SAKSI YEHUWA (16): ROH KUDUS PRIBADI

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
SAKSI YEHUWA (16)Saksi-Saksi Yehuwa berkata: “New Catholic Encyclopedia mengakui: ‘Sebagian besar dari ayat-ayat P(erjanjian) B(aru) menyingkapkan bahwa roh suci adalah sesuatu, bukan seseorang; ini terutama terlihat dari perbandingan antara roh dengan kuasa Allah.’” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 395.

I) Argumentasi Saksi Yehuwa.

Ada banyak argumentasi yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa untuk menunjukkan bahwa Roh Kudus bukanlah pribadi. Ia hanyalah ‘sesuatu’, bukan ‘seseorang’.

1) Pandangan bapa-bapa gereja.

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Not a person. Not until the fourth century C.E. did the teaching that the holy spirit was a person and part of the ‘Godhead’ become official church dogma. Early church ‘fathers’ did not so teach; Justin Martyr of the second century C.E. taught that the holy spirit was an ‘influence or mode of operation of the Deity’; Hippolytus likewise ascribed no personality to the holy spirit” (= Bukan seorang pribadi. Baru pada abad keempat Masehi ajaran bahwa roh kudus adalah seorang pribadi dan bagian dari ‘Allah’ menjadi dogma gereja yang resmi. Bapa-bapa gereja yang mula-mula tidak mengajar demikian; Justin Martyr dari abad ke 2 Masehi mengajar bahwa roh kudus adalah suatu ‘pengaruh atau cara operasi / kerja dari KeAllahan’; Hippolytus juga tidak memberikan kepribadian kepada roh kudus) - ‘CD - Watchtower’, Insight, topik ‘spirit’.
Tanggapan:

a) Tentang bapa-bapa gereja pada abad 1-3, perlu diketahui bahwa boleh dikatakan semua bapa-bapa gereja saat itu mempunyai theologia yang defective / cacat, ada yang cukup parah dan ada yang sangat parah. Ini akan saya bahas dengan lebih terperinci dalam pembahasan tentang Allah Tritunggal.

b) Para Saksi Yehuwa mengatakan bahwa baru pada abad keempat gereja secara resmi mempunyai dogma bahwa Roh Kudus adalah seorang pribadi, dan bapa-bapa gereja mula-mula tidak mengajarkan demikian.

Bahwa hal ini mereka pakai sebagai argumentasi untuk menunjukkan bahwa Roh Kudus bukan pribadi, merupakan sesuatu lucu dan menggelikan, karena ini sama seperti menampar muka mereka sendiri. Mengapa? Karena dalam ajaran Saksi Yehuwa ada banyak hal yang baru muncul bahkan pada abad ke 19 atau 20, mengingat gerakan / ajaran / sekte ini baru mulai ada pada abad ke 19, dan karena itu jelas bahwa ajaran-ajaran tersebut juga tidak pernah dipercaya atau diajarkan oleh bapa-bapa gereja mula-mula. Memang ada ajaran-ajaran Saksi Yehuwa yang berasal dari Arianisme, yang sudah ada pada abad keempat Masehi, tetapi juga ada ajaran-ajaran mereka yang betul-betul baru, dan baru ada pada abad ke 19 dan 20 Masehi. Misalnya:

· larangan transfusi darah.

· hanya 144.000 orang yang masuk surga dan lainnya tinggal di bumi yang disempurnakan.

· larangan merayakan Natal, Tahun Baru, hari ulang tahun dan sebagainya.

c) Baru menjadi dogma gereja yg resmi pada abad keempat Masehi.

Saya kutip ulang kata-kata Saksi-Saksi Yehuwa di atas: “Baru pada abad keempat Masehi ajaran bahwa roh kudus adalah seorang pribadi dan bagian dari ‘Allah’ menjadi dogma gereja yang resmi”.

Ini adalah omongan yang bodoh dan membodohi orang, bersifat dusta dan omong kosong, karena:

1. Apakah dogma itu?

Dalam Webster’s New World Dictionary of the American Language (college Edition), dikatakan bahwa dalam theologia ‘dogma’ adalah: ‘a doctrine or body of doctrines formally and authoritatively affirmed’ (= suatu doktrin / kumpulan doktrin-doktrin yang diteguhkan secara resmi dan dengan otoritas).

Louis Berkhof: “The last word ‘dogma’ became the designation of a firm, and especially a public, resolution or decree. ... A religious dogma, ... is a religious truth based on authority and officially formulated by some ecclesiastical assembly” (= Kata terakhir ‘dogma’ menjadi sebutan dari suatu ketetapan yang teguh, dan khususnya bersifat umum. ... Suatu dogma agama, ... adalah suatu kebenaran agama yang didasarkan pada otoritas dan diformulasikan secara resmi oleh suatu pertemuan gerejani) - ‘The History of Christian Doctrines’, hal 15,16.

Jadi jelas bahwa supaya suatu ajaran bisa disebut dogma, maka ajaran itu harus disahkan dalam suatu Sidang Gereja.

2. Sudah jelas hal itu tidak mungkin bisa menjadi dogma resmi dari gereja sebelum abad ke 4, karena Sidang Gereja yang pertama adalah Sidang Gereja Nicea tahun 325 M., dan itu ada pada abad ke 4 M.!

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Nicaea’: “To meet the challenge of <>Arianism
, which threatened to split the church, the newly converted emperor Constantine convoked in 325 the first ecumenical council of the Christian church at Nicaea” (= Untuk menghadapi tantangan dari Arianisme, yang mengancam untuk memecah gereja, kaisar Konstantin yang baru bertobat memanggil Sidang Gereja Kristen universal yang pertama pada tahun 325 di Nicea).

Philip Schaff: “The controversies on this fundamental question agitated the Roman empire and the church of the East and West for more than half a century, and gave occasion to the first two ecumenical councils of Nicæa and Constantinople” (= Kontroversi / perdebatan tentang pertanyaan / persoalan yang bersifat dasari ini menggerakkan kekaisaran Romawi dan gereja dari Barat dan Timur untuk lebih dari setengah abad, dan menyebabkan timbulnya dua Sidang Gereja universal yang pertama Nicea dan Konstantinople) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 618.

Catatan: Sidang Gereja Nicea diadakan tahun 325 M., sedangkan Sidang Gereja Konstantinople diadakan tahun 381 M.

Philip Schaff: “Thus ended the council of Nicæa. It is the first and most venerable of the ecumenical synods, and next to the apostolic council at Jerusalem the most important and the most illustrious of all the councils of Christendom” (= Demikianlah berakhir Sidang Gereja Nicea. Itu adalah Sidang Gereja universal yang pertama dan yang paling terhormat, dan yang terpenting setelah Sidang Gereja rasuli di Yerusalem dan yang paling terkenal dari semua Sidang Gereja dari umat Kristen) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 630.

d) Tak ada bapa-bapa gereja abad 1-3 yang mempercayai Roh Kudus sebagai pribadi?

