SAKSI YEHUWA (22)
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
3) Istilah ‘Tritunggal’ maupun ajaran tentangnya tidak ada dalam Kitab Suci.
Perhatikan kutipan-kutipan dari buku ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’ di bawah ini:
· “The Encyclopedia of Religion mengakui: ‘Para teolog dewasa ini setuju bahwa Alkitab Ibrani tidak memuat doktrin tentang Tritunggal’. Dan New Catholic Encyclopedia juga mengatakan: ‘Doktrin Tritunggal Kudus tidak diajarkan dalam P(erjanjian) L(ama)’” (hal 6).
· “Demikian pula dalam bukunya The Triune God, imam Yesuit Edmund Fortman mengakui: Perjanjian Lama ... tidak secara tegas ataupun samar-samar memberi tahu kepada kita mengenai Allah tiga serangkai yang adalah Allah, Anak dan Roh Kudus ... Tidak ada bukti bahwa penulis tulisan suci manapun bahkan menduga adanya suatu (Tritunggal) di dalam Keilahian ... Bahkan mencari di dalam (Perjanjian Lama) kesan-kesan atau gambaran di muka atau ‘tanda-tanda terselubung’ mengenai trinitas dari pribadi-pribadi, berarti melampaui kata-kata dan tujuan dari para penulis tulisan-tulisan suci” (hal 6).
Catatan: kata ‘Allah’ yang saya garis bawahi itu salah cetak. Dalam CD mereka dituliskan ‘Father’ (= Bapa).
· “The Encyclopedia of Religion mengatakan: ‘Para teolog setuju bahwa Perjanjian Baru juga tidak memuat doktrin yang jelas mengenai Tritunggal’” (hal 6).
· “The New Encyclopedia Britannica menyatakan: ‘Kata Tritunggal atau doktrinnya yang jelas tidak terdapat dalam Perjanjian Baru’” (hal 6).
Catatan: kata-kata ‘yang jelas’ dalam 2 kutipan terakhir, diterjemahkan dari kata bahasa Inggris ‘explicit’, yang sebetulnya artinya berbeda dengan ‘yang jelas’. Ini akan saya bahas nanti.
Dalam buku ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 393, mereka memberikan kutipan yang lebih panjang dari Encyclopedia Britannica:
“Kata Tritunggal, maupun doktrin Tritunggal yang jelas, tidak terdapat dalam Perjanjian Baru. Yesus dan pengikut-pengikutnya juga tidak bermaksud menentang Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!’ (Ul. 6:4). ... Doktrin ini berkembang secara bertahap selama beberapa abad dan melalui banyak perdebatan. ... Menjelang akhir abad ke-4 ... doktrin Tritunggal pada dasarnya mengambil bentuk yang sampai sekarang dipertahankan.”.
Catatan: kata SHEMA adalah kata Ibrani yang diterjemahkan ‘dengarlah’ dalam Ulangan 6:4, dan biasanya istilah ini menunjuk kepada Pengakuan Iman dari orang-orang Yahudi / dalam agama Yahudi, khususnya yang menekankan bahwa Allah itu esa.
Bantahan:
a) Saksi Yehuwa sendiri menggunakan istilah yang tidak ada dalam Kitab Suci.
Ajaran Saksi Yehuwa untuk menyebut nama Allah dengan sebutan ‘Jehovah’ (dalam bahasa Inggris) dan ‘Yehuwa’ (dalam bahasa Indonesia), juga tidak mempunyai dasar Kitab Suci apapun. Mengapa? Karena dalam Kitab Suci Ibrani, kata yang digunakan hanyalah 4 huruf mati, yaitu ‘YHWH’, dan pada jaman ini tidak ada orang yang tahu dengan persis, bagaimana sebetulnya pengucapan (pronunciation) dari kata / nama itu [Walter Martin, ‘The Kingdom of the Cults’, hal 61 (footnote)].
