do not lay hold on his paternal favor in Christ. Let us then know that true faith is ever connected with hope.” [= Kata ‘pengharapan’ di sini digunakan untuk ‘iman’, karena hubungan / kemiripannya dengannya. Tetapi sang Rasul, kelihatannya telah menggunakannya dengan suatu tujuan / maksud, karena ia sedang berbicara tentang ketekunan. Dan karena itu kita bisa menyimpulkan betapa sangat kurang dari iman pengetahuan umum itu yang orang-orang jahat dan setan-setan sama-sama mempunyainya; karena mereka juga percaya bahwa Allah adalah adil dan benar, tetapi mereka tidak mendapatkan dari sana pengharapan yang baik, karena mereka tidak memegang kebaikanNya yang bersifat kebapaan dalam Kristus. Jadi hendaklah kita mengetahui bahwa iman yang benar selalu dihubungkan dengan pengharapan.].
Calvin (tentang Ibr 6:11): “He said ‘to the end,’ or perfection; and he said this, that they might know that they had not yet reached the goal, and were therefore to think of further progress. He mentioned diligence, that they might know that they were not to sit down idly, but to strive in earnest.” [= Ia berkata ‘sampai pada akhirnya’, atau kesempurnaan; dan ia mengatakan ini, supaya mereka bisa tahu bahwa mereka belum mencapai tujuan itu, dan karena itu harus berpikir tentang kemajuan yang lebih jauh. Ia menyebutkan kerajinan, supaya mereka bisa tahu bahwa mereka tidak boleh duduk secara malas tetapi berjuang dengan sungguh-sungguh.].
Calvin (tentang Ibr 6:12): “‘But followers,’ or imitators, etc. To sloth he opposes imitation; it is then the same thing as though he said, that there was need of constant alacrity of mind; but it had far more weight, when he reminded them, that the fathers were not made partakers of the promises except through the unconquerable firmness of faith; for examples convey to us a more impressive idea of things.” [= ‘Tetapi pengikut-pengikut’, atau peniru-peniru, dst. Terhadap kemalasan ia mempertentangkan peniruan; maka itu adalah hal yang sama seakan-akan ia berkata, bahwa di sana ada kebutuhan dari kesegeraan yang konstan dalam menanggapi dari pikiran; tetapi itu mempunyai berat yang jauh lebih besar, pada waktu ia mengingatkan mereka, bahwa bapa-bapa tidaklah dibuat menjadi pengambil-pengambil bagian dari janji-janji kecuali melalui keteguhan yang tak terkalahkan dari iman; karena teladan-teladan memberi kepada kita suatu gagasan yang lebih mengesankan dari hal-hal.].
Calvin (tentang Ibr 6:12): “‘Faith and patience,’ etc. What is meant is, a firm faith, which has patience as its companion. For faith is what is, chiefly required; but as many who make at first a marvelous display of faith, soon fail, he shows, that the true evidence of that faith which is not fleeting and evanescent, is endurance. By saying that the ‘promises’ were obtained by ‘faith,’ he takes away the notion of merits; and still more clearly by saying, that they came by ‘inheritance’; for we are in no other way made heirs but by the right of adoption.” [= ‘Iman dan kesabaran’, dst. Apa yang dimaksudkan adalah, suatu iman yang teguh, yang mempunyai kesabaran sebagai sesuatu yang menyertainya. Karena iman adalah apa yang secara terutama dituntut; tetapi karena banyak orang yang pada awalnya membuat suatu pertunjukan iman yang sangat bagus, gagal dengan cepat, ia menunjukkan, bahwa bukti yang benar dari iman itu, yang tidak berlalu dengan cepat dan cenderung untuk hilang, adalah ketahanan / ketekunan. Dengan mengatakan bahwa ‘janji-janji’ didapatkan oleh ‘iman’, ia membuang gagasan / pikiran tentang jasa; dan secara lebih jelas dengan mengatakan, bahwa mereka datang oleh ‘warisan’; karena kita dibuat menjadi pewaris-pewaris tidak dengan cara lain kecuali oleh hak dari adopsi.].
John Owen (tentang Ibr 6:11): “And herein the apostle, with great wisdom, acquaints these Hebrews with the proper end and use of gospel threatenings and promises; wherein men are apt to be mistaken, and so to abuse the one and the other. For threatenings have been looked on as if they had no other end or use but to terrify the minds of men, and to cause them to despond, - as if the things threatened must unavoidably come upon them. Hence some have fancied that they belong not unto the dispensation of the gospel as it is to be preached unto believers; and few have known how to make a due application of them unto their consciences. And it is to be feared that the end and use of God’s promises have been so far mistaken, that some have suffered themselves to be imposed on by the deceitfulness of sin, and to be influenced by the consideration of them into carelessness and security, as though, do what they would, no evil could befall them. But our apostle here discovereth the joint end of them both towards believers, or professors of the gospel; which is to stir up and encourage them unto their utmost, constant, persevering diligence in all duties of obedience. And it is no small part of the duty and wisdom of the ministers of the gospel to instruct their hearers in, and press upon them the proper use and due improvement of the promises and threatenings of God.” [= Dan di sini sang rasul, dengan hikmat yang besar, memperkenalkan orang-orang Ibrani ini dengan tujuan dan kegunaan yang benar dari ancaman-ancaman dan janji-janji dari injil; dimana orang-orang cenderung untuk salah, dan dengan demikian menyalah-gunakan yang satu atau yang lain. Karena ancaman-ancaman telah dilihat seakan-akan mereka tidak mempunyai tujuan atau kegunaan lain kecuali menakut-nakuti pikiran manusia, dan menyebabkan mereka putus asa, - seakan-akan hal-hal yang diancamkan pasti datang secara tak terhindarkan kepada mereka. Maka sebagian orang telah berkhayal bahwa mereka tidak termasuk jaman (dispensasi) dari injil sebagaimana itu harus diberitakan kepada orang-orang percaya; dan sedikit orang telah mengetahui bagaimana membuat suatu penerapan yang tepat dari mereka pada hati nurani mereka. Dan ditakutkan bahwa tujuan dan kegunaan dari janji-janji Allah telah disalah-mengerti begitu jauh, sehingga sebagian orang telah membiarkan diri mereka sendiri untuk dibebani oleh penipuan dari dosa, dan untuk dipengaruhi oleh pertimbangan dari mereka ke dalam kecerobohan dan keamanan, seakan-akan sekalipun mereka melakukan apa yang mereka maui, tak ada bencana bisa menimpa mereka. Tetapi sang rasul di sini menyatakan tujuan gabungan dari mereka terhadap orang-orang percaya, atau pengaku-pengaku dari injil; yang adalah untuk menggerakkan dan mendorong mereka pada kerajinan mereka yang tertinggi, konstan, dan bertekun, dalam semua kewajiban dari ketaatan. Dan bukanlah bagian kecil dari kewajiban dan hikmat dari pelayan-pelayan / pendeta-pendeta dari injil untuk mengajar para pendengar mereka dan menekankan kepada mereka penggunaan yang benar dan perbaikan yang benar dari janji-janji dan ancaman-ancaman Allah.].