Saya kutip ulang kata-kata Saksi-Saksi Yehuwa di atas: “Baru pada abad keempat Masehi ajaran bahwa roh kudus adalah seorang pribadi dan bagian dari ‘Allah’ menjadi dogma gereja yang resmi. Bapa-bapa gereja yang mula-mula tidak mengajar demikian”.

Adalah omong kosong dan dusta kalau bapa-bapa gereja abad 1-3 tidak ada yang mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah seorang Pribadi. Untuk bisa membongkar dusta dari Saksi-Saksi (palsu) Yehuwa ini mari kita memperhatikan beberapa bapa gereja abad 1-3. Perhatikan khususnya no 3 (Justin Martyr) dan no 8 (Hippolytus), yang disebutkan secara khusus oleh para Saksi Yehuwa.

1. Theophilus dari Antiokhia, yang mati tahun 180-181 M., mempercayai Roh Kudus sebagai Pribadi.

Philip Schaff: “Theophilus of Antioch (180) is the first to denote the relation of the three divine persons by the term Triad” [= Theofilus dari Antiokhia (180) adalah yang pertama-tama menunjukkan hubungan dari tiga pribadi ilahi dengan istilah ‘Triad’ / grup yang terdiri dari 3 pribadi / Tritunggal] - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 569.

Philip Schaff (tentang Theophilus dari Antiokhia): “He was the first to use the term ‘triad’ for the holy Trinity, and found this mystery already in the words: ‘Let us make man’ (Gen. 1:26); for, says he, ‘God spoke to no other but to his own Reason and his own Wisdom,’ that is, to the Logos and the Holy Spirit hypostatized” [= Ia adalah yang pertama menggunakan istilah ‘triad’ (grup yang terdiri dari 3 pribadi) untuk Tritunggal yang kudus, dan sudah menemukan misteri ini dalam kata-kata ‘Baiklah Kita menjadikan manusia’ (Kejadian 1:26); karena ia berkata, ‘Allah berbicara bukan lain kepada AkalNya sendiri dan HikmatNya sendiri’, yaitu, kepada Logos dan Roh Kudus yang dianggap sebagai pribadi] - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 733.

2. Tertullian, yang lahir pada pertengahan abad ke 2 Masehi, sudah beranggapan bahwa Roh Kudus adalah pribadi. Bagaimana tidak? Tertullianlah yang mencetuskan istilah ‘Tritunggal’; juga Tertullianlah yang mencetuskan istilah Una Substantia, Tres Personae (= satu hakekat, tiga pribadi)! Ini tidak mungkin kalau ia tidak menganggap Roh Kudus sebagai pribadi!

Tentang Tertullian, Albert H. Freundt Jr. berkata: “His theology left its mark on later theology, using terminology for the first time which has become part of the theological vocabulary, such as: Trinity, one substance, three persons, ... Tertullian spoke of the divine substance as shared by the three persons of the Trinity” (= Theologianya meninggalkan bekas / tandanya pada theologia belakangan, menggunakan istilah-istilah untuk pertama kalinya yang telah menjadi bagian dari perbendaharaan kata theologia, seperti: Tritunggal, satu hakekat / zat, tiga pribadi, ... Tertullian berbicara tentang hakekat / zat ilahi yang dimiliki bersama-sama oleh tiga pribadi dari Tritunggal) - ‘Early Christianity’, hal 40-41

Albert H. Freundt Jr. mengutip kata-kata Tertullian: “The Father is God, and the Son is God, and the Holy Spirit is God ... These three are one thing, not one person” (= Bapa adalah Allah, dan Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah ... Tiga ini adalah satu hal, bukan satu pribadi) - ‘Early Christianity’, hal 48.

Louis Berkhof: “Tertullian was the first to assert the tri-personality of God and to use the word ‘Trinity’. In opposition to the Monarchians he emphasized the fact that the three Persons are of one substance” (= Tertullian adalah yang pertama yang menegaskan tiga kepribadian dari Allah dan menggunakan kata ‘Tritunggal’. Untuk menentang Monarchianisme, ia menekankan fakta bahwa tiga Pribadi itu adalah dari zat yang satu) - ‘The History of Christian Doctrines’, hal 63.

Kenneth Scott Latourette: “In connection with God Tertullian employed the Latin word substantia, ... He declared that in his substantia, or substance, God is one. Father, Son, and Holy Spirit, so Tertullian said, are three personæ, or persons” (= Dalam hubungan dengan Allah Tertullian menggunakan kata Latin substantia, ... Ia menyatakan bahwa dalam substantia-Nya, atau substance-Nya (= ZatNya), Allah adalah satu. Bapa, Anak, dan Roh Kudus, demikian kata Tertullian, adalah tiga personæ, atau pribadi-pribadi) - ‘A History of Christianity’, vol I, hal 145.

3. Justin Martyr (tahun 100-165 M.).

Saya mengutip ulang kata-kata Saksi-Saksi Yehuwa tentang Justin Martyr dimana mereka berkata: “Justin Martyr dari abad ke 2 Masehi mengajar bahwa roh kudus adalah suatu ‘pengaruh atau cara operasi / kerja dari KeAllahan’”.

Kata-kata ini merupakan dusta / fitnahan dari Saksi-Saksi (palsu) Yehuwa, dan ini saya buktikan dengan kutipan di bawah ini.

Philip Schaff: “Justin, the pioneer of scientific discovery in Pneumatology as well as in Christology. He refutes the heathen charge of atheism with the explanation, that the Christians worship the Creator of the universe, in the second place the Son, in the third rank the prophetic Spirit; placing the three divine hypostases in a descending gradation as objects of worship. ... he exalts the Spirit far above the sphere of all created being; and challenges for the members of the divine trinity a worship forbidden to angels” (= Justin, pelopor dari penemuan ilmiah dalam Pneumatology / doktrin tentang Roh Kudus dan dalam Christology / doktrin tentang Kristus. Ia membantah tuduhan orang-orang kafir tentang atheisme dengan penjelasan bahwa orang-orang Kristen menyembah sang Pencipta dari alam semesta, di tempat kedua sang Anak, di tempat ketiga Roh nubuatan; menempatkan ketiga pribadi ilahi dalam tingkatan yang menurun sebagai obyek-obyek penyembahan. ... ia meninggikan Roh jauh di atas lingkungan dari semua makhluk ciptaan, dan menuntut untuk anggota-anggota dari Tritunggal ilahi suatu penyembahan yang dilarang untuk malaikat-malaikat) - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 561-562.

Philip Schaff: “Justin Martyr repeatedly places Father, Son, and Spirit together as objects of divine worship among the Christians (though not as being altogether equal in dignity)” [= Justin Martyr berulang-ulang menempatkan Bapa, Anak, dan Roh bersama-sama sebagai obyek-obyek dari penyembahan ilahi di antara orang-orang Kristen (sekalipun tidak setara sepenuhnya dalam kewibawaan)] - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 569.