Saksi-Saksi Yehuwa sendiri mengakui bahwa pada jaman ini tidak ada orang yang tahu bagaimana seharusnya mengucapkan nama ‘YHWH’ tersebut, dan ini terlihat dari 2 kutipan dari buku mereka di bawah ini:
· “orang-orang modern menyusun nama Yehuwa, yang tidak dikenal oleh semua orang pada jaman dulu, orang Yahudi ataupun orang Kristen; karena ucapan yang benar dari nama itu, yang ada dalam naskah Ibrani, karena sudah lama tidak digunakan, kini tidak diketahui lagi” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 420.
· “Bentuk manakah dari nama ilahi yang benar - Yehuwa atau Yahweh? Tidak seorang pun dewasa ini dapat merasa pasti bagaimana nama itu mula-mula diucapkan dalam bahasa Ibrani. Mengapa tidak? Bahasa Ibrani dari Alkitab pada mulanya ditulis dengan huruf mati saja, tanpa huruf hidup. Ketika bahasa itu digunakan sehari-hari, para pembaca dengan mudah menyisipkan huruf-huruf hidup yang tepat. Tetapi, lambat laun, orang Yahudi mempunyai gagasan takhyul bahwa adalah salah untuk mengucapkan nama pribadi Allah dengan keras, jadi mereka menggunakan ungkapan-ungkapan pengganti. ... Jadi ucapan yang semula dari nama ilahi sama sekali tidak diketahui lagi” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 423,424.
Kalau demikian, mengapa Saksi-Saksi Yehuwa mau menggunakan, dan bahkan menekankan keharusan untuk menggunakan, nama ‘Jehovah’ atau ‘Yehuwa’, padahal istilah itu tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi menolak ‘Tritunggal’ dengan alasan bahwa istilah itu tidak ada dalam Kitab Suci? Bukankah ini merupakan suatu ketidak-konsistenan?
Catatan: Penyebutan / penggunaan nama ‘Yehuwa’ dalam kalangan Saksi-Saksi Yehuwa di Indonesia, bahkan pasti salah, karena mereka membuang huruf ‘H’ (Ibrani: h) yang terakhir dari nama YHWH!
Juga istilah seperti ‘Balai Kerajaan’ yang mereka gunakan untuk tempat dimana mereka berbakti, adalah istilah yang tidak pernah ada dalam Kitab Suci. Mengapa mereka mau menggunakan istilah itu?
b) Istilah ‘Tritunggal’ memang tidak ada dalam Kitab Suci.
W. G. T. Shedd: “The technical terms ‘trinity’ is not found in Scripture; ... The earliest use of the word is in Theophilus of Antioch (+ 181, or 188), ... Tertullian (+ 220) employs the term trinitas” [= Istilah tekhnis ‘Tritunggal’ tidak ditemukan dalam Kitab Suci; ... penggunaan yang paling awal dari kata itu adalah dalam Theophilus dari Antiokhia (+ 181, atau 182), ... Tertullian (+ 220) menggunakan istilah ‘Trinitas’] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 267.
Calvin: “I have long since and repeatedly been experiencing that all who persistently quarrel over words nurse a secret poison” (= Sudah sejak lama dan berulang-ulang saya mengalami bahwa semua yang dengan gigih bertengkar tentang kata-kata memelihara racun yang tersembunyi / rahasia) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 5.