John Owen (tentang Ibr 6:11): “Our profession will not be preserved, nor the work of faith and love carried on unto the glory of God and our own salvation, without a constant studious diligence in the preservation of the one and the exercise of the other.” [= Pengakuan kita tidak akan dipelihara, juga pekerjaan iman dan kasih tidak akan diteruskan pada kemuliaan Allah dan keselamatan kita sendiri, tanpa suatu kerajinan yang sungguh-sungguh dan konstan dalam pemeliharaan dari yang satu (iman) dan pelaksanaan dari yang lain (kasih).].
John Owen (tentang Ibr 6:11): “Our apostle knew nothing of that lazy kind of profession which satisfies the generality of Christians at this day. They can show all diligence in their trades, in their callings, in their studies, it may be in their pleasures, and sometimes in the pursuit of their lusts; but for a watchful diligence, an earnest, studious endeavor in and about the duties of religion, the work of faith and love, they are strangers unto it, yea, cannot be persuaded that any such thing is required of them or expected from them.” [= Rasul kita tidak mengenal jenis pengakuan yang malas itu, yang memuaskan mayoritas orang-orang Kristen pada jaman ini. Mereka bisa menunjukkan semua kerajinan dalam perdagangan mereka, dalam panggilan mereka, dalam study mereka, itu bisa ada dalam kesenangan-kesenangan mereka, dan kadang-kadang dalam pengejaran dari nafsu-nafsu mereka; tetapi untuk suatu kerajinan yang berjaga-jaga, suatu usaha yang sungguh-sungguh dan rajin dalam dan tentang kewajiban-kewajiban agama, pekerjaan dari iman dan kasih, mereka adalah orang-orang asing terhadapnya, bahkan tidak bisa dibujuk bahwa yang manapun dari hal seperti itu dituntut dari mereka atau diharapkan dari mereka.].
John Owen (tentang Ibr 6:11): “But let no man mistake; these two principles are as certain and as sacred as any thing in the gospel: (1.) Unless there be in us a work of faith in personal holiness, and a labor of love towards others, there is nothing in us that accompanies salvation, or will ever bring us thereunto. ... (2.) That this work of faith and labor of love will not be persisted in, nor carried on, without studious diligence and earnest endeavors.” [= Tetapi hendaklah jangan ada orang yang salah; dua prinsip ini adalah sama pastinya dan sama keramatnya seperti apapun dalam injil: (1.) Kecuali di sana ada dalam kita suatu pekerjaan iman dalam kekudusan pribadi, dan suatu jerih payah dari kasih terhadap orang-orang lain, di sana tidak ada apapun di dalam kita yang menyertai keselamatan, atau akan pernah membawa kita ke sana. (2.) Bahwa pekerjaan iman dan jerih payah kasih ini tidak akan tetap berlangsung, atau dilanjutkan, tanpa kerajinan yang sungguh-sungguh dan usaha-usaha yang sungguh-sungguh.].
John Owen (tentang Ibr 6:11): “There is the plhrofori>a of this hope, - the ‘full assurance’ of it. Hope hath its degrees, as faith hath also. There is a weak or a little faith, and a strong or great faith. So there is an imperfect and a more perfect hope. This ‘full assurance’ is not of the nature or essence of it, but an especial degree of it in its own improvement. A weak, imperfect hope, will give but weak and imperfect relief under trouble; but that which riseth up unto the full assurance will complete our relief. Wherefore, as hope itself is necessary, so is this degree of it, especially where trials do abound. Yet neither is hope in this degree absolute, or absolutely perfect.” [= Di sana ada plhrofori>a (PLEROPHORIA) dari pengharapan ini, - ‘kepastian penuh’ tentangnya. Pengharapan mempunyai tingkat-tingkatnya, seperti iman juga mempunyainya. Di sana ada suatu iman yang lemah dan kecil, dan suatu iman yang kuat dan besar. Demikian juga di sana ada suatu pengharapan yang tidak sempurna dan yang lebih sempurna. ‘Kepastian yang penuh’ ini bukanlah hakekat darinya, tetapi suatu tingkat khusus tentangnya dalam perkembangannya. Suatu pengharapan yang lemah dan tidak sempurna akan memberikan hanya keringanan / pertolongan yang lemah dan tidak sempurna di bawah kesukaran; tetapi pengharapan yang bangkit / naik sampai kepastian yang penuh akan menyempurnakan keringanan / pertolongan kita. Karena itu, sebagaimana pengharapan itu sendiri merupakan sesuatu yang perlu demikian juga tingkatnya ini, khususnya dimana pencobaan-pencobaan berlimpah-limpah. Tetapi pengharapan dalam tingkat ini tidaklah mutlak atau sempurna secara mutlak.].