Memang Justin Martyr belum sampai pada pengertian bahwa ketiga Pribadi dari Allah Tritunggal itu setara, dan karena itu jelas bahwa pengertiannya tentang Allah Tritunggal masih cacat. Tetapi bagaimanapun terlihat dengan jelas bahwa ia menganggap Roh Kudus sebagai pribadi dan sebagai Allah, yang harus disembah, dan ini jelas bertentangan dengan kata-kata Saksi-Saksi (palsu) Yehuwa tentang Justin Martyr!

Catatan: dalam bukunya Philip Schaff mengatakan (vol II, hal 718) bahwa ada buku-buku / tulisan-tulisan yang diragukan sebagai tulisan Justin Martyr [salah satunya berjudul ‘On the Unity of God’ (= ‘Tentang Kesatuan Allah’)], dan ada lagi yang dipastikan sebagai bukan tulisannya, tetapi menggunakan namanya. Mungkinkah Saksi-Saksi Yehuwa mendapatkan kata-kata mereka dari buku-buku ini? Saya tidak tahu, tetapi yang pasti, Justin Martyr tidak mengajarkan seperti yang dikatakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa!

4. Clement dari Alexandria (mati tahun 215 M.).

Philip Schaff: “Clement of Alexandria ... calls the Holy Spirit the third member of the sacred triad, and requires thanksgiving to be addressed to him as to the Son and the Father” (= Clement dari Alexandria ... menyebut Roh Kudus anggota ketiga dari grup dari 3 pribadi / Tritunggal yang kudus, dan mengharuskan / mewajibkan ucapan syukur ditujukan kepada Dia seperti kepada Anak dan Bapa) - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 563.

5. Origen (tahun 185-250 M.).

Philip Schaff: “Origen ... ascribes to the Holy Spirit eternal existence, exalts him, as he does the Son, far above all creatures, ... he adduces three opinions concerning the Holy Spirit; one regarding him as not having an origin; another, ascribing to him no separate personality; ... the second he rejects because in Matt. 12:32 the Spirit is plainly distinguished from the Father and the Son” (= Origen ... memberikan kepada Roh Kudus keberadaan kekal, meninggikan Dia, seperti ia meninggikan Anak, jauh di atas semua makhluk ciptaan, ... ia mengemukakan tiga pandangan tentang Roh Kudus; yang pertama menganggapnya sebagai tidak mempunyai asal usul; yang lain, tidak memberikan kepadaNya kepribadian yang terpisah; ... yang kedua ia tolak karena dalam Mat 12:32 Roh secara jelas dibedakan dari Bapa dan Anak) - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 563.

Kenneth Scott Latourette: “The apostolic teaching, Origen held, is ... the Holy Spirit is associated in honour and dignity with the Father and the Son and that he is uncreated. Origen distinguished the Father, the Son, and the Holy Spirit from one another, although they constitute a unity” (= Ajaran rasuli yang dipercayai oleh Origen adalah ... Roh Kudus bergabung / bersatu dalam kehormatan dan kewibawaan dengan Bapa dan Anak dan bahwa Ia tidak diciptakan. Origen membedakan Bapa, Anak, dan Roh Kudus satu dari yang lainnya, sekalipun Mereka membentuk suatu kesatuan) - ‘A History of Christianity’, vol I, hal 150.

6. Irenaeus (lahir tahun 140 M.).

Philip Schaff: “Irenæus ... he was far from conceiving the Spirit a mere power or attribute; he considered him an independent personality, like the Logos” (= Irenæus ... ia jauh dari mengerti / memahami Roh sebagai semata-mata suatu kuasa atau sifat; ia menganggap Dia sebagai suatu kepribadian yang tak tergantung, seperti sang LOGOS) - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 564.

7. Dionysius (tahun 262 M.).

Philip Schaff: “The Roman bishop Dionysius (A.D. 262), a Greek by birth, stood nearest the Nicene doctrine. He maintained distinctly, in the controversy with Dionysius of Alexandria, at once the unity of essence and the real personal distinction of the three members of the divine triad, and avoided tritheism, Sabellianism, and subordinatianism with the instinct of orthodoxy, and also with the art of anathematizing already familiar to the popes” [= Uskup Roma Dionysius (262 M.), seorang Yunani oleh kelahiran, berdiri paling dekat dengan doktrin Nicea. Ia mempertahankan dengan jelas, dalam perdebatan dengan Dionysius dari Alexandria, sekaligus ‘kesatuan hakekat’ dan ‘perbedaan pribadi’ yang nyata dari ketiga anggota-anggota dari triad / tritunggal ilahi, dan menghindari ajaran tentang tiga Allah, Sabellianisme, dan subordinatianisme dengan naluri orthodox, dan juga dengan seni pengutukan yang sudah akrab dengan paus-paus] - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 570.

Catatan:

· Sabelianisme adalah ajaran yang mengatakan bahwa Allah mempunyai 1 hakekat dan 1 pribadi, tetapi 3 perwujudan.

· Subordinatianisme adalah ajaran yang menganggap bahwa tiga pribadi dalam Allah Tritunggal itu tidak setara tetapi yang satu lebih rendah dari pada yang lain.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Dionysius, Saint’: “pope from July 22, 259, to Dec. 26, 268. ... In response to charges of tritheism - i.e., separating the members of the Trinity as three distinct deities - against Bishop Dionysius of Alexandria, the pope convened a Roman synod (260) and demanded an explanation from Bishop Dionysius; this became known as ‘the affair of the two Dionysii.’ Semantics was at the root of the difficulty; Greek and Roman understandings of the same terms differed. The discussions at the synod helped to prepare the way for the theology of the Nicene Creed (325). The bishop cleared himself in his Refutation and Apology and accepted the pope’s authority” [= paus dari 22 Juli 259 sampai 26 Des 268. ... Dalam tanggapan terhadap tuduhan tentang tritheisme / tiga Allah - yaitu memisahkan anggota-anggota dari Tritunggal sebagai tiga keallahan yang berbeda - terhadap Uskup Dionysius dari Alexandria, sang paus memanggil suatu sidang gereja Roma (260) dan menuntut suatu penjelasan dari Uskup Dionysius; ini dikenal sebagai ‘perkara / urusan dari dua Dionysius’. Bahasa Semantic merupakan akar dari kesukaran. Pengertian dari orang-orang Yunani dan Romawi tentang istilah-istilah yang sama, berbeda. Diskusi pada sidang gereja menolong untuk menyiapkan jalan untuk theologia dari Pengakuan Iman Nicea (325). Sang Uskup membersihkan / membebaskan dirinya sendiri dalam bukunya / tulisannya berjudul ‘Refutation and Apology’ dan menerima otoritas dari paus].