Calvin: “although the heretics rail at the word ‘person,’ or certain squeamish men cry out against admitting a term fashioned by the human mind, they cannot shake our conviction that three are spoken of, each of which is entirely God, yet there is not more than one God. What wickedness, then, it is to disapprove of words that explain nothing else than what is attested and sealed by Scripture! ... If they call a foreign word one that cannot be shown to stand written syllable by syllable in Scripture, they are indeed imposing upon us an unjust law which condemns all interpretation not patched together out of the fabric of Scripture. ... what prevents us from explaining in clearer words those matters in Scripture which perplex and hinder our understanding, yet which conscientiously and faithfully serve the truth of Scripture itself, and are made use of sparingly and modestly and on due occasion? ... What is to be said, moreover, when it has been proved that the church is utterly compelled to make use of the words ‘Trinity’ and ‘Persons’? If anyone, then, finds fault with the novelty of the words, does he not deserve to be judged as bearing the light of truth unworthily, since he is finding fault only with what renders the truth plain and clear?” (= sekalipun bidat-bidat / orang-orang sesat mencemooh pada kata ‘pribadi’, atau orang-orang yang sangat kritis / cerewet berteriak menentang penerimaan suatu istilah yang diciptakan oleh pikiran manusia, mereka tidak bisa menggoyahkan keyakinan kami bahwa tiga yang dibicarakan, masing-masing adalah Allah sepenuhnya, tetapi tidak ada lebih dari satu Allah. Maka, kejahatan apakah itu, yang mencela / tidak menyetujui kata-kata yang tidak menjelaskan apapun juga selain dari apa yang ditegaskan dan dimeteraikan oleh Kitab Suci! ... Jika mereka menyebut satu kata asing yang tidak bisa ditunjukkan tertulis suku kata demi suku kata dalam Kitab Suci, mereka memaksakan kepada kita suatu hukum yang tidak benar, yang mengecam semua penafsiran yang tidak menyatukan potongan-potongan dari Kitab Suci. ... apa yang menghalangi kita dari tindakan menjelaskan dalam kata-kata yang lebih jelas persoalan-persoalan dalam Kitab Suci yang membingungkan dan menghalangi pengertian kita, tetapi yang dengan teliti dan setia melayani kebenaran dari Kitab Suci sendiri, dan digunakan dengan hemat dan dengan rendah hati dan pada saat yang seharusnya? ... Selanjutnya, apa yang harus dikatakan pada waktu telah dibuktikan bahwa gereja sepenuhnya dipaksa untuk menggunakan kata ‘Tritunggal’ dan ‘Pribadi-Pribadi’? Jadi, jika seseorang mencari kesalahan dengan kata-kata yang baru, tidakkah ia layak untuk dihakimi sebagai menghasilkan terang kebenaran yang tidak berharga, karena ia mencari kesalahan hanya pada apa yang membuat kebenaran terang dan jelas?) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 3.
Catatan: kata ‘sparingly’ (= dengan hemat) mungkin maksudnya ‘tidak dengan sembarangan’.
c) Sekalipun istilah ‘Tritunggal’ tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi ajarannya jelas ada.
Herman Bavinck: “Scripture does not give us a fully formulated doctrine of the Trinity, but contains all the elements out of which Theology has constructed this doctrine” (= Kitab Suci tidak memberi kita doktrin tentang Tritunggal yang diformulakan secara penuh, tetapi mencakup semua elemen dari mana Theologia telah menyusun doktrin ini) - ‘The Doctrine of God’, hal 274.
Dengan kata lain, sekalipun dalam Kitab Suci tidak ada pernyataan explicit bahwa Allah itu adalah satu hakekat, 3 pribadi, dan bahwa 3 pribadi itu setingkat, dan sama sifat-sifatNya, dan sebagainya, tetapi dalam Kitab Suci semua elemen dari doktrin Allah Tritunggal ada.
Dalam Perjanjian Lama hanya ada secara samar-samar, tetapi dalam Perjanjian Baru menjadi lebih jelas. Untuk jelasnya nanti kita akan melihat dasar Kitab Suci dari doktrin Allah Tritunggal, baik dari Perjanjian Lama maupun dari Perjanjian Baru.
d) Pengutipan sebagian dari Encyclopedia Britannica, yang merupakan suatu tindakan kurang ajar dari Saksi-Saksi Yehuwa.
Saksi-Saksi Yehuwa mengutip dari Encyclopedia Britannica sebanyak 2 x dalam persoalan ini.
· Dalam buku ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 6, mereka berkata: “The New Encyclopedia Britannica menyatakan: ‘Kata Tritunggal atau doktrinnya yang jelas tidak terdapat dalam Perjanjian Baru’”.