John Owen (Tentang Ibr 6:11): “Our minds in this world are not capable of such a degree of assurance in spiritual things as to free us from assaults to the contrary, and impressions of fear sometimes from those assaults: but there is such a degree attainable as is always victorious; which will give the soul peace at all times, and sometimes fill it with joy. This, therefore, is the assurance of hope here intended; such a fixed, constant, prevailing persuasion, proceeding from faith in the promises concerning the good things promised, our interest in them, and certain enjoyment of them, as will support us and carry us comfortably through all the difficulties and troubles we have to conflict withal. And without this it is not possible that we should carry on our profession to the glory of God and the gospel, in the times of affliction and persecution. For although the least degree of sincere hope will preserve from utter apostasy, yet unless it be confirmed and fortified, and so wrought up unto this full assurance, it cannot be but that great and sore trials, temptations, and persecutions, will at one time or other take such impression on our minds, as to cause a manifold failing in the duties of profession, either as to matter or manner, as it hath fallen out with not a few sincere believers in all ages.” [= Pikiran kita dalam dunia ini tidaklah mampu untuk mempunyai tingkat kepastian seperti itu dalam hal-hal rohani sehingga membebaskan kita dari serangan-serangan pada sebaliknya, dan kadang-kadang kesan-kesan dari rasa takut dari serangan-serangan itu: tetapi di sana ada suatu tingkat seperti itu yang bisa dicapai, yang selalu menang; yang akan memberi jiwa damai pada setiap saat, dan kadang-kadang mengisinya dengan sukacita. Karena itu, inilah kepastian pengharapan yang dimaksudkan di sini; suatu keyakinan yang tetap, konstan, menang, keluar dari iman kepada janji-janji berkenaan dengan hal-hal baik yang dijanjikan, perhatian kita kepada mereka, dan penikmatan tertentu tentang mereka, karena akan mendukung kita dan membawa kita dengan nyaman melalui semua kesukaran-kesukaran dan problem-problem yang bagaimanapun harus kita hadapi / lawan. Dan tanpa ini adalah mustahil bahwa kita meneruskan pengakuan kita pada kemuliaan Allah dan injil, pada waktu penderitaan dan penganiayaan. KARENA SEKALIPUN TINGKAT TERKECIL DARI PENGHARAPAN YANG SUNGGUH-SUNGGUH / TULUS AKAN MELINDUNGI / MENJAGA DENGAN AMAN DARI KEMURTADAN MUTLAK, tetapi kecuali itu diteguhkan dan dibentengi / diperkuat, dan dengan demikian mengerjakan / menghasilkan kepastian yang penuh ini, tidak bisa tidak bahwa ujian, pencobaan, dan penganiayaan yang besar dan berat akan kadang-kadang memberi kesan sedemikian rupa pada pikiran kita, sehingga menyebabkan suatu kegagalan yang bermacam-macam dalam kewajiban dari pengakuan, atau berkenaan dengan sikon (?) atau cara, seperti yang telah terjadi dengan tidak sedikit orang-orang percaya yang tulus / sungguh-sungguh dalam semua jaman.].
John Owen (tentang Ibrani 6:11): “Not only are we to have ‘hope,’ but we are to labor for the ‘assurance of hope.’ It is one of the best evidences that any grace is true and saving in its nature and kind, when we labor to thrive and grow in it, or to have it do so in us. [= Bukan hanya kita harus mempunyai ‘pengharapan’, tetapi kita harus berjerih payah untuk ‘kepastian dari pengharapan’. Ini adalah salah satu bukti yang terbaik bahwa kasih karunia itu adalah benar dan menyelamatkan dalam sifat dasar / hakekatnya dan jenisnya, pada waktu kita berjerih-payah untuk maju dengan cepat dan bertumbuh di dalamnya, atau menyebabkannya melakukan demikian di dalam kita.].
John Owen (tentang Ibrani 6:12): “The apostle gives a caution against an evil or vice directly opposite unto the duty he had been pressing unto, and which, if admitted, would obstruct its discharge: ‘That you be not slothful.’ And therein the series of that discourse hath its connection with the beginning of verse 11: ‘We desire that you be diligent,’ and ‘that you be not slothful;’ diligence and sloth being the opposite virtue and vice, which are the matter of his exhortation.” [= Sang rasul memberi suatu peringatan terhadap suatu kejahatan atau kebejatan yang bertentangan secara langsung dengan kewajiban yang telah ia tekankan, dan yang, jika diijinkan, akan mengganggu pelaksanaannya: ‘Supaya kamu jangan menjadi malas’. Dan dalam hal ini seri dari pembicaraan itu mempunyai hubungannya dengan permulaan dari ayat 11: ‘Kami menginginkan supaya kamu rajin’, dan ‘supaya kamu tidak menjadi malas’; kerajinan dan kemalasan merupakan kebaikan dan kebejatan yang bertentangan, yang merupakan pokok dari desakan ini.].
Catatan: kata yang diterjemahkan ‘kesungguhan’ dalam Ibr 6:11 itu memang bisa diterjemahkan ‘diligence’ [= kerajinan], seperti dalam KJV/NIV/NASB.
Kesimpulan tentang Ibr 6:11-12: text ini tidak berbicara tentang kemurtadan ataupun keselamatan yang bisa hilang, tetapi hanya menyuruh orang-orang Kristen untuk berusaha sehingga pengharapan mereka meningkat menjadi suatu kepastian yang penuh. Dan mereka harus melakukan hal itu sampai akhir hidup mereka
k) Ibr 10:35-39 - “(35) Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. (36) Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. (37) ‘Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatanganNya. (38) Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.”.
Ibr 10:35 - “Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya.”.
KJV: ‘Cast not away therefore your confidence,’ [= Karena itu jangan membuang keyakinanmu,].
RSV: ‘Therefore do not throw away your confidence,’ [= Karena itu jangan membuang keyakinanmu,].
NIV: ‘So do not throw away your confidence;’ [= Jadi / maka jangan membuang keyakinanmu,].
NASB: ‘Therefore, do not throw away your confidence,’ [= Karena itu, jangan membuang keyakinanmu,].
Adam Clarke (tentang Ibr 10:35): “‘Cast not away therefore your confidence.’ Teen parreesian humoon. Your liberty of access to God; your title and right to approach his throne; your birthright as his sons and daughters; and the clear evidence you have of his favour, which, if you be not steady and faithful, you must lose. ‘Do not throw it away,’ mee apobaleete, neither men nor Devils can take it from you, and God will never deprive you of it if you continue faithful. There is a reference here to cowardly soldiers, who throw away their shields, and run away from the battle. This is your shield, your faith in Christ, which gives you the knowledge of salvation; keep it, and it will keep you.” [= ‘Karena itu, jangan membuang keyakinanmu’. Teen parreesian humoon. Kebebasanmu mendekat kepada Allah; hakmu untuk mendekati takhtaNya; hak kelahiranmu sebagai putra-putra dan putri-putriNya; dan bukti yang jelas yang kamu punyai tentang kebaikan / kemurahan hatiNya, yang, jika kamu tidak tetap / teguh dan setia, kamu pasti kalah. ‘Jangan membuangnya’, mee apobaleete, manusia atau setan tidak bisa mengambilnya dari kamu, dan Allah tidak akan pernah mencabut / menghilangkannya dari kamu jika kamu terus setia. Ada suatu referensi / petunjuk di sini kepada tentara-tentara yang pengecut, yang membuang perisai mereka, dan lari dari pertempuran. Inilah perisaimu, imanmu kepada Kristus, yang memberimu pengetahuan tentang keselamatan; peliharalah / jagalah itu, dan itu akan memelihara / menjagamu.].