8. Hippolytus (170-236 M.).

Philip Schaff (vol II, hal 578-579) sekalipun tidak berbicara secara explicit tentang Hippolytus dan kepercayaannya tentang Roh Kudus, tetapi menyatakan bahwa ia menentang doktrin Sabellianisme, yang dipercaya oleh Paus Callistus / Calixtus I. Bahwa ia menentang Sabellianisme, yang menekankan bahwa dalam Allah Tritunggal ada 3 perwujudan, tetapi hanya 1 pribadi, jelas menunjukkan bahwa ia mempercayai ada 3 pribadi dalam Allah Tritunggal. Dan ini menunjukkan bahwa ia mengakui kepribadian dari Roh Kudus.

Kenneth Scott Latourette (‘A History of Christianity’, vol I, hal 144) juga menceritakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Schaff.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Hippolytus of Rome, Saint’: “Hippolytus was a leader of the Roman church during the pontificate (c. 199-217) of St. Zephyrinus, whom he attacked as being a <
modalist (one who conceives that the entire Trinity dwells in Christ and who maintains that the names Father and Son are only different designations for the same subject). Hippolytus, rather, was a champion of the Logos doctrine that distinguished the persons of the Trinity. He conceived of God as a unit who, while indivisible, was plural” [= Hippolytus adalah seorang pemimpin dari gereja Roma pada masa jabatan (199-217 M.) dari St. Zephyrinus, yang ia serang karena adalah seorang modalist (orang yang memahami bahwa seluruh Tritunggal tinggal dalam Kristus dan yang mempertahankan bahwa nama-nama Bapa dan Anak hanyalah penandaan yang berbeda tentang subyek yang sama). Hippolytus, sebaliknya, adalah seorang pembela dari ajaran Logos yang membedakan pribadi-pribadi dari Tritunggal. Ia memahami Allah sebagai suatu kesatuan yang, sekalipun tidak bisa dibagi-bagi, adalah jamak].

Catatan: modalisme sama dengan Sabellianisme.

Philip Schaff: “the thorough investigations of recent times show plainly that the ante-Nicene fathers, with the exception of the Monarchians and perhaps Lactantius, agreed in the two fundamental points, that the Holy Spirit, the sole agent in the application of redemption, is a supernatural divine being, and that he is an independent person; thus closely allied to the Father and the Son, yet hypostatically different from them both. This was the practical conception, as demanded even by the formula of baptism” (= penelitian yang teliti baru-baru ini menunjukkan secara jelas bahwa bapa-bapa sebelum Nicea, dengan perkecualian orang-orang yang menganut Monarchianisme dan mungkin Lactantius, setuju dalam dua hal dasar, bahwa Roh Kudus, agen satu-satunya dalam penerapan penebusan, adalah seorang makhluk ilahi yang gaib, dan bahwa Ia adalah pribadi yang tak tergantung; begitu bersekutu / bersatu secara dekat dengan Bapa dan Anak, tetapi secara pribadi berbeda dengan Mereka berdua. Ini adalah konsep praktis, seperti yang dituntut bahkan oleh formula baptisan) - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 561.

Catatan:

¨ memang Schaff menambahkan bahwa bapa-bapa gereja menganggap Roh Kudus lebih rendah dari Anak, dan Anak lebih rendah dari Bapa. Jadi theologia mereka memang cacat, tetapi mereka tetap menganggap Roh Kudus sebagai pribadi, dan sebagai Allah!

¨ Monarchianisme adalah ajaran yang menekankan ketunggalan Allah dengan mengorbankan kejamakan pribadi-pribadi dalam diri Allah.

Memang pengertian bapa-bapa gereja tentang Allah Tritunggal masih cacat, tetapi bagaimanapun banyak, atau bahkan hampir semua, dari mereka, mempercayai adanya tiga pribadi dalam Allah Tritunggal dan karena itu jelas bahwa mereka mempercayai bahwa Roh Kudus adalah seorang pribadi. Jadi jelaslah bahwa claim dari Saksi-Saksi (palsu) Yehuwa lagi-lagi terbukti ngawur dan dusta!

2) Kata ‘Roh Kudus’ dalam bahasa aslinya sering tidak menggunakan kata sandang tertentu.

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan: “Lacks personal identification. Since God himself is a Spirit and is holy and since all his faithful angelic sons are spirits and are holy, it is evident that if the ‘holy spirit’ were a person, there should reasonably be given some means in the Scriptures to distinguish and identify such spirit person from all these other ‘holy spirits.’ It would be expected that, at the very least, the definite article would be used with it in all cases where it is not called ‘God’s holy spirit’ or is not modified by some similar expression. This would at least distinguish it as THE Holy Spirit. But, on the contrary, in a large number of cases the expression ‘holy spirit’ appears in the original Greek without the article, thus indicating its lack of personality. - Compare Ac 6:3, 5; 7:55; 8:15, 17, 19; 9:17; 11:24; 13:9, 52; 19:2; Ro 9:1; 14:17; 15:13, 16, 19; 1Co 12:3; Heb 2:4; 6:4; 2Pe 1:21; Jude 20, Int and other interlinear translations” (= Tidak adanya tanda pengenal pribadi. Karena Allah sendiri adalah suatu Roh dan adalah kudus dan karena semua anak-anak malaikatNya yang setia adalah roh-roh dan adalah kudus, adalah jelas bahwa seandainya ‘roh kudus’ adalah seorang pribadi, adalah layak bahwa di sana harus diberikan suatu cara dalam Kitab Suci untuk membedakan dan mengenali pribadi roh seperti itu dari semua ‘roh-roh kudus’ yang lain ini. Sedikitnya diharapkan bahwa kata sandang tertentu akan digunakan dengannya dalam semua kasus dimana itu tidak disebutkan ‘God’s holy spirit’ atau tidak dimodifikasi oleh ungkapan yang serupa. Ini sedikitnya akan membedakannya sebagai SANG Roh Kudus. Tetapi sebaliknya, dalam banyak kasus ungkapan ‘roh kudus’ muncul dalam bahasa Yunani tanpa kata sandang, dengan demikian menunjukkan tidak adanya kepribadian. - Bandingkan Kis 6:3,5; 7:55; 8:15,17,19; 9:17; 11:24; 13:9,52; 19:2; Ro 9:1; 14:17; 15:13,16,19; 1Kor 12:3; Ibrani 2:4; 6:4; 2Petrus 1:21; Yudas 20, Int dan terjemahan-terjemahan interlinear yang lain) - ‘CD - Watchtower’, Insight, topik ‘spirit’.
Tanggapan:

a) Adalah lucu dan bodoh untuk mengatakan bahwa karena kata ‘Roh Kudus’ sering dituliskan tanpa definite article (= kata sandang tertentu) maka itu dianggap menunjukkan bahwa Roh Kudus bukanlah seorang pribadi. Mengapa?