· Dalam buku ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 393, mereka memberikan kutipan yang lebih panjang dari Encyclopedia Britannica itu: “Kata Tritunggal, maupun doktrin Tritunggal yang jelas, tidak terdapat dalam Perjanjian Baru. Yesus dan pengikut-pengikutnya juga tidak bermaksud menentang Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!’ (Ulangan 6:4). ... Doktrin ini berkembang secara bertahap selama beberapa abad dan melalui banyak perdebatan. ... Menjelang akhir abad ke-4 ... doktrin Tritunggal pada dasarnya mengambil bentuk yang sampai sekarang dipertahankan.”.
Sekarang, untuk menunjukkan kekurang-ajaran Saksi-Saksi Yehuwa, saya akan membandingkan kutipan sebagian dari mereka, dengan kutipan penuh dari Encyclopedia Britannica 2000.
Encyclopedia Britannica 2000: “in Christian doctrine, the unity of Father, Son, and Holy Spirit as three persons in one Godhead. Neither the word Trinity nor the explicit doctrine appears in the New Testament, nor did Jesus and his followers intend to contradict the Shema in the Old Testament: ‘Hear, O Israel: The Lord our God is one Lord’ (Deuteronomy 6:4). The earliest Christians, however, had to cope with the implications of the coming of Jesus Christ and of the presumed presence and power of God among them--i.e., the Holy Spirit, whose coming was connected with the celebration of the Pentecost. The Father, Son, and Holy Spirit were associated in such New Testament passages as the Great Commission: ‘Go therefore and make disciples of all nations, baptizing them in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit’ (Matthew 28:19); and in the apostolic benediction: ‘The grace of the Lord Jesus Christ and the love of God and the fellowship of the Holy Spirit be with you all’ (2 Corinthians 13:14). Thus, the New Testament established the basis for the doctrine of the Trinity. The doctrine developed gradually over several centuries and through many controversies. Initially, both the requirements of monotheism inherited from the Old Testament and the implications of the need to interpret the biblical teaching to Greco-Roman religions seemed to demand that the divine in Christ as the Word, or Logos, be interpreted as subordinate to the Supreme Being. An alternative solution was to interpret Father, Son, and Holy Spirit as three modes of the self-disclosure of the one God but not as distinct within the being of God itself. The first tendency recognized the distinctness among the three, but at the cost of their equality and hence of their unity (subordinationism); the second came to terms with their unity, but at the cost of their distinctness as ‘persons’ (modalism). It was not until the 4th century that the distinctness of the three and their unity were brought together in a single orthodox doctrine of one essence and three persons. The Council of Nicaea in 325 stated the crucial formula for that doctrine in its confession that the Son is ‘of the same substance (homoousios) as the Father,’ even though it said very little about the Holy Spirit. Over the next half century, Athanasius defended and refined the Nicene formula, and, by the end of the 4th century, under the leadership of Basil of Caesarea, Gregory of Nyssa, and Gregory of Nazianzus (the Cappadocian Fathers), the doctrine of the Trinity took substantially the form it has maintained ever since. Copyright © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.”.
BACA JUGA: HIKMAT DARI ALLAH