Catatan: jadi kelihatannya Clarke menganggap ‘kepercayaan’ / ‘confindence’ / ‘keyakinan’ ini sebagai ‘iman’, dan ia menghubungannya dengan Ef 6:16.
Ef 6:16 - “dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat,”.
Kelihatannya Ef 6 itu merupakan sebuah alegori, yang menyamakan perlengkapan senjata dari tentara Romawi sebagai senjata-senjata rohani kita. Tetapi bahwa iman digambarkan sebagai perisai, tidak berarti kedua kata itu sama dalam segala hal. Suatu penggambaran hanya menunjukkan persamaan-persamaan tertentu, bukan semuanya sama. Sama saja kalau saya mengatakan ‘Orang itu seperti kerbau’, tentu tak berarti bahwa orang itu dan kerbau sama dalam segala sesuatu, tetapi bahwa hanya ada 1 hal atau hal-hal tertentu, yang sama antara orang itu dan kerbau. Demikian juga dalam perumpamaan maupun alegori dalam Alkitab. Karena itu, sekalipun seorang tentara bisa membuang perisainya, itu tidak bisa diartikan bahwa orang Kristen bisa membuang imannya.
Ibr 10:36 - “Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.”.
KJV menterjemahkan ‘ketekunan’ di sini sebagai ‘patience’ [= kesabaran].
Adam Clarke (tentang Ibr 10:36): “‘Ye have need of patience.’ Having so great a fight of sufferings to pass through, and they of so long continuance. God furnishes the grace; you must exercise it. The grace or principle of patience comes from God; the use and exercise of that grace is of yourselves. Here ye must be workers together with God. Patience and perseverance are nearly the same.” [= ‘Kamu membutuhkan kesabaran’. Setelah melalui suatu pergumulan penderitaan yang begitu besar, dan untuk jangka waktu yang begitu lama. Allah menyediakan kasih karunia; kamu harus menggunakannya. Kasih karunia atau dasar dari kesabaran datang dari Allah; penggunaan dari kasih karunia itu adalah dari dirimu sendiri. Di sini kamu harus menjadi pekerja-pekerja bersama-sama dengan Allah. Kesabaran dan ketekunan hampir sama.].
Kata-kata yang saya cetak dengan huruf besar itu merupakan ajaran khas dari Arminianisme. Bagaimana ajaran seperti itu bisa sesuai dengan ayat di bawah ini?
Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya.”.
KJV: ‘both to will and to do’ [= baik untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan].
Ibr 10:38 - “Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’”.
KJV: ‘Now the just shall live by faith: but if any man draw back, my soul shall have no pleasure in him.’ [= Orang benar akan hidup oleh iman: tetapi jika siapapun / orang manapun mundur, jiwaKu tidak akan berkenan kepadanya.].
Adam Clarke (tentang Ibr 10:38): “‘But if any man draw back.’ Kai ean huposteileetai. But if he draw back; he, the man who is justified by faith; for it is of him, and none other, that the text speaks. The insertion of the words ‘any man,’ if done to serve the purpose of a particular creed, is a wicked perversion of the words of God. They were evidently intended to turn away the relative from the antecedent, in order to save the doctrine of final and unconditional perseverance; which doctrine this text destroys.” [= ‘Tetapi jika orang manapun mundur’. Kai ean huposteileetai. Tetapi jika ia mundur; ia, orang yang dibenarkan oleh iman; karena tentang dia, dan bukan orang lain, text ini berbicara. Sisipan / penempatan dari kata-kata ‘siapapun’ / ‘orang yang manapun’, jika dilakukan untuk membantu tujuan dari pengakuan iman tertentu, merupakan suatu penyimpangan yang jahat dari firman Allah. Mereka secara jelas bermaksud untuk mengubah kata dari kata yang sebelumnya, untuk menyelamatkan doktrin ketekunan akhir dan tak bersyarat; doktrin yang dihancurkan oleh text ini.].
Catatan: saya tak tahu dengan pasti bagaimana persisnya menterjemahkan kata-kata ‘to turn away the relative from the antecedent’ yang saya cetak dengan huruf besar itu, tetapi maksudnya pasti “penggantian kata ‘he’ [= ia] dengan ‘any man’ [= siapapun / orang yang manapun]”.
Ada 2 hal yang ingin saya persoalkan tentang komentar Adam Clarke yang berbau fitnahan ini:
1. Yang menterjemahkan ‘any man’ [= orang yang manapun] hanya KJV dan NKJV, sedangkan LAI/RSV/NIV/NASB/ASV semua menterjemahkan ‘he’ [= ia].
2. Saya tak mengerti bagaimana Adam Clarke bisa berkata bahwa kalau ‘he’ [= ia] digantikan oleh ‘any man’ [= orang yang manapun], maka ayat ini mendukung doktrin ‘Perseverance of the Saints’ [= Ketekunan orang-orang kudus], sedangkan kalau tetap mengunakan ‘he’ [= ia] maka ayat ini menghancurkan doktrin tersebut.
Nanti kita bisa membandingkan tafsiran Adam Clarke ini dengan tafsiran John Owen berkenaan dengan hal ini.
Ibr 10:39 - “Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.”.