1. Karena Saksi-Saksi Yehuwa sendiri menyatakan Yehuwa sebagai ‘a Spirit’ (= suatu Roh).

Dalam kutipan di atas itu sendiri (perhatikan bagian yang saya garis bawahi) mereka mengatakan ‘God himself is a Spirit’ (= Allah sendiri adalah suatu Roh), dan mereka tidak menggunakan definite article (= kata sandang tertentu) untuk kata ‘Roh’ itu. Sebaliknya mereka menggunakan indefinite article (= kata sandang tidak tertentu), yang dalam bahasa Inggris adalah kata ‘a’ (= suatu). Mengapa mereka tidak mengharuskan untuk menyebut Allah sebagai ‘the Spirit’ (= Sang Roh)?

Dan memang dalam Yoh 4:24 yang berbunyi ‘Allah adalah Roh’, dalam bahasa Yunaninya kata ‘Roh’ itu tidak menggunakan definite article (= kata sandang tertentu), dan NWT memang menterjemahkan ‘God is a Spirit’, tetapi anehnya, secara menyimpang dan tidak konsisten, TDB menterjemahkan ‘Allah adalah Roh’, bukan ‘Allah adalah suatu Roh’.

Jadi, argumentasi mereka merupakan suatu argumentasi bodoh yang menampar muka mereka sendiri, karena konsekwensi dari argumentasi ini adalah: Saksi-Saksi Yehuwa harus mengakui Yehuwa sebagai tidak berpribadi / bukan seorang pribadi.

2. Karena Kitab Suci dan juga Saksi-Saksi Yehuwa sendiri menyatakan Allah / Yehuwa sebagai ‘a God’ (= suatu Allah).

Kalau Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa Yehuwa adalah satu-satunya Allah yang besar dan yang sesungguhnya, sedangkan Yesus hanyalah ‘suatu Allah’, mengapa mereka sering menyebut Yehuwa dengan istilah ‘a God’ (= suatu Allah)? Mengapa tidak selalu ‘the God’ (= sang Allah)?

Contoh:

Lukas 20:38 (NWT): “He is a God, not of the dead, but of the living, for they are all living to him.’” (= Ia bukanlah suatu Allah dari orang mati, tetapi dari orang hidup, karena mereka semua hidup bagi Dia).

Catatan:

· Kata Yunani yang dipakai adalah THEOS (tanpa kata sandang tertentu). Ayat paralel dari Luk 20:38, yaitu Mark 12:27, juga demikian, dan di sana NWT juga menterjemahkan ‘a God’ (= suatu Allah).

· Baik dalam Markus 12:27 maupun Luk 20:38, TDB menyimpang dari NWT, karena TDB tidak menterjemahkan ‘a God’ ini sebagai ‘suatu Allah’, tetapi sebagai ‘Allah’.

Ada sedikitnya 17 ayat lain dimana NWT menggunakan istilah ‘a God’ untuk Yehuwa.

a. Kej 16:13b (RSV): ‘Thou art a God of seeing’ (= Engkau adalah suatu Allah penglihatan).

NWT: “You are a God of sight” (= Engkau adalah suatu Allah dari penglihatan).

b. Ul 32:4b (KJV): ‘for all his ways are judgment: a God of truth and without iniquity’ (= karena semua jalanNya adalah adil: suatu / seorang Allah kebenaran dan tanpa kesalahan).

NWT: “For all his ways are justice. A God of faithfulness, with whom there is no injustice” (= Karena semua jalanNya adalah keadilan. Seorang / suatu Allah dari kesetiaan, pada siapa tidak ada ketidak-adilan).

c. 1Sam 2:3b (KJV): ‘let not arrogancy come out of your mouth: for the LORD is a God of knowledge’ (= janganlah kecongkakan keluar dari mulutmu: karena TUHAN adalah seorang / suatu Allah dari pengetahuan).

NWT: “Let nothing go forth unrestrained from YOUR mouth, For a God of knowledge Jehovah is” (= Janganlah apapun keluar tanpa dikekang dari mulutmu, Karena Yehovah adalah seorang / suatu Allah dari pengetahuan).

d. 1Sam 17:46b (KJV): ‘that all the earth may know that there is a God in Israel’ (= supaya seluruh bumi tahu bahwa ada suatu Allah di Israel).

NWT: “and people of all the earth will know that there exists a God belonging to Israel” (= dan bangsa-bangsa dari seluruh bumi akan tahu bahwa ada suatu Allah kepunyaan Israel).

e. Neh 9:17b (KJV): ‘but thou art a God ready to pardon, gracious and merciful’ (= tetapi Engkau adalah suatu Allah yang siap untuk mengampuni, penuh kasih karunia dan belas kasihan).

NWT: “But you are a God of acts of forgiveness, gracious and merciful” (= Tetapi Engkau adalah suatu Allah dari tindakan pengampunan, penuh kasih karunia dan belas kasihan).

f. Maz 5:5a (Psalm 5:4a - KJV): ‘For thou art not a God that hath pleasure in wickedness’ (= Karena Engkau bukanlah suatu Allah yang senang dengan kejahatan).

NWT: “For you are not a God taking delight in wickedness” (= Karena Engkau bukanlah suatu Allah yang senang dengan kejahatan).

g. Maz 58:12b (Psalm 58:11b - KJV): ‘verily he is a God that judgeth in the earth’ (= sesungguhnya Ia adalah suatu Allah yang menghakimi di bumi).

NWT: “Surely there exists a God that is judging in the earth” (= Pastilah ada suatu Allah yang sedang menghakimi di bumi).

h. Maz 68:21a (Psalm 68:20a - NIV): ‘Our God is a God who saves’ (= Allah kita adalah suatu Allah yang menyelamatkan).

NWT: “The (true) God is for us a God of saving acts” [= Allah yang (benar) bagi kita adalah suatu Allah dari tindakan-tindakan penyelamatan].

i. Maz 86:15a (KJV): ‘But thou, O Lord, art a God full of compassion’ (= Tetapi Engkau, Ya Tuhan, adalah suatu Allah dari perasaan simpati / kasihan).

NWT: “But you, O Jehovah, are a God merciful dan gracious” (= Tetapi Engkau, Ya Yehovah, adalah suatu Allah yang penuh belas kasihan dan kasih karunia).

j. Mazmur 99:8 (KJV): ‘Thou answeredst them, O LORD our God: thou wast a God that forgavest them, ...’ (= Engkau menjawab mereka, Ya TUHAN Allah kami: Engkau adalah suatu Allah yang mengampuni mereka, ...).

NWT: “O Jehovah our God, you yourself answered them. A God granting pardon you proved to be to them, ...” (= Ya Yehovah Allah kami, Engkau sendiri menjawab mereka. Engkau terbukti sebagai suatu Allah yang mengampuni bagi mereka, ...).

k. Yes 30:18b (KJV): ‘for the LORD is a God of judgment’ (= karena TUHAN adalah suatu Allah dari penghakiman).