Terjemahannya: “Dalam doktrin Kristen, kesatuan dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi dalam satu keAllahan. Baik kata Tritunggal maupun doktrinnya yang EXPLICIT tidak muncul / tampak dalam Perjanjian Baru, juga Yesus maupun para pengikutNya tidak bermaksud untuk menentang Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah hai orang Israel, TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa’ (Ulangan 6:4). Tetapi orang-orang Kristen mula-mula harus menghadapi pengertian tentang datangnya Yesus Kristus dan tentang anggapan tentang kehadiran dan kuasa dari Allah di antara mereka, yaitu Roh Kudus, yang kedatanganNya dihubungkan dengan perayaan dari Pentakosta. Bapa, Anak, dan Roh Kudus digabungkan / disatukan dalam text-text Perjanjian Baru seperti Amanat Agung: ‘Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus’ (Matius 28:19); dan dalam pemberian berkat rasuli: ‘Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian’ (2Kor 13:13). Dengan cara ini / Karena itu, Perjanjian Baru menegakkan / memperlihatkan / membuktikan dasar untuk doktrin dari Tritunggal. Doktrin ini berkembang secara perlahan-lahan selama berabad-abad dan melalui banyak kontroversi / perdebatan. Pada awalnya, tuntutan monotheisme dari Perjanjian Lama maupun adanya kebutuhan untuk menafsirkan ajaran alkitabiah kepada agama-agama Yunani-Romawi kelihatannya menuntut bahwa keilahian dalam Kristus sebagai Firman, atau LOGOS, ditafsirkan sebagai lebih rendah dari pada Allah. Pemecahan alternatif adalah dengan menafsirkan Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga mode / cara penyingkapan diri sendiri dari Allah yang esa, tetapi tidak berbeda dalam diri Allah sendiri. Kecenderungan yang pertama mengakui perbedaan di antara ketiganya, tetapi dengan mengorbankan kesetaraan dan karena itu juga kesatuan mereka (subordinationisme); yang kedua sesuai dengan kesatuan mereka, tetapi dengan mengorbankan perbedaan mereka sebagai ‘pribadi-pribadi’ (modalisme). Baru pada abad ke 4lah perbedaan dari ketiganya dan kesatuan mereka dipersatukan dalam suatu doktrin orthodox tunggal tentang satu hakekat dan tiga pribadi. Sidang Gereja Nicea pada tahun 325 menyatakan formula yang sangat penting untuk doktrin itu dalam pengakuannya bahwa Anak adalah ‘dari zat yang sama (HOMOOUSIOS) dengan Bapa’, sekalipun pengakuan itu berkata-kata sangat sedikit tentang Roh Kudus. Selama setengah abad selanjutnya, Athanasius mempertahankan dan menghaluskan / membersihkan formula Nicea itu, dan pada akhir dari abad keempat, dibawah pimpinan dari Basil dari Kaisarea, Gregory dari Nyssa, dan Gregory dari Nazianzus, (Bapa-bapa Kappadokia), doktrin Tritunggal mendapat bentuk secara kokoh yang dipertahankannya sejak saat itu. Hak cipta © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.”.
Catatan:
¨ bagian yang saya beri garis-bawah tunggal adalah bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa, sedangkan yang saya beri garis bawah ganda / dobel, adalah bagian, yang secara kurang ajar mereka loncati, padahal itu adalah bagian yang sangat penting. Pengutipan sebagian, dan pembuangan bagian yang seharusnya penting untuk dikutip, membuat Encyclopedia Britannica kelihatannya mengatakan sesuatu yang berbeda dengan yang seharusnya.
¨ kata ‘EXPLICIT’ diterjemahkan ‘yang jelas’ oleh Saksi-Saksi Yehuwa, dan ini jelas merupakan terjemahan yang menyesatkan. Dalam Perjanjian Baru dan bahkan dalam seluruh Kitab Suci memang tidak ada dasar yang explicit untuk doktrin Allah Tritunggal (misalnya ayat yang mengatakan bahwa Allah itu satu hakekatNya, tetapi ada dalam 3 pribadi yang setara). Tetapi dasar-dasar yang jelas, jelas ada. Dan Encyclopedia Britannica 2000 sendiri memberikan 2 text yang dipakai sebagai bukti / dasar dari doktrin Allah Tritunggal, yaitu Matius 28:19 dan 2Korintus 13:13.
BACA JUGA: HIDUP KRISTEN YANG BERBUAH
¨ untuk ayat terakhir ini penomoran ayat antara Kitab Suci Indonesia dan Kitab Suci Inggris berbeda satu angka; dalam Kitab Suci Indonesia 2Korintus 13:13; dalam Kitab Suci Inggris 2Korintus 13:14.
Dari pengutipan sebagian, yang membuat artinya berbeda dengan aslinya, yang lalu digunakan sebagai tuduhan / fitnahan, maka saya kira tidak terlalu berlebihan kalau saya mengubah nama mereka, dari ‘Saksi-Saksi Yehuwa’ menjadi ‘Saksi-Saksi palsu Yehuwa’. Atau dalam bahasa Inggris dari ‘Jehovah’s Witnesses’ menjadi ‘Jehovah’s false Witnesses’.SAKSI YEHUWA (22)