Adam Clarke (tentang Ibr 10:39): “‘But we are not of them who draw back.’ Ouk esmen hupostolees ..., alla pisteoos. ‘We are not the cowards, but the courageous.’ I have no doubt of this being the meaning of the apostle, and the form of speech requires such a translation; it occurs more than once in the New Testament. ... We are not cowards who slink away, and notwithstanding meet destruction; but we are faithful, and have our souls saved alive. The words peripoieesis psuchees signify the preservation of the life. See the note, Eph 1:14. He intimates that, notwithstanding the persecution was hot, yet they should escape with their lives.” [= ‘Tetapi kita bukan dari mereka yang mundur’. Ouk esmen hupostolees ..., alla pisteoos. ‘Kita bukan orang-orang pengecut, tetapi orang-orang yang berani’. Saya tidak mempunyai keraguan bahwa ini adalah maksud / arti dari sang rasul, dan bentuk ucapannya menuntut terjemahan seperti itu; itu muncul lebih dari satu kali dalam Perjanjian Baru. ... Kita bukan pengecut-pengecut yang menyelinap, dan sekalipun demikian menemui kehancuran; tetapi kita adalah orang-orang setia, dan menyebabkan jiwa kita diselamatkan dalam keadaan hidup. Kata-kata peripoieesis psuchees berarti pemeliharaan / penjagaan dari kehidupan. Lihat catatan, Ef 1:14. Ia mengisyaratkan bahwa, sekalipun penganiayaannya hebat, tetapi mereka akan lolos dengan nyawa / hidup mereka.].
Ada 2 hal yang perlu disoroti dari kata-kata Adam Clarke ini:
1. Ia tidak membahas kata ‘tetapi’ di awal ay 39 ini, padahal itu kata yang sangat penting karena mengkontraskan ay 38 dengan ay 39.
2. Adam Clarke menafsirkan bahwa orang-orang itu mendapat keselamatan jasmani. Ini makin jelas kalau kita membaca lanjutan dari tafsirannya tentang Ibr 10:39 di bawah ini.
Adam Clarke (tentang Ibr 10:39): “1. It is very remarkable, and I have more than once called the reader’s attention to it, that not one Christian life was lost in the siege and destruction of Jerusalem. Every Jew perished, or was taken captive; all those who had apostatized, and slunk away from Christianity, perished with them: all the genuine Christians escaped with their lives.” [= 1. Merupakan sesuatu yang luar biasa, dan telah lebih dari sekali menarik perhatian para pembaca padanya, bahwa tidak satu nyawa orang Kristenpun hilang dalam pengepungan dan penghancuran Yerusalem. Setiap orang Yahudi binasa, atau ditangkap / menjadi tawanan; semua mereka yang telah murtad, dan meninggalkan kekristenan, binasa bersama mereka: semua orang-orang Kristen sejati lolos dengan nyawa / hidup mereka.].
Catatan: Kata ‘genuine’ [= sejati] yang ia berikan, secara implicit menunjukkan bahwa orang Kristen yang murtad bukanlah orang Kristen sejati!
Penafsiran tentang ‘keselamatan JASMANI’ ini betul-betul menyimpangkan ay 39 ini secara sangat keterlaluan.
Ibrani 10:35 - “Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya.”.
Lenski (tentang Ibr 10:35): “The readers did not shrink back during that severe trial of ‘former days’; they will surely not do so now.” [= Para pembaca tidak mundur selama ujian / pencobaan yang hebat dari ‘hari-hari sebelumnya / masa yang lalu’; mereka pasti tidak akan melakukannya sekarang.].
Komentar Lenski ini pasti berhubungan dengan text sebelumnya, yaitu Ibr 10:32-34 - “(32) Ingatlah akan masa yang lalu. Sesudah kamu menerima terang, kamu banyak menderita oleh karena kamu bertahan dalam perjuangan yang berat, (33) baik waktu kamu dijadikan tontonan oleh cercaan dan penderitaan, maupun waktu kamu mengambil bagian dalam penderitaan mereka yang diperlakukan sedemikian. (34) Memang kamu telah turut mengambil bagian dalam penderitaan orang-orang hukuman dan ketika harta kamu dirampas, kamu menerima hal itu dengan sukacita, sebab kamu tahu, bahwa kamu memiliki harta yang lebih baik dan yang lebih menetap sifatnya.”.
Komentarnya kok seperti pandangan Reformed?
Lenski (tentang Ibr 10:35): “To throw away our assurance is to throw away the great, heavenly gift of pay in full which God intends presently duly to give us;” [= Membuang keyakinan kita berarti membuang pemberian surgawi yang besar dari pembayaran / upah yang penuh yang sekarang ini Allah maksudkan untuk memberikannya sebagaimana seharusnya / pada waktu yang telah ditetapkan kepada kita;].
Ibr 10:36-37 - “(36) Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. (37) ‘Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatanganNya.”.
Lenski (tentang Ibr 10:36-37): “Ὑπομονή is bravely remaining under a load and holding out. That is exactly what the readers need; having this virtue, they will not let continued affliction induce them to throw away their assurance and to think of turning from Christ because of persecution in order to seek ease and safety in the old Judaism. ... We ought to hold fast our confidence, it would be folly to throw it away; all we need is perseverance so that, having done God’s will, his great promise will fall into our lap (v. 35, 36); for Christ is on the way without delay, but only faith will obtain life; God’s soul rejects him who shrinks back in cowardice.” [= HUPOMONE {= ketekunan} berarti dengan berani tetap tinggal di bawah suatu beban dan bertahan. Itu adalah persis apa yang para pembaca butuhkan; setelah mempunyai sifat baik ini, mereka tidak akan membiarkan penderitaan yang berlanjut menyebabkan mereka membuang keyakinan mereka dan berpikir untuk berbalik dari Kristus karena penganiayaan untuk mencari ketenteraman dan keamanan dalam Yudaisme yang lama. ... Kita harus memegang erat-erat keyakinan kita, adalah bodoh untuk membuangnya; semua yang kita butuhkan adalah ketekunan sehingga, setelah melakukan kehendak Allah, janjiNya yang besar akan jatuh ke pangkuan kita (ay 35-36); karena Kristus sedang dalam perjalanan tanpa penundaan (ay 37), tetapi hanya iman akan mendapatkan kehidupan; jiwa Allah menolak mereka yang mengkerut / mundur dalam kepengecutan (ay 38).].
Ibr 10:38 - “Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’”.
Lenski (tentang Ibr 10:38): “‘The righteous - from faith shall he live,’ i.e., his spiritual life has gone if faith is gone. Woe to us if Christ finds us so at his coming! ... ‘And if he shall shrink back, my soul takes no pleasure in him’ is the negative side. The verb means to turn oneself back secretly or in cowardly fashion, i.e., to give up one’s faith, the very thing some of the readers are inclined to do. ... The renegade shall not carry off the promise and pay-gift.” [= ‘Orang benar - dari iman ia akan hidup’, yaitu kehidupan rohaninya telah hilang jika iman hilang. Celakalah kita jika Kristus mendapati kita demikian pada kedatanganNya! ... ‘Dan jika ia mundur, jiwaKu tidak berkenan kepadanya’ adalah sisi negatifnya. Kata kerjanya berarti membalikkan diri sendiri secara diam-diam atau dengan cara pengecut, yaitu menyerahkan iman seseorang, hal yang beberapa dari para pembaca condong untuk lakukan. ... Orang murtad tidak akan memenangkan janji dan pemberian pembayaran.].