NWT: “For Jehovah is a God of judgment” (= Karena Yehovah adalah suatu Allah penghakiman).

l. Yes 45:15 (KJV): ‘Verily thou art a God that hidest thyself, O God of Israel, the Saviour’ (= Sesungguhnya Engkau adalah suatu Allah yang menyembunyikan diriMu sendiri, ya Allah Israel, sang Juruselamat).

NWT: “Truly you are a God keeping yourself concealed, the God of Israel, a Savior” (= Sesungguhnya Engkau adalah suatu Allah yang menjaga diriMu sendiri tersembunyi, sang Allah Israel, seorang Juruselamat).

m. Yer 23:23 (KJV): ‘Am I a God at hand, saith the LORD, and not a God afar off?’ (= Apakah Aku adalah suatu Allah yang dekat, kata TUHAN, dan bukan suatu Allah yang jauh?).

NWT: “‘Am I a God nearby,’ is the utterance of Jehovah, ‘and not a God far away?’” (= ‘Apakah Aku suatu Allah yang dekat’, adalah ucapan dari Yehovah, ‘dan bukan suatu Allah yang jauh?’).

n. Yer 51:56b (NIV): ‘For the LORD is a God of retribution; he will repay in full’ (= Karena TUHAN adalah suatu Allah pembalasan; Ia akan membalas / membayar kembali dengan penuh).

NWT: “for Jehovah is a God of recompenses. Without fail he will repay” (= karena Yehovah adalah suatu Allah pembalasan. Tanpa gagal Ia akan membayar kembali).

o. Daniel 2:28a,47b (KJV): ‘(28a) But there is a God in heaven that revealeth secrets, ... (47b) your God is a God of gods’ [= (28a) Tetapi ada suatu Allah di surga yang menyatakan rahasia-rahasia, ... (47b) Allahmu adalah suatu Allah dari allah-allah].

NWT: “(28a) However there exists a God in the heavens who is a Revealer of secrets, ... (47b) the God of you men is a God of gods” [= (28a) Tetapi ada suatu Allah di surga yang adalah seorang yang menyatakan rahasia-rahasia, ... (47b) Allahmu orang-orang adalah suatu Allah dari allah-allah].

p. Mikha 7:18 (KJV): ‘Who is a God like unto thee’ (= Siapa yang adalah suatu Allah seperti Engkau).

NWT: “Who is a God like you, ...” (= Siapa yang adalah suatu Allah seperti Engkau, ...).

q. 1Kor 14:33a (NIV): ‘For God is not a God of disorder but of peace’ (= Karena Allah bukanlah suatu Allah dari kekacauan tetapi dari damai).

NWT: “For God is (a God) not of disorder, but of peace” [= Karena Allah adalah (suatu Allah) bukan dari ketidak-teraturan, tetapi dari damai].

Mengapa dari semua ini Saksi-Saksi Yehuwa tidak menyimpulkan bahwa Yehuwa / Allah bukanlah seorang pribadi?

3. Kitab Suci dan juga Saksi-Saksi Yehuwa sering menyebut Allah sebagai ‘a Father’ (= seorang Bapa).

· Psalm 68:5 (KJV): ‘A father of the fatherless, and a judge of the widows, is God in his holy habitation’ (= Seorang Bapa bagi anak yatim, dan seorang hakim bagi janda-janda, itulah Allah di tempat kediamanNya yang kudus).

NWT: “A Father of fatherless boys and a judge of widows Is God in his holy dwelling” (= Seorang Bapa bagi anak-anak yang tak punya bapa dan seorang hakim bagi janda-janda Itulah Allah di tempat kediamanNya yang kudus).

· Yer 31:9c (KJV): ‘for I am a father to Israel, and Ephraim is my firstborn’ (= karena Aku adalah seorang Bapa bagi Israel, dan Efraim adalah anak sulungKu).

NWT: “a father” (= seorang bapa).

· Mal 1:6a (KJV): ‘A son honoureth his father, and a servant his master: if then I be a father, where is mine honour? and if I be a master, where is my fear? saith the LORD of hosts’ (= seorang anak menghormati bapanya, dan seorang pelayan menghormati tuannya: jadi jika Aku adalah seorang Bapa, dimanakah hormatKu? dan jika Aku adalah tuan, dimanakah rasa takutKu? kata TUHAN semesta alam).

NWT: “a father” (= seorang bapa).

· 2Kor 6:18 (KJV): ‘And will be a Father unto you, and ye shall be my sons and daughters, saith the Lord Almighty’ (= Dan akan menjadi seorang Bapa bagimu, dan engkau akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan perempuan).

NWT: “a father” (= seorang bapa).

· Ibr 1:5 (KJV): ‘For unto which of the angels said he at any time, Thou art my Son, this day have I begotten thee? And again, I will be to him a Father, and he shall be to me a Son?’ (= Karena kepada yang mana dari malaikat-malaikat Ia pernah berkata: Engkau adalah AnakKu, hari ini Aku telah memperanakkan engkau? Dan lagi, Aku akan menjadi seorang Bapa baginya, dan ia akan menjadi seorang Anak bagiKu?).

NWT: “And again: ‘I myself shall become his father, and he himself will become my son?’” (= Dan lagi: ‘Aku sendiri akan menjadi bapanya, dan ia sendiri akan menjadi anakku?’).

Catatan: dalam bahasa aslinya semua kata ‘father’ ini tidak menggunakan definite article / kata sandang tertentu.

Mengapa dari semua ini Saksi-Saksi Yehuwa tidak menyimpulkan bahwa Bapa itu bukanlah seorang pribadi?

4. Kitab Suci dan juga Saksi-Saksi Yehuwa menyebut Yesus sebagai ‘a Son’ (= seorang Anak).

Yesus adalah ‘Anak Allah’ dan orang-orang percaya maupun malaikat-malaikat juga disebut sebagai ‘anak Allah’ (Yoh 1:12 Ayub 1:6 2:1), tetapi untuk Yesus sering juga tidak digunakan definite article (= kata sandang tertentu), padahal Ia jelas adalah ‘Anak’ yang berbeda dari kita ataupun para malaikat.

Contoh:

Mat 4:3,6 Mat 8:29 Mat 14:33 dan banyak sekali ayat-ayat yang lain dimana kata ‘Son’ (= Anak) dalam bahasa Yunani tidak menggunakan definite article (= kata sandang tertentu), sehingga seharusnya Saksi-Saksi Yehuwa menterjemahkan ‘a Son’ (= seorang Anak). Dan memang dalam Mat 4:3,6 NWT menterjemahkan ‘a son of God’, tetapi dalam Mat 8:29 NWT menterjemahkan ‘Son of God’, dan dalam Mat 14:33 NWT menterjemahkan ‘God’s Son’.

Contoh-contoh lain dimana Yesus disebut ‘a Son’.