Catatan: kata ‘Aku’ dalam ay 38, terjemahan hurufiahnya memang adalah ‘My soul’ [= jiwaKu].
Komentar saya:
1. Lenski berbicara tentang ‘iman yang hilang’, dan juga tentang ‘orang murtad’. Saya tak percaya hal-hal ini berdasarkan 1Yohanes 2:19 - “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”.
2. Perhatikan kata-kata Lenski ini: “hal yang beberapa dari para pembaca condong untuk lakukan”. Ini ia katakan berkenaan dengan orang yang menyerahkan iman. Dari mana ia menyimpulkan kalau beberapa dari pembaca (maksudnya pembaca surat Ibrani ini) condong untuk menyerahkan iman?? Ini bahkan bertentangan dengan apa yang ia katakan tentang ay 35, yang sudah saya berikan di atas.
Ibr 10:39 - “Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.”.
Lenski (tentang Ibr 10:39): “As he did in 6:9 but only stronger the writer inspires his readers to join him in the declaration when he says: But to us on our part does not belong turning back to perdition; on the contrary, faith for soul preservation!” [= Seperti ia lakukan dalam 6:9 tetapi hanya lebih kuat sang penulis mendorong / memotivasi para pembacanya untuk bergabung dengan dia dalam pernyataan pada waktu ia berkata: Tetapi bagi kami di pihak kami tidak memiliki tindakan berbalik / mundur pada kehancuran / kebinasaan; sebaliknya, iman untuk pemeliharaan jiwa!].
Tanggapan saya:
1. Ibr 6:9 kok kelihatannya tak cocok.
Ibrani 6:9 - “Tetapi, hai saudara-saudaraku yang kekasih, sekalipun kami berkata demikian tentang kamu, kami yakin, bahwa kamu memiliki sesuatu yang lebih baik, yang mengandung (menyertai) keselamatan.”.
Ini suatu keyakinan dari sang penulis tentang orang-orang kepada siapa ia menulis, bukan suatu dorongan bagi para pembaca untuk mengikuti dia.
2. Kalau dalam Ibr 10:39 versi LAI digunakan kata ‘kita’ yang mencakup baik penulis maupun orang-orang kepada siapa ia menulis, kelihatannya Lenski memaksudkan ‘kami’, yang hanya menunjuk kepada pihak penulis.
Keberatan terhadap penafsiran ini: penulis hanya satu orang, bagaimana bisa menggunakan bentuk jamak ‘kami’ untuk dirinya sendiri? Jangan menggunakan tradisi di sini untuk mereka di sana. Di Indonesia memang untuk diri sendiri sering digunakan kata ‘kami’. Tetapi apakah juga demikian di sana? Saya sangat tidak yakin.
Ibrani 10:35 - “Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya.”.
Calvin (tentang Ibr 10:35): “He shows what especially makes us strong to persevere, even the retaining of confidence; for when that is lost, we lose the recompense set before us. It hence appears that confidence is the foundation of a godly and holy life.” [= Ia menunjukkan apa khususnya yang membuat kita kuat untuk bertekun, yaitu tindakan mempertahankan keyakinan; karena pada waktu itu hilang, kita kehilangan balasan / imbalan yang diletakkan di depan kita. Jadi terlihat bahwa keyakinan adalah fondasi / dasar dari suatu kehidupan yang saleh dan kudus.].
Ibr 10:36 - “Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.”.
Calvin (tentang Ibrani 10:36): “He says that patience is necessary, not only because we have to endure to the end, but as Satan has innumerable arts by which he harasses us; and hence except we possess extraordinary patience, we shall a thousand times be broken down before we come to the half of our course. The inheritance of eternal life is indeed certain to us, but as life is like a race, we ought to go on towards the goal.” [= Ia berkata bahwa kesabaran adalah perlu, bukan hanya karena kita harus bertahan sampai akhir, tetapi karena Iblis mempunyai keahlian yang tak terhitung dengan mana ia mengganggu kita secara terus menerus; dan karena itu kecuali kita mempunyai kesabaran yang luar biasa, kita akan dipatahkan 1000 x sebelum kita sampai pada setengah dari perjalanan kita. Warisan hidup yang kekal memang pasti bagi kita, tetapi karena kehidupan itu seperti suatu perlombaan, kita harus maju terus menuju tujuan.].
Perhatikan bahwa Calvin menyuruh bertekun (ini bertentangan dengan fitnahan banyak orang tentang Calvinisme, yang dianggap boleh hidup santai), tetapi pada saat yang sama ia menjamin hidup yang kekal itu sebagai warisan kita!
Ibr 10:37 - “‘Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatanganNya.”.
Calvin (tentang Ibrani 10:37): “‘For yet a little while,’ ... That it may not be grievous to us to endure, he reminds us that the time will not be long. There is indeed nothing that avails more to sustain our minds, should they at any time become faint, than the hope of a speedy and near termination. As a general holds forth to his soldiers the prospect that the war will soon end, provided they hold out a little longer; so the Apostle reminds us that the Lord will shortly come to deliver us from all evils, provided our minds faint not through want of firmness.” [= ‘Sebab sebentar lagi’, ... Supaya tidak menyedihkan / menderita bagi kita untuk bertahan, ia mengingatkan kita bahwa waktunya tidak panjang / lama. Di sana memang tidak ada apapun yang lebih membantu untuk menopang pikiran kita, kalau kapanpun itu menjadi lemah / takut, dari pada pengharapan tentang akhir yang cepat dan dekat. Seperti seorang jendral berbicara kepada tentara-tentaranya tentang kemungkinan / harapan bahwa perang akan segera berakhir, asal mereka bertahan sedikit lebih lama; demikian juga sang Rasul mengingatkan kita bahwa Tuhan akan segera datang untuk membebaskan kita dari semua kejahatan / bencana, asal pikiran kita tidak menjadi lemah karena kurang keteguhan.].
Dalam tafsiran Calvin selanjutnya, ia menjelaskan pengutipan dari Hab 2:4. Tetapi karena saya menganggap ini tak terlalu penting untuk pembahasan topik ini, maka saya hanya memberikannya di sini tanpa penterjemahan.
Calvin (tentang Ibr 10:37): “And in order that this consolation might have more assurance and authority, he adduces the testimony of the Prophet Habakkuk. (Habakkuk 2:4.) But as he follows the Greek version, he departs somewhat from the words of the Prophet. I will first briefly explain what the Prophet says, and then we shall compare it with what the Apostle relates here.” [= ].
Catatan: mungkin Hab 2:4 itu seharusnya adalah Hab 2:3.
Hab 2:1-4 - “(1) Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankanNya kepadaku, dan apa yang akan dijawabNya atas pengaduanku. (2) Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: ‘Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. (3) Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh. (4) Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.”.
Calvin (tentang Ibr 10:37): “When the Prophet had spoken of the dreadful overthrow of his own nation, being terrified by his prophecy, he had nothing to do but to quit as it were the world, and to betake himself to his watchtower; and his watchtower was the Word of God, by which he was raised as it were into heaven. Being thus placed in this station, he was bidden to write a new prophecy, which brought to the godly the hope of salvation. Yet as men are naturally unreasonable, and are so hasty in their wishes that they always think God tardy, whatever haste he may make, he told them that the promise would come without delay; at the same time he added, ‘If it tarries, wait for it.’ By which he meant, that what God promises will never come so soon, but that it seems to us to tarry, according to an old proverb, ‘Even speed is delay to desire.’ Then follow these words, ‘Behold, his soul that is lifted up is not upright in him; but the just shall live by his faith.’ By these words he intimates that the ungodly, however they may be fortified by defenses, should not be able to stand, for there is no life of security but by faith. Let the unbelieving then fortify themselves as they please, they can find nothing in the whole world but what is fading, so that they must ever be subject to trembling; but their faith will never disappoint the godly, because it rests on God. This is the meaning of the Prophet.” [= ].
Calvin (tentang Ibrani 10:37): “Now the Apostle applies to God what Habakkuk said of the promise; but as God by fulfilling his promises in a manner shows what he is, as to the subject itself there is not much difference; nay, the Lord comes whenever he puts forth his hand to help us. The Apostle follows the Prophet in saying, That it would be shortly; because God defers not his help longer than it is expedient; for he does not by delaying time deceive us as men are wont to do; but he knows his own time which he suffers not to pass by without coming to our aid at the moment required. Now he says, ‘He that cometh will come, and will not tarry.’ Here are two clauses: by the first we are taught that God will come to our aid, for he has promised; and by the second, that he will do so in due time, not later than he ought.” [= ].
Ibrani 10:38 - “Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’”.
Calvin (tentang Ibr 10:38): “‘Now the just,’ etc. He means that patience is born of faith; and this is true, for we shall never be able to carry on our contests unless we are sustained by faith, even as, on the other hand, John truly declares, that our victory over the world is by faith. (1 John 5:4.) It is by faith that we ascend on high; that we leap over all the perils of this present life, and all its miseries and troubles; that we possess a quiet standing in the midst of storms and tempests. Then the Apostle announced this truth, that all who are counted just before God do not live otherwise than by faith. And the future tense of the verb ‘live,’ betokens the perpetuity of this life.” [= ‘Tetapi orang benar’, dst. Ia memaksudkan bahwa kesabaran dilahirkan dari iman; dan ini adalah benar, karena kita tidak akan pernah bisa melanjutkan pertandingan kecuali kita ditopang oleh iman, sama seperti, di sisi lain, Yohanes secara benar menyatakan, bahwa kemenangan kita atas dunia adalah oleh iman. (1Yoh 5:4). Adalah oleh iman kita naik ke tempat yang tinggi; kita melompati semua bahaya dari hidup sekarang ini, dan semua penderitaan-penderitaan dan kesukaran-kesukarannya; sehingga kita memiliki suatu kedudukan yang tenang di tengah-tengah angin topan dan badai. Jadi sang Rasul mengumumkan kebenaran ini, supaya semua orang yang diperhitungkan benar di depan Allah tidak hidup kecuali oleh iman. Dan tensa yang akan datang dari kata kerja ‘hidup’, menunjukkan / membuktikan kekekalan hidup ini.].
Catatan: kalimat terakhir dari komentar Calvin di atas saya ragukan kebenarannya.
1Yohanes 5:4 - “sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.”.
Orang-orang Arminian sering mengatakan bahwa keselamatan akan hilang kecuali bagi orang Kristen yang menang. Dan mereka sering mengutip ayat-ayat seperti Wah 3:5 untuk mendukung pandangan mereka.
Wahyu 3:5 - “Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan BapaKu dan di hadapan para malaikatNya.”.
Sebetulnya kata-kata ini tidak salah. Tetapi harus ditambahi dengan penjelasan lain dari Alkitab, bahwa orang kristen yang sejati pasti akan menang! Selain 1Yohanes 5:4 di atas, juga Ro 8:31-32,37 mendasari pandangan ini.
Roma 8:31-32,37 - “(31) Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? (32) Ia, yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? ... (37) Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.”.