· Ibrani 1:5 (KJV): ‘For unto which of the angels said he at any time, Thou art my Son, this day have I begotten thee? And again, I will be to him a Father, and he shall be to me a Son?’ (= Karena kepada siapakah di antara malaikat-malaikat itu pernah Ia katakan: Engkau adalah AnakKu, hari ini Aku telah memperanakkan Engkau? Dan lagi, Aku akan menjadi BapaNya, dan bagiKu Ia akan menjadi seorang Anak?).

NWT: “And again: ‘I myself shall become his father, and he himself will become my son?’” (= Dan lagi: ‘Aku sendiri akan menjadi Bapanya, dan ia sendiri akan menjadi anakku?).

· Ibrani 3:6 (KJV): ‘But Christ as a son over his own house; whose house are we, if we hold fast the confidence and the rejoicing of the hope firm unto the end’ (= Tetapi Kristus sebagai seorang anak atas rumahnya sendiri; rumahnya adalah kita, jika kita memegang teguh keyakinan dan sukacita tentang pengharapan sampai akhir). 

NWT: “but Christ was faithful as a Son over the house ...” (= tetapi Kristus adalah setia sebagai seorang Anak atas rumah ...).

· Ibr 5:8 (KJV): ‘Though he were a Son, yet learned he obedience by the things which he suffered’ (= Sekalipun ia adalah seorang Anak, tetapi ia belajar ketaatan oleh hal-hal yang ia derita).

NWT: “Although he was a Son, he learned ...” (= Sekalipun Ia adalah seorang Anak, ia belajar ...).

Catatan: dalam bahasa Yunaninya semua kata-kata ‘Son’ ini tidak menggunakan definite article / kata sandang tertentu.

Mengapa dari semua ini Saksi-Saksi Yehuwa tidak menafsirkan bahwa Yesus / Anak itu bukan pribadi?

b) Beberapa rumus bahasa Yunani tentang penggunaan definite article (= kata sandang tertentu).

1. Ada atau tidaknya kata sandang tertentu dalam bahasa Yunani tidak selalu sama dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris.

Jadi, sering terjadi dimana kata Yunani yang mempunyai kata sandang tertentu, diterjemahkan ke bahasa Inggris tanpa kata sandang tertentu. Dan sebaliknya, kata Yunani yang tidak mempunyai kata sandang tertentu, kadang-kadang harus diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan menggunakan kata sandang tertentu.

Dana & Mantey: “It is important to bear in mind that we cannot determine the English translation by the presence or absence of the article in Greek. Sometimes we should use the article in the English translation when it is not used in the Greek, and sometimes the idiomatic force of the Greek article may best be rendered by an anarthrous noun in English” (= Penting untuk diingat bahwa kita tidak bisa menentukan terjemahan bahasa Inggris dengan ada atau tidak adanya kata sandang dalam bahasa Yunaninya. Kadang-kadang kita harus menggunakan kata sandang dalam terjemahan bahasa Inggris pada waktu kata sandang itu tidak digunakan dalam bahasa Yunaninya, dan kadang-kadang kekuatan dari ungkapan dari kata sandang bahasa Yunani bisa diterjemahkan dengan paling baik oleh suatu kata benda yang tidak mempunyai kata sandang dalam bahasa Inggris) - ‘A Manual Grammar of the Greek New Testament’, hal 150-151.

2. Kalau suatu kata benda dalam bahasa Yunani mempunyai kata sandang tertentu, maka benda itu pasti tertentu; tetapi sebaliknya, kalau suatu kata benda tidak mempunyai kata sandang tertentu, maka bendanya bisa tertentu bisa tidak.

Dana & Mantey mengutip kata-kata A. T. Robertson:

“Whenever the article occurs the object is certainly definite. When it is not used the object may or may not be” (= Pada waktu kata sandang itu muncul, obyeknya pasti tertentu. Pada waktu kata sandang itu tidak digunakan, obyeknya bisa tertentu atau tidak tertentu) - ‘A Manual Grammar of the Greek New Testament’, hal 137.

3. Nama-nama, dan semua kata-kata benda yang merupakan obyek tunggal, seperti ‘kematian’, ‘kehidupan’, ‘dunia’, dsb. tidak membutuhkan kata sandang tertentu untuk menjadi tertentu.

A. T. Robertson, dalam tafsirannya tentang 1Korintus 3:22, mengatakan:

“All the words in this verse and 23 are anarthrous, though not indefinite, but definite. ... Proper names do not need the article to be definite nor do words for single objects like ‘world,’ ‘life,’ ‘death.’” (= Semua kata-kata dalam ayat ini dan ayat 23 tidak mempunyai kata sandang tertentu, sekalipun bukannya tidak tertentu, tetapi tertentu. ... Nama-nama yang sungguh-sungguh tidak membutuhkan kata sandang tertentu supaya menjadi tertentu, dan demikian juga dengan obyek-obyek tunggal seperti ‘dunia’, ‘kehidupan’, ‘kematian’) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol IV, hal 100,101.

Dana & Mantey: “Sometimes with a noun which the context proves to be definite the article is not used” (= Kadang-kadang dengan suatu kata benda yang kontextnya membuktikan sebagai tertentu, kata sandang tertentu tidak digunakan) - ‘A Manual Grammar of the Greek New Testament’, hal 149.

Kata-kata A. T. Robertson dan Dana & Mantey ini tentu juga bisa diterapkan untuk kata ‘Roh Kudus’, karena ‘Roh Kudus’ juga merupakan obyek tunggal! Jadi, kata ‘Roh Kudus’, sekalipun tidak menggunakan kata sandang tertentu, tetap tertentu.

4. Definite article (= kata sandang tertentu) tak ada urusannya dengan kepribadian. Definite article (= kata sandang tertentu) itu, sesuai dengan namanya, berhubungan dengan ‘ke-tertentu-an’, bukan dengan ‘kepribadian’.

Dana & Mantey: “The function of the article is to point out an object or to draw attention to it. Its use with a word makes the word stand out distinctly” [= Fungsi dari kata sandang (tertentu) adalah untuk menunjukkan suatu obyek atau untuk menarik perhatian kepada obyek itu. Penggunaannya dengan suatu kata membuat kata itu menonjol secara jelas] - ‘A Manual Grammar of the Greek New Testament’, hal 137.


Jadi, Saksi-Saksi Yehuwa ngawur saja pada waktu mereka mengatakan bahwa tidak adanya definite article / kata sandang tertentu untuk ‘Roh Kudus’ menunjukkan ‘Tidak adanya tanda pengenal pribadi’. Juga pada waktu mereka berkata “ungkapan ‘roh kudus’ muncul dalam bahasa Yunani tanpa kata sandang, dengan demikian menunjukkan tidak adanya kepribadian”.

Kalau definite article / kata sandang tertentu memang merupakan ‘tanda pengenal pribadi’, dan tidak adanya kata sandang tertentu menunjukkan tidak adanya kepribadian, maka:

· kalau dalam Kitab Suci dikatakan ‘the way’ seperti dalam Yoh 14:6, maka kita harus menganggap ‘way’ (= jalan) sebagai seorang pribadi.