Calvin (tentang Ibr 10:38): “‘But if any man draw back,’ etc. This is the rendering of hlp[ (UPLAH) ‘elation,’ as used by the Prophet, for the words are, ‘Where there shall be elation or munition, the soul of that man shall not continue right in him.’ The Apostle gives here the Greek version, which partly agrees with the words of the Prophet, and partly differs from them. For this drawing back differs but little, if anything, from that elation or pride with which the ungodly are inflated, since their refractory opposition to God proceeds from that false confidence with which they are inebriated; for hence it is that they renounce his authority and promise themselves a quiet state, free from all evil. They may be said, then, to draw back, when they set up defenses of this kind, by which they drive away every fear of God and reverence for his name. And thus by this expression is intimated the power of faith no less than the character of impiety; for pride is impiety, because it renders not to God the honor due to him, by rendering man obedient to him. From self-security, insolence, and contempt, it comes that as long as it is well with the wicked, they dare, as one has said, to insult the clouds. But since nothing is more contrary to faith than this drawing back, for the true character of faith is, that it draws a man unto submission to God when drawn back by his own sinful nature.” [= ‘Tetapi jika orang yang manapun mundur’, dst. Ini adalah terjemahan dari hlp[ (UPLAH) ‘kesombongan’, seperti yang digunakan oleh sang nabi, karena kata-katanya adalah, ‘Dimana disana akan ada kesombongan atau benteng / pertahanan, jiwa dari orang itu tidak akan tetap benar dalam dia’. Sang Rasul memberi di sini versi Yunani (LXX), yang sebagian cocok dengan kata-kata sang Nabi, dan sebagian berbeda dari mereka. Karena tindakan mundur ini berbeda sedikit, jika ada, dari kesombongan dengan mana orang jahat menggelembung / membusungkan dada, karena oposisi mereka yang keras kepala terhadap Allah keluar dari keyakinan palsu dengan mana mereka mabuk; karena itulah yang menyebabkan mereka tidak mengakui otoritasNya dan menjanjikan diri mereka sendiri suatu keadaan yang tenang, bebas dari semua kejahatan / bencana. Maka, mereka bisa dikatakan mundur, pada waktu mereka mendirikan pertahanan dari jenis ini, dengan mana mereka meninggalkan setiap rasa takut terhadap Allah dan hormat / takut untuk namaNya. Jadi oleh ungkapan ini dinyatakan secara tak langsung kuasa dari iman maupun karakter dari kejahatan; karena kesombongan adalah kejahatan, karena itu tidak memberikan kepada Allah rasa hormat yang seharusnya bagi Dia, dengan membuat manusia taat kepadaNya. Dari rasa aman diri sendiri, kurang ajar / besar mulut, dan sikap memandang rendah / hina, maka selama orang jahat itu baik-baik saja, mereka berani, seperti dikatakan seseorang, untuk menghina awan-awan. Tetapi karena tak ada yang lebih bertentangan dengan iman dari pada tindakan mundur ini, karena karakter yang benar dari iman adalah, bahwa itu menarik seseorang pada ketundukan kepada Allah pada waktu ditarik mundur oleh sifat / natur berdosanya sendiri.].
Hab 2:4 - “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.”.
Penjelasan Calvin ini jelas menunjukkan bahwa ia berpendapat bahwa yang dibicarakan dalam ay 38 ini bukan orang beriman. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan Adam Clarke di atas, yang menganggap ini sebagai orang yang sungguh-sungguh beriman.
Calvin (tentang Ibrani 10:38): “The other clause, ‘He will not please my soul,’ or as I have rendered it more fully, ‘My soul shall not delight in him,’ is to be taken as the expression of the Apostle’s feeling; for it was not his purpose to quote exactly the words of the Prophet, but only to refer to the passage to invite readers to a closer examination of it.” [= Anak kalimat yang lain, ‘Ia tidak akan memperkenan jiwaku’, atau seperti saya telah menterjemahkannya dengan lebih penuh, ‘Jiwaku tidak akan senang kepada dia’, harus diambil sebagai ungkapan dari perasaan sang Rasul; karena bukanlah tujuannya untuk mengutip secara persis kata-kata dari sang Nabi, tetapi hanya untuk menghubungkan dengan text itu untuk mengundang para pembaca pada pemeriksaan yang lebih teliti tentangnya.].
Catatan:
Saya tidak terlalu yakin dengan apa yang Calvin maksudkan dengan kata-kata ‘harus diambil sebagai ungkapan dari perasaan sang Rasul’.
Ada 2 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata Calvin ini:
1. Ini sekedar berarti bahwa anak kalimat itu bukan kutipan dari Habakuk, tetapi ditambahkan oleh sang Rasul / penulis surat Ibrani sendiri.
2. Itu berarti bahwa kata ‘jiwaku’ menunjuk pada jiwa dari sang Rasul / penulis surat Ibrani. Ini rasanya cocok dengan kata ‘perasaan’ yang Calvin gunakan.
Bagi saya, yang kedua sama sekali tidak masuk akal, sedangkan yang pertama rasanya cocok dengan lanjutannya dimana Calvin mengatakan ‘karena bukanlah tujuannya untuk mengutip secara persis kata-kata dari sang Nabi’.
Ibrani 10:39 - “Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.”.
Calvin (tentang Ibr 10:39): “‘But we are not of them which draw back,’ etc. .... He had before warned them, lest by forsaking the Church they should alienate themselves from the faith and the grace of Christ; he now teaches them that they had been called for this end, that they might not draw back. And he again sets faith and drawing back in opposition the one to the other, and also the preservation of the soul to its perdition.” [= ‘Tetapi kita bukanlah dari mereka yang mengundurkan diri’, dst. ... Sebelumnya ia telah memperingati mereka, supaya jangan dengan meninggalkan Gereja mereka mengasingkan diri mereka sendiri dari iman dan kasih karunia Kristus; sekarang ia mengajar mereka bahwa mereka telah dipanggil untuk tujuan ini, supaya mereka tidak mundur. Dan lagi-lagi ia mempertentangkan / mengkontraskan iman dan tindakan mundur satu dengan yang lain, dan juga pemeliharaan jiwa dengan kebinasaan / kehancurannya.].
Jelas dari kata-kata terakhir ini Calvin berpandangan bahwa orang beriman yang sungguh-sungguh tidak akan mundur.
Calvin (tentang Ibrani 10:39): “Now let it be noticed that this truth belongs also to us, for we, whom God has favored with the light of the Gospel, ought to acknowledge that we have been called in order that we may advance more and more in our obedience to God, and strive constantly to draw nearer to him. This is the real preservation of the soul, for by so doing we shall escape eternal perdition.” [= Sekarang hendaklah diperhatikan bahwa kebenaran ini juga adalah milik kita, karena kita, yang telah Allah beri / berkati dengan terang dari Injil, harus mengakui bahwa kita telah dipanggil supaya kita bisa makin lama makin maju dalam ketaatan kita kepada Allah, dan berjuang secara terus menerus untuk lebih dekat kepadaNya. Ini adalah penjagaan / pemeliharaan yang sesungguhnya dari jiwa, karena dengan melakukan itu kita akan lolos dari kebinasaan / neraka kekal.].
Di sini Calvin kembali menekankan, bahwa sekalipun kita dijamin keselamatannya tetapi ini tetap merupakan tanggung jawab kita. Biarlah orang-orang non Reformed melihat bahwa Calvin sendiri tidak pernah membuang tanggung jawab manusia. KETEKUNAN ORANG-ORANG KUDUS 1.