· ayat-ayat yang menuliskan ‘Roh Kudus’ dengan definite article / kata sandang tertentu dan ayat-ayat yang menuliskan ‘Roh Kudus’ tanpa definite article / kata sandang tertentu akan bertentangan.

c) Kata ‘Roh Kudus’ memang sering muncul tanpa definite article (= kata sandang tertentu).

Salah satu ayat dimana hal itu terjadi adalah Yohanes 20:22 - “Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: ‘Terimalah Roh Kudus”.

Dan tentang ayat ini saya memberikan kutipan-kutipan dari beberapa penafsir di bawah ini.

F. F. Bruce: “The absence of the definite article before ‘Holy Spirit’ here has led some commentators to suggest that it is not the personal Spirit that is in view here, but a spiritual gift or endowment. This is a precarious argument; the presence or absence of the article with PNEUMA (or PNEUMA HAGION, as here) is not an infallible criterion for distinguishing between the Giver and his gifts” [= Tidak adanya kata sandang tertentu sebelum ‘Roh Kudus’ di sini telah membimbing beberapa penafsir untuk mengusulkan bahwa bukan pribadi Roh yang dipersoalkan di sini, tetapi suatu karunia atau pemberian rohani. Ini merupakan suatu argumentasi yang berbahaya; hadir atau tidaknya kata sandang dengan PNEUMA (atau PNEUMA HAGION, seperti di sini) bukanlah suatu kriteria yang tak bisa salah untuk membedakan antara sang Pemberi dan karunia-karuniaNya] - hal 392.

Pulpit Commentary: “yet Pneuma [Agion, with or without article, is ‘the Holy Spirit’ (cf. Rom. 8:4; Gal. 5:16)” [= tetapi Pneuma [Agion (PNEUMA HAGION), dengan atau tanpa kata sandang, adalah ‘sang Roh Kudus (dengan kata sandang)’ (bdk. Ro 8:4; Gal 5:16)] - hal 474.

A. T. Robertson: “Note absence of article here ... No real distinction is to be observed, for Holy Spirit is treated as a proper name with or without the article” (= Perhatikan tidak adanya kata sandang di sini ... Tidak ada perbedaan yang sungguh-sungguh, karena ‘Roh Kudus’ diperlakukan sebagai suatu nama yang sebenarnya dengan atau tanpa kata sandang).

d) Mat 22:43-44 vs Markus 12:36.

Perhatikan komentar W. E. Vine tentang ada atau tidaknya definite article / kata sandang tertentu sebelum kata ‘Roh Kudus’.

W. E. Vine: “The use or absence of the article in the original where the ‘Holy Spirit’ is spoken of cannot always be decided by grammatical rules, nor can the presence or absence of the article alone determine whether the reference is to the ‘Holy Spirit.’ Examples where the Person is meant when the article is absent are Matt. 22:43 (the article is used in Mark 12:36); Acts 4:25, RV (absent in some texts); 19:2,6; Rom. 14:17; 1 Cor. 2:4; Gal. 5:25 (twice); 1 Pet. 1:2. Sometimes the absence is to be accounted for by the fact that Pneuma (like Theos) is substantially a proper name, e. g., in John 7:39. As a general rule the article is present where the subject of the teaching is the Personality of the Holy Spirit, e. g., John 14:26, where He is spoken of in distinction from the Father and the Son. See also 15:26 and cf. Luke 3:22” [= Penggunaan atau absennya kata sandang dalam bahasa asli dimana kata ‘Roh Kudus’ dibicarakan tidak selalu dapat ditentukan oleh peraturan-peraturan tata bahasa, juga hadir atau absennya kata sandang saja tidak bisa menentukan apakah ini menunjuk kepada ‘Roh Kudus’. Contoh-contoh dimana sang Pribadi yang dimaksudkan pada waktu kata sandang itu tidak ada adalah Mat 22:43 (kata sandang digunakan dalam Mark 12:36); Kis 4:25, KJV (absen dalam beberapa text / manuscripts); 19:2,6; Ro 14:17; 1Kor 2:4; Gal 5:25 (2x); 1Pet 1:2. Kadang-kadang absennya kata sandang itu disebabkan oleh fakta bahwa PNEUMA (seperti THEOS) sebetulnya merupakan suatu nama yang sungguh-sungguh, misalnya dalam Yoh 7:39. Sebagai suatu peraturan yang umum kata sandang digunakan dimana subyek dari pengajaran adalah kepribadian dari Roh Kudus, misalnya, Yoh 14:26, dimana Ia dibicarakan dalam perbedaan dengan Bapa dan Anak. Lihat juga 15:26 dan bdk. Luk 3:22] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 1076.


Jelas bahwa Vine mengatakan bahwa ada atau tidaknya kata sandang tertentu tidak bisa terlalu dibedakan, dan salah satu alasannya adalah karena kata PNEUMA sering digunakan sebagai ‘proper name’ (= nama sungguh-sungguh).

Tetapi yang menjadi penekanan saya dalam bagian ini adalah contoh ayat yang diberikan oleh Vine, yaitu pada bagian yang saya garis bawahi. Vine memberikan 2 ayat paralel, yang sama-sama membicarakan Roh Kudus, tetapi ayat yang satu menggunakan kata sandang tertentu dan yang lain tidak.

Matius 22:43-44 - “(43) KataNya kepada mereka: ‘Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: (44) Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu”.

Markus 12:36 - “Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu”.

Kedua text dalam Matius dan Markus ini jelas paralel. Tetapi:

· Matius menuliskan ‘Roh’, dalam bahasa Yunani e]n pneumati / EN PNEUMATI (= in Spirit / dalam Roh), tanpa definite article / kata sandang tertentu.

· Markus menuliskan ‘Roh Kudus’, dalam bahasa Yunani e]n to pneumati to a[gio / EN TO PNEUMATI TO HAGIO (= in the Holy Spirit / dalam sang Roh Kudus), dengan menggunakan definite article / kata sandang tertentu, baik untuk kata ‘Roh’ maupun untuk kata ‘Kudus’.

Dari 2 text yang paralel, dimana yang satu menggunakan definite article / kata sandang tertentu sedangkan yang lain tidak menggunakannya, jelas bahwa ada atau tidaknya definite article / kata sandang tertentu sebelum kata ‘Roh’ atau ‘Roh Kudus’, tidak terlalu membawa perubahan arti, karena kalau hal itu menyebabkan perubahan arti, maka kedua text tersebut di atas akan bertentangan satu dengan yang lain.

Jadi jelaslah bahwa ajaran Saksi Yehuwa yang membesar-besarkan ada atau tidaknya definite article / kata sandang tertentu, seperti yang juga mereka lakukan dalam pembahasan Yoh 1:1, adalah salah sama sekali!.SAKSI YEHUWA (16)
Next Post Previous Post